Kepribadian Da'i dalam Proses Dakwah
A. Latar Belakang
Dakwah
Islam yang dikembangkan oleh Rasulullah SAW pada awalnya adalah mendidik
kader-kader dakwah, di mana kader-kader nabi ini nantinya akan menjadi
tokoh-tokoh dakwah yang handal dalam menegakkan kalimat Allah yaitu agama Islam.
Selain itu diharapkan pula dapat meneladani tingkah Rasulullah sebagai suri
teladan yang baik. Seperti firman Allah dalam Al-Quran surah Ali-Imran : 104 :
Artinya : Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung. ( Q.S Ali-Imran : 104 )[1]
Juru dakwah (da’i)
adalah salah satu faktor dalam kegiatan dakwah yang menempati posisi yang
sangat penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan dakwah. Seorang
Da’i yang dimaksudkan dalam makalah ini adalah da’i yang bersifat umum. Dalam
hal ini berarti bukan saja da’i yang professional, akan tetapi berlaku juga
untuk setiap orang yang hendak menyampaikan maupun mengajak orang ke jalan
Allah. Setiap orang yang menjalankan aktifitas dakwah, hendakanya memiliki
kepribadian yang baik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut:
1. Apa pengertian kepribadian da’i?
2. Apa macam-macam kepribadian da’i?
3. Apa pengaruh kepribadian da’i dalam proses
dakwah?
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepribadian Da’i
Kepribadian menurut
kebanyakan orang adalah pengaruh yang ditimbulkan seseorang atas diri orang
lain, atau sebagai kesan utama yang ditinggalkan seseorang pada orang lain.
Kepribadian adalah
sikap dan perilaku seseorang yang terlihat oleh orang lain di luar dirinya.
Sikap dan perilaku itu memberi gambaran mengenai sifat-sifat khas, watak,
kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki, minat dan perhatian, hobby, kebiasaan
dalain-lain sebagai isi kepribadian seseorang.
Kepribadian adalah
kualitas secara keseluruhan dari seseorang yang tampak dari cara-cara berbuat,
cara-cara berfikir, cara-cara mengeluarkan pendapat, sikap, minat, filsafat
hidup dan kepercayaan. [2]
Sementara para
Psikolog memandang kepribadian sebagai struktur dan proses-proses kejiwaan
tetap yang mengatur pengalaman-pengalaman seseorang dan membentuk
tindakan-tindakan dan respons terhadap lingkungannya dengan cara yang berbeda
dengan orang lain. Dengan kata lain, kepribadian menurut Psikolog adalah
organisasi dinamis dari organ fisik dan
psikis dari diri individu yang membentuk karakter yang unik dalam
penyesuaian dengan lingkungannya.[3]
Kepribadian adalah
bagian dari jiwa yang membangun keberadaan manusia menjadi satu kesatuan, tidak
terpecah-belah dalam fungsi-fungsi. Memahami kepribadian berarti memahami aku,
diri, self, atau memahami manusia seutuhnya. Hal terpenting yang harus
diketahui berkaitan dengan pemahaman kepribadian adalah; bahwa pemahaman itu
sangat dipengaruhi paradigma yang dipakai sebagai acuan untuk mengembangkan
teori itu sendiri. [4]
Kepribadian dalam
bahasa Inggris adalah personality. Istilah
itu berasal dari bahasa Yunani, yaitu
persona, yang berarti topeng dan personare,
yang artinya menembus. Istilah topeng berkenaan dengan salah satu atribut yang
dipakai oleh para pemain sandiwara pada zaman Yunani Kuno. Dengan topeng yang
dikenakan diperkuat dengan gerak-gerik ucapannya, karekter tokoh yang diperankan
tersebut dapat menembus keluar, dalam arti dapat dipahami oleh para penonton.
Kemudian, kata
persona yang semula berarti topeng, diartikan sebagai pemainnya, yang memainkan
peranan seperti digambarkan dalam topeng tersebut. Saat ini, istilah personality
oleh para ahli dipakai untuk menunjukan atribut tentang individu, atau
menggambarkan apa, mengapa, dan bagaimana tingkah laku manusia.
Banyak
ahli yang telah merumuskan definisi kepribadian berdasarkan paradigama yang
mereka yakini dan fokus analisis dari teori yang mereka berkembang. Berikut ini
adalah pendapat beberapa ahli yang definisinya dapat dipakai acuan dalam
mempelajari kepribadian.
a. Gordon W. W. Allport
Pada mulanya, Allport mendefinisikan
kepribadian sebagai “What a man really
is”, tetapi definisi tersebut dipandang tidak memadai lalu dia merevisinya.
Definisi yang kemudian dirumuskan oleh Alport adalah “kepribadian adalah
organisasi dinamis dalam individu sebagai system psikofisis yang menentukan
cara yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan”.
b. Krech dan Crutchfield
David Krech dan Richard S. Crutchfield (1969)
dalam bukunya Elements of Psychology merumuskan kepribadian, adalah integrasi
dari semua karakteristik individu ke dalam suatu kesatuan unik yang menentukan
dan dimodifikasi oleh usaha-usahanya dalam menyesuaikan diri terhadap
lingkungan yang berubah terus-menerus.
c. Adolf Heuken S.J
Kepribadian
adalah pola menyeluruh semua kemampuan, perbuatan serta kebiasaan seseorang,
baik jasmani, mental, rohani, emosional maupun social.Semua ini telah ditata
dalam caranya yang khas di bawah berbagai pengaruh dari luar.Pola ini terwujud
dalam tingkah lakunya, dalam usaha menjadi manusia sebagaimana yang
dikhendakinya.
Berdasarkan
semua definisi tersebut, dapat disimpulkan pokok-pokok pengertian kepribadian
sebagai berikut.
1. Kepribadian
merupakan kesatuan yang kompleks, yang terdiri ats psikis, seperti inteligensi,
sifat, sikap, minat, cita-cita dan sebagainya, serta aspek fisik, seperti
bentuk tubuh, kesehatan jasmani, dan sebagainya.
2. Kesatuan
dari kedua aspek tersebut berinteraksi dengan lingkungannya yang mengalami
perubahan secara terus menerus dan terwujudlah pola tingkah laku yang khas atau
unik.
3. Kepribadian
bersifat dinamis, artinya selalu mengalami perubahan, tetapi dalam perubahan
tersebut terdapat pola-pola yang bersifat tetap.
4. Kepribadian terwujud berkenaan dengan
tujuan-tujuan yang ingin dicapai.[5]
B. Macam-Macam Kepribadian Da’i
Kepribadian yang harus
dimiliki oleh seorang da’i terbagi menjadi dua yaitu kepribadian yang bersifat
rohaniah dan jasmaniah. Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut:
1. Kepribadian yang bersifat
rohaniah
Kriteria
kepribadian yang baik sangat menentukan keberhasilan dakwah, karena pada
hakikatnya berdakwah tidak hanya menyampaikan teori, tapi juga harus memberikan
teladan bagi umat yang diseru. Keteladanan jauh lebih besar pengaruhnya
daripada kata-kata, hal ini sejalan dengan ungkapan hikmah “kenyataan itu lebih
menjelaskan dari ucapan”. [6]
a. Beriman dan bertakwa kepada Allah
Swt
Yaitu takwa
dengan sebenar-benarnya taqwa, mengimani dan mengikuti aturan-aturan-Nya,
melaksanakan segala perinta-Nya dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.
Sifat dasar
da’i ini dijelaskan Allah SWT dalam Al-Qur’an :
Artinya: “Apakah
kamu menyuruh manusia berbuat kebaikan padahal kamu lupa terhadap dirimu
sendiri sedangkan kamu sendiri membaca kitab Tuhan. Apakah kamu tidak berpikir.” (QS. Al-Baqarah, 2 : 44)
b. Ahli taubat
Sifat
taubat dalam diri da’i, berarti ia harus mampu untuk lebih menjaga atau takut
untuk berbuat maksiat atau dosa dibandingkan orang-orang yang menjadi
mad’u-nya. Jika ia merasa telah melakukan dosa atau maksiat hendaklah ia
bergegas untuk bertaubat dan menyesali atas perbuatannya dengan mengikuti
panggilan Ilahi.
c. Ahli Ibadah
Seorang
da’i adalah mereka yang selalu beribadah kepada Allah dalam setiap gerakan,
perbuatan atau perkataan di mana pun dan kapan pun. Dan segala ibadahnya
ditujukan dan diperuntukkan hanya kepada Allah, dan bukan karena manusia
(riya’).
d. Amanah dan Shidiq
Amanah
(terpercaya) dan Shidiq (jujur) adalah sifat utama yang harus dimilki seorang
da’i sebelum sifat-sifat yang lain, karena ia merupakan sifat yang dimiliki
oleh seluruh para nabi dan rasul. Amanah dan shidq adalah dua sifat yang selalu
ada bersama, karena amanah selalu bersamaan dengan shidq (kejujuran), maka
tidak ada manusia jujur yang tidak terpercaya, dan tidak ada manusia terpercaya
yang tidak jujur. Amanah dan shidq merupakan hiasan para nabi dan orang-orang
saleh, dan mestinya juga menjadi hiasan dalam pribadi da’i karena apabila
seorang da’i memiliki sifat dapat dipercaya dan jujur maka mad’u akan cepat
percaya dan menerima ajakan dakwahnya.
e. Pandai bersyukur
Orang-orang
yang bersyukur adalah orang-orang yang merasakan karunia Allah dalam dirinya,
sehingga perbuatan dan ungkapannya merupakan realisasi dari rasa kesyukuran
tersebut. Syukur dengan perbuatan berarti melakukan kebaikan, syukur dengan
lisan berarti selalu mengucapkan ungkapan-ungkapan yang baik (kalimat
thayyibat). Syukur juga mempunyai dua dimensi, syukur kepada Allah dan syukur
kepada manusia. Seorang da’i yang baik adalah da’i yang mampu menghargai
nikmat-nikmat Allah dan menghargai kebaikan orang lain.
f. Tulus ikhlas dan tidak mementingkan pribadi
Apa yang
dilakukan seorang da’i merupakan bagian dari perhatiannya kepada umat, ia
menginginkan umat beriman dan selamat dunia akhirat.
g. Ramah dan penuh pengertian
Yaitu
menunjukkan sikap hormat dan menghargai kepada siapapun.
h. Tawaddu (rendah hati)
Rendah hati
bukanlah rendah diri (merasa terhina dibanding derajat dan martabat orang
lain), tawaddu (rendah hati) dalam hal ini adalah sopan dalam pergaulan, tidak
sombong, tidak suka menghina, dan mencela orang lain. Da’i yang mempunyai sifat tawaddu akan selalu disenangi dan
dihormati orang karena tidak sombong dan berbangga diri yang dapat menyakiti
perasaan orang lain.
i. Sederhana dan jujur
Kesederhanaan
adalah merupakan pangkal keberhasilan dakwah, dalam kehidupan sehari-hari
selalu ekonomis dalam memenuhi kebutuhan. Sederhana di sini adalah tidak
bermegah-megahan, angkuh dan sebagainya, sehingga dengan sifat sederhana
seorang ini orang tidak merasa segan dan takut kepadanya.
j. Tidak memiliki sifat egois
Ego adalah
suatu watak yang menonjolkan keakuan, angkuh dalam pergaulan, merasa diri
paling hebat, terhormat, dan lain-lain. Sifat ini benar-benar harus dijauhi
oleh da’i. Orang yang mempunyai sifat ego hanya akan mementingkan dirinya
sendiri, maka bagaimana mungkin seorang da’i akan dapat bergaul dan memengaruhi
orang lain jika ia sendiri tidak peduli dengan orang lain.
k. Sabar dan tawakal
Yaitu sikap
pasrah dan menyerahkan segala sesuatu kepada Allah setelah berusaha secara
maksimal.
l. Memiliki jiwa toleran
Toleransi
dapat dipahami sebagai suatu sikap pengertian dan dapat mengadaptasi diri
secara positif (menguntungkan bagi diri sendiri maupun orang lain) bukan
toleransi dalam arti mengikuti jejak lingkungan. Salah satu contoh ayat yang
menunjukkan sifat toleransi dalam surat Al-Kafirun ayat 6 yang artinya “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.”
m. Sifat terbuka (demokratis)
Seorang
da’i adalah manusia biasa yang juga tidak luput dari salah dan lupa. Karena itu
agar dakwah dapat berhasil, da’i diharuskan memiliki sifat terbuka dalam arti
bila ada kritikan dan saran hendaklah diterima dengan gembira, bila ia mendapat
kesulitan sanggup bermusyawarah dan tidak berpegang teguh pada pendapat (ide)
nya yang kurang baik.
n. Tidak
memiliki penyakit hati
Sombong,
dengki, ujub, dan iri harus disingkirkan dari sanubari seorang da’i. Tanpa
membersihkan sanubari dari sifat-sifat tersebut, tidak mungkin tujuan dakwah
akan tercapai. Salah satu contoh penyakit hati bila seseorang merasa iri bila
temannya mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat, sifat tersebut membuat
seseorang tidak mungkin mengajak kepada kebaikan bila dirinya sendiri iri
melihat sasaran dakwah mendapat kebahagiaan.
o. Berakhlak mulia
Dalam kata
lain, memiliki budi pekerti yang mulia dalam seluruh perkataan dan
perbuatannya. Rasulullah SAW sendiri diutus tidak lain untuk memperbaiki
moralitas umat manusia.
p. Ing
ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani
Menjadi
teladan atau figur, kreatif inovatif, dan memotivasi secara positif.
q. Disiplin
dan bijaksana
Menepati
seluruh norma agama dan masyarakat dan melakukan sesuatu penuh pemikiran dan
pertimbangan yang matang.
r. Wara’
dan berwibawa
Sikap wara’
adalah menjauhkan perbuatan-perbuatan yang kurang berguna dan mengindahkan amal
shaleh, sikap ini dapat menimbulkan kewibawaan seorang da’i. Sebab kewibawaan merupakan faktor yang mempengaruhi
seseorang untuk percaya menerima suatu ajakan.
s. Berpengetahuan
yang cukup
Dalam arti
memiliki pengetahuan yang memadai mengenai segala hal yang berhubungan dengan
dakwahnya. Untuk menjadikan pesan dakwah sampai secara tepat kepada mad’u,
seorang da’i juga harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang semua hal
yang berhubungan dengan mad’u baik bahasa, tradisi, psikologis, budaya, dan
temperamen (emosional) mad’u.
2. Kepribadian yang
bersifat jasmani
a.
Sehat jasmani
Dakwah
memerlukan akal yang sehat, sedangkan akal yang sehat terdapat pada badan yang
sehat pula. Di samping itu, dengan kesehatan jasmani seorang Da’i
mampu memikul beban dan tugas dakwah.[7]
b.
Berpakaian sopan
dan rapi
Pakaian
yang sopan, praktis dan pantas mendorong rasa simpati seseorang pada orang lain
bahkan pakaian berdampak pada kewibawaan seseorang.[8]
C. Pengaruh Kepribadian Da’i dalam Proses Dakwah
Sebagaimana telah difirmankan oleh Allah Ta’ala di
dalam al-Quran (an-Nahl [16]:125), bahwa salah
satu metode dakwah yang bisa kita pergunakan untuk mengajak umat manusia
menjadi hamba-hamba Allah, yaitu dakwah bil-hikmah (kebaikan atau contoh yang
baik). Metode ini apabila dilakukan dengan baik dan terarah, maka kekuatan dari dakwah akan memberikan dampaknya
yang cukup signifikan kepada umat manusia.
Dakwah dengan kepribadian yang baik telah teruji dan
terbukti keberhasilannya karena secara praksis telah diterapkan oleh Rasulullah
SAW dan para sahabat RA. Hal ini membuktikan bahwa kekuatan dari dakwah
bil-hikmah dengan mengedepankan akhlaqul karimah bisa menjadi senjata dakwah
yang sangat ampuh.
Di dalam surat an-Nahl ayat 125 Allah telah berfirman
kepada orang-orang yang beriman untuk menyampaikan dakwah dengan penuh
kebijaksanaan dan memberikan nasehat yang baik. Oleh karena itu, dengan
menunjukkan akhlak yang mulia kepada mad’u (objek dakwah),akan dapat memberikan
pengaruh positif yang sangat besar untuk bisa menundukkan hatinya. Karena pada
dasarnya ketika berdakwah yang harus ditundukkan adalah hati si mad’u.Dan
memang dakwah bil-hikmah inilah yang sangat ditekankan oleh Rasulullah SAW.
Di dalam beberapa riwayat kita bisa mengambil
pelajaran yang berharga tentang keefektifan dari dakwah bil-hikmah ini,salah
satu diantaranya adalah tentang bagaimana masuk Islamnya Abu Bakar RA. Menurut
Mush’ab bin Zubair, kaum muslimin sepakat manamakannya sebagai ash-Shiddiq
sebab dialah yang pertama kali dan bersegera menyatakan kebenaran Rasulullah
SAW serta selalu bersikap jujur dan benar. Dan Abu Bakar RA tidak serta merta
masuk Islam tanpa dalil dan hujah apapun,akan tetapi akhlak mulia yang
ditunjukkan oleh Rasulullah SAW di sepanjang hidup beliau adalah merupakan
dalil jitu dan paling kuat yang menyebabkan Abu Bakar RA langsung menyatakan
diri masuk Islam setelah pendakwaan kerasulan dari Nabi Muhammad SAW. Kekuatan
karakter dan akhlak fadhilah dari YM Rasulullah SAW lah yang dapat menundukkan
hati Abu Bakar RA. Sebagaimana di berbagai riwayat disebutkan bahwa, sebelum
pendakwaan kerasulannya, beliau SAW sudah masyhur dengan kepribadiannya yang
santun,jujur dan berakhlak tinggi. Sehingga orang-orang Quraisy memberikan
gelar al-amin (yang dapat dipercaya) terhadap beliau SAW, jauh sebelum
pendakwaan kerasulan beliau SAW. Oleh karena
itu di dalam al-Quran Allah Ta’ala berfirman :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu suri teladan yang baik bagi
kalian (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21).
Berhasil atau tidaknya suatu
kegiatan dakwah sangat ditentukan oleh kepribadian juru dakwah. Sikap penuh
keyakinan bahwa dakwah yang disampaikan akan diterima dengan baik oleh
pendengar, sikap yakin bahwa apa yang disampaikan adalah perintah Allah SWT,
serta sikap optimis dan pantang menyerah adalah cirri-ciri kepribadia seorang
juru dakwah.
Jika diteropong dengan
Psikologi, kepribadian Da’i sangat berhubungan erat dengan keberhasialan atau kesuksesan
kegiatan dakwah. Dalam melaksanakan kegiatan dakwah akan banyak cobaan yang
dihadapi oleh juru dakwah. Oleh Karena itu kepribadian seorang da’i berperan
penting dalam keberhasilan proses dakwah.[9]
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepribadian adalah
bagian dari jiwa yang membangun keberadaan manusia menjadi satu kesatuan, tidak
terpecah-belah dalam fungsi-fungsi. Kepribadian dalam bahasa Inggris adalah personality. Istilah itu berasal dari
bahasa Yunani, yaitu persona, yang
berarti topeng dan personare, yang
artinya menembus. Kepribadian merupakan
kesatuan yang kompleks, yang terdiri ats psikis, seperti inteligensi, sifat,
sikap, minat, cita-cita dan sebagainya, serta aspek fisik, seperti bentuk
tubuh, kesehatan jasmani, dan sebagainya.
Kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang da’i terbagi menjadi
dua yaitu kepribadian yang bersifat rohaniah dan jasmaniah. Kepribadian yang bersifat rohaniah di
antaranya beriman dan bertakwa kepada Allah
Swt, ahli
taubat, ahli ibadah, amanah dan shiddiq, dan lain
sebagainya. Kepribadian yang bersifat jasmaniah yakni sehat jasmani dan berpakaian sopan dan rapi.
Berhasil atau tidaknya suatu
kegiatan dakwah sangat ditentukan oleh kepribadian juru dakwah. Sikap penuh
keyakinan bahwa dakwah yang disampaikan akan diterima dengan baik oleh
pendengar, sikap yakin bahwa apa yang disampaikan adalah perintah Allah SWT,
serta sikap optimis dan pantang menyerah adalah cirri-ciri kepribadia seorang
juru dakwah.
B. Saran
Dengan adanya
makalah ini penulis berharap dapat memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Dakwah dengan baik. Penulis
berharap makalah ini bisa menjadi bahan bacaan dan inspirasi yang baik
khususnya bagi mahasiswa dan kalangan akademika. Penulis menyadari makalah ini
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran penulis harapkan untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. Psikologi
Kepribadian. Malang: Umm Press. 2009.
Ancok, Djamaluddin dan Fuad Nashori S. Psikologi
Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1995.
Faizah dan Lalu Machsin Effendi. Psikologi Dakwah. Jakarta: Kencana. 2006.
Jaenudin, Ujam. Psikologi Kepribadian. Bandung: CV
Pustaka Setia. 2012.
Syukir, Asmuni. Dasar-Dasar Strategi Dakwah. Surabaya: Al-Ikhlas. 1983.
Alsam, Rizal. Mengenal Dai dan Kepribadianya. http://rizalalsam.blogspot.com/2010/12/ mengenal-dai-dan-kepribadiannya. Diakses pada tanggal 7 November 2015 pukul 08:02 WIB.
Anonim. Surat
Ali Imran Ayat 104 dan Artinya. http://www.surat-yasin.com/2015/04/surat-ali-imran-ayat-104-dan-artinya.html. Diakses pada tanggal 06 November 2015 pukul 22.00 WIB.
[1]Anonim, Surat Ali Imran Ayat 104 dan
Artinya, http://www.surat-yasin.com/2015/04/surat-ali-imran-ayat-104-dan-artinya.html, diakses pada tanggal 06 November 2015 pukul 22.00 WIB.
[2]Rizal Alsam, Mengenal Dai dan Kepribadianya,
http://rizalalsam.blogspot.com/2010/12/mengenal-dai-dan-kepribadiannya, diakses pada tanggal 7
November 2015 pukul 08:02 WIB.
[3]Faizah dan Lalu Machsin Effendi, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Kencana,
2006), hlm. 57.
[4]Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang: Umm
Press, 2009), hlm. 2.
[5]Ujam Jaenudin, Psikologi Kepribadian, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), hlm. 116-118.
[6]Faizah dan Lalu Muchsin Effendi, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 90.
[7]Asmuni Syukir, Dasar-Dasar
Strategi Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hlm.
35- 48.
[8]Faizah dan Lalu Machsin Effendi. Psikologi Dakwah. (Jakarta: Kencana,
2006), hlm. 99.
[9]Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashori S., Psikologi Islami.
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1995), hlm. 24.
0 komentar:
Post a Comment