Gerakan Tradisional Modern Islam
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam kajian tentang Islam di
Indonesia, sudah sering kita mendengarkan kategorisasi atau tipologi dalam
bentuk oposisi biner antara modernisme Islam dan tradisionalisme Islam; antara golongan Muslim modernis dan yang tradisionalis
(lihat misalnya Noer, 1991). Kelompok atau organisasi yang digolongkan sebagai
kaum modernis adalah Muhammadiyah atau Persatuan Islam (Persis) sementara kaum
tradisionalis adalah Nahdlatul Ulama.
Ketika
kita berbibcara mengenai munculnya gerakan Islam semenjak berdirinya Islam
yaitu meliputi dua aspek yaitu
agama itu sendiri dan msyarakat. Islam tidak pernah memisahkan antara persoalan
duniawi dan persoalan ukhrowi tapi Islam menckup
kedua-duanya. Karena hukum Islam telah mengatur Hablum Minan Nash dan Hablum
Minallah. Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai gerakan
islam tradisional dan gerakan islam modern.
B. Rumusan
Masalah
Dari uraian latar belakang diatas maka
rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
I.
Gerakan Islam Tradisional
a. Apa
yang dimaksud dengan gerakan islam tradisional?
b. Bagaimanakah
sejarah perkembangan islam tradisional?
II.
Gerakan Islam Modern
a. Apa
yang dimaksud dengan gerakan islam modern?
b. Bagaimana
sejarah perkembangan islam modern?
c. Bagaimanakah
sejarah golongan Muhammadiyah sebagai kelompok gerakan Islam Modern?
PEMBAHASAN
I.
Gerakan Islam Tradisional
a. Gerakan
Islam Tradisional
Tradisional
berasal dari kata tradisi. Menurut khasanah bahasa Indonesia, tradisi berarti
segala sesuatu seperti adat,kebiasaan, ajaran dan sebagainya yang turun-temurun
dari nenek moyang.[1]
Ada pula yang mengatakan bahwa tradisi
berasal dari kata traditum, yaitu
segala sesuatu yang ditransmisikan, diwariskan oleh masa lalu ke masa sekarang.[2]
Berdasarkan
dua pengertian diatas kita dapat menyimpulkan bahwa inti dari tradisi adalah
warisan masa lalu yang terus dilestarikan sampai sekarang , baik berupa
nilai,norma social,pola kelakuan dan adat kebiasaan yang merupakan wujud dari
berbagai aspek kehidupan.
Sedangkan
tradisional sendiri memiliki arti
menurut adat, turun-temurun.[3]
Jadi dapat disimpulkan bahwa gerakan islam tradisional adalah suatu gerakan
yang masih mempertahankan tradisi-tradisi beragama dalam kehidupan sehari-hari.
Kaum Muslim tradisionalis dipersepsikan sebagai golongan
yang berpikiran sempit dan kolot karena mereka hanya ingin mempertahankan
tradisi atau khazanah pemikiran Islam dari Abad Pertengahan yang sudah usang
dan tidak cocok lagi dengan zaman modern. Mereka hanya ingin bertaklid kepada
mazhab-mazhab yang didirikan oleh para Imam dari masa lalu. Kaum Muslim
tradisionalis juga dipandang secara negatif karena mereka dianggap telah
mencampur begitu saja antara ajaran Islam dengan sisa-sisa budaya lama di
Indonesia yang amat kental dipengaruhi oleh agama Hindu-Buddha atau bahkan
masih berbau animisme.[4]
b. Sejarah
Gerakan Islam Tradisional
Sebelum
mendirikan Nahdatul Ulama pada tahun 1926, berbagai gerakan keagamaan (Islam)
sudah tersebar diberbagai kota besar maupun kecil di Hindia Belanda sejak
dekade 1910an. Tahun 1912 sudah ada gerakan Muhammadiyah di Yogyakarta yang
didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan. Sayangnya gerakan Muhamadiyah pimpinan Ahmad
Dahlan ini, sebelum wafatnya sang pemimpin tahun 1923, belum mampu menyentuh
akar-akar fundamental Islam tradisional. Karena tekanan awal gerakan Islam
modern itu bertumpu pada masalah sosial, ekonomi dan politik mengakibatkan
munculnya rasa terancam dari para pimpinan Islam tradisional. Meningkatnya
jumlah pengikut Sarekat Islam menjelang dekade 1920an dikarenakan karena peran
kyai dalam memobilisasi massa pada tingkat masyarakat luas. Didalam Sarekat
Islam sendiri terdapat dua kubu: Islam modern maupun Islam tradisional. Sering
terjadi perdebatan antar kyai pimpinan pondok pesantran dan para ulama pasca
meninggalkan Ahmad Dahlan. Wadah perdebatan mereka adalah organisasi Tashwirul
Afkar di Surabaya.[5]
Februari
1923 di kota Bandung, berdirilah Persatuan Islam (Persis). Para anggota Persis
sering melontarkan pandangan-pandangan tidak kompromistis yang ditujukan pada
pikiran Islam tradisional. Ketika Kongres Al-Islam diselenggarakan di Bandung
pada bulan Februari 1926, pemimpin gerakan Islam modern tampil mendominasi
forum kongres dan usul-usul pimpinan Islam tradisional diabaikan. Usulan kaum
tradisional itu menyangkut terpeliharanya praktek keagamaan tradisional seperti
eksistensi empat mazhab dan pemeliharaan kuburan nabi dan empat sahabatnya.
Karenanya, Hasyim Asyhari lalu melontarkan kritik
pedas pada forum yang dikuasai kaum Islam modern itu.[6]
Permulaan
tahun 1926 dengan kota Surabaya sebagai pusat gerakannya, Hasyim
Asyhari membentuk dan memimpin Nahdatul Ulama. Dengan pengaruhnya yang besar,
terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur, Nahdatul Ulama semakin berkembang
dengan banyak pendukung dari dua daerah itu. Dalam anggaran dasar-nya yang
dirumuskan tahun 1927, organisasi ini bertujuan memperkuat kesetiaan kaum
Muslimin pada salah satu dari empat mazhab yang ada serta melakukan
kegiatan-kegiatan yang menguntungkan dalam ajaran Islam. Kegiatan Nahdatul
Ulama antara lain: pertama, memperkuat persatuan antara sesama
ulama yang masih setia pada empat mazhab; kedua, memberi
bimbingan tentang kitab-kitab yang diajarkan pada lembaga pendidikan
Islam; ketiga, menyebarkan ajaran-ajaran Islam; keempat,
menyebarkan ajaran-ajaran Islam yang sesuai dengan tuntutan empat mazhab; kelima,
memperluas jumlah madrasah dan membantu organisasinya; keenam, membantu
pembangunan masjid, langgar dan pondok pesantran; ketujuh,membantu
anak-anak yatim piatu dan fakir miskin serta mendirikan badan-badan usaha untuk
memajukan kehidupan ekonomi anggota.[7]
Sejak
berdirinya, Nahdatul Ulama terbilang mampu membendung masuknya ide-ide Islam
modern ke desa-desa Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sejak akhir
dekade 1920an terjadi status quo, dimana kaum Islam modern
memusatkan gerakannya dilingkungan perkotaan, sedang Islam tradisional cukup
puas dengan menarik pengikut dari lingkungan desa saja. Kendati ada persaingan
antara Islam tradisional dengan Islam modern, keduanya bersatu dalam Majelis
Ulama A’la Indonesia (MUAI). Kaum Islam modern juga mengakui kharisma dan
pengaruh HasyimAsyhari begitu bagi masyarakat Islam
tradisional menimbulkan kesepakatan menunjuk HasyimAsyhari
dan putranya, Wahin Hasyim, duduk sebagai pimpinan MUAI.[8]
Apa yang dilakukan Hasyim
Asyhari selama kurun waktu masa pergerakan nasional adalah membenahi diri dan
memperkuat kaum Islam tradisional yang tersebar di pelosok desa dalam gerakan
Islam tradisonalnya, Nahdatul Ulama. Hasyim Asyhari
berusaha memelihara kekuatan kebangkitan Islam dengan basis kaum Islam
tradisonal dimasa pergerakan nasional sebagai kekuatan potensial pergerakan
Islam. Kendati tidak tampak, kaum Islam tradisional yang terdiri dari kyai dan
santri ini seolah menjadi kekuatan menakutkan bagi pemerintah kolonial dimasa
pergerakan dan sebelumnya. Peran kelompok Islam tradisional dalam pergerakan
nasional seolah tertutupi dalam lembaran sejarah bangsa ini.
II.
Gerakan islam modern
a. Gerakan
Islam Modern
Istilah “modern” dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia diartikan sebagai yang terbaru, cara baru, mutakhir. Setelah
menjadi istilah yang merupakan predikat sesuatu, istilah tersebut akan
mempunyai pengertian akan mempunyai arti tersendiri pula. Istilah “modernisme”
ini bisa diberikan definisi dengan “fase sejarah dunia yang paling akhir yang
ditandai dengan kepercayaaan terhadap sains, perencanaan, sekularisem dan
kemajuan”. Istilah itu kemudian menjadi “modernisasi” (suatu proses untuk
menjadikan sesuatu itu modern) mempunyai pengertian yang spesifik lagi.[9]
Kaum Muslim modernis biasanya diartikan sebagai golongan yang ingin memperbarui Islam dari
kejumudan dan mengajak mereka untuk melepaskan diri dari belenggu taklid.
Itulah sebabnya mereka menekankan pentingnya ijtihad atau pemikiran mandiri tanpa terikat kepada mazhab apapun.
Mereka juga mengajak kaum Muslim untuk “kembali kepada Qur’an dan Hadis”
sebagai dua sumber utama dan otentik Islam, alih-alih bertaklid kepada ulama
atau Imam. Misi mereka yang lain tentu saja adalah membersihkan atau
“memurnikan” Islam dari praktik-praktik animistik atau yang berbau
Hindu-Buddha. [10]
b. Sejarah
Gerakan Islam Modern
Di indonesia gerakan Islam dapat
tercermin dalam pemilihan umum pertama pada tahun 1955. Pada pemilihan tersebut
muncul empat partai besar yaiut: partai Nasional Indonesia dengan
jumlah 8,5 juta (22,3%). Masjumi dengan 8juta suara (20,9%), Nadlatu
Ulama dengan 7 juta suara (18,4%)dan partai Komunis Indonesia dengan 6,1 juta
suara (16,4%). Keempat partai berturut-turut memperoleh 57,57,45 dan 39
kursi di perlemin yang terdiri 257 orang anggota. Semua partai diatas terserbut
adalah merupakan suatu kenyataan bahwa gerakan Islam telah menjadi warna yang
sangat tampak dalam kancah politik walau tidak semuanya beragam Islam, namun 95%
adalah beragama Islam itu menurut sensus 1970.
Hal
ini merupakan suatu kenyataan bahwa gerakan Islam telah tumbuh besar. Menelaah
kembali perkembanagan organisasi dalam bidang sosial dan pendidikan dapat di
katakan bahwa setiap organisasi tersebut mempunyai krakteristik yang berbeda
kerena dia telah di bentuk oleh golongan dan lingkungan yang berbeda pula.
Seperti berdirnya Jamiat Khair di jakarta organisasi tersebut berdiri di
mulai oleh keperluan pendidikan dalam masyarakat. berdiriynya Jamiat Khair sebenarnya
lebih didorong oleh pertimbangan-pertimbangan praktis dari pada kesadaran
filosofis ataupun agama. Ini adalah merupakan cerminan dari keengganan
pendirinya dari ketertinggalan dari kemajuan yang di capai oleh
orang-orang barat yaitu oleh orang-orang Belanda dan Cina yag juga telah mendirikan
organisasi sosial dikalangan mereka. Pendirian Hollan Chinese School (HCS)
pada tahun 1909 oleh pemerintah Belanda dianggap bukti yang sangat nampak
adanya diskriminasi orang Islam indonesia. Dan juga berdirinya Hollands
Inlandse Schoool (HIS) 1914 juga menimbulkan kekecewaan sangat besar dalam
masyarakat Indonesia.
Pada umumnya sekolah yang didirikan
oleh pemeirintah Belanda di indonisia adalah merupakan sekolah yang di dalamnya
tidak ada ajaran keagamaan sehingga hal tersebut memicu keresahan masyarakat
pribumi untuk mendirikan lembga sekolah yang ada pelajaran keagamaanya.
Organisasi Islam yang ada di Yogyakarta pada saat itu juga di tentanag oleh
kehadaira kristen yang ada disana. Daerah yang biasanya ada di bawah kekuasaan
raja-raja pribumi , yaitu Sultan dan Sunan dianggap mereka pelindung agama
Islam oleh maysrakat kristen yang ada disana. Melihat gerakan yang demikian
organisasi Islam yang ada di Yogyakarta melancarkan kegiatan-kegiatan sosial
yang berwawasan keagamaan. Pihak Muhammadiyah berusaha menghentikana missi
bejata yang di lakukan oleh orang di luar Islam tersebut.
Gerakan Muhammadiyah yang ada di
yogyakarta tersebut juga menjadi pemicu gerakan di minangkabau dan di
majalengka adalah yang memicu gerakan disana juga akibat tidak adanya
pelajaran-pelajaran. Agama di sekolah yang didirikan oleh pemerintah . apa yang
di sebut politik neteral terahadap agama di sekolah-sekolah pemerintah, akan
meyebabkan murid-murid tidak tahu tentang kegamaan dan kepercayaan. Oleh sebah
itu hal tersebut akan melahirkan” emansipasi orang-orang indonesia dari
Islam” hal ini juga menyababkan terjalinya hubungan Muhmmad Dahlan dengan
guru-guru dari seolah-sekolah pemeirintah Yogyakarta. Hubungan Hajji Abdullah
Ahmad di Padang dan Syaikh Djamil Djabek di bukit tiggi dengan murid-urid Mulo
dan sekolah guru. Dan hubungan Hassan di Bandung dengan guru-guru setempat.[11]
c. Perkembangan Muhammadiyah
Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330
H) atau November (18 November 1912 M) merupakan momentum penting lahirnya
Muhammadiyah. Itulah kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di
Indonesia, yang melakukan perintisan atau kepeloporan pemurnian sekaligus
pembaruan Islam di negeri berpenduduk terbesar muslim di dunia. Sebuah gerakan
yang didirikan oleh seorang kyai alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni Kyai
Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis dari kota santri Kauman Yogyakarta
Kata ”Muhammadiyah” secara bahasa berarti
”pengikut Nabi Muhammad”. Penggunaan kata ”Muhammadiyah” dimaksudkan untuk
menisbahkan (menghubungkan) dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad.
Penisbahan nama tersebut menurut H. Djarnawi Hadikusuma mengandung pengertian
sebagai berikut: ”Dengan nama itu dia bermaksud untuk menjelaskan bahwa
pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad, dan asasnya adalah ajaran Nabi
Muhammad saw, yaitu Islam. Dan tujuannya ialah memahami dan melaksanakan agama
Islam sebagai yang memang ajaran yang serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw,
agar supaya dapat menjalani kehidupan dunia sepanjang kemauan agama Islam.
Dengan demikian ajaran Islam yang suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi kemajuan
umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.”
Muhammadiyah pada mulanya diusulkan
oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad
Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian
menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan
setelah melalui shalat istikharah (Darban, 2000: 34). Artinya, pilihan untuk
mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi sebagaimana
tradisi kyai atau dunia pesantren.
Kelahiran
Muhammadiyah dengan gagasan-gagasan cerdas dan pembaruan dari pendirinya, Kyai
Haji Ahmad Dahlan, didorong oleh dan atas pergumulannya dalam menghadapi
kenyataan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia kala itu, yang juga menjadi
tantangan untuk dihadapi dan dipecahkan. Adapun faktor-faktor yang menjadi
pendorong lahirnya Muhammadiyah ialah antara lain:
1) Umat Islam tidak memegang teguh
tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi, sehingga menyebabkan merajalelanya syirik,
bid’ah, dan khurafat, yang mengakibatkan umat Islam tidak merupakan golongan
yang terhormat dalam masyarakat, demikian pula agama Islam tidak memancarkan
sinar kemurniannya lagi;
2) Ketiadaan persatuan dan kesatuan di
antara umat Islam, akibat dari tidak tegaknya ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan
suatu organisasi yang kuat;
3) Kegagalan dari sebagian
lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam memprodusir kader-kader Islam, karena
tidak lagi dapat memenuhi tuntutan zaman;
4) Umat Islam kebanyakan hidup dalam
alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta serta berpikir secara dogmatis,
berada dalam konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme;
5) dan Karena keinsyafan akan bahaya
yang mengancam kehidupan dan pengaruh agama Islam, serta berhubung dengan
kegiatan misi dan zending Kristen di Indonesia yang semakin menanamkan
pengaruhnya di kalangan rakyat. (Junus Salam, 1968: 33).
Jadi dapat disimpulkan, bahwa
berdirinya Muhammadiyah adalah karena alasan-alasan dan tujuan-tujuan sebagai
berikut: (1) Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan
yang bukan Islam; (2) Reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam
pikiran modern; (3) Reformulasi ajaran dan pendidikan Islam; dan (4)
Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar. (H.A. Mukti Ali, dalam
Sujarwanto & Haedar Nasir, 1990:332).
Kelahiran Muhammadiyah secara
teologis memang melekat dan memiliki inspirasi pada Islam yang bersifat tajdid,
namun secara sosiologis sekaligus memiliki konteks dengan keadaan hidup umat
Islam dan masyarakat Indonesia yang berada dalam keterbelakangan. Kyai Dahlan
melalui Muhammadiyah sungguh telah memelopori kehadiran Islam yang otentik
(murni) dan berorientasi pada kemajuan dalam pembaruannya, yang mengarahkan
hidup umat Islam untuk beragama secara benar dan melahirkan rahmat bagi
kehidupan. Islam tidak hanya ditampilkan secara otentik dengan jalan kembali
kepada sumber ajaran yang aseli yakni Al-Qur‘an dan Sunnah Nabi yang sahih,
tetapi juga menjadi kekuatan untuk mengubah kehidupan manusia dari serba
ketertinggalan menuju pada dunia kemajuan.[12]
PENUTUP
Dari uraian diatas kitak dapat
mengambil kesimpulan bahwa gerakan islam tradisional adalah gerakan islam yang
masih mempertahankan tradisi-tradisi yang dianut oleh leluhur mereka dalam
kehidupan sehari-hari. Golongan yang termasuk kedalam gerakan islam tradisional
adalah Nahdhatul Ulama (NU).
Sedangkan gerakan islam modern
adalah gerakan islam yang menekankan
pentingnya ijtihad atau pemikiran
mandiri tanpa terikat kepada mazhab apapun. Mereka juga mengajak kaum Muslim
untuk “kembali kepada Qur’an dan Hadis” sebagai dua sumber utama dan otentik
Islam, alih-alih bertaklid kepada ulama atau Imam. Misi mereka yang lain tentu
saja adalah membersihkan atau “memurnikan” Islam dari praktik-praktik animistik
atau yang berbau Hindu-Buddha.
Islam tampil dalam sistem
religuisitas dan gerakan-gerakan sosial yang beragam itu diakibatkan dari
kemajemukan pemahaman serta lingkungan sosial, budaya dan politik masyarakat
pemeluknya. Pola pemikiran keislaman yang diikuti gerakan-gerakan umat
menunjukkan relevansinya dengan gerak langkah pembangunan bangsa. Terlihat
jelas partisipasi umat Islam yang didalamnya terbingkai oleh nilai-nilai agama,
meskipun ia tidak serta merta dapat membingkai kesatuan pandangan dan
gerakan Islam. Gerakan-gerakan keagamaan, baik yang tradisional, modern,
neo-modernis, fundametnalis, militan maupun ekstern, semuanya merupakan isyarat
tentang sikap dan respon umat Islam terhadap kepentingan-kepentingan bangsa.
DAFTAR
PUSTAKA
Bashri,
Yantho & Retno Suffatni. Sejarah Tokoh Bangsa.
Yogyakarta.LKiS. 2004.
Peransi,D.A..“Retradisionalisasi dalam Kebudyaan,” Majalah
Prisma. No.6. 1985.
Poerwadarminta,WJB.
Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta
: Penerbit Balai Pustaka, cet.VI.1982.
S.Wojowasito
& WJS. Poerwadarminta,.Kamus Lengkap
: Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris. Jakarta : Penerbit
Hasta.cet.III.1972.
http://sepercikcahayasunyi.blogspot.com/2014/02/gerakan-moderen-islam-di-indonesia_10.html tgl 24/5/2014 pukul 11.43 siang
[1] WJB Poerwadarmita, Kamus Umum
Bahasa Indonesia, Jakarta : Penerbit Balai Pustaka, cet.VI,1982, hal.1088.
[2] D.A.Peransi, “Retradisionalisasi
dalam Kebudyaan,” Majalah Prisma, No.6, 1985, hal.9.
[3] S.Wojowasito & WJS. Poerwadarminta, Kamus Lengkap : Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, Jakarta :
Penerbit Hasta, cet.III,1972, hal.215.
[4] http://berandarumah-muhammad.blogspot.com/2013/07/nahdlatul-ulama-dan-islam-tradisional_4738.html
hari sabtu pukul 11.34
siang
[5] Yantho Bashri & Retno Suffatni, Sejarah Tokoh Bangsa, Yogyakarta,
LKiS, 2004. Hal.367.
[6] Yantho Bashri & Retno Suffatni, Sejarah Tokoh Bangsa, Yogyakarta,
LKiS, 2004. Hal.367-368.
[7] Yantho Bashri & Retno Suffatni, Sejarah Tokoh Bangsa, Yogyakarta,
LKiS, 2004. Hal.367-368.
[8] Yantho Bashri & Retno Suffatni, Sejarah Tokoh Bangsa, Yogyakarta,
LKiS, 2004. Hal.369.
[10] http://berandarumah-muhammad.blogspot.com/2013/07/nahdlatul-ulama-dan-islam-tradisional_4738.html
hari sabtu pukul 11.34
siang
[11] http://sepercikcahayasunyi.blogspot.com/2014/02/gerakan-moderen-islam-di-indonesia_10.html tgl 24/5/2014 pukul 11.43 siang
0 komentar:
Post a Comment