Featured

December 31, 2014

Putri Kaguya

Pada zaman dahulu kala hiduplah seorang kakek dan nenek yang miskin di Jepang. Mereka hanya hidup berdua dan tidak mempunyai seorang anak pun. Pekerjaan sehari-hari mereka adalah membuat keranjang dari bambu. Karena itu hampir setiap hari kakek pergi ke hutan untuk memotong beberapa batang bambu. Bambu itu kemudian dibelah untuk dijadikan bahan pembuat keranjang untuk menyambung hidup.

Suatu hari sang kakek sedang pergi ke hutan bambu untuk memotong bambu. Saat ia memilih-milih bambu, tiba-tiba ia melihat sebatang pohon bambu yang bersinar keemasan. Pohon bambu tersebut seakan-akan meminta kakek agar segera menebangnya. Si kakek menjadi penasaran dan kemudian memotong bambu tersebut. Kakek pun memotong pohon bambu itu.

Betapa terkejut hatinya setelah memotong sebuah bambu karena dari dalamnya muncul sinar keemasan. “Apa ini ya?” tanya kakek dalam hati. Lalu didekatinya batang bambu yang mengeluarkan sinar keemasan itu. Ternyata dari dalam batang bambu tersebut terdapat seorang bayi perempuan yang mungil. 

Dengan gembira kakek membawa bayi itu pulang ke rumah. Kakek dan nenek merawat bayi perempuan itu dengan penuh kasih sayang. Mereka menamakannya Kaguya. Putri Kaguya yang dalam bahasa Jepang berarti anak perempuan yang bercahaya gemerlap.

Putri Kaguya akhirnya dirawat dan dibesarkan oleh kakek dan nenek tersebut. Selama membesarkan Putri Kaguya, banyak kejadian aneh dan ajaib yang dialami oleh kakek dan nenek tersebut. Diantaranya adalah ketika sang kakek mengambil bambu di hutan, di dalam bambu banyak terdapat emas. Hingga akhirnya emas tersebut digunakan oleh sang kakek untuk menghidupi kehidupan sehari-hari termasuk memperbesar rumah mereka. Dengan uang emas itu mereka tidak perlu lagi bekerja keras. Mereka hidup berkecukupan dalam membesarkan putri mereka.

Putri Kaguya semakin lama tumbuh semakin besar menjadi seorang putri yang sangat cantik. Saking cantiknya tak ada seorang pun yang tak mengenal Putri Kaguya. Banyak pria-pria muda dari berbagai penjuru datang mengunjungi rumah kakek dan nenek tersebut hanya untuk melihat Putri Kaguya. Bukan hanya ingin melihat tetapi juga ingin menikahi Putri Kaguya. Namun, tak ada seorangpun yang bisa menikah dengan Putri Kaguya karena tak seorang pun pria yang dapat memikat hati Putri Kaguya.

Suatu hari datanglah lima orang yang ingin meminang sang putri. Sang putri memberikan lima buah syarat yang sangat berat kepada mereka.
Pria pertama bertugas mencarikan mangkuk asli sang Budha yang dapat mengeluarkan cahaya kemilauan. Pria kedua bertugas mencarikan bunga Azaela emas dan perak seperti dalam legenda. Pria ketiga bertugas mencarikan tikus api dari China. Pria keempat bertugas mencarikan permata naga yang berwarna-warni. Sedangkan pria kelima bertugas mencarikan kerang laut burung walet.

Namun setelah ditunggu beberapa waktu lamanya, kelima pria itu datang dengan membawa benda-benda palsu semua. Pria pertama membawa mangkuk biasa yang tidak mengeluarkan sinar sama sekali. Pria kedua datang dengan membawa tanaman bunga Azaela dengan sepuhan emas dan perak. Pria ketiga membawakan tikus-tikus yang bulunya diwarna dengan pewarna merah. Pria keempat membawakan batu permata biasa. Sedangkan pria kelima juga hanya membawakan kerang yang ia temukan di pantai. Akhirnya kelima pria itu tidak satupun yang berhasil meminang sang putri. Mereka pulang ke negerinya masing-masing dengan kecewa.

Cerita Putri Kaguya terus berlanjut dan kecantikannya semakin terdengar sampai ke telinga kaisar Jepang. Kaisar tersebut kemudian meminta pengawalnya untuk menjemput Putri Kaguya dan membawanya ke istana. Namun berulang kali hal tersebut dilakukan Putri Kaguya selalu saja menolak untuk datang ke istana.
Sampai akhirnya, kaisar sendiri yang datang mengunjungi Putri Kaguya dan kemudian bermaksud menikahi Putri Kaguya dan mengajaknya ke istana. Ketika kaisar hendak memaksa Putri Kaguya untuk pergi ke istana bersamanya, keajaiban terjadi. Tiba-tiba saja tubuh Putri Kaguya menghilang begitu saja. Namun sang kaisar tidak rela Putri Kaguya menghilang dan kemudian berjanji tidak akan memaksa Putri Kaguya lagi untuk datang ke istana. Akhirnya tubuh Putri Kaguya bisa terlihat kembali.
Kaisar kemudian pulang tanpa membawa Putri Kaguya. Namun kecantikan Putri Kaguya tak dapat hilang dari pikiran sang kaisar. Sang kaisar pun sering-sering menulis surat untuk Putri Kaguya dan Putri Kaguya sesekali membalas surat tersebut.

Suatu hari di musim gugur, dengan mata berkaca-kaca sang putri menatap cahaya bulan di langit.
“Putriku, apa yang sedang kau pikirkan?” tanya kakek dan nenek dengan khawatir.
“Kakek, Nenek, saat ini saya sedang sedih. Saya sebenarnya berasal dari negeri Bulan. Tanggal 15 bulan ini saya akan dijemput untuk kembali pulang ke negeri saya” kata sang putri dengan berlinang air mata.

Mengetahui hal itu kakek dan nenek tersebut langsung kaget. Mereka tidak ingin kehilangan Putri Kaguya. Mereka pun akhirnya menghubungi kaisar kerajaan untuk meminta bantuan. Mendengar berita tersebut, kaisar kerajaan pun tidak tinggal diam dan mengerahkan 2000 pasukan untuk menjaga rumah Putri Kaguya.
Malam pun tiba dan seluruh penjaga siap menghadang dan melindungi Putri Kaguya agar tidak kembali ke bulan. Putri Kaguya dikurung di kamar bersama sang nenek sementara sang kaisar dan si kakek berada di depan pintu. Malam itupun bulan menjadi bulat sempurna dan tiba-tiba muncul awan bercahaya yang ternyata adalah pengawal Putri Kaguya dari bulan.
Dengan kekuatan para pengawal Putri Kaguya dari bulan itu, 2000 pengawal yang dikerahkan oleh kaisar tidak bisa berkutik dan kehilangan kesadaran. Dan dengan mudah para pengawal Putri Kaguya mendatangi ruangan tempat dimana Putri Kaguya berada bersama sang nenek. Kakek dan nenek serta kaisar yang sedang bersama Putri Kaguya pun ikut tak sadarkan diri.

Putri Kaguya ingin berpamitan kepada kakek dan nenek yang telah merawat mereka. Oleh karena itu Putri Kaguya meminta pada pengawalnya untuk mengembalikan kesadaran mereka berdua. Putri Kaguya mengucapkan terima kasih atas segala kebaikan yang diterimanya. 
“Kakek, Nenek! Jagalah kesehatan kalian. Terima kasih banyak atas kasih sayang kalian selama ini. Aku akan selalu merindukan kalian. Selamat tinggal!” 
Selain itu, sebelum pergi Putri Kaguya meminta kepada si kakek untuk memberikan sebuah surat dan sebuah obat ajaib untuk kaisar. Kakek pun memberikan surat dan obat ajaib itu kepada kaisar yang sedang tidak sadarkan diri dengan menaruhnya di kantung pakaian kaisar. Akhirnya Putri Kaguya harus kembali ke bulan. Dan sebelum pergi, ingatan kakek dan nenek itupun dihapus oleh pengawal Putri Kaguya.
Hari demi hari berlalu. Hanya kaisar yang ingat akan Putri Kaguya karena menerima surat yang diberikan oleh Putri Kaguya. Kaisar terus menerus bersedih terlebih bila membaca surat dari Putri Kaguya. Obat ajaib yang diberikan oleh Putri Kaguya pun tak diminumnya. Obat ajaib tersebut adalah obat yang membuat hidup seseorang menjadi abadi dan tidak akan bisa mati. Namun karena Putri Kaguya tidak ada, maka kaisar berpikir bahwa obat tersebut tidaklah berguna lagi.
Kaisar pun memanggil pengawal tersebut dan memerintahkan pengawal mereka untuk membakar obat tersebut di puncak gunung yang paling tinggi di Jepang. Tak lain dan tak bukan adalah Gunung Fuji yang ada di Jepang. Para pengawal pun membakar obat ajaib tersebut dipuncak gunung. Dan kabarnya, karena hal itulah yang membuat Gunung Fuji di Jepang selalu terlihat cantik dan indah”

December 16, 2014

Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia

SEJARAH OTONOMI DAERAH DI INDONESIA
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu : Adib, H., S.Ag., M.Si.


Disusun Oleh:
Syafiun Niam                      (  091311042 )
Mita Lia Sofiana                 ( 131311115 )
Zahrotu Millah                    ( 131311117 )


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
Institut Agama Islam Negeri ( IAIN ) WALISONGO Semarang
2014
PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang
Otonomi daerah sebagai suatu system pemerintahan di indonesia yang desentralistis bukan merupakan hal yang baru. Penyelenggaraan otonomi daerah sebenarnya sudah diatur pada  UUD 1945. Walaupun demikian dalam perkembangannya selama ini pelaksanaan otonomi daerah belum menampakkan hasil yang optimal. Setelah gerakan reformasi berlangsung dan pemerintahan Suharto jatuh, wacana untuk mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah disambut oleh presiden Habibie sehingga kemudian ditetapkan UUD No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Dengan disahkannya kedua undang-undang tersebut, maka terjadi perubahan paradigm, yaitu dari pemerintah sentralistis ke pemerintahan desentralistis. Berdasarkan undang-undang otonomi daerah tersebut, pemberlakuan undang-undang tersebut efektif dilaksanakan setelah dua tahun sejak ditetapkannya.

B. Rumusan Masalah
a.  Apakah pengertian otonomi daerah ?
b.  Bagaimanakah sejarah otonomi daerah di Indonesia ?
c.  Bagaimana  hubungan otonomi daerah dengan pilkada langsung ?

PEMBAHASAN
        A.    Pengertian Otonomi Daerah
Menurut kamus besar bahasa indonesia, otonomi adalah pemerintahan sendiri, dalam kaitannya dengan daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[1]
Berbagai definisi tentang desentralisasi dan otonomi daerah telah banyak dikemukakan oleh para pakar sebagai bahan perbandingan dan bahasan dalam upaya menemukan pengertian yang mendasar tentang pelaksanaan otonomi daerah sebagai manifestasi desentralisasi. Otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagi ‘mandiri’. Sedangkan dalam makna yang lebih luas diartikan sebagai ‘berdaya’. Otonomi daerah dengan demikian berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan perbuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Jika daerah sudah mampu mencapai kondisi tersebut, maka daerah dapat dikatakan sudah berdaya untuk melakukan apa saja secara mandiri tanpa tekanan dari luar (eksternal intervention).[2]
Istilah otonomi daerah dan desentralisasi pada dasarnya mempersoalkan pembagian kewenangan kepada organ-organ penyelenggara negara, sedangkan otonomi menyangkut hak yang mengikuti pembagian wewenang tersebut. Desentralisasi sebagaimana didefinisikan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) adalah:
“Desentralisasi terkait dengan masalah perlimpahan wewenang dari pemerintah pusat yang berada di ibu kota negara  baik melalui cara dekonsentrasi, misalnya pendelegasian, kepada pejabat di bawahnya maupun melalui pendelegasian kepada pemerintah atau perwakilan di daerah.”[3]
Selain itu, otonomi daerah dapat pula diartikan sebagai kewenangan yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusanpemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.[4]
Pengertian otonomi (desentralisasi) menurut M. Turner dan D. Hulme adalah transfer kewenangan untuk menyelenggarakan beberapa pelayanan kepada publik dari seseoran atau agen pemerintah pusat kepada beberapa individu atau agen lain yang lebih dekat kepada publik yang dilayani. Kemudian pengertian desentralisasi menurut Rondinelli yakni transfer tanggungjawab dalam perencanaan, manajemen dan alokasi sumber-sumber dari pemerintah pusat dan agen-agennya kepada unit kementerian pemerintahan pusat, unit yang ada di bawah level pemerintah, otoritas atau korporasi publik semi otonomi, otoritas regional atau fungsional dalam wilayah yang luas, atau lembaga privat non pemerintah dan organisasi nirlaba.[5]
           
        B.      Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia
Peraturan perundang-undangan pertama kali yang mengatur tentang pemerintahan daerah pasca proklamasi kemerdekaan adalah UU No. 1 tahun 1945. Ditetapkannya undang-undang ini merupakan hasil (resultante) dari berbagai pertimbangan tentang sejarah pemerintahan di masa kerajaan-kerajaan serta pada masa pemerintahan kolonialisme. Undang-undang ini menekankan pada aspek cita-cita kedaulatan rakyat melalui pengaturan pembentukan Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Di dalam Undang-Undang ini ditetapkan tiga jenis daerah otonom, yaitu karesidenan, kabupaten, dan kota. periode berlakunya Undang-Undang ini sangat terbatas. Sehingga dalam kurun waktu tiga tahun belum ada peraturan pemerintahan yang mengatur mengenai penyerahan urusan (desentralisasi) kepada daerah. Undang-undang ini berumur lebih kurang tiga tahun karena diganti dengan Undng-Undang Nomor 22 Tahun 1948.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 berfokus pada pengaturan tentang susunan pemerintahan daerah yang demokratis. Di dalam Undang-Undang ini terdapat dua jenis daerah otonom yaitu daerah otonom biasa dan daerah otonom istimewa, serta tiga tingkatan daerah otonom yaitu propinsi, kebupaten atau kota besar, dan desa atau kota kecil.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, penyerahan sebagian urusan pemerintahan kepada daerah telah mendapat perhatian pemerintah. Pemberian otonomi kepada daerah berdasarkan Undang-Undang tentang pembentukan daerah, telah dirinci lebih lanjut pengaturannya melalui peraturan pemerintahan tentang penyerahan sebagian urusan pemerintahan tertentu kepada daerah.[6]
Perjalanan sejarah otonomi daerah di Indonesia selalu ditandai dengan lahirnya suatu produk perundang-undangan yang menggantikan produk  sebelumnya. Perubahan tersebut pada satu sisi menandai dinamika orientasi pembangunan daerah di Indonesia dari masa ke masa. Akan tetapi, di sisi lain hal ini bisa pula dipahami sebagai bagian dari “eksperimentasi politik” penguasa dalam menjalankan kekuasaannya. Periode otonomi daerah Indonesia pasca UU No. 22 tahun 1948 diisi dengan munculnya beberapa UU tentang pemerintahan daerah, yaitu UU Nomor 1 Tahun 1957 (sebagai pengaturan tunggal pertama yang berlaku seragam untuk seluruh Indonesia), UU No. 18 Tahun 1965 (yang menganut sistem otonomi yang seluas-luasnya), dan UU No. 5 Tahun 1974.
 UU yang disebut terakhir mengatur pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pemerintah pusat di daerah. Prinsip yang dipakai dalam pemberian otonomi kepada daerah bukan lagi “otonomi yang riil danseluas-luasnya”, tetapi “otonomi yang nyata dan bertanggung jawab”. Alasannya, pandangan otonomi daerah yang seluas-luasnya dapat menimbulkan kecenderungan pemikiran yang dapat membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan tidak serasi dengan maksud dan tujuan pemberian otonomi kepada daerah sesuai dengan prinsip-prinsip yang digariskan dalam GBHN yang berorientasi pada pembangunan dalam arti luas. Undang Undang ini berumur paling panjang, yaitu 25 tahun dan baru diganti Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang Undang Nomor 25 tahun1999 setelah tuntutan reformasi bergulir.
            Kehadiran Undang Undang  Nomor 22 Tahun 1999 tidak terlepas dari perkembangan situasi yang terjadi pada masa itu yakni lengsernya rezim otoriter Orde Baru dan munculnya kehendak masyarakat untuk melakukan reformasi di semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Berdasarkan kehendak reformasi itu, sidang istimewa MPR tahun 1998 yang lalu menetapkan Ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah ; pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Momentum otonomi daerah di Indonesia semakin mendapatkan tempatnya setelah MPR RI melakukan amandemen pada Pasal 18 UUD 1945 dalam perubahan kedua yang secara tegas dan ekspisit menyebutkan bahwa negara Indonesia memakai prinsip otonomi dan desetralisasi kekuasaan politik.
Sejalan dengan tuntutan reformasi, tiga tahun setelah implementasi UU No.22 tahun 1999, dilakukan peninjauan dan revisi terhadap Undang-Undang yang berakhir pada lahirnya UU No. 32 tahun 2004 yang juga mengatur tentang pemerintah daerah. Menurut Sadu Wasistiono, hal-hal penting yang ada pada UU No. 32 tahun 2004 adalah dominasi kembali eksekutif dan dominasinya pengaturan tentang pemilihan kepala daerah yang bobotnnya hampir 25% dari keseluruhan isi UU tersebut.[7]
C.               
              Hubungan Otonomi Daerah dengan Pilkada Langsung

Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang lazim disebut dengan pilkada baik dengan pemilihan gubernur dan wakil gubernur maupun pemilihan bupati merupakan perwujudan pengembalian hak-hak rakyat dalam memilih pemimpin di daerah. Dengan pilkada langsung tersebut, rakyat memiliki kesempatan dan kedaulatan untuk menentukan pemimpin daerah secara langsung, bebas, rahasia, dan otonom. Sebagaimana rakyat memilih presiden dan wakil presiden (eksekutif) dan anggota DPD, DPR, dan DPRD (legislatif). Pilkada lansung merupakan instrumen politik yang sangat strategis untuk mendapatkan legitimasi politik dari rakyat dalam kerangka kepemimpinan kepala daerah.
Penyelenggaraan pilkada harus memenuhi beberapa kriteria:[8]
1.      Langsung
Rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
2.      Umum
Pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial.
3.      Bebas
Setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihan tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Dalam melaksanakan haknya, setiap waga negara dijamin keamanannya sehingga dapat memilih sesuai kehendak hati nurani dan kepentingannya.
4.      Rahasia
Dalam memberikan suaranya pemilih dijamin, dan pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun serta dengan jalan apapun.
5.      Jujur
Dalam penyelenggaraan pilkada, setiap penyelenggara pilkada, aparat pemerintah, calon atau peserta pilkada, pengawas pilkada, pemantau pilkada, pemilih serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6.      Adil
Dalam penyelenggaraan pilkada setiap pemilih dan calon peserta pilkada mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
Ada lima pertimbangan penting penyelenggaraan pilkada langsung bagi perkembangan demokrasi di Indonesia:[9]
1.         Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa selama ini telah dilakukan secara langsung.
2.         Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti telah diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Wali Kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
3.         Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat (civic education). Ia menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya
4.         Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam pilkada langsung 2005, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memerhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.
5.          Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional. Disadari atau tidak, stock kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta, jumlah pemimpin nasional yang kita miliki hanya beberapa. Mereka sebagian besar para pemimpin partai politik besar yang memenangi Pemilu 2004. Karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru dari pilkada langsung ini.

Dari beberapa penelitian ditemukan bahwa hubungan antara pra-kondisi demokrasi dan efektivitas pemilihan yang terbentuk tidak bersifat linear, melainkan hubungan timbal balik.
Pilkada langsung memiliki kelebihan-kelebihan, di antaranya:
1.      Kepala daerah terpilih akan memiliki mandat dan legitimasi yang sangat kuat.
2.      Kepala daerah terpilih tidak perlu terikat pada konsesi partai-partai politik yang mencalonkannya.
3.      Sistem pilkada langsung lebih akuntabel karena adanya akuntabilitas publik.
4.      Pilkada langsung sebagai persiapan untuk karier politik lanjutan.
5.      Membangun stabilitas politik dan mencegah separatisme.
6.      Mencegah konsentrasi kekuasaan di pusat.

Namun demikian, pilkada langsung tidak lepas dari sejumlah kelemahan. Adapun kelemahan dari adanya pilkada langsung adalah:
1.      Dana yang dibutuhkan.
2.      Membuka kemungkinan konflik elit dan masa.
3.      Aktifitas rakyat terganggu.

PENUTUP

    a.    Kesimpulan
Otonomi adalah pemerintahan sendiri, dalam kaitannya dengan daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di dalam Undang-Undang ini ditetapkan tiga jenis daerah otonom, yaitu karesidenan, kabupaten, dan kota.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 berfokus pada pengaturan tentang susunan pemerintahan daerah yang demokratis. Di dalam Undang-Undang ini terdapat dua jenis daerah otonom yaitu daerah otonom biasa dan daerah otonom istimewa, serta tiga tingkatan daerah otonom yaitu propinsi, kebupaten atau kota besar, dan desa atau kota kecil. Penyelenggaraan pilkada harus memenuhi beberapa kriteria:Langsung,Umum,BebasRahasiaJujurAdil 

    b.    Saran
            Penulis berharap dengan adanya makalah ini, dapat memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dengan baik dan benar. Di sisi lain, penulis juga berharap dengan adanya makalah ini akan bisa menjadi bahan bacaan yang baik. Baik untuk mahasiswa maupun kalangan akademika pada khususnya. Sebagai motivasi maupun inspirasi dalam mengembangkan kreativitasnya.
            Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tentu tidak luput dari kesalahan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah Swt. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2003.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka  2005.
Haris, Syamsuddin (Ed). Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Jakarta: LIPI Press. 2005.
Hidayat, Komaruddin dan Azyumardi Azra. Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. disunting oleh A. Ubaedillah dan Abdul Rozak. Cet: III; Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2008.
Handayani Ningrum, Pelayanan Pemerintah Daerah dalam Arti Luas,http://merakyat.com/nasional/opini-nasional/1859-pelayanan-pemerintah-daerah-dalam-arti-luas , diakses pada tanggal 24 April 2014 pukul 14:23.
Nurdiansah, Bambang. http://duniabembi.blogspot.com/2013/05/otonomi-daerah-dan-pilkada-langsung.html . diakses pada tanggal 24 April 2014 pukul 14:28.

[1] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,  (Jakarta: Balai Pustaka, 2005),  hlm. 805.
[2] Azyumardi Azra, Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003), hlm. 150.
[3] Komaruddin Hidayat dan Azyumardi Azra, Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, disunting oleh A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, (Cet: III; Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 149.
[4] Handayani Ningrum, Pelayanan Pemerintah Daerah dalam Arti Luas,http://merakyat.com/nasional/opini-nasional/1859-pelayanan-pemerintah-daerah-dalam-arti-luas , diakses pada tanggal 24 April 2014 pukul 14:23.
[5] Op.cit., hlm.150-151. 
[6]Ibid., hlm. 165-166.
[7] Op.cit., hlm. 152-154.
[8] Komaruddin Hidayat dan Azyumardi Azra, Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, disunting oleh A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, (Cet: III; Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 164.
[9]Bambang Nurdiansah, http://duniabembi.blogspot.com/2013/05/otonomi-daerah-dan-pilkada-langsung.html . diakses pada tanggal 24 April 2014 pukul 14:28.

Oposisi dalam Logika

OPOSISI
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Logika
Dosen pengampu : Dedi Susanto S.Sos.I,M.Si
Disusun Oleh :
Zahrotu Millah            (131311117)


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015

I.                   LATAR BELAKANG
Logika berasal dari kata Yunani kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logika adalah salah satu cabang filsafat. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur .Ilmu di sini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal[1]. Setelah kita mempelajari proposisi kini kita telah sampai pada permasalahan kedua dalam oposisi yaitu dua pernyataan yang berlawanan ke duanya menginformasikan permasalahan yang sama .

II.                RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah pengertian oposisi?
2.      Apa saja macam-macam oposisi?
PEMBAHASAN
    1.   Pengertian Oposisi
Oposisi dalam ilmu logika  diartikan dengan pertentangan antara dua pernyataan atas dasar pengolahan term yang sama. Pertentangan disini diartikan juga dengan hubungan logis, yaitu hubungan yang didalamnya terkandung adanya suatu penilaian benar salah terhadap dua pernyataan yang diperbandingkan.
Adapun dua pernyataan yang diperbandingkan atau dihubungkan itu dapat juga keduanya berbentuk pernyataan yang terdiri dari satu term, dan dapat juga keduanya berbentuk pernyataan yang terdiri dua trem sebagai subyek dan predikat yang disebut dengan proposisi kategoris[2].

    2.    Macam-macam Oposisi
Oposisi dibedakan menjadi dua macam. Yaitu oposisi satu term (oposisi sederhana) dan dua term (oposisi kompleks)
a.       Oposisi sederhana
Oposisi yang berupa hubungan  logis antara dua pernyataan tunggal atas dasar term yang sama. Tetapi perbedaan dalam kualitas dan kuantitas. Term satu-satunya disini merupakan predikat.
Contoh:     Semua adalah membaca
                  Ada sebagian yang tidak membaca
Kata membaca sebagai predikat yang tidak mempunyai term sebagai subyek yang saling dihubungkan secara logis dengan bentuk pernyataan yang berbeda. Namun berbeda kualitas dan kuantitas. Kemudian oposisi sederhana ini dibedakan menjadi empat macam yaitu:
1.      Oposisi kontraris yaitu pertentangan antara dua pernyataan universal atas dasar satu term yang sama. Akan tetapi berbeda dalam kualitasnya.
Hukumnya:  a. Bila pernyataan yang satu benar, yang lain pasti salah
  b.Bila pernyataan yang satu salah, maka yang lain dapat juga   benar dan dapat juga salah.
Contoh:  Semuanya adalah menulis
        Semuanya tidak ada yang menulis.
2.      Oposisi Subkontraris yaitu pertentangan antara dua pernyataan particular atas dasar term yang sama, tetapi berbeda dalam kualitasnya.
Hukumnya: a. Bila pernyataan yang satu salah maka yang lain dapat diakui   benar.
b. jika pernyataan yang satu benar maka yang lain dapat benar dan juga dapat salah[3]
Contoh:  Sebagian adalah sarjana Teknik
        Sebagian bukan sarjana Teknik
3.      Oposisi Kontradiktoris yaitu dimana ynag satu menyengkal apa yang diakui oleh yang lain.
Contoh: Semua manusia berfikir
 Beberapa manusia tidak berfikir
Proposisi yang satu memakai “semua” yang lain memakai “beberapa” dan memakai “ada” yang lain “tidak ada” karena itu dalam kontradiktoris yang berbeda ada pada kuantitas (semua, beberapa) dan dalam kualitas (ada, tidak ada). Dalam oposisi ini mempunyai tabiat bila satu salah, yang lain benar. Dan bila yang satu benar yang lain harus salah, tidak mungkin benar keduanya atau salah keduanya.[4]

4.      Oposisi Subalternasi yaitu pertentangan antara dua pernyataan atas dasar satu term yang sama dan berkualitas sama tapi berbeda dalam kuantitasnya. Subalternasi ini dibagi dua yaitu :
§    Sub implikasi, yaitu hubungan logis pernyataan particular terhadap pernyataan universal atas dasar term yang sama serta kualitas sama.
Hukumnya : a. Bila pernyataan particular salah, maka pernyataan universal pasti salah.
b. Bila pernyataan particular benar, maka yang universal tidak dapat diketahui benar atau salah.
Contoh : Sebagian adalah seniman
                                                 Semuanya adalah seniman.
§    Super implikasi, yaitu hubungan logis pernyataan universal terhadap pernyataan particular atas dasar term yang sama serta kualitas yang sama
Hukumnya :a.  Bila pernyataan universal benar, maka yang particular pasti benar
b.  Bila pernyataan universal salah, maka yang particular tidak dapat diketahiu benar atau salah.
Contoh : Semua adalah pemberontak
                                                 Ada sebagian yang memberontak[5]
b.          Oposisi kompleks
Oposisi yang berupa hubungan logis antara dua pernyataan atas dasar dua term yang sama sebagai subyek dan predikat, tetapi berbeda dalam kuantitas atau kualitasnya atau berbeda kedua-duanya atau pertentangan antara dua proposisi kategoris dengan term yang sama dan berbeda dalam satu hal. 
Contoh : Semua peserta bimbingan tes  ingin masuk Perguruan Tinggi Negeri
Ada peserta bimbingan tes yang tidak ingin masuk Perguruan Tinggi Negeri
      Oposisi ini dibagi menjadi tiga, yaitu oposisi parallel, oposisi kontradiktoris, dan eksklusif. Kenapa disebut oposisi parallel, karena proposisi yang satu sejajar dan mengandaikan adanya opossi yang lain. Sedang oposisi kontradiktofis, karena antara proposisi yang satu dengan yang lain saling bertentangan penuh dan dinamakan oposisi eksklusif karena antara dua proposisi yang bertentangan itu saling menyisihkan.
1.       Oposisi Paralel : merupakan hubungan antara dua pernyataan particular dengan dua term yang sama tapi berbeda daam kualitasnya. Dalam pertentangan dua pernyataan particular ini, obyek dari kedua pernyataan itu adalah satu himpunan yang dibagi dua kelompok, yang satu dengan predikat positif (afirmatif) dan yang lain dengan predikat negative. Oleh karena itu pernyataan yang satu mengandalkan adanya pernyataan yang lain.
Hukumnya : a. kebenaran bagi yang satu berarti kebenaran bagi yang lain,     demikian juga kesalahan bagi yang satu berarti kesalahan yang lain.
Contoh :  Ada sebagian pejabat pemerintah yang korupsi
    Ada sebagian pejabat pemerintah yang tidak korupsi
2.      Oposisi kontradiktoris, yaitu merupakan pertentangan antara dua pernyataan kategoris dengan term yang sama. Namun berbeda kuantitas dan kualitasnya. Oposisi kontradiksi disini sama juga dengan oposisi kontradiktoris dan dibahas dalam oposisi sederhana . hukumnya pun sama.
Hukumnya : a. kebenaran bagi yang satu berarti kesalahan bagi yang lain.
b.Demikian sebaliknya, kesalahan bagi yang satu berarti kebenaran bagi yang lain.

Contoh :     Semua Bangsa Indonesia berketuhana YME
    Ada Bangsa Indonesia yang tidak berketuhanan YME
3.         Oposisi eksklusif : merupakan pertentangan antara dua pernyatan universal kategoris ang berbeda kualitas, atas pertentangan dua pernyataan yang berkualitas sama tapi bebeda kuantitas.
Dalam pertentangan-pertentangan pernyataan di atas antara yang satu dengan yang lain saling menyisihkan. Dalam arti tidak mungkin kduanya benar dsan kemungkinan ke-3 jika keduanya salah.
Hukumnya : kebenaran bagi yang satu berarti kesalahan bagi yang lain.  Namun kedua-duanya dapat juga salah.
Contoh :  Semua jaksa adalah sarjana hukum
     Sebagian jaksa adalah sarjana hukum
Bentuk penalaran lain yang ada hubungannya denga oposisi kompleks ialah negasi kontradiksi, dan penyimpulan implikasi. Negasi kontradisi merupakan kelanjutan pertentangan berbentuk kontradiksi yang diingkari, sedangkan penyimplan implikasi merupakan hubungan antara keseluruhan dan bagian yang tidak bertenangan.
a.      Negasi kontradiksi, dua pernyataan yang kontradiksi jika salah satu diingkari akan mewujudkan suatu persamaan arti. Negasi kontradisi dapat juga dinyatakan sebagai bentuk penatanan obverse, yakni penyimpulan langsung dengan jalan menegasikan suatu pernyataan yang berbeda kualitasnya.
Contoh  : “Setiap warga Negara mempunyai kedudukan sama dalam bidang hukum dan pemerintahan.”
Yang sama artinya dengan “tidak ada satupun warga negara yang tidak mendapat kedudukan sama dalam bidang hukum dan pemerintah.”
Dalam contoh diatas kata “tidak ada satupun” berarti “semua”
b.      Penyimpulan implikasi, jika suatu keseluruhan mempunyai sifat tertentu maka bagian dari keseluruhan itu juga mempunyai sifat tersebutdan jika mengingkari maka bagiannyapun mengingkari.
Contoh :  Jika “semua peserta ujian logika dapat nilai baik “maka”, sebagian dari peserta ujian logika dapat nilai baik.
 Perlu diperhatikan, penyimpulan ini bukan untuk dipetentangkan sebagai mana oposisi eksklusif tetapi bagian dari simpulan keseluruhan[6].

PENUTUP
    A.     KESIMPULAN
Oposisi adalah pertentangan antara dua pernyataan atas dasar pengolahan term yang sama. Pertentangan disini diartikan juga dengan hubungan logis, yaitu hubungan yang didalamnya terkandung adanya suatu penilaian benar salah terhadap dua pernyataan yang diperbandingkan.
Oposisi dibedakan menjadi dua macam. Yaitu oposisi satu term (oposisi sederhana) dan dua term (oposisi kompleks). Dalam oposisi sederhana dibedakan menjadi empat yaitu: oposisi kontraris, oposisi sub kontraris, oposisi kontradiktoris, oposisi subalternasi. Sedangkan oposisi kompleks dibagi menjadi tiga yaitu: oposisi pararel, oposisi kontradiktoris, dan oposisi eksklusif.

   B.     SARAN
Demikianlah makalah yang dapat kami susun. Kami sangat sadar makalah kami kurang dari kata sempurna. Kritik dan saran sangat kami nantikan, agar semakin baik dalam penyusunan makalah kami selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Bakry,Noor Ms. Logika Praktis, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta,1986.
Mundiri, Logika, Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
http://id.wikipedia.org/wiki/logika diakses pada tanggal 05 mei 2015 pukul 15.07.

[1] http://id.wikipedia.org/wiki/logika diakses pada tanggal 05 mei 2015 pukul 15.07.
[2] Noor Ms Bakry, Logika Praktis, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta,1986, hal. 64.
[3] Noor Ms Bakry, Logika Praktis, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta,1986, hal. 66-67.
[4] Mundiri, Logika, Jakarta: Rajawali Pers, 2014, hal.75.
[5] Noor Ms Bakry, Logika Praktis, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta,1986, hal. 68-70.
[6] Noor Ms Bakry, Logika Praktis, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta,1986, hal. 77-80.
Copyright © 2015 Baca Online dan Seputar Blog
| Distributed By Gooyaabi Templates