October 01, 2016
January 02, 2016
Penggerakan Dakwah
I.
PENDAHULUAN
Usaha
untuk menyebarluaskan Islam di tengah-tengah kehidupan umat manusia adalah
usaha dakwah, yang dalam keadaan bagaimanapun dan dimanapun harus dilaksanakan
oleh umat islam. Penyelenggaraan usaha dakwah islam pada masa depan akan
semakin bertambah berat. Hal ini disebabkan karena masalah-masalah yang
dihadapi oleh dakwah semakin berkembang. Penyelenggaraan dakwah akan dapat
berjalan secara efektif dan efesien, apabila terlebih dulu dapat
mengidentifikasi dan mengantisipasi masalah-masalah yang akan dihadapi.
Kemampuan
untuk mengidentifikasi masalah, kemudian menyusun rencana yang tepat, mengatur
dan mengorganisir para pelaksana dakwah dalam kesatuan- kesatuan tertentu,
selanjutnya mengerahkan dan menggerakkannya pada tujuan yang dikehendaki,
begitu pula kemampuan untuk mengawasi. Salah satu materi yang sangat
penting untuk dipahami dalam manajemen dakwah adalah penggerakan dakwah, oleh
sebab itu makalah ini secara khusus membahas tentang penggerakan dakwah
agar dapat diketahui peran penting seorang pemimpin terhadap
anggota-anggotanya dalam memberikan motivasi, bimbingan dan lain-lain untuk
dapat mencapai tujuan dakwah yang telah disepakati bersama.
II.
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah
yang dimaksud dengan penggerakan dakwah?
2. Langkah-
langkah apa saja yang harus dilakukan dalam penggerakan dakwah?
III.
PEMBAHASAN
1. Pengertian
penggerakan dakwah
Penggerakan
dakwah merupakan inti dari manajemen dakwah. Sedangkan pengertian penggerakan
adalah suatu usaha membujuk orang lain untuk melaksanakan tugas-tugas dalam
rangka mencapai tujuan suatu organisasi. Penggerakan juga dapat didefinisikan
sebagai keseluruhan usaha, cara, teknik dan metode untuk mendorong para anggota
organisasi agar mau dan ikhlas bekerjasama dengan sebaik mungkin demi tercapainya tujuan organisasi dengan
efektif, efisien, dan ekonomis[1].
Penggerakan
diarahkan untuk merangsang anggota-anggota kelompok untuk melaksanakan
tugas-tugas secara antusias dan penuh semangat sebagai wujud dari kemauan yang
baik .
Yang dimaksud dengan penggerakan dakwah
adalah meminta pengurbanan para pelaksana untuk melakukan kegiatan-kegiatan
dalam rangka da’wah. Hal ini hanya mungkin terjadi bila pemimpin da’wah (da’i)
mampu memberikan motivasi, bimbingan, mengkoordinir dan menjalin pengertian
diantara mereka serta selalu meningkatkan kemampuan dan keahlian mereka[2].
Dalam
proses da’wah, penggerakan da’wah (Actuating) mempunyai fungsi yang secara
langsung berhubungan dengan teknis pelaksanaan. Maka, dengan adanya fungsi
penggerakan inilah ketiga fungsi da’wah yang lain – Planing, Organizing and
Controlling – baru akan efektif[3].
Agar
fungsi dari penggerakan dakwah ini dapat berjalan secara optimal, maka harus
menggunakan teknik-teknik tertentu yang meliputi :
Ø Memberikan penjelasan secara
komprehensif kepada seluruh elemen dakwah yang ada dalam organisasi dakwah.
Ø Usahakan agara setiap pelaku dakwah
menyadari, memahami, dan menerima baik tujuan yang telah diterapkan.
Ø Setiap pelaku dakwah mengerti
struktur organisasi yang di bentuk.
Ø Memperlakukan secara baik bawahan
dan memberikan pnghargaan yang diiringi dengan bimbingan dan petunjuk ntuk
semua anggota.
2. Langkah-langkah
penggerakan dakwah
Peranan
seorang pemimpin sangat menentukan keberhasilan dari kegiatan-kegiatan yang
akan dilaksankan, karena pemimpin ditutuntut mampu memberi motivasi, bimbingan,
mengoordinasikan serta menciptakan suasana sejuk dalam membentuk kepercayaan
diri yang akhirnya dapat mengoptimalkan semua anggotanya. Ada beberapa point
dari peroses penggerakan dakwah yang menjadi kunci dari kegiatan dakwah yaitu :
a. Pemberian
motivasi (Motivating)
b. Pembimbingan
(Directing)
c. Penjalinan
hubungan (Coordinating)
d. Penyelenggaraan
komunikasi (Communicating)
e. Pengembangan
atau peningkatan pelaksana (Developping people)[4].
Langkah-langkah
penggerakan dakwah dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pemberian
motivasi ( Motivating )
Motivasi
diartikan sebagai kemampuan seseorang manajer atau pemimpin dakwah dalam
memberikan sebuah kegairahan, kegiatan dan pengertian, sehingga para anggotanya
mampu untuk mendukung dan bekerja secara ikhlas untuk mencapai tujuan
organisasi sesuai dengan tugas yang dibebankan kepadanya[5].
Menurut Ngalim Purwanto menjelaskan bahwa “motivasi
adalah suatu pernyataan yang kompleks didalam suatu organisme yang mengarahkan
tingkah laku ke suatu tujuan atau perangsang”[6].
Suatu organisme yang dimotivasi akan melakukan aktifitasnya secara lebih giat
dan lebih efisien dibandingkan dengan organisme yang beraktifitas tanpa
motifasi. Selain itu, motifasi cenderung mengarahkan kepada suatu tingkah laku
tertentu[7].
Dengan
demikian, motivasi merupakan dinamisator bagi para elemen dakwah yang secara
ikhlas dapat merasakan, bahwa pekerjaan itu adalah kewajiban yang harus
dilaksanakan. Dengan kata lain, bahwa motivasi adalah memberikan semangat atau
dorongan kepada para pekerja untuk mencapai tujuan bersama dengan cara memenuhi
kebutuhan dan harapan mereka serta memberikan sebuah penghargaan (reward).
Dengan adanya rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa tanggung jawab
(sense of responsibility), maka akan menumbuhkan rasa kecewa jika gagal
dan merasa bahagia jika tujuannya berhasil. Selanjutnya jika perasaan itu sudah
mengakar, maka fungsi motivasi sudah berhasil. Motivasi sebagai suatu yang
dirasakan sangat penting, akan tetapi ia juga sulit dirasakan, karena
disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu :
Ø Motivasi itu penting ( important
subject )
Ø Motivasi itu sulit ( puzzling
subject ), Melihat sisi
psikologis manusia yang berbeda-beda, ada beberapa cara untuk membangkitkan
semangat kerja dan pengabdian. Diantaranya adalah:
§
Mengikut sertakan dalam proses pengambilan keputusan;
§
Memberikan informasi yang lengkap;
§ Memberikan penghargaan terhadap sumbangan
yang telah diberikan.
§
Menciptakan suasana yang kondusif dan menyenangkan;
§
Penempatan yang tepat;
§
Pemberian wewenang.
b. Pembimbingan
( Directing )
Selain memberikan motivasi untuk
melakukan tugas-tugas da’wah, para pelaksana juga perlu dibimbing dan
dijuruskan kearah pencapaian sasaran da’wah yang telah ditetapkan. Sebab
pimpinan da’wah adalah orang yang dapat melihat medan secara lebih luas dan
mengetahui jalan-jalan mana yang harus ditempuh[8].
Pembimbingan yang dilakukan oleh
pimpinan terhadap pelaksana dilakukan dengan jalan memberikan perintah atau
petunjuk yang bersifat mempengaruhi dan menetapkan arah tindakan mereka. Sebab
kepemimpinan dalam da’wah adalah sifat dan ciri tingkah laku pemimpin yang
mengandung kemampuan untuk memengaruhi dan mengarahkan daya kemampuan seseorang
atau kelompok guna mencapai tujuan da’wah yang telah ditetapkan sehingga
terciptalah suatu dinamika dikalangan pengikutnya yang terarah dan bertujuan.
Maka atas dasar ini usaha-usaha da’wah akan berjalan dan terealisasikan dengan
baik dan efektif bilamana pimpinan da’wah dapat memberikan perintah-perintah
yang tepat[9].
Dalam hal pemberian perintah, baik
dalam bentuk lisan maupun tertulis, yang perlu diperhatikan adalah maksud
dikeluarkannya perintah itu, yang tidak lain adalah dalam rangka pencapaian
sasaran dakwah yang telah ditetapkan. Untuk itu beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu :
-
Perintah harus jelas.
-
Perintah itu mungkin
dan dapat dikerjakan.
-
Perintah hendaknya
diberikan satu persatu.
-
Perintah harus
diberikan pada orang yang tepat.
-
Perintah harus
diberikan oleh satu tangan[10].tetapi
tidak semua sekumpulan orang dapat dikatakan tim, untuk dapat dianggap sebagai
tim maka harus memiliki karakteristik sebagai berikut:
c. Penjalinan
hubungan
Organisasi dakwah
merupakan sebuah organisasi yang berbentuk sebuah tim atau kelompok. Tim adalah
sebagai dua orang atau lebih yang berinteraksi dan saling mempengaruhi arah
tujuan bersama. Akan tetapi tidak semua sekumpulan orang dikatakan tim, maka
harus memiliki karakteristik sebagai berikut:
·
Ada berbagai
kesepakatan terhadap misi tim
·
Semua anggota harus
mentaati peraturan tim yang berlaku
·
Ada pembagian tanggung
jawab dan wewenang yang adil
·
Orang yang beradaptasi
terhadap perubahan[11]
Secara mendasar terdapat beberapa alasan
mengapa diperlukan hubungan antar kelompok, yaitu:
o Keamanan
o Status
o Pertalian
o Kekuasaan
o Prestasi
baik.
Untuk menciptakan sebuah kerja sama yang
solid dalam organisasi maka dituntut sebuah kecerdasan dan kerja sama yang baik
oleh para pemimpin dakwah. Dalam hal ini
pemimpin dakwah harus dapat memberikan seperangkat tujuan dakwah yang
memungkinkan untuk dicapai, juga dapat dijadikan tujuan masa depan.[12]
d. Penyelenggaraan
komunikasi
Dalam proses kelancaran dakwah komunikasi, yakni suatu proses yang
digunakan oleh manusia dalam usaha untuk membagi aksi lewat transmisi pesan
simbolis merupakan hal yang sangat penting. Karna tanpa komunikasi yang efektif
antara pemimpin dengan pelaksana dakwah, maka pola hubungan dalam sebuah
organisasi dakwah akan mandek, sebab komunikasi akan mempengaruhi seluruh sendi
organisasi dakwah.
Kinerja komunikasi sangat penting dalam
sebuah organisasi termasuk organisasi dakwah. Adapun manfaat dari
penyelenggaraan komunikasi sebagai sarana yang efektif dalam sebuah organisasi
adalah:
§ Komunikasi
dapat menempatkan orang-orang pada tempat yang seharusnya
§ Komunikasi
menempatkan orang-orang untuk terlibat dalam organisasi
§ Komunikasi
menghasilkan hubungan dan pengertian lebih baik antara atasan dan bawahan
§ Menolong
orang-orang untuk mengerti perubahan.[13]
Dalam aktivitas dakwah, komunikasi yang
efektif dan efisien dapat dimanfaatkan untuk mempengaruhi tindakan manusia
kearah yang diharapkan.
Paling tidak, ada dua alas an mengapa
diperlakukan sebuah komunikasi yang efektif para pemimpin dakwah terhadap para
anggotanya, yaitu:
-
Komunikasi akan
menyediakan sebuah chanel umum dalam proses manajemen
-
Ketrampilan komunikasi
yang efektif dapat membuat para pemimpin dakwah menggunakan berbagai
ketrampilan serta bakat yang dimilinya.
Menurut Minzeberg ada tiga komponen
peran komunikasi dalam manajerial, yaitu:
·
Dalam peran antar
pribadi mereka, pemimpin berrtindak sebagai tokoh dari unit organisasi,
berinteraksi dengan karyawan, pelanggan, dan rekan sejawat dalam organisasi
·
Dalam peran informal
mereka, manajer mencari informasi dari rekan sejawat karyawan dan kontak
pribadi yang lain mengenai segala sesuatu yang mungkin mempengaruhi pekerjaan
dan tanggungjawab mereka.
·
Dalam peran mengambil
keputusan mereka, manajer mengimplentasikan proyek baru, menangani gangguan,
dan mengalokasikan sumber daya kepada anggota unit dan manajemen.[14]
[2]. A.Rosyad Salaeh. Management
Da’wah Islam. 1977. Jakarta: Bulan Bintang. Hlm. 113
[3] . A. Rosyad Salaeh, op. Cit. hal 112
[4] A. Rosyad Shaleh. Op. cit . hal123
[5] Ek. Mochtar Effendy, Manajemen suatu pendekatan berdasarkan
ajaran Islam, 1986 Jakarta: Bhratara
Karya Aksara hal 105
[6] Ngalim
Purwanto. Psikologi Pendidikan. Hlm 60
[7]. Faizah
dan Lalu Muchsin Effendi. Psikologi Da’wah. 2006. Jakarta: Kencana. Hlm.
103.
[8].A. Rasyad Saleh Op. Cit. hlm. 128
[9] Faizah dan Lalu Muchsin
Effendi Op. Cit. hlm. 170
[10] .A.Rosyad Shaleh. Op.cit hal: 132-134
[11] M N Nasution, Manajemen mutu
terbaru,(Jakarta: galia Indonesia, 2001), hal. 166-167
[12] Yunan yusuf, manajemen dakwah(Jakarta: rahmad semesta,2006),
hal. 158
[13] Ron loudlow, Fergus panton, the essence of effective communication;
komunikasi efektif, (Yogyakarta: andi, 2000), hal. 4-5
[14] Henny mintzberg, the manager’s job;folklore and fa, (Harvand:
bussines reviuw 53, no. 4, juli- agustus 1975)
Fiqh dan Ushul Fiqih
I.
PENDAHULUAN
Syariat
islam telah menetapkan dalil dan tanda-tanda tentang hukum yang tidak
dijelaskan oleh al-Qur’an dan al-Sunnah. Dengan dalil dan tanda-tanda hukum itu
dapat menetapkan dan menjelaskan hukum-hukum yang tidak dijelaskan di dalam
al-Qur’an dan al-Sunnah itu.
Dari
kumpulan hukum-hukum syariat yang berhubungan dengan tindakan manusia yang
diambil dari nash-nash yang ada atau dari pembentukan hukum berdasarkan dalil
syariat yang tidak ada nash nya,terbentuklah ilmu fiqh.[1]
Fiqh
berasal dari kata “paham yang mendalam”. Fiqh berarti ilmu tentang hukum-hukum
syar’I yang bersifat amaliyahyang digali dan ditemukan dan dalil-dalil yang
tafsili.
Dalam
definisi fiqh diibaratkan dengan ilmu karena fiqh itu semacam ilmu pengetahuan
. fiqh ialah apa yang dapat dicapai oleh mujtahid dengan zhan nya,sedangkan
ilmu tidak bersifat zanni seperti fiqh.[2]
Ushul
fiqh berasal dari dua kata ushul dan fiqh,secara etimologi “sesuatu yang
menjadi dasar bagi yang lainnya”. Dengan demikian secara teknik hukum,ushul
fiqh adalah ilmu tentang kaidah-kaidah yang membawa kepada hukum syar’a dan
dalilnya yang terinci.[3]
I.
RUMUSAN MASALAH
A. Apa
pengertian fiqih dan ushul fiqh ?
B. Bagaimanakah
perkembangan fiqih dan ushul fiqh ?
C. Apa tujuan fiqih dan ushul fiqh ?
II.
PEMBAHASAN
A. pengertian
fiqh dan ushul fiqh
Ø Fiqh
Kata fiqh berarti “paham yang
mendalam”. Bila “paham”dapat digunakan untuk hal-hal yan bersifat lahiriyah
maka,fiqh berarti paham yang menyampaikan ilmu lahir kepada ilmu batin.[4] ilmu
fiqih menurut syarak adalah pengetahuan tentang hukum syariah yang sebangsa
perbuatan yang diambil dari dalilnya secara detail. Sumber hukum syariat adalah
al-qur’an kemudian al sunnah sebagai penjelas atas keglobalan al-Qur’an,
pembatas keumumannya, pengikat kebebasannya, dan sebagai penerang serta
penyempurna.[5]
Ø Ushul
fiqh
Ushul fiqh adalah kata ganda yang terdiri dari
kata “ushul” dan kata “fiqh” .kata fiqh berarti paham yang mendalam. Kata ushul
berati jamak ”ashal” secara etimologi berarti “sesuatu yang menjadi dasar bagi
yang lain”. Ushul fiqh adalah ilmu tentang kaidah-kaidah yang membawa usaha
merumuskan hukum syar’a dari dalilnya yang terinci.[6]
Dari penjelasan diatas dapat
diketahui perbedaan ushul fiqih dan fiqih. Ushul fiqh adalah pedoman atau aturan-aturan
yang membatasi dan menjelaskan cara-cara yang harus diikuti seseorang faqih
dalam usahanya menggali dan mengeluarkan hukum syara’ dari dalilnya; sedangkan
fiqih adalah hukum-hukum syara’ yang telah digali dan dirumuskan dari
dalil-dalil menurut aturan yang sudah ditetapkan.[7]
B. Perkembangan
fiqh dan ushul fiqh
Ø Perkembangan Fiqh
fiqh itu sebagai hasil penalaran
seorang ahli atas maksud hukum allah yang berhubungan pada tingkah laaku
manusia. Hukum fiqih tumbuh bersamaan dengan perkembangan islam. Hukum atas
suatu perbuatan ini telah terbentuk sejak zaman Rosulullah berdasarkan
al-Qur’an. Hukum-hukum fiqih pada periode pertama perkembangannya terdiri dari
hukum Allah dan Rasulnya, yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Sunnah.
Pada masa sahabat, muncul
kejadian-kejadian baru, sehingga para sahabat melakukan ijtihad, memutuskan
suatu perkara, memberikan fatwa,menetapkan dan menyadarkan pada hukum-hukum
periode pertama sesuai dengan hasil ijtihad. Hukum-hukum, fatwa, serta
keputusannya yang bersumber dari al-Qur’an, al-Sunnah, dan ijtihad sahabat.
Pada periode ke tiga, yaitu periode
tabiin, tabiit tabiin dan imam-imam mujtahid, kekuasaan islam semakin
berkembang dan banyak orang-orang dari non arab memeluk agama islam. Sehingga
kaum muslimin menghadapi masalah-masalah baru, berbagai kesulitan, bahasa,
pandangan, gerakan pembangunan material dan spiritual, yang kesemuannya itu
mendorong kepada para imam mujtahid untuk memperluas medan ijtihad dan
menetapkan hukum-hukum syara’ atas kejadian-kejadian tersebut serta membuka
pintu bahasan dan pandangan baru bagi mereka.
Pada periode perkembangannya yang ke tiga ini,
hukum-hukum fiqih terdiri dari hukum Allah dan Rasul-NYA, fatwa dan putusan
sahabat, fatwa imam mujtahid dan hasil ijtihat mereka, yang bersumber dari
al-Qur’an, alSunnah, ijtihad sahabat dan ijtihad imam-imam mujtahid. Pada abad
ini dimulailah pembukuan hukum-hukum syara’ seiring pembukuan hadits. Hukum-hukum
tersebut dibentuk menjadi sebuah disiplin ilmu karna telah disertai dalil,
alasan, dan dasar umum yang menjadi pokok dari hukum tersebut. Akhirnya disebut
ahli fiqih dan disiplinnyadisebut ilmu fiqih.[8]
Ø Perkembangan
Ushul Fiqh
perumusan
fiqh sudah dimulai langsung sesudah nabi wafat,yaitu periode sahabat.pemikiran
ushul fiqh itu telah ada pada perumusan fiqh itu.para sahabat diantaranya umar
ibn khotob,ibnu mas’ud,ali bin abi tholib dalm mengemukakan pendapat tentang
hukum,sebenarnya sudah menggunakan pedoman dalam merumuskan hukum.
Pada periode tabi’in lapangan
istinbath atau perumusan hukum semakin meluas karena begitu banyaknya peristiwa
hukum yang banyak bermunculan. Perbedaan yang digunakan menyebabkan timbulnya
perbedaan aliran dalam fiqh.
Abu hanifah dalam usaha merumuskan
fiqhnya menggunakan metode tersendiri.menetapkan al-qur’an dan hadis sebagai
sumber pokok, dan mengambil hukum-hukum yang telah disepakati oleh para
sahabat. Imam malik menempuh metode ushuli yang lebih jelas menggunakan tradisi
yang hidup dikalangan penduduk madinah,sebagaimana dinyatakan dalam buku dan
risalahnya. Imam malik lebih mengunakan hadis ketimbang abu hanifah,karena
banyak hadis yang ditemukan.
Setelah imam abu hanifah dan imam
malik,tampil imam syafi’I. ia menemukan dalam masanya perbendaharaan fiqh yang
sudah berkembang semenjak periode sahabat,tabi’in,dan imam-imam yang
mendahuluinya. Imam syafi’I sebagai orang pertama yang menyusun system
metodelogi berpikir tentang hukum islam,yang kemudian popular dengan ushul fiqh.
Selama keberadaan di mekah, imam syafi’I mewarisi ilmu al-qur’an dari Abdullah
ibn ‘abbas yang memungkinkannya untuk mengenal nasikh mansukh. Usul fiqih itu
sendiri semakin berkembang. Pada dasarnya ulama fiqih mengikut imam mujtahid yang
datang kemudian mengikuti dasar-dasar yang sudah di susun imama syafi’i.[9]
C. Tujuan
Fiqh dan Ushul Fiqih
Ø Tujuan
Fiqh
Tujuan ilmu fiqih adalah menerapkan
hukum syara’ pada semua perbuatan dan ucapan manusia. Sehingga ilmu fiqih
menjadi rujukan bagi seorang hakim dalam putusannya, seorang mufti dalam
fatwanya dan seorang mukallaf untuk mengetahui hukum syara’ atas ucapan dan
perbuatannya. Ini adalah tujuan dari semua undang-undang yang ada pada umat
manusia. Ia tidak memiliki tujuan kecuali menerapkan materi dan hukumnya
terhadap ucapan dan perbuatan manusia, juga mengenalkan kepada mukallaf tentang
hal-hal yang wajib dan haram baginya.[10]
Ø Tujuan
Ushul Fiqh
Tujuan ilmu Ushul Fiqih adalah
menerapkan kaidah dan pembahasannya pada dalil-dalil yang detail untuk diambil
hukum syara’nya. Sehingga dengan kaidah dan pembahasannya dapat dipahami
nash-nash syara’ dan dengan hukum-hukum yang dikandungnya, dapat diketahui
sesuatu yang memperjelas kesamaran nash-nash tersebut dan nash mana yang
dimenangkan ketika terjadi pertentangan antara sebagian nash dengan yang lain.
Dengan kaidah dan pembahasannya itu
juga dapat dikeluarkan suatu hukum yang tidak memiliki nash dengan cirri kias,
ihtihsan,istishhab atau yang lain; dapat bener-bener dipahami hukum yang telah
dikeluarkan oleh imam-imam mujtahid; dapat dijadikan penimbangan (sebab terjadinya)
perbedaan madzhab diantara mereka terhadap satu bentuk kejadian. Karna tidak
mungkin memahami hukum dari satu sudut pandang atau membandingkan dua hukum
yang berbeda kecuali dengan mengetahui dalil hukum dan cara penjabaran hukum
dari dalilnya. Dan ini hanya dapat dilakukan dengan ilmu ushul fiqih yang
merupakan dasar ilmu fiqih perbandingan.[11]
[1] Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta: Pustaka Aman),
hlm. 1.
[2] Amir Syarifudin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media
Group), hlm. 3.
[3] Amir Syarifudin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media
Group), hlm. 41.
[4] Amir Syarifudin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media
Group), hlm. 2.
[5] Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta:Pustaka Aman),
hlm. 1.
[7] Amir Syarifudin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media
Group), hlm. 42.
[8] Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, Jakarta:Pustaka Aman), hlm. 7.
[9] Amir Syarifudin, Ushul Fiqh, (Jakarta:Prenada Media
Group), hlm. 42-46.
[10] Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta:Pustaka Aman), hlm. 5.
Hubungan Individu, Keluarga, Masyarakat, Budaya
PENGANTAR
A. LATAR
BELAKANG
Manusia
sebagai makhluk sosial berperan sebagai individu. Berperan sebagai keluarga dan
masyarakat dan oleh karenanya manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok atau berorganisasi
dan membutuhkan orang lain. Seorang individu untuk memperoleh suatu kebudayaan
membutuhkan keluarga dan masyarakat sebagai sarana dan pembentuk kebudayaan itu
sendiri. Sebelum mengetahui hubungan antara keempatnya, ada baiknya kita
mengetahui pengertian individu, keluarga, masyarakat dan budaya secara singkat.
Karena dari empat elemen tersebut saling berkesinambungan, pembahasan dalam
makalah ini terdapat pula bab masyarakat, namun tidak menyimpang dari judul.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
yang dimaksud individu, keluarga, masyarakat dan budaya ?
2. Bagaimana
hubungan antara individu, keluarga, masyarakat dan budaya ?
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Individu, Keluarga, Masyarakat dan Budaya
1. INDIVIDU
a. Pengertian
Individu
Kata
individu berasal dari bahasa latin “individuum” yang artinya tidak terbagi.
Individu merupakan unit terkecil dari pembentuk masyarakat. Dalam ilmu sosial,
individu berarti bagian terkecil dari
kelompok masyarakat yang tidak dapat dipisah menjadi bagian yang lebih kecil
lagi. Cotntohnya, suatu keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak. Anak
merupakan individu dalam kelompok sosial tersebut, yang sudah tidak dapat
dibagi lagi ke dalam satuan yang lebih kecil. Individu menekankan penyelidikan
kepada kenyataan-kenyataan hidup yang istimewa dan seberapa mempengaruhi
kehidupan manusia. Individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan
yang tidak dapat dibagi, melainkan sebagi kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai
manusia perseorangan.[1]
2. KELUARGA
a. Pengertian
Keluarga
Keluarga
adalah unit kecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap
dalam keadaan saling ketergantungan. Di dalam keluarga terdapat dua atau lebih
dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau
pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain
dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu
kebudayaan. Keluarga berasal dari bahasa Sanskerta "kulawarga",
"ras" dan "warga" yang berarti "anggota" yang
berarti lingkungan yang terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan
darah.
b.
Peran Keluarga
Keluarga
merupakan salah satu faktor dalam pembentukan sifat seorang individu. Misalkan
seorang anak dengan latar belakang keluarga yang tidak harmonis, yang sering
melihat ayahnya memukul ibunya maka anak itu akan meniru perilaku yang dia
lihat. Dia akan suka memukul teman sekolah nya, dia akan menjadi anak yang
menyebalkan, suka membentak teman-temannya dan sebagainya. Keluarga yang tidak
harmonis itu juga akan membuat psikologis anaknya terganggu. Dia mungkin tidak
bisa diterima dalam suatu masyarakat karena sifat jelek nya atau
ketidakmampuannya dalam bersosialisasi dengan masyarakat lain. Ketidakditerimanya
dia di kalangan masyarakat dan minimnya bimbingan dari orang tua juga akan
berpengaruh terhadap budayanya kelak. Jadi, keluarga adalah faktor yang sangat
penting mengingat fungsi keluarga adalah sebagai media transmisi atas nilai,
norma dan simbol yang dianut masyarakat kepada anggotanya yang baru.
3. MASYARAKAT
a.
Pengertian Masyarakat
Masyarakat (society) adalah sekelompok
orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana
sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam
kelompok tersebut. Umumnya, masyarakat adalah kumpulan dari penduduk yang
menjalani kehidupan sosial di suatu wilayah. Masyarakat dapat juga dikatakan
sebagai kumpulan manusia yang hidup dalam auatu daerah tertentu, yang telah
cukup lama dan mempunyai aturan-aturan yang mengatur mereka dan menuju pada
tujuan yang sama.[2]
Kata society berasal dari bahasa latin
“societas” yang berarti hubungan persahabatan dengan yang lain. Societas
diturunkan dari kata socius yang berarti teman, sehingga arti society
berhubungan erat dengan kata sosial. Secara implisit, kata society mengandung
makna bahwa setiap anggotanya mempunyai perhatian dan kepentingan yang sama
dalam mencapai tujuan bersama.
b.
Peran Masyarakat
Tokoh masyarakat merupakan orang yang di hormati dan yang di hormati
dalam masyarakat karena memiliki kesuksesan atau kekayaan dalam kesuksesan
dalam kehidupan. Ia menjadi contoh dan teladan karena pola pikirnya yang di
bangun karena pengetahuan yang di dapat dalam hidupnya, dengan kekayaan
intelektual dan keberhasilan yang di milikinya ia memiliki peran dalam
pembangunan nasional,karena kekayaan intelektual dan kesuksesan tokoh
masyarakat selalu di tunggu peranan dan pertimbangannya serta kebijakan yang di
buat dalam menghadapi suatu permasalahan di masyarakat. Seorang tokoh
masyarakat dalam kebudayaan mencakup seorang agama dan budayawan, seorang
agamawan merupakan tokoh yang di hormati karena agama adalah suatu kepercayaan
yang saat di patuhi oleh masyarakat,sedangkan budayawan di sebut tokoh
masyarakat sebab budayawan memiliki ilmu tentang budaya dan mengerti sejarah
budaya dan pelestariannya. Peran tersebutlah yang di gunakan untuk menyebarkan
pelestariann kebudayaan dan membimbing individu menjadi seorang yang berbudaya.
4. BUDAYA
a.
Pengertian Kebudayaan
Dari sudut
bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta “buddhayah” yang
merupakan bentuk jamak dari budi atau akal. Menurut E.B. Tylor dalam bukunya
“Primitive Culture”, kebudayaan adalah suatu satu kesatuan atau jalinan
kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, susila, hukum, adat
istiadat dan kesanggupan-kesanggupan lain yang diperoleh seseorang sebagai
anggota masyarakat.[3]
Menurut ilmu
Antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar. Hal tersebut berarti bahwa hampir seluruh tindakan
manusia adalah kebudayaan karena hanya sedikit tindakan manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar, yaitu naluri
dan refleks.[4]
B. Hubungan
Antara Individu, Keluarga, Masyarakat dan Budaya
a. Hubungan
Individu dengan Keluarga
Individu
dilahirkan dari keluarga, tumbuh dan berkembang untuk kemudian membentuk
sendiri keluarga batinnya. Terjadi hubungan dengan ibu, ayah, dan kakak-adik.
Dengan orang tua, dengan saudara-saudara kandung, terjalin relasi biologis yang
disusul oleh relasi psikologis dan sosial pada umumnya. Peranan-peranan dari
setiap anggota keluarga merupakan tolak ukur dari efek biologis, psikologis,
dan sosial. Hal khusus oleh kebudayaan yang dibahas di lingkungan keluarga
dinyatakan melalui bahasa yaitu tentang adat-istiadat, kebiasaan, norma-norma,
bahkan nilai-nilai agama sekalipun yang ada dalam masyarakat.
b. Hubungan
Individu dengan Masyarakat
Manusia
hidup dalam di dalam masyarakat. Hal ini bukan sekedar ketentuan semata, tapi
memiliki arti yang lebih dalam. Hidup bermasyarakat itu adalah rukun bagi
manusia agar benar-benar dapat mengembangkan budayanya dan mencapai
kebudayaannya. Tanpa masyarakat, hidup manusia tidak dapat menunjukkan
sifat-sifat kemanusiaan. Misalnya Kala dan Komala, dua anak yang ditemukan di
sarang serigala di India, walau sudah dibawa masuk ke dalam kehidupan
masyarakat, kondisi mereka tetap liar dan belum bisa berinteraksi dengan
masyarakat di sana.
c. Hubungan
Individu dengan Kebudayaan
Manusia
dapat ditinjau dari dua segi dari sudut pandang antropologi, yaitu:
1. Manusia
sebagai makhluk biologi, dipelajari dalam ilmu biologi.
2. Manusia
sebagai makhluk sosio-budaya, yang dipelajari dalam antropologi budaya,
berkesimpulan bahwa hanya manusialah yang dapat menghasilkan kebudayaan, dan
sebaliknya tidak ada kebudayaan tanpa manusia. Hal ini dikarenakan manusia
dapat belajar dan memahami bahasa, dengan akal budi dan struktur fisiknya dapat
mengubah lingkungan berdasarkan pengalamannya, yang semua itu bersumber pada
akal manusia.[5]
Singkatnya,
hubungan antara individu dan masyarakat sangat erat. Karena hanya manusia saja
yang dapat hidup bermasyarakat yaitu hidup bersama-sama dengan manusia
lain. Masyarakat merupakan satuan
lingkungan sosial yang bersifat makor. Sifat makro diperoleh dari kenyataan,
bahwa masyarakat pada hakikatnya terdiri dari sekian banyak komunias yang
berbeda, sekaligus mencakup berbagai macam keluarga, lembaga dan
individu-individu.
d. Hubungan
Masyarakat dengan Budaya
Kebudayaan
sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw
Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Kebudayaan
tak mungkin timbul tanpa adanya masyarakat. Dan eksistensi masyarakat itu hanya
dapat dimungkinkan oleh adanya kebudayaan. Dalam masyarakat, individu selalu
memperoleh pengetahuan baru dan kecakapan. Semakin lama, semakin banyak
pengetahuan yang ditampung individu dari masyarakat yang membuatnya sebagai
sumber kebudayaan. jadi, erat sekali hubungan antara masyarakat dan kebudayaan.[6]
e. Hubungan
Individu, Keluarga, Masyarakat dan Budaya
Manusia
yang memiliki hidup yang panjang dan adanya ikatan antara anggota keluarga
lainnya membuat suatu keluarga dapat bertahan lama. Hal itu memberi kesempatan
untuk meneruskan tradisi kebudayaan kepada seorang individu. Maksudnya,
individu yang membentuk sebuah keluarga akan menghasilkan sebuah budaya baru
dalam keluarga tersebut yang akan berlaku untuk semua anggota keluarganya.
Seorang individu memerlukan keluarga untuk membentuk sifat kemanusiaannya.[7]
Orang
tua yang berasal dari daerah yang berbeda tentunya memiliki kebudayaan yang
berbeda, sehingga memang tak dapat dipungkiri jika kadangkala orang tua yang
berasal dari kebudayaan yang berbeda memiliki perbadaan dalam hal kebiasaan dan
cara mengasuh anak. Namun, hal tersebut bukanlah menjadi penghambat bagi orang
tua dalam mengajarkan kebudayaan Indonesia pada anaknya. Justru sebaliknya,
orang tua yang berasal dari kebudayaan yang berbeda dapat mengajarkan pada anak
lebih banyak ragam budaya yang ada, sehingga anak memiliki referensi lebih
banyak tentang kebudayaan yang ada di Indonesia. Individu membutuhkan
masyarakat untuk mengembangkan potensi yang telah ia bentuk dalam keluarganya
dan membawa budaya yang lahir dalam keluarganya itu ke dalam masyarakatnya. Lingkungan sosial yang pertama kali dijumpai
individu adalah lingkungan keluarga. Sementara itu, masyarakat merupakan
lingkungan sosial individu yang lebih luas. Di dalam masyarakat, individu
menerapkan apa saja yang sudah dipelajari dari keluarganya.[8] Dan di
dalam masyarakat itu pula terdapat aturan-aturan, tradisi, adat istiadat yang juga
akan menuntun individu ke dalam sebuah budaya.
A. KESIMPULAN
Individu,
keluarga, masyarakat dan kebudayaan merupakan aspek sosial yang tidak bisa
dipisahkan dan saling melengkapi satu sama lain. Dalam membentuk eksistensi seorang
individu, individu itu harus mempunyai keluarga yang menjadi latar belakang
kehidupannya dan masyarakat sebagai latar belakang keberadaannya. Tanpa
individu, sebuah keluarga tidak akan bisa terbentuk. Di samping itu, individu
juga membutuhkan kebudayaan yakni wahana bagi individu untuk mengembangkan dan
mencapai potensinya sebagai manusia. Lingkungan sosial yang pertama kali
dijumpai individu dalam hidupnya adalah lingkungan keluarga. Individu-individu
yang membentuk sebuah keluarga, akan menghasilkan sebuah budaya baru dalam
keluarga tersebut yang berlaku untuk semua anggota keluarganya kelak. Sorang
individu memerlukan media keluarga untuk membentuk sifat kemanusiaannya, media
masyarakat untuk mengembangkan potensi yang telah ia bentuk dalam keluarganya
dan membawa budaya yang lahir dalam keluarganya itu ke tengah-tengah
masyarakatnya.
B. SARAN
Penulis
berharap dengan adanya makalah ini, dapat memenuhi tugas mata kuliah
Antropologi dengan baik dan benar. Di sisi lain, penulis juga berharap dengan
adanya makalah ini akan bisa menjadi bahan bacaan yang baik. Baik untuk
mahasiswa maupun kalangan akademika pada khususnya. Sebagai motivasi maupun
inspiratif dalam mengembangkan kreativitasnya.
Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tentu tidak luput dari kesalahan,
karena kesempurnaan hanyalah milik Allah Swt. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat penulis harapkan untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Goode,Wiliam J. (1995).
Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bumi Aksara.
Prasetya, Joko Tri.
(2011). Ilmu Budaya Dasar. Jakarta :
Rineka Cipta.
Ahmadi, Abu. (1991). Ilmu
Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.
Koentjaraningrat.
(2000). Pengantar Ilmu
Antropologi.Jakarta: Rineka Cipta.
[1] Abu
Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta:
Rineka Cipta), hlm.23.
[2] Joko Tri
Prasetya, Ilmu Budaya Dasar,
(Jakarta: PT Rineka Cipta), hlm.36.
[3] Joko Tri
Prasetya, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta
: PT Rineka Cipta), hlm.28.
[4]
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta), hlm.179.
[5] Joko Tri
Prasetya, Ilmu Budaya Dasar,
(Jakarta: PT Rineka Cipta), hlm.35.
[6] Joko Tri
Prasetya, Ilmu Budaya Dasar,
(Jakarta: PT Rineka Cipta), hlm.35.
[7] Wiliam J
Goode, Sosiologi Keluarga, (Jakarta:
Bumi Aksara),hlm.35.
[8] Wiliam J
Goode, Sosiologi Keluarga, (Jakarta:
Bumi Aksara), hlm.36.