Motivasi dalam Perilaku Organisasi
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Setiap orang dalam melakukan suatu
tindakan pasti didorong oleh adanya faktor tertentu. Motivasi biasanya timbul
karena adanya kebutuhan yang belum terpenuhi, tujuan yang ingin dicapai, atau
karena adanya harapan yang diinginkan. Motivasi kerja merupakan kombinasi
kekuatan psikologis yang kompleks dalam diri masing-masing orang. Setiap
individu mempunyai motivasi sendiri yang mungkin berbeda-beda.
Salah satu tugas menantang seorang
manajer adalah menggaransi bahwa tugas atau pekerjaan yang dilimpahkan pada
anggota organisasi dikerjakan sesuai dengan yang diinginkan. Umtuk mewujudkan
tugas tersebut, para manajer harus mampu mendesain suasana yang dapat
memotivasi orang lain.
Setiap manajer dalam level manapun
akan senantiasa dituntut untuk berbuat sesuatu yang dapat mempengaruhi
orang-orang yang dipimpinnya termotivasi, sehingga para angota organisasi
melakuka tugasnya melakukan tugasnya dengan perasaaan gembira, tidak tertekan,
dan dalam suasana kegairahan yang tinggi. Sebaliknya semua anggoda dapat
terpenuhi semua kebutuhannya. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin
terpenuhi kebutuhan seseorang dalam organisasi, semakin termotivasilah ia.[1]
Dalam makalah ini lebih lanjut akan
dibahas mengenai pengertian motivasi, bagaimana proses terjadinya motivasi, apa
saja faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi, apasaja teori-teori
motivasi, dan bagaimana hubungan motivasi dengan organisasi.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang
diatas maka rumusan masalah dalam makalah ini antara lain:
1.
Apa yang disebut
dengan motivasi?
2.
Bagaimanakah
proses terjadinya motivasi?
3.
Apa saja
faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi?
4.
Apa sajakah
teori-teori motivasi itu?
5.
Apa hubungan
motivasi dengan organisasi?
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Motivasi
Terdapat banyak pendapat tentang
pengertian motivasi, berikut adalah beberapa pengertian motivasi menurut para
ahli, diantaranya:
a)
Menurut Indriyo
Giitosudarmo dan Nyoman Sudita (1997) yang dimaksud dengan motivasi adalah
faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan, mengarahkan
perilakunya untuk memenuhi tugas tertentu.
b)
Menurut Robbins
dan Coulter (2004) motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya
yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu
dalam memenuhi beberapa kebutuhan individu tertentu.[2]
c)
Menurut Robert
Heller (1998:6) menyatakan bahwa motivasi adalah keinginan untuk bertindak.
d)
McShane dan Von
Glinow (2010:132) mengatakan motivasi sebagai kekuatan dalam diri orang yang
memengaruhi arah (direction), intensitas (intensity), dan ketekunan (persistence) perilaku suka rela.[3]
Berdasarkan uraian diatas maka dapat
dikatakan bahwa motivasi itu adalah suatu kebutuhan yang mendorong seseorang
untuk berbuat “sesuatu”. Adanya kebutuhan ini menyebabkan orang bertingkah laku
tertentu dalam usahanya mencapai suatu tujuan.
2.
Proses
Terjadinya Motivasi
Proses timbulnya motivasi seseorang
antara lain adalah:
a.
Kebutuhan yang
belum terpenuhi
b.
Mencari dan
memilih cara-cara untuk memuaskan kebutuhan
c.
Perilaku yang
diarahkan pada tujuan
d.
Evaluasi
prestasi
e.
Imbalan atau
hukuman
f.
Kepuasan
g.
Menilai kembali
kebutuhan yang belum terpenuhi.[4]
Newstrom (2011:111) yang bersumber pada penelitian McClelland
melihat bahwa dorongan motivasi memfokuskan pada achievement, affilation, dan
power. Berikut adalah penjelasan lebih lanjutnya.
a)
Achievement
Motivation
Motivasi
berprestasi adalah suatu dorongan yang dimiliki banyak orang untuk mengejar dan
mencapai tujuan menantang. Individu dengan dorongan ini mengharapkan mencapai
sasaran dan menaiki tangga keberhasilan.
Karakteristik
pekerjaan yang berorientasi pada prestasi antara lain mereka bekerja lebih
keras bila mereka merasa akan mendapatkan penghargaan pribadi atas usahanya,
apabila resiko kegagalannya hanya sedang dan apabila mereka menerima umpan
balik atas kinerja masa lalunya.
b)
Affiliation
Motivation
Motivasi
untuk berafiliasi merupakan suatu dorongan untuk berhubungan dengan orang atas
dasar sosial, bekerja dengan orang yang cocok dan berpengalaman dengan perasaan
sebagai komunitas.Orang dengan motif aliansi akan bekerja lebih baik apabila
mereka dilengkapi dengan sikap dan kerjasama yang menyenangkan.
c)
Power
Motivation
Motivasi
akan kekuasaan merupakan suatu dorongan untuk memengaruhi orang, melakukan
pengawasan, dan mengubah situasi. Orang yang termotivasi atas dasar kekuasaan
mengharapkan menciptakan dampak pada organisasi dan bersedia mengambil resiko
dengan melakukannya. Apabila kekuasaan telah diperoleh, mungkin akan
dipergunakan secara konstruktif dan destruktif.
Otrang
yang termotivasi oleh kekuasaan menjadi manajer cerdas apabila dorongannya
ditunjukan pada kekuasaan institusional daripada personal. Kekuasaan
institusional adalah merupakan kebutuhan untuk mempengaruhi perilaku orang lain
untuk kebaikan seluruh organisasi. Tetapi apabila dorongan bekerja ditujukan
pada kekuasaan personal, maka orang tersebut cenderung kehilangan kepercayaan
dan penghargaan pekerja dan rekan kerja dan menjadi pemimpin organisasi yang
tidak berhasil.[5]
3.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Motivasi
A.
Karakteristik
individu
-
Minat
-
Sikap terhadap
diri sendiri, pekerjaan, dan situasi pekerjaan
-
Kebutuhan
individual
-
Kemampuan atau
kompetensi
-
Pengetahuan
tentang pekerjaan
-
Emosi, suasana
hati, perasaan keyakinan dan nilai-nilai.
B.
Faktor-faktor
pekerjaan
a.
Faktor
lingkungan pekerjaan
§ Gaji dan benefit yang diterima
§ Kebijakan-kebijakan perusahaan
§ Supervisi
§ Hubungan antar manusia
§ Kondisi pekerjaan seperti jam kerja, lingkungan fisik dan
sebagainya.
§ Budaya organisasi
b.
Faktor dalam
pekerjaan
§ Sifat pekerjaan
§ Rancangan tugas/pekerjaan
§ Pemberian pengakuan terhadap prestasi
§ Tingkat/besarnya tanggung jawab yang diberikan
§ Adanya perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan
§ Adanya kepuasan dari pekerjaan[6]
4.
Teori-teori
Motivasi
Setiap pimpinan organisasi pasti
mendambakan suatu situasi di mana seluruh anggota punya gairah kerja dan
produktivitas yang tinggi. Untuk mewujudkan situasi tersebut, berbagai upaya
sering telah dilakukan namun dambaan tetap tinggal dambaan, realitas yang ada
jauh dari kenyataan.
Teori motivasi yang telah banyak
dicetuskan para pakar pada hakekatnya mengupas tentang mengapa dan bagaimana
orang terlibat dalam perilaku kerja tertentu dan telah berkembang dari waktu ke
waktu.
Robbins (2001) membagi teori
motivasi itu menjadi dua bagian yakni teori dini tentang motivasi, yakni
teori-teori yang lahirnya lebih awal, dan teori kontemporer tentang motivasi
adalah deretan teori motivasi yang lebih baru :
1.
Teori-Teori
Dini tentang Motivasi
a.
Teori Hierarki
Kebutuhan dari Abraham Maslow yang menghipotesiskan bahwa pada diri manusia ada
lima jenjang kebutuhan, yaitu :
i.
Kebutuhan
fisiologis (Faali) seperti sandang, pangan, papan, seks, dan kebutuhan pokok
ragawi lainnya.
ii.
Kebutuhan rasa
aman (Keselamatan dan Perlindungan) terhadap ancaman fisik dan emosional
seperti keamanan, kemerdekaan dan perlindungan.
iii.
Kebutuhan
sosial seperti berkumpul dan berkawan.
iv.
Kebutuhan
penghargaan seperti harga diri, otonomi, prestasi, status, pengakuan dan
perhatian.
v.
Kebutuhan
aktualisasi diri seperti pengembangan potensi secara maksimal.
Terlepas dari kritik yang
dijatuhkan, teori jenjang kebutuhan Maslow memiliki implikasi praktis bagi
manajer, karena mampu menawarkan suatu pola yang mudah dipahami dalam menangani persoalan motivasi
di tempat kerja.[7]
b.
Teori X dan
Teori Y
Douglas Mc.Gregor mengemukakan dua pandangan
yang berbeda tentang manusia, yang satu pada dasarnya negatif (teori X),
sementara yang lain adalah positif (teori Y).
Menurut teori X, manajer
mengandaikan karyawan/manusia itu negatif, seperti:
i. Tidak suka pekerjaan
ii. Malas
iii. Tak suka tanggung jawab
iv. Mengedepankan keamanan di atas semua faktor lain. Maka karyawan
harus dipaksa agar diprestasi.
Menurut teori Y, karyawan cenderung
positif, seperti :
i. Suka pekerjaan
ii. Kreatif
iii. Bertanggung jawab
iv. Inovatif
Menghadapi tipe karyawan seperti ini
manajer tak perlu bertindak otoriter, akan lebih baik bergaya demokratis.
Suatu kesan yang bisa ditangkap dari
teori X dan Y ini ialah bahwa para manajer yang menerima asumsi teori X tentang
manusia dapat mempergunakan pendekatan langsung, mengendalikan dan mengawasi
secara ketat bawahan. Untuk asumsi teori Y para manajer dapat menawarka sikap
membantu, mendukung, dan mempermudah orang-orang dalam mengembangkan
kreativitas.[8]
c.
Teori Motivasi
Higiene / Teori Dua Faktor
Frederick Herzberg mengembangkan
suatu teori yang disebut Teori Dua Faktor, yang terdiri atas :
i.
Faktor Higiene,
yaitu faktor-faktor yang dapat
menyebabkan ataupun mencegah ketidakpuasan, yang pada hakekatnya terdiri atas
faktor ekstrinsik dari pekerjaan. Faktor-faktor ini antara lain gaji, jaminan
pekerjaan, kondisi kerja, status, kebijakan perusahaan, kualitas supervisi,
kualitas hubungan antar pribadi dengan atasan, bawahan dan sesama pekerja,
serta jaminan sosial.
ii.
Faktor
motivator, faktor-faktor yang betul-betul membawa pada pengembangan sikap
positif dan pendorong pribadi (bersifat intrinsik).
Kontribusi utama teori ini adalah
dapat meningkatkan sensitivitas/kepekaan manajer terhadap fakta bahwa
memperlakukan anggota secara baiksemata belumlah cukup untuk memotivasi mereka.
Pimpinan arus dapat memanfaatkan kapasitas, keterampilan serta bakat dari
anggota melalui desain kerja secara efektif. Pekerjaan yang ditawarkan pasti
menantang dan menggairahkan.
2.
Teori
Kontemporer tentang Motivasi
a.
Teori ERG oleh
Clayton Aldefer
Teori ini adalah modifikasi dan
pengurangan dari lima jenjang kebutuhan Maslow menjadi tiga kelompok kebutuhan
inti, yaitu :
i.
Existence/Eksistensi,
yang oleh Maslow meliputi kebutuhan faali dan rasa aman.
ii.
Relatedness/Hubungan,
sama dengan kebutuhan sosial Maslow.
iii.
Growth/Pertumbuhan,
mencakup kebutuhan penghargaan serta aktualisasi diri dari Maslow.
Aldefer
berdalih seorang individu mungkin saja pada suatu ketika akan berusaha memenuhi
beberapa kebutuhannyasecara simultan atau serentak.
b.
Teori Kebutuhan
David McClallend
Menurut McClallend bahwa manusia itu
mempunyai tiga kebutuhan, yaitu :
i.
Kebutuhan akan
prestasi atau Need for Achievement adalah keinginan untuk melakukan sesuatu
dengan lebih baik, lebih efisien, dan lebih unggul.
ii.
Kebutuhan akan
kekuasaan atau Need for Power adalah keinginan untuk mengawasi atau
mengendalikan orang lain, mempengaruhi perilaku mereka atau bertanggungjawab
atas orang lain.
iii.
Kebutuhan akan
afiliasi atau Need for Affiliation, yaitu keinginan untuk membangun dan
memelihara hubungan yang bersahabat dan hangat dengan orang lain.
Lebih
jauh McClallend mengatakan bahwa orang mengembangkan ketiga macam kebutuhan
tersebut dari waktu ke waktu sebagai hasil dari pengalaman hidup pribadinya
masing-masing. Para manajer sebagai unsur pimpinan organisasi perlu banyak
belajar untuk mengenali kekuatan dari tiap macam kebutuhan tersebut yang
bersemayam dalam dirinya sendiri maupun dalam diri orang-orang yang
dipimpinnya. Preferensi kerja yang ada dalam diri seseorang ditentukan oleh
jenis kebutuhan yang dominan.[9]
c.
Teori Penetapan
Tujuan
Edwin Locke sekitar tahun 1960an
mengatakan bahwa maksud-maksud untuk bekerja ke arah suatu tujuan merupakan
sumber utama dari motivasi kerja yang kemudian dikenal sebagai teori penetapan
tujuan.
Teori ini menguraikan hubungan
antara tujuan dengan prestasi kerja. Konsepnya adalah bahwa karyawan yang
memahami tujuan organisasi dapat berpengaruh terhadap perilaku kerjanya.
Dengan menetapkan tujuan yang lebih
menantang atau sulit tapi terukur hasilnya akan dapat meningkatkan prestasi.
Asumsinya adalah para karyawan berkomitmen
terhadap tujuan, percaya diri atau mempunyai keefektifan diri dan prestasi
dianggap penting.
Teori ini menuntun para manajer pada
perspektif dimana dengan menetapkan tujuan yang lebih rinci, lebih sulit dan
menantang dan bila itu bisa diterima oleh anggota organisasi, akan dapat
menghantarkan organisasi-organisasinya mencapai kinerja yang lebih tinggi.[10]
d.
Teori Penguatan
Perilaku adalah fungsi dari
konsekuensi yang mengarah kepada konsekuensi yang positif dan menghindari
konsekuensi yang tidak menyenangkan. Ada tiga jenis konsekuensi yang dapat
dipergunakan manajer untuk memodifikasi motivasi anak buah yaitu sebagai
berikut :
i.
Penguatan
positif, memberikan penghargaan dan kenaikan imbalan atas prestasi bagus
karyawan.
ii.
Penguatan
negatif/penghindaran, yaitu mencegah dan menghilangkan akibat yang tidak
menyenangkan. Karyawan bekerja keras karena menghindari hal-hal yang bisa
membuatnya tidak menyenangkan.
iii.
Hukuman, untuk
menghindari pengulangan perilaku yang tidak diinginkan. Misalnya terhadap
karyawan yang datang terlambat diberi peringatan agar tidak mengulang lagi.
B.F.Skinner menjelaskan teori
penguatan tersebut bahwa orang berkemungkinan besar berperilaku seperti yang
dikehendaki apabila ia mendapat imbalan untuk berbuat hal itu. Imbalan-imbalan
yang paling efektif apabila imbalan-imbalan itu segera mengikuti tanggapan yang
diinginkan. Dan perilaku yang tidak diberi imbalan, atau yang kena hukuman, berkurang
kemungkinannya untuk diulangi. Manfaat yang dapat diambil dari teori ini adalah
para manajer dapat mempengaruhi perilaku anggota organisasi yang dipimpinnya
dengan memperkuat tindakan-tindakan yang mereka anggap menguntungkan.
e.
Teori
Keadilan/Kesetaraan
Teori
ini dikembangkan oleh J. Stacey Adam, bahwa setiap individu akan membandingkan
masukan dan keluaran pekerjaan mereka dengan masukan/keluaran orang lain, dan
ia akan berespon untuk menghilangkan setiap ketidakadilan yang dirasakan.
O/IA<O/IB : Penilaiannya adalah tidak adil, karena
ganjaran yang diperoleh lebih kecil.
O/IA=O/IB : Penilaiannya adalah adil.
O/IA>O/IB : Penilaiannya tidak adil karena ganjaran yang
diterima lebih besar.
Dimana
O/IA adalah karyawan itu sendiri dan O/IB adalah orang
lain sebagai pembanding. Pembanding itu dapat berupa individu-individu,
sistem-sistem yang dijadikan rujukan dalam menilai keadilan.
Teori
ini mengatakan lebih jauh bahwa para karyawan dapat mengubah, baik masukan atau
keluaran mereka sendiri atau orang lain, berperilaku sedemikian rupa guna
mendorong orang-orang lain untuk mengubah masukan atau keluaran mereka,
berperilaku sedemikian rupa guna mengubah masukan atau keluaran mereka sendiri,
memilih perbandingan lain atau meninggalkan pekerjaannya. Riset telah memperkuat
bahwa motivasi karyawan itu sangat dipengaruhi oleh penghargaan-penghargaan
relatif atau yang absolut. Bila mereka melihat ketidak adilan terutama dalam
upah, mereka akan berusaha membetulkan situasi tersebut. Bila imbalan yang
diterima dirasa kurang, motivasinya akan menurun. Tetapi bila memperoleh
imbalan yang lebih, terdorong untuk bekerja yang lebih giat untuk menyesuaikan
dengan imbalan yang telah didapatkannya.
f.
Teori Harapan
(Ekspektasi)
Teori
ini dicetuskan oleh Victor Vroom yang menggambarkan bahwa kuatnya kecenderungan
seseorang untuk melakukan suatu tindakan tertentu bergantung pada kekuatan yang
berupa harapan. Bahwa hasil tindakannya tersebut akan diikuti oleh suatu output
tertentu dan daya tarik output tersebut. Suatu pernyataan mendasar yang ingin
dijawab oleh teori ini adalah apa yang menentukan kemauan seseorang untuk
mencurahkan tenaga dan pikiran dalam menjalankan tugas dari organisasi.
Lebih
jauh, teori ini berdalih bahwa motivasi ditentukan oleh pemahaman seorang
individu terhadap hubungan antara usaha dengan kinerja, dan oleh keinginan atau
dambaan terhadap hasil yang dikaitkan dengan berbagai tingkat kinerja. Boleh
dikatakan teori ini melandaskan diri pada suatu logika bahwa orang akan
melakukan apa yang mampu dilakukan apabila ia mau untuk melakukan.
Dalam
tataran praktis teori ini mengatakan bahwa seorang karyawan termotivasi untuk
menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia yakin bahwa upayanya tersebut
akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik. Suatu penilaian kerja
yang baik akan mendorong ganjaran seperti bonus dan promosi dari organisasi.
Teori
ini terfokus pada tiga hubungan, yaitu :
i.
Hubungan
upaya-kinerja, bahwa individu berpresepsi upaya yang dilakukan akan mendorong
kinerja.
ii.
Hubungan
kinerja-ganjaran, berprestasi pada suatu tingkat tertentu akan mendorong
tercapainya suatu output yang diinginkan.
iii.
Hubungan
ganjaran-tujuan pribadi, sejauh mana ganjaran memenuhi tujuan pribadi individu
dan potensi daya tarik dari ganjaran itu kepadanya.
Jadi, untuk menerapkan teori ini seorang pemimpin wajib memahami
tiga hal yaitu :
i.
Harapan, bahwa
seseorang dengan bekerja ia akan dapat mencapai berbagai tingkatan kerja.
ii.
Instrumentalitas,
bahwa berbagai hasil kerja akan timbul sebagai akibat dari pelaksanaan tugas.
iii.
Valensi, bahwa nilai yang diberikan seseorang pada hasil kerja
tersebut.
Secara ringkas, teori ini dapat dinyatakan dalam formula
Teori
harapan membantu menjelaskan mengapa banyak sekali pekerja tidak termotivasi
pada pekerjaan mekera dan melakukan sesuatu yang minimal, semata-mata untuk
menyelamatkan diri. Jadi, pemimpin dituntut untuk proaktif dalam teori ini.[11]
5.
Hubungan
Motivasi dengan Organisasi
Di pekerjaan, kita perlu memengaruhi
bawahan untuk menyelaraskan motivasinya dengan kebutuhan organisasi.
Motivasi kerja adalah hasil dari
kumpulan kekuatan internal dan eksternal yang menyebabkan pekerja memilih jalan
bertindak yang sesuai dan menggunakan perilaku tertentu. Idealnya, perilaku ini
akan diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi (newstrom, 2011 : 109).
Sementara itu, newstrom mengemukakan bahwa sebagai indikator motivasi adalah :
1.
Engagement.
Engagement merupakan janji pekerja untuk menunjukan tingkat antusiasme,
inisiatif, dan usaha untuk meneruskan.
2.
Commitment.
Komitmen adalah suatu tingkatan di mana pekerja mengikat dengan organisasi dan
menunjukan tindakan organizational citizenship.
3.
Satisfaction.
Kepuasan merupakan refleksi pemenuhan kontrak psikologis dan memenuhi harapan
di tempat kerja.
4.
Turnover.
Turnover merupakan kehilangan pekerja yang dihargai.
Pendapat
lain menyatakan bahwa motivasisebagai proses yang memperhitungkan intensitas,
arah dan ketekunan usaha individual terhadap pencapaian tujuan. Motivasi pada
umumnya berkaitan dengan setiap tujuan, sedangkan tujuan organisasional
memfokuskan pada perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan (robbins dan
judge,2011:238).[12]
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Motivasi merupakan dorongan untuk
bertindak terhadap serangkaian proses perilku manusia dengan mempertimbangkan arah
intensitas dan ketekunan pada pencapaian tujuan. Sedangkan elemen yang
terkandung dalam motivasi meliputi unsur membangkitkan, mengarahkan, menjaga,
menunjukan intensitas, bersifat terus-terusan dan adanya tujuan.
Ada beberapa proses yang dapat menimbulkan
motivasi seseorang yaitu diawali dengan adanya kebutuhan yang belum terpenuhi,
adanya pencarian cara-cara untuk memuaskan kebutuhan, kemudian perilaku yang
mengarah pada tujuan, evaluasi prestasi, imbalan atau hukuman, kepuasan, dan
kembali lagi pada kebutuhan yang belum terpenuhi.
Secara garis besar faktor-faktor
yang mempengaruhi adanya motivasi dibagi menjadi dua yaitu karakteristik
individi dan faktor-fakor pekerjaan.
Secara garis besar pua teori-teori
yang terdapat dalam motivasi terbagi menjadi dua yaitu teori-teori awal tentang
motivasi dan toeri-teori komtemporer tentang motivasi.
Motivasi memiliki hubungan erat
dengan organisasi. Hal ini dikarenakan apabila anggota organisasi memiliki
motivasi yang tinggi untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi yang telah
ditetapkan maka organisasi tersebut akan lebih mudah untuk mencapai tujuan yang
ingin dicapai.
B.
SARAN
Dengan adanya makalah ini penulis
berharap dapat memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Organisasi dengan baik.
Penulis berharap makalah ini bisa menjadi bacaan dan inspirasi yang baik
khususnya mahasiswa dan kalangan akademika. Penulis menyadari makalah ini
banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran penulis harapkan untuk
memperbaiki makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ardana,Komang, dkk. Perilaku Keorganisasian. Edisi kedua.Yogyakarta:
Graha Ilmu.2009.
Reksohadiprodjo,dkk. Organisasi Perusahaan, Edisi kedua.
Yogyakarta:BPFE.1987.
Stephen P. Robbins, Timothy A.Judge. Perilaku Organisasi.
Jakarta:Salembe Empat.2015.
Wibowo. Perilaku dalam Organisasi. Edisi 1 cet.1. Jakarta:
Rajawali Pers. 2013.
[1]
Komang Ardana, dkk, Perilaku Keorganisasian, Edisi kedua, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009, hlm.29
[2]
Komang Ardana, dkk, Perilaku Keorganisasian, Edisi kedua, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009, hlm.30
[3]
Wibowo, Perilaku dalam Organisasi, Edisi 1 cet.1, Jakarta: Rajawali
Pers, 2013, hlm.109-110
[4]
Komang Ardana, dkk, Perilaku Keorganisasian, Edisi kedua, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009, hlm.31
[5]
Wibowo, Perilaku dalam Organisasi, Edisi 1 cet.1, Jakarta: Rajawali
Pers, 2013, hlm.112-113
[6]
Komang Ardana, dkk, Perilaku Keorganisasian, Edisi kedua, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009, hlm.32
[7]
Komang Ardana, dkk, Perilaku Keorganisasian, Edisi kedua, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009, hlm.33
[8]
Komang Ardana, dkk, Perilaku Keorganisasian, Edisi kedua, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009, hlm.33-34
[9]
Komang Ardana, dkk, Perilaku Keorganisasian, Edisi kedua, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009, hlm.35
[10]
Komang Ardana, dkk, Perilaku Keorganisasian, Edisi kedua, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009, hlm.36
[11] Komang
Ardana, dkk, Perilaku Keorganisasian, Edisi kedua, Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2009, hlm.36-40
[12] Wibowo,
Perilaku dalam Organisasi, Edisi 1 cet.1, Jakarta: Rajawali Pers, 2013,
hlm.110
0 komentar:
Post a Comment