Kebijakan UU No.41 tentang Wakaf
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di zaman modern ini, salah satu bentuk dan gerakan
wakaf yang banyak mendapat perhatian para cendikiawan dan ulama adalah cash
waqf (wakaf tunai). Dalam sejarah Islam, cash waqf berkembang dengan baik pada
zaman Turki Usmani.
Namun baru belakangan ini menjadi bahan diskusi yang
intensif di kalangan para ulama dan pakar ekonomi Islam. Di Indonesia hasil
diskusi dan kajian itu membuahkan hasil yang menggembirakan, yakni
dimasukkannya dan diaturnya cash waqaf (wakaf tunai) dalam perundangan-undangan
Indonesia melalui UU No 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Dengan demikian, wakaf
tunai telah diakui dalam hukum positif di Indonesia.
Lahirnya Undang-Undang Republik
Indonesia No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf diarahkan untuk memberdayakan wakaf
yang merupakan salah satu instrumen dalam membangun kehidupan sosial ekonomi
umat Islam. Kehadiran Undang-undang wakaf ini menjadi momentum pemberdayaan
wakaf secara produktif, sebab di dalamnya terkandung pemahaman yang
komprehensif dan pola manajemen pemberdayaan potensi wakaf secara modern.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Pengertian Wakaf?
2.
Bagaimana Latar Belakang Lahirnya UU tentang Wakaf?
3.
Bagaimana Pembahasan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004
Mengenai Wakaf?
4.
Apa Saja Kebijakan Pemerintah tentang Wakaf?
5. Apa Saja Manfaat Wakaf ?
6. Bagaimana Anatomi UU Wakaf ?
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wakaf
Perkataan wakaf yang menjadi Bahasa Indonesia, berasal
dari Bahasa Arab dalam bentuk mashdar atau
kata jadian dari kata kerja atau fi’il waqafa. Kata
kerja atau fi’il waqafa ini ada kalanya memerlukan objek (muta’addi) dan objek (lazim). Dalam perpustakaan
sering ditemui synonim waqf ialah habs
waqafa dan habasa dalam
bentuk kata kerja yang bermakna menghentikan dan menahan atau berhenti di
tempat.[1]
Sedangkan menurut Undang-Undang Wakaf
Nomor 41
Tahun 2004 dijelaskan baahwa: “Wakaf
adalah perbuatan hukum wakif
untuk memisahkan sebagian benda miliknya, untuk dimanfaatkan selamanya atau
dalam jangka waktu waktu tertentu sesuai kepentingannya guna keperluan ibadah
dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.”
B.
Latar Belakang Lahirnya UU tentang Wakaf
1.
Eksternal
a.
Pengalaman Beberapa Negara Muslim
Sebagai
pranata keagamaan islam, wakaf telah memperoleh perhatian besar dari
negara-negara muslim. Karena itu, bisa dimengerti jika pengelolaan wakaf di
negara-negara tersebut mengalami perkembangan yang sangat signifikan seperti
Turki, Bangladesh, Mesir dan Malaysia.
b.
Sistem Ekonomi dan Gagasan tentang Wakaf Tunai
Salah satu
perkembangan penting dalam bidang ekonomi adalah sistem investasi yang sangat
beperan dalam setiap negara. Semakin tinggi tingkat investasi suatu negara maka
semakin kuat kemampuan pemerintah untuk mendapatkan pendapatan nasionalnya.
Akan tetapi, investasi yang ada di negara-negara muslim sangat rendah dan harus
bergantung pada pinjaman dana asing. Dari sistem itu, lahirlah gagasan tentang
wakaf tunai yang menjadi faktor penting diajukannya RUU tentang wakaf ke DPR.
Penggunaan wakaf tunai sebagai instrumen keuangan merupakan inovasi dalam
sektor keuangan islam yang dapat memberikan kesempatan berinvestasi dalam
berbagai layanan keagamaan, sosial dan pendidikan. Karena memiliki likuidasi
yang tinggi, memudahkan kita untuk mengubah wakaf ke bentuk lainnya. Lebih
jauh, wakaf tunai ini memperikan peluang partisipasi yang lebih besar kepada
masyarakat untuk berwakaf.
2.
Internal
a.
Pertimbangan Ekonomi dan Kesejahteraan
Sejak 1997,
Indonesia ditimpa oleh krisis ekonomi yang kemudian mengarah pada krisis politik.
Kejadian ini menimbulkan bertambahnya jumlah penduduk miskin di Indonesia.
Sementara itu, pihak yang tergolong dalam kategori miskin hampir semua adalah
orang-orang islam. Pada saat yang sama, jumlah wakaf hingga 2002 sangat besar
mencapai 359.462 lokasi dengan luas keseluruhan 1.472.047.607 m2. Jumlah
ini sangat potensial untuk membantu mengembalikan keadaan ekonomi masyarakat
pada saat itu. Tapi kenyataannya, wakaf sering terlantar dan tidak dikembangkan
secara sungguh-sungguh. Oleh karena itu, muncul gagasan RUU tentang wakaf agar
wakaf dapat bekembang dengan baik dan memberi kontribusi pada masyarakat secara
maksimal.
b.
Pertimbangan Peraturan yang Kurang Memadai
Peraturan
tentang wakaf telah banyak dikeluarkan sesuai dengan lembaga yang terkait
dengan wakaf, akibatnya peraturan-peraturan tersebut tidak integral dan saling
tumpang tindih. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa wakaf tidak akan
berjalan baik. Karena itu, pemerintah memandang perlu adanya sebuah
undang-undang yang dapat memayungi seluruh peraturan wakaf secara lebih kokoh.
c.
Pertimbangan Politik
Wakaf
sebenarnya adalah persoalan agama tetapi karena memiliki nilai ekonomis maka
pemerintah berkepentingan untuk mengembangkannya apalagi Indonesia sedang
mengalami krisis ekonomi. Karena itu, melalui undang-undang ini diharapkan
lembaga keagamaan yang disebut wakaf ini dapat berkembang. Dan di sisi lain
jika berkembang dengan baik, wakaf akan memberikan kontribusi kepada masyarakat
yang pada dasarnya adalah tugas negara.[2]
C. Pembahasan Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf
Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 antara lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Untuk mencapai tujuan
tersebut, perlu menggali dan mengembangkan potensi yang terdapat dalam pranata
keagamaan yang memiliki manfaat ekonomis. Salah satu langkah strategis untuk
meningkatkan kesejahteraan umum, perlu meningkatkan peran wakaf sebagai pranata
keagamaan yang tidak hanya bertujuan menyediakan berbagai sarana ibadah dan
sosial, tetapi juga memiliki kekuatan ekonomi yang berpotensi, antara lain
untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga perlu dikembangkan pemanfaatannya
sesuai dengan prinsip syariah. Praktik wakaf yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat belum sepenuhnya berjalan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai
kasus harta benda wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau
beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian itu,
tidak hanya karena kelalaian atau ketidakmampuan Nazhir dalam mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf tetapi karena juga sikap masyarakat yang kurang
peduli atau belum memahami status harta benda wakaf yang seharusnya dilindungi
demi untuk kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan
wakaf.
Berdasarkan pertimbangan di atas dan untuk memenuhi
kebutuhan hukum dalam rangka pembangunan hukum nasional perlu dibentuk
Undang-Undang tentang Wakaf. Pada dasarnya ketentuan mengenai perwakafan
berdasarkan syariah dan peraturan perundang-undangan dicantumkan kembali dalam
Undang-Undang ini, namun terdapat pula berbagai pokok pengaturan yang baru
antara lain sebagai berikut:
a.
Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf
guna melindungi harta benda wakaf, Undang-Undang ini menegaskan bahwa perbuatan
hukum wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam akta ikrar wakaf dan didaftarkan
serta diumumkan yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan tata cara yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf dan
harus dilaksanakan. Undang-Undang ini tidak memisahkan antara wakaf-ahli yang
pengelolaan dan pemanfaatan harta benda wakaf terbatas untuk kaum kerabat (ahli
waris) dengan wakaf-khairi yang dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat umum
sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.
b.
Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara
umum cenderung terbatas pada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah dan
bangunan, menurut Undang-Undang ini Wakif dapat pula mewakafkan sebagian
kekayaannya berupa harta benda wakaf bergerak, baik berwujud atau tidak
berwujud yaitu uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan
intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lainnya. Dalam hal benda bergerak
berupa uang, Wakif dapat mewakafkan melalui Lembaga Keuangan Syariah. Yang
dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syariah adalah badan hukum Indonesia yang
dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bergerak
di bidang keuangan syariah, misalnya badan hukum di bidang perbankan syariah.
Dimungkinkannya wakaf benda bergerak berupa uang melalui Lembaga Keuangan
Syariah dimaksudkan agar memudahkan Wakif untuk mewakafkan uang miliknya.
c.
Peruntukan harta benda wakaf tidak semata-mata untuk
kepentingan sarana ibadah dan sosial tetapi juga diarahkan untuk memajukan
kesejahteraan umum dengan cara mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta
benda wakaf. Hal itu memungkinkan pengelolaan harta benda wakaf dapat memasuki
wilayah kegiatan ekonomi dalam arti luas sepanjang pengelolaan tersebut sesuai
dengan prinsip manajemen dan ekonomi Syariah.
d.
Untuk mengamankan harta benda wakaf dari campur tangan
pihak ketiga yang merugikan kepentingan wakaf, perlu meningkatkan kemampuan
profesional Nazhir.
e.
Undang-Undang ini juga mengatur pembentukan Badan
Wakaf Indonesia yang dapat mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan
kebutuhan. Badan tersebut merupakan lembaga independen yang melaksanakan tugas
di bidang perwakafan yang melakukan pembinaan terhadap Nazhir, melakukan
pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan
internasional, memberikan persetujuan atas perubahan peruntukan dan status
harta benda wakaf, dan memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah
dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.[3]
D.
Kebijakan Pemerintah tentang Wakaf
1.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang No.41 tentang Wakaf.
3.
Peraturan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang.
4.
Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 1 Tahun 2010
tentang Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Badan Wakaf Indonesia.
5.
Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 2 Tahun 2010
tentang Tata Cara Pendaftaran Nazhir Wakaf Uang.
6.
Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 3 Tahun 2010
tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 2 Tahun 2008
tentang Perwakilan Badan Wakaf.
7.
Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 4 Tahun 2010
tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf.
8.
Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 1 Tahun 2012
tentang Kepegawaian.
9.
Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 2 Tahun 2012
tentang Perwakilan Badan Wakaf Indonesia.[4]
E. Manfaat Wakaf
Ada empat manfaat utama dari wakaf tunai.
a.
Wakaf
tunai
jumlahnya bisa bervariasi sehingga seseorang yang memilki dana terbatas sudah
bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi tuan tanah
terlebih dahulu.
b.
Melalui wakaf
tunai, aset-aset wakaf yang merupakan tanah-tanah kosong bisa mulai
dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau diolah untuk lahan pertanian.
c.
Dana wakaf
tunai juga bisa membantu sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam yang cash
flaow-nya terkadang kembang kempis dan menggaji civitas akademika ala kadarnya.
d.
Umat Islam dapat lebih mandiri dalam mengembangkan
dunia pendidikan tanpa harus terlalu tergantung pada anggaran pendidikan negara
yang memang semakin lama semakin terbatas.[5]
F. Anatomi Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 2004 ini terdiri :
BAB I KETENTUAN UMUM
- Terdiri dari 1 pasal, yaitu pasal 1
BAB II DASAR-DASAR WAKAF
- Terdiri dari 30 pasal, yaitu pasal 2 sampai pasal 31
BAB III PENDAFTARAN DAN PENGUMUMAN HARTA WAKAF
- Terdiri dari 8 pasal, yaitu pasal 32 sampai pasal 39
BAB IV PERUBAHAN STATUS HARTA BENDA WAKAF
- Terdiri dari 2 pasal, yaitu pasal 40 dan pasal 41
BAB V PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN HARTA BENDA WAKAF
- Terdiri dari 5 pasal, yaitu pasal 42 sampai pasal 46
BAB VI BADAN WAKAF INDONESIA
- Terdiri dari 15 pasal, yaitu pasal 47 sampai pasal 61
BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA
- Terdiri dari 1 pasal, yaitu pasal 62
BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
- Terdiri dari 4 pasal, yaitu pasal 63 sampai pasal 66
BAB IX KETENTUAN DAN SANKSI ADMINISTRATIF
- Terdiri dari 2 pasal, yaitu pasal 67 dan pasal 68
BAB X KETENTUAN PERALIHAN
- Terdiri dari 2 pasal, yaitu pasal 69 dan pasal 70
BAB XI KETENTUAN PENUTUP
- Terdiri dari 1 pasal, yaitu pasal 71.[6]
[1] Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia,
(Tangerang : Ciputat Press, 2005), hlm.6
[2] Widyawati, Filantropi Islam dan Kebijakan Negara Pasca Orde Baru : Studi tentang
Undang-Undang Zakat dan Undang-Undang Wakaf, (Bandung : Arsad Press, 2011),
hlm.115-132
[3] Sumuran
Harahap dkk, Proses Lahirnya Undang-Undang No. 41 Tahun
2004 Tentang Wakaf, (Jakarta : Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006),
hlm.2
[4]http://search.hukumonline.com/id/search/browse?q=wakaf&category=kutu_peraturan&sort=fixedDate&order=desc
[6]
http://www.pa-purworejo.go.id/web/9-tahun-usia-undang-undang-wakaf-di-indonesia/