Featured

July 28, 2014

Kebijakan UU No.41 tentang Wakaf

 PENDAHULUAN
    A.    Latar Belakang
Di zaman modern ini, salah satu bentuk dan gerakan wakaf yang banyak mendapat perhatian para cendikiawan dan ulama adalah cash waqf (wakaf tunai). Dalam sejarah Islam, cash waqf berkembang dengan baik pada zaman Turki Usmani.
Namun baru belakangan ini menjadi bahan diskusi yang intensif di kalangan para ulama dan pakar ekonomi Islam. Di Indonesia hasil diskusi dan kajian itu membuahkan hasil yang menggembirakan, yakni dimasukkannya dan diaturnya cash waqaf (wakaf tunai) dalam perundangan-undangan Indonesia melalui UU No 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Dengan demikian, wakaf tunai telah diakui dalam hukum positif di Indonesia.
Lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf diarahkan untuk memberdayakan wakaf yang merupakan salah satu instrumen dalam membangun kehidupan sosial ekonomi umat Islam. Kehadiran Undang-undang wakaf ini menjadi momentum pemberdayaan wakaf secara produktif, sebab di dalamnya terkandung pemahaman yang komprehensif dan pola manajemen pemberdayaan potensi wakaf secara modern.
      B.     Rumusan Masalah
      1.      Bagaimana Pengertian Wakaf?
      2.      Bagaimana Latar Belakang Lahirnya UU tentang Wakaf?
    3.      Bagaimana Pembahasan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Mengenai Wakaf?
     4.      Apa Saja Kebijakan Pemerintah tentang Wakaf?
     5. Apa Saja Manfaat Wakaf ?
   6. Bagaimana Anatomi UU Wakaf ?

PEMBAHASAN
    A.    Pengertian Wakaf
Perkataan wakaf yang menjadi Bahasa Indonesia, berasal dari Bahasa Arab dalam bentuk mashdar atau kata jadian dari kata kerja atau fi’il waqafa. Kata kerja atau fi’il waqafa ini ada kalanya memerlukan objek (muta’addi) dan objek (lazim). Dalam perpustakaan sering ditemui synonim waqf ialah habs waqafa dan habasa dalam bentuk kata kerja yang bermakna menghentikan dan menahan atau berhenti di tempat.[1]
Sedangkan menurut Undang-Undang Wakaf Nomor 41 Tahun 2004 dijelaskan baahwa: “Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan sebagian benda miliknya, untuk dimanfaatkan selamanya atau dalam jangka waktu waktu tertentu sesuai kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.”
     B.     Latar Belakang Lahirnya UU tentang Wakaf
1.         Eksternal
a.         Pengalaman Beberapa Negara Muslim
Sebagai pranata keagamaan islam, wakaf telah memperoleh perhatian besar dari negara-negara muslim. Karena itu, bisa dimengerti jika pengelolaan wakaf di negara-negara tersebut mengalami perkembangan yang sangat signifikan seperti Turki, Bangladesh, Mesir dan Malaysia.
b.        Sistem Ekonomi dan Gagasan tentang Wakaf Tunai
Salah satu perkembangan penting dalam bidang ekonomi adalah sistem investasi yang sangat beperan dalam setiap negara. Semakin tinggi tingkat investasi suatu negara maka semakin kuat kemampuan pemerintah untuk mendapatkan pendapatan nasionalnya. Akan tetapi, investasi yang ada di negara-negara muslim sangat rendah dan harus bergantung pada pinjaman dana asing. Dari sistem itu, lahirlah gagasan tentang wakaf tunai yang menjadi faktor penting diajukannya RUU tentang wakaf ke DPR. Penggunaan wakaf tunai sebagai instrumen keuangan merupakan inovasi dalam sektor keuangan islam yang dapat memberikan kesempatan berinvestasi dalam berbagai layanan keagamaan, sosial dan pendidikan. Karena memiliki likuidasi yang tinggi, memudahkan kita untuk mengubah wakaf ke bentuk lainnya. Lebih jauh, wakaf tunai ini memperikan peluang partisipasi yang lebih besar kepada masyarakat untuk berwakaf.
2.         Internal
a.         Pertimbangan Ekonomi dan Kesejahteraan
Sejak 1997, Indonesia ditimpa oleh krisis ekonomi yang kemudian mengarah pada krisis politik. Kejadian ini menimbulkan bertambahnya jumlah penduduk miskin di Indonesia. Sementara itu, pihak yang tergolong dalam kategori miskin hampir semua adalah orang-orang islam. Pada saat yang sama, jumlah wakaf hingga 2002 sangat besar mencapai 359.462 lokasi dengan luas keseluruhan 1.472.047.607 m2. Jumlah ini sangat potensial untuk membantu mengembalikan keadaan ekonomi masyarakat pada saat itu. Tapi kenyataannya, wakaf sering terlantar dan tidak dikembangkan secara sungguh-sungguh. Oleh karena itu, muncul gagasan RUU tentang wakaf agar wakaf dapat bekembang dengan baik dan memberi kontribusi pada masyarakat secara maksimal.
b.        Pertimbangan Peraturan yang Kurang Memadai
Peraturan tentang wakaf telah banyak dikeluarkan sesuai dengan lembaga yang terkait dengan wakaf, akibatnya peraturan-peraturan tersebut tidak integral dan saling tumpang tindih. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa wakaf tidak akan berjalan baik. Karena itu, pemerintah memandang perlu adanya sebuah undang-undang yang dapat memayungi seluruh peraturan wakaf secara lebih kokoh.
c.         Pertimbangan Politik
Wakaf sebenarnya adalah persoalan agama tetapi karena memiliki nilai ekonomis maka pemerintah berkepentingan untuk mengembangkannya apalagi Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi. Karena itu, melalui undang-undang ini diharapkan lembaga keagamaan yang disebut wakaf ini dapat berkembang. Dan di sisi lain jika berkembang dengan baik, wakaf akan memberikan kontribusi kepada masyarakat yang pada dasarnya adalah tugas negara.[2]


   C.     Pembahasan Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf
Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 antara lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu menggali dan mengembangkan potensi yang terdapat dalam pranata keagamaan yang memiliki manfaat ekonomis. Salah satu langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan umum, perlu meningkatkan peran wakaf sebagai pranata keagamaan yang tidak hanya bertujuan menyediakan berbagai sarana ibadah dan sosial, tetapi juga memiliki kekuatan ekonomi yang berpotensi, antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga perlu dikembangkan pemanfaatannya sesuai dengan prinsip syariah. Praktik wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya berjalan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai kasus harta benda wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian itu, tidak hanya karena kelalaian atau ketidakmampuan Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf tetapi karena juga sikap masyarakat yang kurang peduli atau belum memahami status harta benda wakaf yang seharusnya dilindungi demi untuk kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf.
Berdasarkan pertimbangan di atas dan untuk memenuhi kebutuhan hukum dalam rangka pembangunan hukum nasional perlu dibentuk Undang-Undang tentang Wakaf. Pada dasarnya ketentuan mengenai perwakafan berdasarkan syariah dan peraturan perundang-undangan dicantumkan kembali dalam Undang-Undang ini, namun terdapat pula berbagai pokok pengaturan yang baru antara lain sebagai berikut:
a.         Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi harta benda wakaf, Undang-Undang ini menegaskan bahwa perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam akta ikrar wakaf dan didaftarkan serta diumumkan yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf dan harus dilaksanakan. Undang-Undang ini tidak memisahkan antara wakaf-ahli yang pengelolaan dan pemanfaatan harta benda wakaf terbatas untuk kaum kerabat (ahli waris) dengan wakaf-khairi yang dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat umum sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.
b.        Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara umum cenderung terbatas pada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, menurut Undang-Undang ini Wakif dapat pula mewakafkan sebagian kekayaannya berupa harta benda wakaf bergerak, baik berwujud atau tidak berwujud yaitu uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lainnya. Dalam hal benda bergerak berupa uang, Wakif dapat mewakafkan melalui Lembaga Keuangan Syariah. Yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syariah adalah badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bergerak di bidang keuangan syariah, misalnya badan hukum di bidang perbankan syariah. Dimungkinkannya wakaf benda bergerak berupa uang melalui Lembaga Keuangan Syariah dimaksudkan agar memudahkan Wakif untuk mewakafkan uang miliknya.
c.         Peruntukan harta benda wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan sarana ibadah dan sosial tetapi juga diarahkan untuk memajukan kesejahteraan umum dengan cara mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf. Hal itu memungkinkan pengelolaan harta benda wakaf dapat memasuki wilayah kegiatan ekonomi dalam arti luas sepanjang pengelolaan tersebut sesuai dengan prinsip manajemen dan ekonomi Syariah.
d.        Untuk mengamankan harta benda wakaf dari campur tangan pihak ketiga yang merugikan kepentingan wakaf, perlu meningkatkan kemampuan profesional Nazhir.
e.         Undang-Undang ini juga mengatur pembentukan Badan Wakaf Indonesia yang dapat mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan kebutuhan. Badan tersebut merupakan lembaga independen yang melaksanakan tugas di bidang perwakafan yang melakukan pembinaan terhadap Nazhir, melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional, memberikan persetujuan atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf, dan memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.[3]   
     D.    Kebijakan Pemerintah tentang Wakaf
1.             Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
2.             Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.41 tentang Wakaf.
3.             Peraturan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 2009 tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang.
4.             Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Badan Wakaf Indonesia.
5.             Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 2 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Nazhir Wakaf Uang.
6.             Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 3 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perwakilan Badan Wakaf.
7.             Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf.
8.             Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kepegawaian.
9.             Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Perwakilan Badan Wakaf Indonesia.[4]
      E.     Manfaat Wakaf
Ada empat manfaat utama dari wakaf tunai. 
a.       Wakaf tunai jumlahnya bisa bervariasi sehingga seseorang yang memilki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi tuan tanah terlebih dahulu.
b.      Melalui wakaf tunai, aset-aset wakaf yang merupakan tanah-tanah kosong bisa mulai dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau diolah untuk lahan pertanian. 
c.       Dana wakaf tunai juga bisa membantu sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam yang cash flaow-nya terkadang kembang kempis dan menggaji civitas akademika ala kadarnya.
d.      Umat Islam dapat lebih mandiri dalam mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus terlalu tergantung pada anggaran pendidikan negara yang memang semakin lama semakin terbatas.[5]

F. Anatomi Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 2004 ini terdiri :
BAB I KETENTUAN UMUM
  • Terdiri dari 1 pasal, yaitu pasal 1
BAB II DASAR-DASAR WAKAF
  • Terdiri dari 30 pasal, yaitu pasal 2 sampai pasal 31
BAB III PENDAFTARAN DAN PENGUMUMAN HARTA WAKAF
  • Terdiri dari 8 pasal, yaitu pasal 32 sampai pasal 39
BAB IV PERUBAHAN STATUS HARTA BENDA WAKAF
  • Terdiri dari 2 pasal, yaitu pasal 40 dan pasal 41
BAB V PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN HARTA BENDA WAKAF
  • Terdiri dari 5 pasal, yaitu pasal 42 sampai pasal 46
BAB VI BADAN WAKAF INDONESIA
  • Terdiri dari 15 pasal, yaitu pasal 47 sampai pasal 61
BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA
  • Terdiri dari 1 pasal, yaitu pasal 62
BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
  • Terdiri dari 4 pasal, yaitu pasal 63 sampai pasal 66
BAB IX KETENTUAN DAN SANKSI ADMINISTRATIF
  • Terdiri dari 2 pasal, yaitu pasal 67 dan pasal 68
BAB X KETENTUAN PERALIHAN
  • Terdiri dari 2 pasal, yaitu pasal 69 dan pasal 70
BAB XI KETENTUAN PENUTUP
  • Terdiri dari 1 pasal, yaitu pasal 71.[6]


[1] Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Tangerang : Ciputat Press, 2005), hlm.6
[2] Widyawati, Filantropi Islam dan Kebijakan Negara Pasca Orde Baru : Studi tentang Undang-Undang Zakat dan Undang-Undang Wakaf, (Bandung : Arsad Press, 2011), hlm.115-132
[3] Sumuran Harahap dkk, Proses Lahirnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, (Jakarta : Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006), hlm.2
[4]http://search.hukumonline.com/id/search/browse?q=wakaf&category=kutu_peraturan&sort=fixedDate&order=desc
[6] http://www.pa-purworejo.go.id/web/9-tahun-usia-undang-undang-wakaf-di-indonesia/

July 23, 2014

Peran Sistem Informasi Manajemen Dakwah terhadap Lembaga Dakwah

PENDAHULUAN
           A.    LATAR BELAKANG
Sistem informasi merupakan suatu sistem yang mampu menyediakan informasi yang bermanfaat bagi penggunanya, atau sebuah sistem untuk menyediakan informasi guna mendukung operasi, manajemen dalam suatu organisasi secara terintegrasi.
Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dewasa ini membutuhkan keterlibatan banyak pihak di dalam organisasi, jika dibandingkan peran dan keterlibatanya pada periode-periode yang lalu. Begitu juga dengan sistem informasi manajemen dakwah dalam organisasi dakwah yang sangat terikat dan menguntungkan. Sebagaimana sudah disampaikan dengan meningkatnya kecenderungan organisasi berteknologi digital, maka sistem informasi di dalam organisasi dapat meliputi jangkauan yang semakin luas hingga kepada masyarakat, instansi pemerintahan lainnya, dan bahkan informasi mengenai perkembangan politik terakhir.
Satu alasan mengapa sistem informasi memainkan peran yang sangat besar dan berpengaruh di dalam organisasi adalah karena semakin tingginya kemampuan teknologi komputer dan semakin murahnya biaya pemanfaatan teknologi komputer tersebut. Berikut ini akan dijelaskan peran sistem informasi manajemen dakwah dalam lembaga dakwah.
    B.     RUMUSAN MASALAH
1.Apa yang Dimaksud Sistem Informasi Manajemen Dakwah ?
2.Bagaimana Peran Sistem Informasi Manajemen dalam Organisasi ?
3.Bagaimana Peran Sistem Informasi Manajemen Dakwah dalam Lembaga Dakwah ?
PEMBAHASAN
    A.    Pengertian Sistem Informasi Manajemen Dakwah
Berdasarkan buku “Sistem Informasi untuk Manajemen Modern”, sistem informasi manajemen dakwah adalah suatu kelompok orang, seperangkat pedoman dan petunjuk, peralatan pengolah data (seperangkat elemen) memilih, menyimpan, mengolah dan mengambil kembali data (mengoperasikan data dan barang) untuk mengurangi ketidakpastian pada pengambilan keputusan (mencari tujuan bersama) dengan menghasilkan informasi untuk manajer pada waktu mereka dapat menggunakannya dengan paling efisien (menghasilkan informasi menurut waktu rujukan).
Syopiansyah Jayaputra mendefinisikan sistem informasi manajemen sebagai kumpulan dari sistem manajemen atau sistem yang menyediakan informasi yang bertujuan mendukung operasi manajemen dan pengambilan keputusan dalam suatu organisasi yang cenderung berhubungan dengan pengolahan informasi yang berbasis pada computer dengan mempertimbangkan informasi apa, untuk siapa, dan kapan harus disajikan.[1]
Sedangkan definisi dari Gordon B. Davis, sistem informasi manajemen adalah sistem manusia atau mesin yang menyediakan informasi untuk mendukung operasi manajemen dan fungsi pengambilan keputusan dari suatu organisasi.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas pengertian sistem informasi manajemen dakwah adalah kumpulan komponen/subsistem informasi yang saling berhubungan dan mendistribusikan informasi untuk mengambil keputusan untuk pengelolaan sebuah organisasi/aktifitas dakwah. Sistem informasi manajemen dakwah juga dapat didefinisikan sebagai sistem informasi dalam manajemen dakwah yang disusun dengan mempergunakan prosedur-prosedur yang formal, dengan  tujuan memberikan informasi yang relevan kepada manajer baik itu informasi internal maupun informasi eksternal pada seluruh fungsi organisasi yang bersangkutan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara efektif.

    B.     Peran Sistem Informasi Manajemen dalam Organisasi
Manajemen tidak dapat mengabaikan sistem informasi karena sistem informasi memainkan peran yang kritikal di dalam organisasi. Sistem informasi ini sangat mempengaruhi secara langsung bagaimana manajemen mengambil keputusan, membuat rencana, dan mengelola para pegawainya, serta meningkatkan sasaran kinerja yang hendak dicapai, yaitu bagaimana menetapkan ukuran atau bobot setiap tujuan/kegiatan, menetapkan standar pelayanan minimum, dan bagaimana menetapkan standar dan prosedur pelayanan baku kepada masyarakat. Oleh karenanya, tanggung jawab terhadap sistem informasi tidak dapat didelegasikan begitu saja kepada sembarang pengambil keputusan. Semakin meningkat saling ketergantungan antara rencana strategis instansi, peraturan dan prosedur di satu sisi dengan sistem informasi (software, hardware, database, dan telekomunikasi) di sisi yang lainnya.
Perubahan di satu komponen akan mempengaruhi komponen lainnya. Hubungan ini menjadi sangat kritikal manakala manajemen ingin membuat rencana ke depan. Aktivitas apa yang akan dilakukan lima tahun ke depan biasanya juga sangat tergantung kepada sistem apa yang tersedia untuk dapat melaksanakannya. Sebagai contoh, peningkatan produktivitas kerja para pegawai sangat tergantung pada jenis dan kualitas dari sistem informasi organisasi. Perubahan lain dalam hubungan sistem informasi dengan organisasi adalah semakin meningkatnya cakupan dan ruang lingkup dari sistem informasi dan aplikasinya.[2] Peran baru sistem informasi manajemen dalam organisasi dapat dirumuskan sebagai berikut :
   1.      Inisiasi dan perancangan sistem informasi strategis.
   2.      Perencanaan, pengembangan dan pengendalian infrastruktur.
   3.      Menggabungkan internet dan e-commerce kedalam bisnis.
   4.      Mengelola integrasi sistem, termasuk internet, intranet dan extranet.
   5.      Kerjasama dengan tingkat eksekutif dalam menjalankan bisnis.
   6.      Mengelola outsourcing.
  7.      Secara proaktif menggunakan pengetahuan bisnis dan teknologi untuk menggali ideide inovatif tentang TI.
   8.      Menciptakan aliansi bisnis dengan vendor dan IS Department dalam organisasi lain.
   9.      Menyediakan lingkungan komputasi yang baru.
 10.  Sebagai tambahan dari fungsi tradisioanl : pengelolaan keamanan sistem, pengembangan dan perawatan, operasional komputer.[3]
Kemampuan ini dapat digunakan untuk mendesain ulang dan mempertajam organisasi, mentransfer struktur organisasi, ruang lingkup organisasi, melaporkan dan mengendalikan mekanisme, praktik-praktik kerja, arus kerja, serta produk dan jasa. Pada akhirnya, proses bisnis yang dilakukan secara elektronis membawa organisasi lebih dikelola secara digital, yang membawa dampak pada hal-hal sebagai berikut:  
    a.       Organisasi semakin ramping. Organisasi yang gemuk dan birokratis lebih sulit untuk mengikuti perubahan yang pesat dewasa ini, kurang efisien, dan tidak dapat kompetitif. Oleh karenanya, banyak model organisasi ini sekarang dirampingkan, termasuk jumlah pegawainya dan tingkatan hirarkis manajemennya.
    b.      Pemisahan pekerjaan dari lokasi. Teknologi komunikasi telah mengeliminasi jarak sebagai satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam pekerjaan.[4]
   

   C.     Peran Sistem Informasi Manajemen Dakwah dalam Lembaga Dakwah
Berdasarkan peran sistem informasi manajemen dalam organisasi diatas, hal ini membuktikan bahwa keberadaan sistem informasi membawa dampak positif bagi kemajuan atau perkembangan dakwah. Kegiatan dakwah kini tidak hanya dilakukan oleh perorangan, tetapi juga dengan berjamaah, dengan maraknya organisasi dakwah, maka dapat dipastikan bahwa da’i sangat memerlukan akan adanya sistem informasi dakwah. Dengan adanya sistem informasi manajemen dakwah, kegiatan dakwah akan lebih terarah dan terukur keberhasilannya.[5]
Melihat pemakaian teknologi dari umat, seperti penggunaan telepon selular dan internet, kegiatan dakwah juga harus mampu memaksilakan media-media tersebut. Para da’i dan lembaga dakwah harus mampu merencanakan, menjalankan, mengontrol, dan mengevaluasi kegiatan dakwahnya yang berbasis teknologi informasi.
Dengan adanya sistem informasi, kita dapat melaksanakan komputasi numerik, bervolume besar, dan dengan kecepatan yang tinggi, menyediakan komunikasi dalam dan antar organisasi, menyimpan organisasi yang mudah diakses, meningkatkan efisiensi dan efektifitas. Dakwah yang dulu hanya bisa disampaikan melalui tabligh, seiring dengan kemajuan teknologi kini berkembang bahwa dakwah tidak terbatas sampai dunia tabligh , tetapi bisa disampaikan melalui media internet walaupun satu ayat. Oleh karena itu, sistem informasi manajemen dakwah memiliki peran yang sangat penting, yaitu :
   1.      Sistem informasi manajemen dakwah merupakan sarana dan alat untuk menggambarkan secara faktual mengenai kondisi dan situasi internal maupun eksternal lembaga dakwah.
  2.      Sistem informasi manajemen dakwah, membantu untuk memaksimalkan setiap fungsi-fungsi atau bidang manajemen lembaga dakwah.
   3.      Sistem informasi manajemen dakwah dapat membantu lembaga dakwah untuk melaksanakan kegiatan dakwah yang objektif dan tentunya agar dawah tidak monoton dan kaku.
   4.      Dakwah perlu penyiaran, maka dari itu dalam menyiarkan risalah keagamaan tidak cukup dengan khutbah di atas panggung. Mengingat masyarakat yang sudah mengenal teknologi. Maka dalam berdakwahpun harus menggunakan komputer sebagai pusat informasi.
   5.      Dengan adanya sistem Informasi manajemen dakwah , lembaga dakwah menjadi sarana komunikasi yang efektif. Dakwah merupakan kegiatan komunikasi, sehingga ketika dalam berdakwah akan lebih efektif jika melibatkan komputer dan teknologi informasi.
Semakin berkembangnya sistem informasi manajemen dakwah telah menghasilkan jaringan komunikasi yang kuat yang dapat digunakan lembaga dakwah untuk melakukan akses informasi dengan cepat dari berbagai penjuru dunia serta untuk mengendalikan aktivitas yang tidak terbatas pada ruang dan waktu. Jaringan-jaringan ini telah mentransformasikan ketajaman dan bentuk aktivitas lembaga, menciptakan dasar-dasar dakwah untuk memasuki era digital. Jaringan yang terluas dan terbesar yang digunakan adalah internet. Hampir setiap orang di seluruh dunia ini, baik yang bekerja di dunia sains, pendidikan, pemerintah, maupun kalangan pebisnis menggunakan jaringan internet untuk bertukar informasi atau melakukan transaksi bisnis dengan orang atau organisasi lain di seluruh dunia. Internet menciptakan platform teknologi baru yang universal. Teknologi internet ini mampu mempertajam cara bagaimana sistem informasi digunakan dalam bisnis dalam kehidupan sehari-hari khususnya lemabaga dakwah.
PENUTUP
    A.    KESIMPULAN
Sistem Informasi Manajemen Dakwah ialah kumpulan komponen/subsistem informasi yang saling berhubungan dan mendistribusikan informasi untuk mengambil keputusan untuk pengelolaan sebuah organisasi/aktifitas dakwah.
Sistem informasi sangat mempengaruhi secara langsung bagaimana manajemen mengambil keputusan, membuat rencana, dan mengelola para pegawainya, serta meningkatkan sasaran kinerja yang hendak dicapai, yaitu bagaimana menetapkan ukuran atau bobot setiap tujuan/kegiatan, menetapkan standar pelayanan minimum, dan bagaimana menetapkan standar dan prosedur pelayanan baku kepada masyarakat
Sistem informasi sangatlah tepat jika dijadikan media untuk mengembangkan misi dakwah. Karena dengan tidak melakukan tabligh akbar pun kita bisa menyebarluaskan dakwah ini kepada masyarakat dunia. Oleh karenanya, sistem informasi manajemen berbasis dakwah akan sesuai digunakan dalam lembaga dakwah. Dengan adanya sistem Informasi manajemen dakwah , lembaga dakwah menjadi sarana komunikasi yang efektif. Dakwah merupakan kegiatan komunikasi, sehingga ketika dalam berdakwah akan lebih efektif jika melibatkan komputer dan teknologi informasi
   B.     SARAN
Penulis berharap dengan adanya makalah ini, dapat memenuhi mata kuliah Sistem Informasi Manajemen Dakwah dengan baik dan benar. Di sisi ain, penulis berharap makalah ini dapat dijadikan bahan bacaan yang barmutu, baik bagi kalangan mahasiswa maupun kalangan akademika pada umumnya sebagai motivasi atau inspirasi dalam mengembangkan kreatifitasnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk lebih menyempurnakan makalah ini dan seterusnya.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. “Sistem Informasi Manajemen”. 2012. http://ymayowan.lecture.ub.ac.id/files/2012/02/Makalah-SIM-kel-2-kelas-C.pdf, diakses pada tanggal 23 april 2015.
Pratiwi, Agita. “Ruang Lingkup dan Perkembangan Sistem Informasi Manajemen Dakwah”. 2014. http://agitapratiwimda2011.blogspot.com/2014/01/ruang-lingkup-dan-perkembangan-sistem.html. diakses pada tanggal 23 april 2015.
Putra, Syopiansyah Jaya & Subiyakto, Aang. Pengantar Sistem Informasi. (Jakarta, UIN Jakarta Press, 2006).
Stutono, Djoko. “Sistem Informasi Manajemen”. 2007. http://www.perpustakaan.kemenkeu.go.id/FOLDERDOKUMEN/KT_SIM.pdf , diakses pada tanggal 23 april 2015.


[1] Syopiansyah Jaya Putra, Aang Subiyakto. Pengantar Sistem Informasi. (Jakarta, UIN Jakarta Press, 2006), hal. 82
[2] Djoko Sutono, Ak, “Sistem Informasi Manajemen”, diakses dari http://www.perpustakaan.kemenkeu.go.id/FOLDERDOKUMEN/KT_SIM.pdf ,pada tanggal 23 april 2015 pukul 20:24.
[3] Anonim, “Sistem Informasi Manajemen”, diakses dari http://ymayowan.lecture.ub.ac.id/files/2012/02/Makalah-SIM-kel-2-kelas-C.pdf, pada tanggal 23 april 20:37.
[4] Djoko Sutono, Ak, “Sistem Informasi Manajemen”, diakses dari http://www.perpustakaan.kemenkeu.go.id/FOLDERDOKUMEN/KT_SIM.pdf ,pada tanggal 23 april 2015 pukul 20:24.
[5] Agita Pratiwi, “Ruang Lingkup dan Perkembangan Sistem Informasi Manajemen Dakwah”, diakses dari http://agitapratiwimda2011.blogspot.com/2014/01/ruang-lingkup-dan-perkembangan-sistem.html, pada tanggal 23 april 2015 pukul 20:44.

July 16, 2014

Motivasi Dakwah

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Agama ialah sistem norma yang mengatur manusia dengan yang lainnya, sebuah sistem nilai- yang memuat norma-noma tertentu. Secara umum norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku. Pengaruh agama dalam kehidupan individu memberi kemantaapan batin, rasa bahagia, rasa terlindung, rasa puas, dalam hali ini agama dalam kehidupan individu selain menjadi motivasi juga merupakan harapan. Psikologi Dakwah merupakan ilmu yang mengkaji tentang gejala-gejala yang berhubungan dengan interaksi sosial kemasyarakatan antara da’i dan mad’u. Oleh karena itu dalam diri manusia selalu terdapat beberapa elemen yang layak untuk kita ketahui bersama, guna mempermudah kita sebagai makhluk sosial dalam bermasyarakat dalam hal ini motivasi dakwah.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan motivasi dakwah ?
2.      Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi perilaku bermotivasi ?
3.      Apa saja bentuk-bentuk motivasi dakwah ?
4.      Bagaimana proses munculnya tingkah laku bermotivasi ?

PEMBAHASAN
A.    Pengertian Motivasi Dakwah
Terdapat banyak pendapat tentang pengertian motivasi, berikut adalah beberapa pengertian motivasi menurut para ahli, diantaranya:
a.       Indriyo Giitosudarmo dan Nyoman Sudita berpendapat yang dimaksud dengan motivasi adalah faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan, mengarahkan perilakunya untuk memenuhi tugas tertentu.
b.      Robbins dan Coulter berpendapat motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individu tertentu.[1]
c.       Robert Heller menyatakan bahwa motivasi adalah keinginan untuk bertindak.
d.      McShane dan Von Glinow mengatakan motivasi sebagai kekuatan dalam diri orang yang memengaruhi arah (direction), intensitas (intensity), dan ketekunan  (persistence) perilaku suka rela.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dikatakan bahwa motivasi itu adalah suatu kebutuhan yang mendorong seseorang untuk berbuat “sesuatu”. Adanya kebutuhan ini menyebabkan orang bertingkah laku tertentu dalam usahanya mencapai suatu tujuan.[2]
Berikut adalah pengertian istilah dakwah menurut para ahli :
a.       Prof. Toha Yahya Oemar menyatakan bahwa dakwah Islam sebagai upaya mengajak umat dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan di dunia dan akhirat.
b.      Syaikh Ali Makhfudz memberikan definisi dakwah yaitu mendorong manusia agar berbat kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyeru mereka berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran, agar mereka mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat.
c.       Prof. Dr. Hamka berpendapat bahwa dakwah adalah seruan panggilan untuk menganut suatu pendirian yang pada dasarnya berkonotasi positif dengan substansi terletak pada aktivitas yang memerintahkan amar ma’ruf nahi munkar.[3]
Dari penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan motivasi dakwah adalah dorongan dalam diri seseorang dalam usahanya untuk memenuhi keinginan, maksud dan tujuan dalam mengajak manusia dengan cara yang bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah SWT untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan juga di akhirat. Jika dalam proses dakwah jaminan rasa aman dapat direalisasikan dalam bentuk situasi dan kondisi kehidupan di lingkungan masyarakat dimana dakwah sedang dilangsungkan, maka masyarakat dengan mudah akan terdorong untuk menerima bahkan menaruh simpati serta mengaktualisasikan ke dalam perilaku pribadinya. Akan tetapi sebaliknya jika malah menimbulkan atau mengundang ancaman dari luar, maka sudah pasti mereka akan menolak bahkan antipati terhadap kegiatan dakwah. Dan seorang da’i diharapkan mampu menggerakkan atau menimbulkan kekuatan dalam diri mad’u dan memimpin mad’u untuk bertindak sesuai dengan ajaran-ajaran agama yang disampaikan.
                

           B.     Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku Bermotivasi
Motivasi seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :
1.      Faktor Internal, faktor yang berasal dari dalam diri individu terdiri atas:
a.       Persepsi individu mengenai diri sendiri
Seseorang termotivasi atau tidak untuk melakukan sesuatu banyak tergantung pada proses kognitif berupa persepsi. Persepsi seseorang tentang dirinya sendiri akan mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang untuk bertindak.
b.      Harga diri dan prestasi
Faktor ini mendorong atau mengarahkan inidvidu (memotivasi) untuk berusaha agar menjadi pribadi yang mandiri, kuat, dan memperoleh kebebasan serta mendapatkan status tertentu dalam lingkungan masyarakat; serta dapat mendorong individu untuk berprestasi.
c.       Harapan
Adanya harapan-harapan akan masa depan yang merupakan informasi objektif dari lingkungan yang mempengaruhi sikap dan perasaan subjektif seseorang. Harapan merupakan tujuan dari perilaku.
d.      Kebutuhan
Manusia dimotivasi oleh kebutuhan untuk menjadikan dirinya sendiri yang berfungsi secara penuh, sehingga mampu meraih potensinya secara total. Kebutuhan akan mendorong dan mengarahkan seseorang untuk mencari atau menghindari, mengarahkan dan memberi respon terhadap tekanan yang dialaminya.
e.       Kepuasan kerja
Lebih merupakan suatu dorongan afektif yang muncul dalam diri individu untuk mencapai goal atau tujuan yang diinginkan dari suatu perilaku.
2.      Faktor Eksternal, faktor yang berasal dari luar diri individu terdiri atas:
a.       Jenis dan sifat pekerjaan
Dorongan untuk bekerja pada jenis dan sifat pekerjaan tertentu sesuai dengan objek pekerjaan yang tersedia akan mengarahkan individu untuk menentukan sikap atau pilihan pekerjaan yang akan ditekuni. Kondisi ini juga dapat dipengartuhi oleh sejauh mana nilai imbalan yang dimiliki oleh objek pekerjaan dimaksud.
b.      Kelompok kerja dimana individu bergabung
Hal ini mendorong atau mengarahkan perilaku individu dalam mencapai suatu tujuan perilaku tertentu; peranan kelompok atau organisasi ini dapat membantu individu mendapatkan kebutuhan akan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, kebajikan serta dapat memberikan arti bagi individu sehubungan dengan kiprahnya dalam kehidupan sosial.
c.       Situasi lingkungan pada umumnya
Setiap individu terdorong untuk berhubungan dengan rasa mampunya dalam melakukan interaksi secara efektif dengan lingkungannya.
d.      Sistem imbalan yang diterima
Imbalan merupakan karakteristik atau kualitas dari objek pemuas yang dibutuhkan oleh seseorang yang dapat mempengaruhi motivasi atau dapat mengubah arah tingkah laku dari satu objek ke objek lain yang mempunyai nilai imbalan yang lebih besar. Sistem pemberian imbalan dapat mendorong individu untuk berperilaku dalam mencapai tujuan; perilaku dipandang sebagai tujuan, sehingga ketika tujuan tercapai maka akan timbul imbalan.[4]
                 

            C.     Bentuk-Bentuk Motivasi Dakwah
Handari Nawawi membedakan dua bentuk motivasi kerja, kedua bentuk tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Motivasi intrinsik
Motivasi ini adalah pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri pekerja sebagai individu, berupa kesadaran mengenai pentingnya atau manfaat akan pekerjaan yang dilaksanakannya. Dengan kata lain motivasi ini bersumber dari pekerjaan yang dikerjakan, baik karena mampu memenuhi kebutuhan atau menyenangkan, atau memungkinkan mencapai suatu tujuan, maupun karena memberikan harapan tertentu yang positif dimasa depan. Misalnya pekerja yang bekerja secara berdedikasi semata-mata karena merasa memperoleh kesempatan untuk mengaktualisasikan atau mewujudkan dirinya secara maksimal.
2.      Motivasi ekstrinsik
Motivasi ini adalah pendorong kerja yang bersumber dari luar diri pekerja sebagai individu berupa suatu kondisi yang mengharuskannya melaksanakan pekerjaan secara maksimal. Misalnya berdedikasi tinggi dalam bekerja karena upah yang tinggi, jabatan yang terhormat atau memiliki  kekuasaan yang besar, pujian, hukuman dan lain-lain. Di lingkungan suatu organisasi terlihat kecenderungan penggunaan motivasi ekstrinsik lebih dominan daripada motivasi intrinsik. Kondisi itu terutama di sebabkan tidak mudah untuk menumbuhkan kesadaran dari dalam diri pekerja, sementara kondisi kerja disekitar lebih banyak mengiringinya daripada mendapatkan kepuasan kerja yang hanya dapat dipenuhi dari luar dirinya. Dalam kondisi seperti tersebut di atas maka diperlukan usaha-usaha mengintegrasikan teori-teori motivasi, untuk dipergunakan secara operasional di lingkungan organisasi. Bagi para manajer yang penting adalah memberikan makna semua teori, agar dapat di pergunakan secara praktis dalam memotivasi para bawahannya.[5]
             

            D.    Proses Munculnya Tingkah Laku Bermotivasi
Menurut Winardi proses motivasi diawali dengan timbulnya keinginan, adanya kebutuhan dan munculnya berbagai harapan atau expectancy. Hal ini akan mengakibatkan timbulnya ketegangan-ketegangan (tensi) pada diri individu yang dianggap kurang menyenangkan. Dengan anggapan bahwa perilaku tertentu dapat menghilangkan ketegangan-ketegangan yang dirasakan sehingga orang yang bersangkutan melakukan suatu perilaku. Perilaku tersebut diarahkan kepada tujuan untuk mengurangi kondisi ketegangan yang dirasakan. Dimulainya perilaku tersebut menyebabkan timbulnya petunjuk-petunjuk yang memberikan umpan balik (informasi) kepada orang yang bersangkutan tentang dampak perilakunya. Hal ini dapat dilihat lebih jelas pada gambar berikut.[6]

PENUTUP
A.    Kesimpulan
Motivasi dakwah adalah dorongan dalam diri seseorang dalam usahanya untuk memenuhi keinginan, maksud dan tujuan dalam mengajak manusia dengan cara yang bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah SWT untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan juga di akhirat.
B.     Saran
Penulis berharap dengan adanya makalah ini, dapat memenuhi mata kuliah Psikologi Dakwah dengan baik dan benar. Di sisi lain, penulis juga berharap dengan adanya makalah ini dapat menjadi bahan bacaan yang bermanfaat baik bagi mahasiswa maupun kalangan akademika pada khususnya.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya agar dapat menjadi yang lebih baik lagi.


[1] Komang Ardana, dkk, Perilaku Keorganisasian, Edisi kedua, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, hlm.30
[2] Wibowo, Perilaku dalam Organisasi, Edisi 1 cet.1, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, hlm.109-110
[3] Dr. Wahidin Saputra, M.A., Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2011),  hlm.1.
[4] Anonim, Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi, (14 April 2013), Sumber : http://rumahkemuning.com/2013/04/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-motivasi/ diakses pada tanggal 23 Oktober pukul 19:27.
[5] Nanang Budianas, Pengertian Motivasi dan Bentuk Motivas,i (4 Februari 2013), Sumber : http://nanangbudianas.blogspot.co.id/2013/02/pengertian-motivasi-dan-bentuk-motivasi.html diakses pada tanggal 23 Oktober 2015 pukul 14:20.
[6] http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24783/4/Chapter%20II.pdf
Copyright © 2015 Baca Online dan Seputar Blog
| Distributed By Gooyaabi Templates