November 10, 2015

Kepribadian Da'i dalam Proses Dakwah

        A. Latar Belakang 
      Dakwah Islam yang dikembangkan oleh Rasulullah SAW pada awalnya adalah mendidik kader-kader dakwah, di mana kader-kader nabi ini nantinya akan menjadi tokoh-tokoh dakwah yang handal dalam menegakkan kalimat Allah yaitu agama Islam. Selain itu diharapkan pula dapat meneladani tingkah Rasulullah sebagai suri teladan yang baik. Seperti firman Allah dalam Al-Quran surah Ali-Imran : 104 :
Artinya : Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. ( Q.S Ali-Imran : 104 )[1]

Juru dakwah (da’i) adalah salah satu faktor dalam kegiatan dakwah yang menempati posisi yang sangat penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan dakwah. Seorang Da’i yang dimaksudkan dalam makalah ini adalah da’i yang bersifat umum. Dalam hal ini berarti bukan saja da’i yang professional, akan tetapi berlaku juga untuk setiap orang yang hendak menyampaikan maupun mengajak orang ke jalan Allah. Setiap orang yang menjalankan aktifitas dakwah, hendakanya memiliki kepribadian yang baik.
               
        B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut:
1.   Apa pengertian kepribadian da’i?
2.   Apa macam-macam kepribadian da’i?
3.   Apa pengaruh kepribadian da’i dalam proses dakwah?
PEMBAHASAN
         A. Pengertian Kepribadian Da’i
Kepribadian menurut kebanyakan orang adalah pengaruh yang ditimbulkan seseorang atas diri orang lain, atau sebagai kesan utama yang ditinggalkan seseorang pada orang lain.
Kepribadian adalah sikap dan perilaku seseorang yang terlihat oleh orang lain di luar dirinya. Sikap dan perilaku itu memberi gambaran mengenai sifat-sifat khas, watak, kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki, minat dan perhatian, hobby, kebiasaan dalain-lain sebagai isi kepribadian seseorang.
Kepribadian adalah kualitas secara keseluruhan dari seseorang yang tampak dari cara-cara berbuat, cara-cara berfikir, cara-cara mengeluarkan pendapat, sikap, minat, filsafat hidup dan kepercayaan. [2]
Sementara para Psikolog memandang kepribadian sebagai struktur dan proses-proses kejiwaan tetap yang mengatur pengalaman-pengalaman seseorang dan membentuk tindakan-tindakan dan respons terhadap lingkungannya dengan cara yang berbeda dengan orang lain. Dengan kata lain, kepribadian menurut Psikolog adalah organisasi dinamis dari organ fisik dan  psikis dari diri individu yang membentuk karakter yang unik dalam penyesuaian dengan lingkungannya.[3]
Kepribadian adalah bagian dari jiwa yang membangun keberadaan manusia menjadi satu kesatuan, tidak terpecah-belah dalam fungsi-fungsi. Memahami kepribadian berarti memahami aku, diri, self, atau memahami manusia seutuhnya. Hal terpenting yang harus diketahui berkaitan dengan pemahaman kepribadian adalah; bahwa pemahaman itu sangat dipengaruhi paradigma yang dipakai sebagai acuan untuk mengembangkan teori itu sendiri. [4]
Kepribadian dalam bahasa Inggris adalah personality. Istilah itu berasal dari bahasa Yunani, yaitu persona, yang berarti topeng dan personare, yang artinya menembus. Istilah topeng berkenaan dengan salah satu atribut yang dipakai oleh para pemain sandiwara pada zaman Yunani Kuno. Dengan topeng yang dikenakan diperkuat dengan gerak-gerik ucapannya, karekter tokoh yang diperankan tersebut dapat menembus keluar, dalam arti dapat dipahami oleh para penonton.
Kemudian, kata persona yang semula berarti topeng, diartikan sebagai pemainnya, yang memainkan peranan seperti digambarkan dalam topeng tersebut. Saat ini, istilah personality oleh para ahli dipakai untuk menunjukan atribut tentang individu, atau menggambarkan apa, mengapa, dan bagaimana tingkah laku manusia.
Banyak ahli yang telah merumuskan definisi kepribadian berdasarkan paradigama yang mereka yakini dan fokus analisis dari teori yang mereka berkembang. Berikut ini adalah pendapat beberapa ahli yang definisinya dapat dipakai acuan dalam mempelajari kepribadian.
a.       Gordon W. W. Allport
Pada mulanya, Allport mendefinisikan kepribadian sebagai “What a man really is”, tetapi definisi tersebut dipandang tidak memadai lalu dia merevisinya. Definisi yang kemudian dirumuskan oleh Alport adalah “kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai system psikofisis yang menentukan cara yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan”.
b.      Krech dan Crutchfield
David Krech dan Richard S. Crutchfield (1969) dalam bukunya Elements of Psychology merumuskan kepribadian, adalah integrasi dari semua karakteristik individu ke dalam suatu kesatuan unik yang menentukan dan dimodifikasi oleh usaha-usahanya dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah terus-menerus.
c.       Adolf Heuken S.J
Kepribadian adalah pola menyeluruh semua kemampuan, perbuatan serta kebiasaan seseorang, baik jasmani, mental, rohani, emosional maupun social.Semua ini telah ditata dalam caranya yang khas di bawah berbagai pengaruh dari luar.Pola ini terwujud dalam tingkah lakunya, dalam usaha menjadi manusia sebagaimana yang dikhendakinya.
Berdasarkan semua definisi tersebut, dapat disimpulkan pokok-pokok pengertian kepribadian sebagai berikut.
1.         Kepribadian merupakan kesatuan yang kompleks, yang terdiri ats psikis, seperti inteligensi, sifat, sikap, minat, cita-cita dan sebagainya, serta aspek fisik, seperti bentuk tubuh, kesehatan jasmani, dan sebagainya.
2.         Kesatuan dari kedua aspek tersebut berinteraksi dengan lingkungannya yang mengalami perubahan secara terus menerus dan terwujudlah pola tingkah laku yang khas atau unik.
3.         Kepribadian bersifat dinamis, artinya selalu mengalami perubahan, tetapi dalam perubahan tersebut terdapat pola-pola yang bersifat tetap.
4.         Kepribadian terwujud berkenaan dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai.[5]

         B.  Macam-Macam Kepribadian Da’i
Kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang da’i terbagi menjadi dua yaitu kepribadian yang bersifat rohaniah dan jasmaniah. Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut:
1.         Kepribadian yang bersifat rohaniah
Kriteria kepribadian yang baik sangat menentukan keberhasilan dakwah, karena pada hakikatnya berdakwah tidak hanya menyampaikan teori, tapi juga harus memberikan teladan bagi umat yang diseru. Keteladanan jauh lebih besar pengaruhnya daripada kata-kata, hal ini sejalan dengan ungkapan hikmah “kenyataan itu lebih menjelaskan dari ucapan”. [6]
a.  Beriman dan bertakwa kepada Allah Swt
Yaitu takwa dengan sebenar-benarnya taqwa, mengimani dan mengikuti aturan-aturan-Nya, melaksanakan segala perinta-Nya dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.
Sifat dasar da’i ini dijelaskan Allah SWT dalam Al-Qur’an :

Artinya: “Apakah kamu menyuruh manusia berbuat kebaikan padahal kamu lupa terhadap dirimu sendiri sedangkan kamu sendiri membaca kitab Tuhan. Apakah kamu tidak berpikir.” (QS. Al-Baqarah,  2 : 44)

b. Ahli taubat
Sifat taubat dalam diri da’i, berarti ia harus mampu untuk lebih menjaga atau takut untuk berbuat maksiat atau dosa dibandingkan orang-orang yang menjadi mad’u-nya. Jika ia merasa telah melakukan dosa atau maksiat hendaklah ia bergegas untuk bertaubat dan menyesali atas perbuatannya dengan mengikuti panggilan Ilahi.
c.  Ahli Ibadah
Seorang da’i adalah mereka yang selalu beribadah kepada Allah dalam setiap gerakan, perbuatan atau perkataan di mana pun dan kapan pun. Dan segala ibadahnya ditujukan dan diperuntukkan hanya kepada Allah, dan bukan karena manusia (riya’).
d. Amanah dan Shidiq
Amanah (terpercaya) dan Shidiq (jujur) adalah sifat utama yang harus dimilki seorang da’i sebelum sifat-sifat yang lain, karena ia merupakan sifat yang dimiliki oleh seluruh para nabi dan rasul. Amanah dan shidq adalah dua sifat yang selalu ada bersama, karena amanah selalu bersamaan dengan shidq (kejujuran), maka tidak ada manusia jujur yang tidak terpercaya, dan tidak ada manusia terpercaya yang tidak jujur. Amanah dan shidq merupakan hiasan para nabi dan orang-orang saleh, dan mestinya juga menjadi hiasan dalam pribadi da’i karena apabila seorang da’i memiliki sifat dapat dipercaya dan jujur maka mad’u akan cepat percaya dan menerima ajakan dakwahnya.
e.  Pandai bersyukur
Orang-orang yang bersyukur adalah orang-orang yang merasakan karunia Allah dalam dirinya, sehingga perbuatan dan ungkapannya merupakan realisasi dari rasa kesyukuran tersebut. Syukur dengan perbuatan berarti melakukan kebaikan, syukur dengan lisan berarti selalu mengucapkan ungkapan-ungkapan yang baik (kalimat thayyibat). Syukur juga mempunyai dua dimensi, syukur kepada Allah dan syukur kepada manusia. Seorang da’i yang baik adalah da’i yang mampu menghargai nikmat-nikmat Allah dan menghargai kebaikan orang lain.
f.  Tulus ikhlas dan tidak mementingkan pribadi
Apa yang dilakukan seorang da’i merupakan bagian dari perhatiannya kepada umat, ia menginginkan umat beriman dan selamat dunia akhirat.
g. Ramah dan penuh pengertian
Yaitu menunjukkan sikap hormat dan menghargai kepada siapapun.
h. Tawaddu (rendah hati)
Rendah hati bukanlah rendah diri (merasa terhina dibanding derajat dan martabat orang lain), tawaddu (rendah hati) dalam hal ini adalah sopan dalam pergaulan, tidak sombong, tidak suka menghina, dan mencela orang lain. Da’i yang mempunyai  sifat tawaddu akan selalu disenangi dan dihormati orang karena tidak sombong dan berbangga diri yang dapat menyakiti perasaan orang lain.
i.  Sederhana dan jujur
Kesederhanaan adalah merupakan pangkal keberhasilan dakwah, dalam kehidupan sehari-hari selalu ekonomis dalam memenuhi kebutuhan. Sederhana di sini adalah tidak bermegah-megahan, angkuh dan sebagainya, sehingga dengan sifat sederhana seorang ini orang tidak merasa segan dan takut kepadanya.
j.  Tidak memiliki sifat egois
Ego adalah suatu watak yang menonjolkan keakuan, angkuh dalam pergaulan, merasa diri paling hebat, terhormat, dan lain-lain. Sifat ini benar-benar harus dijauhi oleh da’i. Orang yang mempunyai sifat ego hanya akan mementingkan dirinya sendiri, maka bagaimana mungkin seorang da’i akan dapat bergaul dan memengaruhi orang lain jika ia sendiri tidak peduli dengan orang lain.
k. Sabar dan tawakal
Yaitu sikap pasrah dan menyerahkan segala sesuatu kepada Allah setelah berusaha secara maksimal.
l.  Memiliki jiwa toleran
Toleransi dapat dipahami sebagai suatu sikap pengertian dan dapat mengadaptasi diri secara positif (menguntungkan bagi diri sendiri maupun orang lain) bukan toleransi dalam arti mengikuti jejak lingkungan. Salah satu contoh ayat yang menunjukkan sifat toleransi dalam surat Al-Kafirun ayat 6 yang artinya “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.”
m.   Sifat terbuka (demokratis)
Seorang da’i adalah manusia biasa yang juga tidak luput dari salah dan lupa. Karena itu agar dakwah dapat berhasil, da’i diharuskan memiliki sifat terbuka dalam arti bila ada kritikan dan saran hendaklah diterima dengan gembira, bila ia mendapat kesulitan sanggup bermusyawarah dan tidak berpegang teguh pada pendapat (ide) nya yang kurang baik. 
n.   Tidak memiliki penyakit hati
Sombong, dengki, ujub, dan iri harus disingkirkan dari sanubari seorang da’i. Tanpa membersihkan sanubari dari sifat-sifat tersebut, tidak mungkin tujuan dakwah akan tercapai. Salah satu contoh penyakit hati bila seseorang merasa iri bila temannya mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat, sifat tersebut membuat seseorang tidak mungkin mengajak kepada kebaikan bila dirinya sendiri iri melihat sasaran dakwah mendapat kebahagiaan.
o.    Berakhlak mulia
Dalam kata lain, memiliki budi pekerti yang mulia dalam seluruh perkataan dan perbuatannya. Rasulullah SAW sendiri diutus tidak lain untuk memperbaiki moralitas umat manusia.
p.    Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani
Menjadi teladan atau figur, kreatif inovatif, dan memotivasi secara positif.
q.    Disiplin dan bijaksana
Menepati seluruh norma agama dan masyarakat dan melakukan sesuatu penuh pemikiran dan pertimbangan yang matang.
r.     Wara’ dan berwibawa
Sikap wara’ adalah menjauhkan perbuatan-perbuatan yang kurang berguna dan mengindahkan amal shaleh, sikap ini dapat menimbulkan kewibawaan seorang da’i. Sebab  kewibawaan merupakan faktor yang mempengaruhi seseorang untuk percaya menerima suatu ajakan.
s.    Berpengetahuan yang cukup
Dalam arti memiliki pengetahuan yang memadai mengenai segala hal yang berhubungan dengan dakwahnya. Untuk menjadikan pesan dakwah sampai secara tepat kepada mad’u, seorang da’i juga harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang semua hal yang berhubungan dengan mad’u baik bahasa, tradisi, psikologis, budaya, dan temperamen (emosional) mad’u.
2.         Kepribadian yang bersifat jasmani
a.         Sehat jasmani
Dakwah memerlukan akal yang sehat, sedangkan akal yang sehat terdapat pada badan yang sehat pula. Di samping itu, dengan kesehatan jasmani seorang Da’i mampu memikul beban dan tugas dakwah.[7]
b.        Berpakaian sopan dan rapi
Pakaian yang sopan, praktis dan pantas mendorong rasa simpati seseorang pada orang lain bahkan pakaian berdampak pada kewibawaan seseorang.[8]

         C. Pengaruh Kepribadian Da’i dalam Proses Dakwah
Sebagaimana telah difirmankan oleh Allah Ta’ala di dalam al-Quran (an-Nahl [16]:125), bahwa salah satu metode dakwah yang bisa kita pergunakan untuk mengajak umat manusia menjadi hamba-hamba Allah, yaitu dakwah bil-hikmah (kebaikan atau contoh yang baik). Metode ini apabila dilakukan dengan baik dan terarah, maka kekuatan dari dakwah akan memberikan dampaknya yang cukup signifikan kepada umat manusia.
Dakwah dengan kepribadian yang baik telah teruji dan terbukti keberhasilannya karena secara praksis telah diterapkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat RA. Hal ini membuktikan bahwa kekuatan dari dakwah bil-hikmah dengan mengedepankan akhlaqul karimah bisa menjadi senjata dakwah yang sangat ampuh.
Di dalam surat an-Nahl ayat 125 Allah telah berfirman kepada orang-orang yang beriman untuk menyampaikan dakwah dengan penuh kebijaksanaan dan memberikan nasehat yang baik. Oleh karena itu, dengan menunjukkan akhlak yang mulia kepada mad’u (objek dakwah),akan dapat memberikan pengaruh positif yang sangat besar untuk bisa menundukkan hatinya. Karena pada dasarnya ketika berdakwah yang harus ditundukkan adalah hati si mad’u.Dan memang dakwah bil-hikmah inilah yang sangat ditekankan oleh Rasulullah SAW.
Di dalam beberapa riwayat kita bisa mengambil pelajaran yang berharga tentang keefektifan dari dakwah bil-hikmah ini,salah satu diantaranya adalah tentang bagaimana masuk Islamnya Abu Bakar RA. Menurut Mush’ab bin Zubair, kaum muslimin sepakat manamakannya sebagai ash-Shiddiq sebab dialah yang pertama kali dan bersegera menyatakan kebenaran Rasulullah SAW serta selalu bersikap jujur dan benar. Dan Abu Bakar RA tidak serta merta masuk Islam tanpa dalil dan hujah apapun,akan tetapi akhlak mulia yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW di sepanjang hidup beliau adalah merupakan dalil jitu dan paling kuat yang menyebabkan Abu Bakar RA langsung menyatakan diri masuk Islam setelah pendakwaan kerasulan dari Nabi Muhammad SAW. Kekuatan karakter dan akhlak fadhilah dari YM Rasulullah SAW lah yang dapat menundukkan hati Abu Bakar RA. Sebagaimana di berbagai riwayat disebutkan bahwa, sebelum pendakwaan kerasulannya, beliau SAW sudah masyhur dengan kepribadiannya yang santun,jujur dan berakhlak tinggi. Sehingga orang-orang Quraisy memberikan gelar al-amin (yang dapat dipercaya) terhadap beliau SAW, jauh sebelum pendakwaan kerasulan beliau SAW. Oleh karena itu di dalam al-Quran Allah Ta’ala berfirman :

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu suri teladan yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21).
Berhasil atau tidaknya suatu kegiatan dakwah sangat ditentukan oleh kepribadian juru dakwah. Sikap penuh keyakinan bahwa dakwah yang disampaikan akan diterima dengan baik oleh pendengar, sikap yakin bahwa apa yang disampaikan adalah perintah Allah SWT, serta sikap optimis dan pantang menyerah adalah cirri-ciri kepribadia seorang juru dakwah.
Jika diteropong dengan Psikologi, kepribadian Da’i sangat berhubungan erat dengan keberhasialan atau kesuksesan kegiatan dakwah. Dalam melaksanakan kegiatan dakwah akan banyak cobaan yang dihadapi oleh juru dakwah. Oleh Karena itu kepribadian seorang da’i berperan penting dalam keberhasilan proses dakwah.[9]

PENUTUP
         A. Kesimpulan
Kepribadian adalah bagian dari jiwa yang membangun keberadaan manusia menjadi satu kesatuan, tidak terpecah-belah dalam fungsi-fungsi. Kepribadian dalam bahasa Inggris adalah personality. Istilah itu berasal dari bahasa Yunani, yaitu persona, yang berarti topeng dan personare, yang artinya menembus.  Kepribadian merupakan kesatuan yang kompleks, yang terdiri ats psikis, seperti inteligensi, sifat, sikap, minat, cita-cita dan sebagainya, serta aspek fisik, seperti bentuk tubuh, kesehatan jasmani, dan sebagainya.
Kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang da’i terbagi menjadi dua yaitu kepribadian yang bersifat rohaniah dan jasmaniah. Kepribadian yang bersifat rohaniah di antaranya beriman dan bertakwa kepada Allah Swt, ahli taubat, ahli ibadah, amanah dan shiddiq, dan lain sebagainya. Kepribadian yang bersifat jasmaniah yakni sehat jasmani dan berpakaian sopan dan rapi.
Berhasil atau tidaknya suatu kegiatan dakwah sangat ditentukan oleh kepribadian juru dakwah. Sikap penuh keyakinan bahwa dakwah yang disampaikan akan diterima dengan baik oleh pendengar, sikap yakin bahwa apa yang disampaikan adalah perintah Allah SWT, serta sikap optimis dan pantang menyerah adalah cirri-ciri kepribadia seorang juru dakwah.

         B. Saran
Dengan adanya makalah ini penulis berharap dapat memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Dakwah dengan baik. Penulis berharap makalah ini bisa menjadi bahan bacaan dan inspirasi yang baik khususnya bagi mahasiswa dan kalangan akademika. Penulis menyadari makalah ini banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran penulis harapkan untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. Psikologi Kepribadian. Malang: Umm Press. 2009.
Ancok, Djamaluddin dan Fuad Nashori S. Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1995.
Faizah dan Lalu Machsin Effendi. Psikologi Dakwah. Jakarta: Kencana. 2006.
Jaenudin, Ujam. Psikologi Kepribadian. Bandung: CV Pustaka Setia. 2012.
Syukir, Asmuni. Dasar-Dasar Strategi Dakwah. Surabaya: Al-Ikhlas. 1983.
Alsam, Rizal. Mengenal Dai dan Kepribadianya. http://rizalalsam.blogspot.com/2010/12/ mengenal-dai-dan-kepribadiannya. Diakses pada tanggal 7 November 2015 pukul 08:02 WIB.
Anonim. Surat Ali Imran Ayat 104 dan Artinya.  http://www.surat-yasin.com/2015/04/surat-ali-imran-ayat-104-dan-artinya.html. Diakses pada tanggal 06 November 2015 pukul 22.00 WIB.



[1]Anonim, Surat Ali Imran Ayat 104 dan Artinya, http://www.surat-yasin.com/2015/04/surat-ali-imran-ayat-104-dan-artinya.html, diakses pada tanggal 06 November 2015 pukul 22.00 WIB.
[2]Rizal Alsam, Mengenal Dai dan Kepribadianya, http://rizalalsam.blogspot.com/2010/12/mengenal-dai-dan-kepribadiannya, diakses pada tanggal 7 November 2015 pukul 08:02 WIB.
[3]Faizah dan Lalu Machsin Effendi, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 57.
[4]Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang: Umm Press, 2009), hlm. 2.
[5]Ujam Jaenudin, Psikologi Kepribadian, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), hlm. 116-118.
[6]Faizah dan Lalu Muchsin Effendi, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009),  hlm. 90.
[7]Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hlm. 35- 48.
[8]Faizah dan Lalu Machsin Effendi. Psikologi Dakwah. (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 99.
[9]Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashori S., Psikologi Islami. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1995), hlm. 24.

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2015 Baca Online dan Seputar Blog
| Distributed By Gooyaabi Templates