Pages

Pages - Menu

September 07, 2015

Unsur unsur Dakwah

 “DAKWAH DAN UNSUR-UNSURNYA”
Di Susun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Dakwa
Dosen Pengampu : Jauharotul Farida,Dra.Hj.,M.Ag. 
Disusun oleh :
1.     Umi Fatmah                (131311116)
2.     Akhlia Chairani        (131311124)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
PENDAHULUAN

A.              LATAR BELAKANG
Sebelum memasuki materi lebih dahulu kita mengetahui apa pengertian dakwah itu. Dan dalam pengertian dakwah sudah disampaikan oleh makalah yang lain, setidaknya dalam makalah ini akan di artikan apa pengertian dakwah itu. Dakwah adalah upaya untuk mengajak manusia kepada agama Allah dengan segala petunjuk-petunjuk-Nya, yakni agama Islam. Dengan tujuan untuk kebahagiaan manusia, baik dalam kehidupan didunia sekarang ini, maupun dalam kehidupan di akhirat nanti.
Dari pengertian dahwah tersebut maka kegiatan dakwah Islam tidak bisa dipisahkan dari tumbuh dan berkembangnya Islam sebagai agama yang dianut oleh penganutnya. Dalam makalah akan dibahas unsur-unsur dakwah itu seperti apa.
PEMBAHASAN

A.   UNSUR-UNSUR DAKWAH
Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang terdapat dalam setiap kegiatan dakwah. Dalam proses kegiatan itu banyak unsur yang terlibat, baik yang secara langsung mempengaruhi jalannya proses Islamisasi tersebut maupun secara tidak langsung dapat menghambat jalannya proses Islamisasi kepada individu, kelompok maupun masyarakat. Pokok-pokok yang harus ada dalam setiap kegiatan da’wah paling tidak terdapat 3 (tiga) unsur penentu sehingga proses da’wah itu dapat berlangsung yaitu Da’i (subyek dakwah), Mad’u (obyek da’wah) dan Maadatu al-Da’wah (materi da’wah). Sedangkan unsur-unsur lainya yang juga dapat mempengaruhi proses da’wah antara lain: wasaailu Al-Da’wah (media da’wah), Kaifiyatu Ad Da’wah/Toriqotu Ad-Da’wah (metode da’wah), Atsar (efek da’wah), Ghoyatul al-Da’wah (tujuan da’wah) dan lain-lainnya.

1.    Da’i (pelaku Dakwah)
Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan, maupun perbuatan yang dilakukan baik secara individu, kelompok, atau lewat organisasi/lembaga.
Nasarudin Latief mendefinisikan bahwa da’i adalah muslim dan muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok bagi tugas ulama. Ahli dakwah adalah wa’ad, mubaligh mustama’ain (juru penerang) yang menyeru, mengajak, memberi pengajaran, dan pelajaran agama Islam.[1]
Da’i juga harus mengetahui cara menyampaikan dakwah tentang Allah, alam semesta, dan kehidupan, serta apa yang dihadirkan dakwah untuk memberikan solusi, terhadap problema yang dihadapi manusia, juga metode-metode yang dihadirkannya untuk menjadikan agar pemikiran dan perilaku manusia tidak salah dan tidak melenceng.[2]
Oleh karena itu da’i ataupun mubaligh haruslah memiliki beberapa persyaratan yang merupakan sifat yang dituntut kepadanya baik da’i yang melaksanakan da’wahnya secara munfarid/individual maupun da’i yang melaksanakan da’wahnya secara jama’ah/terorganisasikan.
Syekh Ali Mahfudz dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin mengatakan antara lain:
Da’i harus memiliki sifat keutamaan dan sifat kesempurnaan, Diantara sifat-sifat tersebut adalah :
a)    Mengetahui secukupnya tentang Al-Qur’an, As-Sunnah hukum-hukum, rahasia-rahasia tasyir’, perihidup Rasulullah dan jejak langkah Khulafaurrasidin dan salafusshalih.
b)   Mengamalkan ilmunya sehingga tidak bertentangan perbuatannya dengan perkataannya, lahirnya dengan batinnya.
c)    Berwira dan tidak berharap apa yang ada pada tangan orang lain.
d)   Memiliki ilmu pengetahuan yang menjadi alat kelengkapan dalam berda’wah.
e)    Sopan dan berbuat mulia.
Adapun sifat-sifat kesempurnaan da’i itu antara lain adalah :
a)    Bersifat warn’ yaitu menjaga diri dari subhat dan menjauhkan diri dari tempat-tempat yang dapat menimbulkan syakwa sangka, tuduhan, dan prasangka.
b)   Berbudi pekerti dengan sifat-sifat yang terpuji.
c)    Mencintai tugas kewajibannya dan melaksanakannya dengan penuh ketaatan kepada Allah.

2.    Mad’u (Penerima Dakwah)
Mad’u, yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama Islam maupun tidak, atau dengan kata lain, manusia secara keseluruhan. Kepada manusia yang belum beragama Islam, dakwah bertujuan untuk mengajak mereka untuk mengikuti agama Islam, sedangkan kepada orang-orang yang telah beragama Islam dakwah bertujuan meningkatkan kualitas iman, Islam, dan ihsan.
Secara umum Al-Qur’an menjelaskan ada tiga tipe mad’u, yaitu: mukmin, kafir, dan munafik.[3] Dari ketiga klasifikasi besar ini, mad’u kemudian dikelompokkan lagi dalam berbagai macam pengelompokan, misalnya, orang mukmin dibagi menjadi tiga, yaitu: dzalim linafsih, muqtashid, dan sabiqun bilkhairat. Kafir bisa di bagi menjadi kafir zimmi dan kafir harbi. Mad’u atau mitra dakwah terdiri dari berbagai macam golongan manusia. Oleh karena itu, menggolongkan mad’u sama dengan menggolongkan manusia itu sendiri dari aspek profesi, ekonomi, dan seterusnya.
Muhammad Abduh membagi mad’u menjadi tiga golongan, yaitu:
1.    Golongan cerdik cendekiawan yang cinta kebenaran, dapat berpikir secara kritis, dan cepat dapat menangkap persoalan.
2.    Golongan awam, yaitu orang kebanyakan yang belum dapat berpikir secara kritis dan mendalam, serta belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi.
3.    Golongan yang berbeda dengan kedua golongan tersebut, mereka senang membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas tertentu saja, dan tidak mampu membahasnya secara mendalam.
Shalahuddin Sanusi dalam bukunya “Pembahasan Sekitar Prinsip-Prinsip Da’wah Islam” mengelompokkan mad’u/penerima dakwah itu menurut aspek-aspek:
1.    Biologis : Dari segi biologis struktur masyarakat dapat dibagi kepada : menurut jenis kelamin yaitu laki-laki atau perempuan, menurut umur yaitu anak-anak, pemuda dan orang tua.
2.    Geopraphia : Secara geografi masyarakat digolongkan kepada masyarakat desa dan masyarakat Kota.
3.    Ekonomi : Masyarakat dapat digolongkan menurut keadaan perekonomian, tingkat kekayaan dan pendapatnya kepada orang kaya, orang sedang dan orang miskin.

3.    Maddah/Maadatu al-Da’wah  (Materi Dakwah)
Maddah dakwah adalah isi pesan atau materi yang disampaikan da’i kepada mad’u. Dalam hal ini sudah jelas bahwa yang menjadi maddah adalah ajaran Islam itu sendiri. Ajaran yang dibawa Rasul itu sendiri tidak lain adalah Al-Islam sebagai suatu agama, hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 45-46 yang berbunyi :
“Hai Nabi kami mengutus engkau sebagai saksi atas umat dan memberi kabar gembira dan kabar takut. Dan untuk menyeru manusia kepada Agama Allah dengan izin-Nya, serta menjadi pelita yang menerangi”[4]
Secara umum materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi empat pokok, yaitu
1.    Masalah akidah (keimanan)
Masalah pokok yang menjadi materi dakwah adalah akidah Islamiyah. Aspek akidah ini yang akan membantu moral (akhlak) manusia. Oleh karena itu, yang pertama kali dijadikan materi dalam dakwah Islam adalah masalah akidah atau keimanan. Akidah yang menjadi materi utama dakwah ini mempunyai ciri-ciri yang membedakannya dengan kepercayaan agama lain:
a.    Keterbukaan melalui persaksian (syahadat) dengan demikian, seorang muslim harus selalu jelas identitasnya dan bersedia mengakui identitas keagamaan orang lain.
b.    Cakrawala pedagang yang luas dengan memperkenalkan bahwa Allah adalah Tuhan seluruh alam, bukan Tuhan kelompok atau bangsa tertentu. Dan soal kemanusiaan juga diperkenalkan kesatuan asal usul manusia. Kejelasan dan kesederhanaan diartikan bahwa selalu ajaran akidah baik soal ketuhanan, kerasulaan, atau pun alam gaib sangat mudah untuk dipahami.
c.    Ketahanan antara iman dan Islam atau antara iman dan amal perbuatan. Dalam ibadah-ibadah pokok yang merupakan manifestasi dari iman di padukan dengan segi-segi pengembangan diri dan kepribadian seseorang dengan kemaslahatan masyarakat yang menuju kepada kesejahteraannya. Karena akidah memiliki keterlibatan dengan soal-soal kemasyarakatan.
2.     Masalah syariah
Hukum atau syariah sering disebut sebagai cermin peradapan dalam pengertian bahwa ia ketika tumbuh matang dan sempurna, maka peradaban mencerminkkan dirinya dalam hukum-hukumnya. Pelaksanaan syariah merupakan sumber yang melahirkan peradaban Islam, yang melestarikan dan melindunginya sejarah. Syariah inilah yang menjadi kekuatan peradaban-peradaban dan di kalangan kaum muslimin.
Materi dakwah yang bersifat syariah ini sangat luas dan mengikat seluruh umat Islam. Ia merupakan jantung yang tidak terpisah dari kehidupan umat Islam diberbagai penjuru dunia dan sekaligaus merupakan hal yang patuh dibanggaklkan. Kelebihan dari syariah antara lain, adalah bahwa ia tidak dimiliki oleh umat-umat yang lain. Syariah ini bersifat universal, yang menjelaskan hak-hak umat muslim dan non muslim, bahkan hak seluruh umat manusia. Dengan adanya materi syariah ini, maka tatanan sistem dunia akan teratur dan sempurna.

3.    Masalah mu’amalah
Islam merupakan agama yang menekankan urusan mu’amalah lebih besar porsinya dari pada urusan ibadah. Islam lebih banyak memperhatikan aspek kehidupan sosial dari pada aspek kehidupan ritual. Islam adalah agama yang menjadikan seluruh bumi ini masjid, tempat mengabdi kepada Allah. Ibadah dalam mu’amalah disini, diartikan sebagai ibadah yang mencakup hubungan dengan Allah dalam rangka mengabdi kepada Allah SWT. cakupan aspek mu’amalah jauh lebih luas dari pada ibadah. Statement ini dapat dipahami dengan alasan:
a.    Dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits mencakup proporsi terbesar sumber hukum yang berkaitan dengan urusan mu’amalah.
b.    Ibadah yang mengandung segi kemasyaratakan diberi ganjaran lebih besar dari pad ibadah yang bersifat perorangan. Jika urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar tantangan tertentu, maka kafarat-Nya (tebusannya) adalah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan mu’amalah. Sebaliknya, jika orang tidak baik dalam urusan mu’amalah, maka urusan ibadah tidak dapat menutupinya.
c.    Melakukan amal baik dal;am bidang kemasyarakatan mendapatkan ganjaran lebih besar dari pada ibadah sunnah.
4.    Masalah Akhlak
Secara etimologis, kata akhlaq berasal dari bahasa Arab, jama’ dari “khuluqun” yang berarti budi pekerti, perangai, dan tingkah laku atau tabiat. Kalimat-kalimat tersebut memiliki segi-segi persamaan dengan perkataan “khuluqun” yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan kholiq yang berarti pencipta, dan “makhluq” yang berarti yang diciptakan.
Sedangkan secara terminologi, pembahasaan akhlak berkaitan dengan masalah tabiat atau kondisi temperatur batin yang mempengaruhi perilaku manusia. Ilmu akhlak bagi al-farabi, tidak lain dari bahasa tentang keutamaan-keutamaan yang dapat menyampaikan manusia kepada tujuan hidupnya yang tertinggi, yaitu kebahagiaan, dan tentang berbagai kejahatan atau kekurangan yang dapat merintangi usaha pencapaian tujuan tersebut.[5]

4.    Wasila/ Wasaailu Al-Da’wah (Media Dakwah)
Wasilah (media) dakwah adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah (ajaran islam) kepada mad’u. Untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah dapat menggunakan berbagai wasilah.
Pada dasarnya dakwah dapat menggunakan berbagai wasilah yang dapat merangsang indera-indera manusia serta dapat menimbulkan perhatian untuk menerima dakwah. Semakin tepat dan efektif wasilah yang dipakai semakin efektif pula upaya pemahaman ajaran islam pada masyarakat yang menjadi sasaran dakwah.[6]
Hamzah, ya’qub membagi wasilah dakwah menjadi lima macam, yaitu: lisan, tulisan, lukisan, audiovisual, dan akhlak.
a.    Dakwah melalui saluran lisan adalah media dakwah yang paling sederhana yang menggunakan lidah dan suara, dakwah dengan media ini dapat berbentuk pidato, ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan, dan sebagainya. dalam realisasinya da’wah secara lisan dapat bersifat khusus dan dapat pula bersifat umum. Dakwah yang bersifat khusus pada prakteknya adalah da’wah yang memang secara khusus kegiatannya untuk da’wah. Seperti : Pengajian, kuliah dan sebagainya. sedangkan da’wah yang bersifat umum adalah suatu bentuk kegiatan yang dilaksanakan bukan semata-mata untuk da’wah akan tetapi kegiatan umum, namun dalam beberapa acara atau, bagiannya diselingi dengan pesan-pesan dakwah.
b.    Dakwah melalui saluran tertulis adalah kegiatan da’wah yang dilakukan melalui tulisan-tulisan. Jangkauan yang dapat diperoleh oleh da’wah dengan media tulis ini lebih luas dari pada memakai media lisan. Kegiatan dakwah secara tertulis ini dapat dilakukan melalui tulisan, buku, majalah, surat kabar, surat-menyurat (korespondensi), spanduk, dan sebagainya.
c.    Dakwah melalui saluran lukisan (visual) adalah kegiatan da’wah yang di lakukan dengan melalui alat-alat yang dapat dilihat oleh mata manusia atau bisa ditata dalam menikmatinya. Alat-alat visual ini dapat berupa kegiatan pentas pantonim, seni lukis , seni ukir, kaligrafi dan sebagainya.
d.   Dakwah melalui alat-alat Audiovisual adalah media dakwah yang dapat merangsang indra pendengaran, penglihatan, atau kedua-duanya, seperti televisi, film slide, OHP, Internet, dan sebagainya.
e.    Akhlak, adalah media dakwah melalui perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran Islam yang secara langsung dapat dilihat dan didengarkan oleh mad’u.

5.    Kaifiyatu ad- Dakwah / Thariqatu Ad-Da’wah (Metode Dakwah)
Kata metode telah menjadi bahasa Indonesia yang memiliki pengertian “sesuatu cara yang bisa ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan,  rencana sistem, tata pikir manusia”.[7] Sedangkan dalam metodologi pengajaran ajaran Islam disebutkan bahwa metode adalah “suatu cara yang sistematis dan umum terutama dalam mencari kebenaran ilmiah”.[8] Dengan kaitanya dengan pengajaran ajarar Islam, maka pembahasan selalu berkaitan dengan hakikat penyampaian materi kepada peserta didik agar dapat diterima dan dicerna dengan baik.
Metode dakwah ialah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah Islam. Dalam menyampaikan suatu pesan dakwah, metode sangat penting perannya, karena suatu pesan walaupun baik, tetapi disampaikan lewat metode yang tidak benar, maka pesan itu bisa saja ditolak oleh si penerima pesan.

Secara garis besar ada tiga pokok metode (thariqah) dakwah, yaitu:
a.    Bi al-Hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi dan kondisi sasaran dakwah dengan menitikberatkan pada kemampuan mereka, sehingga di dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam selanjutnya, mereka tidak lagi terpaksa atau keberatan.
b.    Mau’izatul Hasanah, yaitu berdakwah dengan memberiokan nasihat-nasihat atau menyampaikana ajaran Islam dengan kasih sayang, sehingga nasihat dan ajaran Islam yang disampaikan itu dapat menyentuh hati mereka.
c.    Mujadalah Billati Hiya Ahsan, yaitu berdakwah dengan cara bertukar pikiran dan membantah dengan cara ynag sebaik-baiknya dengan tidak memberikan tekanan-tekanan yang membeeratkan komunitas yng menjadi sasaran dakwah.

6.    Atsar (Efek) Dakwah
Dalam setiap aktifitas dakwah pasti akan menimbulkan reaksi. Artinya, jika dakwah telah dilakukan seseorang da’i dengan materi dakwah, wasilah, dan thariqah tertentu, maka akan timbul respons dan efek (atsar) pada mad’u (penerima dakwah).
Atsar (efek) sering disebut dengan feedback (umpan balik) dari proses dakwah ini sering dilupakan atau tidak banyak menjadi perhatian para da’i. Kebanyakan mereka menganggap bahwa setelah dakwah disampaikan, maka selesailah dakwah. Padahal, atsar sangat besar artinya dalam penentuan langkah-langkah dakwah berikutnya. Tanpa menganalisis atsar dakwah, maka kemungkinan kesalahan strategi yang sangat merugikan pencapaian tujuan dakwah akan terulang kembali. Sebaliknya, dengan menganalisis atsar dakwah secara cermat dan tepat, maka kesalahan strategi dakwah akan segera diketahui untuk diadakan penyempurnaan pada langkah-langkah berikutnya (corrective action). Demikian juga stratehi dakwah termaksud didalam penentuan unsur-unsur dakwah yang dianggap baik dapat ditinggalkan.

7.    Ghayatu al Dakwah (Tujuan Dakwah)
Ghayatul al Dakwah / tujuan akhir dakwah atau Ultimate Goal Dakwah adalah suatu nilai akhir ideal yang ingin dicapai dalam keseluruhan aktifitas dakwah. Nilai akhir dakwah yang ingin diwujudkan ialah terwujudnya insan pribadi dan masyarakat yang berpola pikir, berpola sikap dan berpola perilaku sesuai ajaran Islam dalam kehidupannya sehingga akan memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Kegiatan dakwah adalah kegiatan yang terus menerus dan berkesinambungan sehingga memerlukan sinergi dalam pelaksanaannya melalui aktifitas dakwahnya secara sendiri-sendiri. Tujuan dakwah merupakan arah dan pedoman yang harus dituju oleh setiap pelaksana dakwah dan harus dijadikan fokus utama dari setiap pencapaian tujuan antara : dengan demikian walaupun pelaksanaan kegiatan dakwah berbeda-beda baik segi waktu, pelaksana, tempat dan lainnya akan tetapi arah dan capaiannya dapat terintegrasi.
Namun demikian tetap diperlukan komunikasi dan koordinasi dari setiap pelaksana dakwah : baik perorangan maupun organisasi dakwah dalam setiap aktifitas dakwahnya agar dapat dijadikan sebagai pijakan kebijakan dakwah masa-masa yang akan datang.
Terkait dengan tujuan da’wah adalah perlunya melakukan pengendalian dalam setiap upaya pelaksanaan da’wah yaitu memperhatikan sejauh mana dampak/akibat da’wah yang ditimbulkan dari setiap aktivitas tersebut atau dengan kata lain sejauh mana feed back/umpan balik atau atsar da’wah. Selama ini jarang para aktifis da’wah memperhatikan apalagi mencermati dengan seksama tentang umpan balik/atsar da’wah yang ditimbulkan oleh adanya kegiatan da’wah pada setiap event-nya; yang bisa dilakukan baru sampai pada tahapan evaluasi secara gradual garis besarnya saja. Pengamatan dan pencermatan terhadap umpan balik da’wah ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan evaluasi sekaligus untuk perbaikan rencana dakwah yang akan dilakukan dimasa yang akan datang berdasarkan realitas mad’u dan capaian dakwah diwaktu yang berlalu.

PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Dari uraian diatas yang sudah dijelaskan maka terdapat simpulan dimana kegiatan da’wah itu pasti dibutuhkan unsur-unsur dalam da’wah, karena nya jalannya proses da’wah itu baik secara langsung maupun tidak langsung akan berhasil kalau ada nya unsur-unsur da’wah.
Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang terdapat dalam setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur da’wah ada beberapa macam yaitu :
1.    Da’i (pelaku dakwah)
2.    Mad’u (mitra/obyek dakwah)
3.    Maddah/Maadatu al-Da’wah  (Materi Dakwah)
4.    Wasila/ Wasaailu Al-Da’wah (Media Dakwah)
5.    Kaifiyatu ad- Dakwah / Thariqatu Ad-Da’wah (Metode Dakwah)
6.     Atsar (efek dakwah)
7.    Ghoyatul al-da’wah (tujuan da’wah)

B.  SARAN
Demikian makalah ini penulis susun, penulis menyadari bahwa dalam makalah ini tentunya masih banyak kekurangan baik dari segi materi maupun segi tata bahasa. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna evaluasi kedepannya. Semoga dibalik ketidaksempurnaan yang ada, makalah ini tetap dapat memberikan manfaat yang baik bagi kita semua, Amin
DAFTAR PUSTAKA

An-Nabiry, Fathul Bahri, Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da’i, Amzah, Jakarta, 1990.
As, Enjang, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah,  Widya Padjadjaran, Bandung, 1989.
Kusnawan, Aep. Dimensi Ilmu Dakwah , Widya Padjadjaran, Bandung, 1994.
Munir, Muhammad Dkk, Manajemen Dakwah, Prenada Media Group, Jakarta, 2012


[1] H.M.S. Nasarudin Latief, Op.cit., hlm.20.
[2] Mustafa Malaikah, Manhaj Dakwah Yusuf Al-Qordhowi Harmoni antara Kelembutan dan Ketegasan, [Jakarta: Pustaka Al- Kautsar,1997],hlm.18.
[3] Lihat.QS.al-Baqarah 2:20.
[4] Lihat surat Al-Ahzab ayat 45-46
[5] Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Tematis Dunia Islam,[Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,2002],hlm.190.
[7] M. Syafaat Habib, Buku Pedoman Dakwah, [Jakarta: Wijaya, 1992], Cet.1,hlm.160.
[8] Soeleman Yusuf, Slamet Soesanto, Pengantar Sosial,[Surabaya: Usaha Nasional,1981],hlm.38.

No comments:

Post a Comment