January 01, 2016

Sejarah Hindu Budha di Indonesia


PENDAHULUAN
           A.    Latar Belakang
Agama Hindu dan Buddha merupakan Agama yang berasal dari negara India, yang pada perjalanannya menjadi salah satu agama-agama terbesar pengikutnya.  Secara garis besar perkembangan agama Hindu dibedakan menjadi tiga  tahap.  Tahap pertama berlangsung sekitar abad 1500-1000 SM yang dikenal dengan agama Weda.  Tahap kedua ditandai dengan munculnya agama Brahman (1000-750 SM), tahap kedua adalah zaman agama Buddha yang berlangsung sekitar 500 SM-300 M. yang mempunyai corak berbeda dengan agama Weda.  Tahap ketiga ditandai dengan munculnya pemikiran-pemikiran kefilsafatan yang berpusat di sekitar sungai Gangga (750-300 M), dan tahap yang ketiga adalah apa yang dikenal dengan agama Hindu yang berlangsung sejak 300 M. sampai sekarang.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai bagaimana sejarah masuknya agama Hindu-Budha di Indonesia khususnya di Jawa dan bagaimana kepercayaan masyarakat pada masa itu.
          B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam makalah ini antara laiN:
  1. Bagaimanakah sejarah masuknya agama Hindu di IndonesiA?
  2. Bagaimana sejarah masuknya agama Budha di Indonesia?
  3. Bagaimanakah sejarah masuknya agama Hindu di Jawa?
  4. Bagaimana sejarah masuknya agama Budha di Jawa?
  5. Bagaimanakah persamaan dan perbedaan agama Hindu-Budha?
  6. Bagaimana kebudayaan Jawa pada Masa Hindu-Budha?


PEMBAHASAN
       I.            Sejarah Masuknya Agama Hindu di Indonesia
Agama Hindu adalah agama yanglahir dan berkembang di India. Dipandang dari sudut ethnologi (ilmu bangsa-bangsa), penduduk India merupakan campuran antara penduduk asli yang disebut dengan bangsa Dravida dengan suku pendatang yang berasal dari sebelah utara, yaitu bangsa Aria yang merupakan rumpun dari Jerman yang disebut dengan Iindo Jerman.[1]
Bangsa Aria yang memisahkan diri dari induk bangsa nya masuk ke India antara tahun 2000-1000 sebelum Masehi. Setelah datang ke Indi mereka menetap disekitar lembah atau Sungai Gangga yang juga dihuni oleh penduduk asli. Bangsa Aria berkulit putih, berbadan tegap, hidung melengkung sedikit, namun peradabannya lebih rendah dari suku Dravida.[2]
Akibat pembauran tersebut maka terjadilah peleburan dua kebudayaan yang berbeda, yang kemudian melhirkan kebudayaan Hindu dan nantinya melahirkan agama Hindu. Maka dengan demikian diperoleh suatu gambaran bahwa Agama Hindu dibentuk atau dipengaruhi oleh kedua unsur kebudayan, yang mula-mula banyak ditemui banyak perbedaan namun lama-kelamaan melebur menjadi satu.[3]
Keterlibatan bangsa Indonesia dalam kegiatan perdagangan dan pelayaran internasional tersebut menyebabkan timbulnya percampuran budaya.  Misalnya saja India, negara pertama yang memberikan pengaruh kepada Indonesia, yaitu dalam bentuk budaya Hindu.  Para sejarawan mengatakan bahwa banyak pendapat atau teori masuknya agama hindu di Indonesia, antara lain:
1.      Teori Brahman
Teori ini di kemukakan oleh J.C. Van Leur, berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum Brahman.  Hanya kaum Brahmanalah yang berhak mempelajari serta mengajarkan agama Hindu karena hanya kaum Brahmanlah yang  mengerti isi kitab suci Weda.  Kedatangan Kaum Brahmana tersebut diduga karena undangan Penguasa/Kepala Suku di Indonesia atau sengaja datang untuk menyebarkan agama Hindu  ke Indonesia.  Beliau  juga mengatakan bahwa  kaum Brahman sangat berperan dalam penyebaran agama dan kebudayaan agama Hindu ke Indonesia.
2.      Teori Ksatria
Terdapat dua pendapat mengenai teori Ksatria yang pertama menurut Prof.Dr.Ir.J.L.Moens berpendapat bahwa yang membawa agama Hindu ke Indonesia adalah kaum ksatria atau golongan prajurit, karena adanya kekacauan politik/peperangan di India abad 4 - 5 M, maka prajurit yang kalah perang terdesak dan menyingkir ke Indonesia, bahkan diduga mendirikan kerajaan di Indonesia.  Yang dikemukakan oleh F.D.K. Bosch, menyatakan bahwa adanya raja-raja dari India yang datang menaklukan daerah-daerah tertentu di Indonesia yang telah mengakibatkan penghinduan penduduk setempat.
3.      Teori Wasiya
Yang dikemukakan oleh N.J. Krom, mengatakan bahwa pengararuh Hindu masuk ke Indonesai melalui golongan pedagang dari kasta waisya yang menetap di Indonesai dan kemudian memegang peranan penting dalam proses penyebaran kebudayaan India termasuk agama Hindu.
4.      Teori Sudra
Von van Faber, menyatakan bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawah oleh kasta sudra. Tujuan mereka adalah mengubah kehidupan karena di India mereka hanya hidup sebagai pekerja kasar dan budak.  Dengan jumlah yang besar, diduga golongan sudralah yang memberi andil dalam penyebaran agama dan kebudayaan Hindu ke Nusantara.
5.      Teori Campuran
Teori ini beranggapan bahwa baik kaum brahmana, ksatria, para pedagang, maupun golongan sudra bersama-sama menyebarkan agama Hindu ke Indonesia sesuai dengan peran masing-masing.
6.      Teori Arus Balik
Teori arus blik ini tidak hanya berlaku untuk proses masuknya agamaHindu ke Indonesia saja melainkan untuk agama Buddha juga.  Para ahli mengatakan bahwa banyak pemuda di Indonesia yang belajar agama Hindu dan Buddha  ke India.  Di perantauan mereka mendirikan organisasi yang disebut Sanggha.  Setelah memperoleh  ilmu yang banyak, mereka kembali untuk menyebarkannya. 
 Sedangakan menurut pendapat FD. K. Bosh, teori arus balik ini menekankan peranan bangsa Indonesia dalam proses penyebaran kebudayaan Hindu dan Budha di Indonesia. Menurutnya penyebaran budaya India di Indonesia dilakukan oleh para cendikiawan atau golongan terdidik. Golongan ini dalam penyebaran budayanya melakukan proses penyebaran yang terjadi dalam dua tahap yaitu sebagai berikut: Pertama, proses penyebaran di lakukan oleh golongan pendeta Buddha atau para biksu, yang menyebarkan agama Budha ke Asia termasuk Indonesia melalui jalur dagang, sehingga di Indonesia terbentuk masyarakat Sangha, dan selanjutnya orang-orang Indonesia yang sudah menjadi biksu, berusaha belajar agama Budha di India. Sekembalinya dari India mereka membawa kitab suci, bahasa sansekerta, kemampuan menulis serta kesan-kesan mengenai kebudayaan India.
Dengan demikian peran aktif  penyebaran budaya India, tidak hanya orang India tetapi juga orang-orang Indonesia yaitu para biksu Indonesia tersebut. Hal ini dibuktikan melalui karya seni Indonesia yang sudah mendapat pengaruh India masih menunjukan ciri-ciri Indonesia.  Kedua, proses penyebaran kedua dilakukan oleh golongan Brahmana terutama aliran Saiva-siddharta. Menurut aliran ini seseorang yang dicalonkan untuk menduduki golongan Brahmana harus mempelajari kitab agama Hindu bertahun-tahun sampai dapat ditasbihkan menjadi Brahmana. Setelah ditasbihkan, ia dianggap telah disucikan oleh Siva dan dapat melakukan upacara Vratyastome / penyucian diri untuk menghindukan seseorang
Pada dasarnya teori  Brahmana, Ksatria dan Waisya memiliki kelemahan yaitu, golongan Ksatria dan Waisya tidak mengusai bahasa Sansekerta. Sedangkan bahasa Sansekerta adalah  bahasa sastra tertinggi yang dipakai dalam kitab suci Weda.  Dan  golongan Brahmana walaupun  menguasai bahasa Sansekerta tetapi menurut kepercayaan Hindu kolot tidak boleh menyebrangi laut.
Jadi hubungan dagang telah menyebabkan terjadinya proses masuknya penganut Hindu - Budha ke Indonesia. Beberapa teori  di atas menunjukan bahwa masuknya pengaruh Hindu - Budha merupakan satu proses tersendiri yang terpisah namun tetap di dukung oleh proses perdagangan.
Untuk agama Budha diduga adanya misi penyiar agama Budha yang disebut dengan Dharmaduta, dan diperkirakan abad 2 Masehi agama Budha masuk ke Indonesia.  Hal ini dibuktikan dengan adanya penemuan arca Budha yang terbuat dari perunggu diberbagai daerah di Indonesia antara lain Sempaga (Sulsel), Jember (Jatim), Bukit Siguntang (Sumsel). Dilihat ciri-cirinya, arca tersebut berasal dari langgam Amarawati (India Selatan) dari abad 2 - 5 Masehi. Dan di samping itu juga ditemukan arca perunggu berlanggam Gandhara (India Utara) di Kota Bangun, Kutai (Kaltim).
Pada umumnya para ahli cenderung kepada pendapat yang menyatakan bahwa masuknya budaya Hindu ke Indonesia itu dibawa dan disebarluaskan oleh orang-orang Indonesia sendiri.  Bukti tertua pengaruh budaya India di Indonesia adalah penemuan arca perunggu Buddha di daerah Sempaga (Sulawesi Selatan).  Dilihat dari bentuknya, arca ini mempunyai langgam yang sama dengan arca yang dibuat di Amarawati (India).
  Para ahli memperkirakan, arca Buddha tersebut merupakan barang dagangan atau barang persembahan untuk bangunan suci agama Buddha. Selain itu, banyak pula ditemukan prasasti tertua dalam bahasa Sanskerta dan Malayu kuno.  Berita yang disampaikan prasasti-prasasti itu memberi petunjuk bahwa budaya Hindu menyebar di Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi.[4]
    I      I.            Sejarah Masuknya Agama Budha di Indonesia
Agama Budha lahir pada abad ke-6 sebelum Masehi di India dan didirikan oleh Siddharta Gautama.[5] Siddharta Gautama adalah anak seorang raja yang bernama Suddhudana yang memerintah suku Syakia, ibunya bernama Maya. Menurut para ahli, Siddharta dilahirkan pada tahun 563 sebelum Masehi dan wafat pada tahun 483 sebelum Masehi.[6]
Agama Budha masuk ke Indonesia dibawa oleh para pendeta didukung dengan adanya misi Dharmadhuta, kitab suci agama Budha ditulis dalam bahasa rakyat sehari-hari, serta dalam agama Budha tidak mengenal sistem kasta. Para pendeta Budha masuk ke Indonesia melalui 2 jalur lalu lintas pelayaran dan perdagangan, yaitu melalui jalan daratan dan lautan. Jalan darat ditempuh lewat Tibet lalu masuk ke Cina bagian Barat disebut Jalur Sutra, sedangkan jika menempuh jalur laut, persebaran agama Budha sampai ke Cina melalui Asia Tenggara. Selanjutnya sampai ke Indonesia mereka akhirnya bertemu dengan raja dan keluarganya serta mulai mengajarkan ajaran agama Budha, pada akhirnya terbentuk jemaat kaum Budha. Bagi mereka yang telah mengetahui ajaran dari pendeta India tersebut pasti ingin melihat tanah tempat asal agama tersebut secara langsung yaitu India sehingga mereka pergi ke India dan sekembalinya ke Indonesia mereka membawa banyak hal baru untuk selanjutnya disampaikan pada bangsa Indonesia. Unsur India tersebut tidak secara mentah disebarkan tetapi  telah mengalami proses penggolahan dan penyesuaian. Sehingga ajaran dan budaya Budha yang berkembang di Indonesia berbeda dengan di India.[7]
 I               II.            Sejarah Masuknya Agama Hindu di Jawa
Sejarah mencatat bahwa di Jawa pernah mengalami mutasi pertama atau indianisasi. Disini terlihat dari asal-usul bangsa Jawa yang dijelaskan oleh C.C. Berg dalam bentuk legenda tentang seseorang bernama Aji Saka. Ia dikisahkan sebagai seorang muda putra Brahmana yang berasal dari tanah India. Aji Saka datang ke Jawa, dan mendapatkan sebuah negeri dengan nama Medangkamulyan, yang kini berada didaerah Grobogan Purwodadi. Negeri ini dikuasai oleh seorang raja pemakan daging manusia bernama Dewata Cengkar. Aji Saka menwarkan diri untuk menjadi makanan raja dengan syartat ia akan menerima sebidang tanah seluas destranya sebagai ganti. Sang raja menerima tawaran tersebut, namun ternyata destra dari Aji saka semakin lama semakin luas bahkan sampai menutupi semua wilayah kekuasaannya. Kemudian Dewata Cengkar menyerahkan kekuasaannya kepada Aji Saka pada tahun 78 Masehi.
Sebagai kelanjutan dari teori mutasi tersebut perlu dicatat bahwa banyak tempat di pulau Jawa yang menggunakan bahasa Sansekerta, yang membuktikan adanya kehendak untuk menciptakan kembali geografis India yang kramat itu. Bukan hanya gunung-gunungnya, tetapi juga kerajaan-kerajaan yang namanya dipinjam dari Mahabharata. Demikian pula relief Borobudur tidak dapat ditafsirkan tanpa risalah-risalah India tentang Mahayana. Namun demikian tidak mungkin antara Jawa dan India disamakan.[8]
              III.            Sejarah Masuknya Agama Budha di Jawa
 Masuknya Agama Buddha pertama kali di Indonesia, belum jelas dan gelap, walaupun nama pulau Jawa sebagai “Labadiu” telah dikenal oleh Ptolemi, seorang ahli ilmu bumi di Iskandariah pada tahun 130 M. pada abad pertama masehi sudah dikenal “Javadwipa” yang meliputi Jawa dan Sumatera sekarang. “Suvarnadwipa” adalah nama untuk pulau Sumatra. Dapat disimpulkan bahwa sebelum abad kedua Masehi, sudah terdapat hubungan antara India dan kepulauan Nusantara.
Kedatangan Fa-Hien pada tahun 414 M ke pulau Jawa dalam perjalanannya pulang ke China, setelah ia berkunjung ke India selama 6 tahun telah membuka tabir kegelapan mengenai kehidupan beragama di pulau Jawa. Ia tinggal 5 bulan di pulau Jawa dan dalam catatannya mengatakan bahwa banyak terdapat penganut agama brahmana yang jauh berlainan dengan kehidupan di India, akan tetapi agama Buddha sedikit dan tidak tertarik untuk dicatat.
Atas usaha Bhikkhu Gunawarman pada tahun 423 M, agama Buddha berkembang di Jawa. Gunawarman adalah putera Raja dari Khasmir (India), ia melepaskan kehidupan perumah tangga dan menjadi Bhikkhu dan belajar ke Sri Lanka dan ke She-Po (Jawa), dan berhasil mengembangkan agama Buddha di tanah Jawa.
    V.            Persamaan dan Perbedaan Agama Hindu dan Budha
Persamaan agama Hindu dan Budha antara lain adalah :
a.       Sama-sama tumbuh dan berkembang di India
b.      Selalu berusaha untuk meletakkan dasar-dasar ajaran kebenaran dalam kehidupan manusia di dunia ini. Di dasarkan pada ajaran agama yang dibenarkan.
c.       Tujuan untuk menyelamatkan umat manusia dari rasa kegelapan/ mengantarkan umat manusia dapat mencapai tujuan hidupnya yaitu kesempurnaan.

Perbedaan agama Hindu dengan Budha adalah :
HINDU
BUDHA
Muncul sebagai perpaduan budaya bangsa Aria dan bangsa Dravida
Muncul sebagai hasil pemikiran dan pencerahan yang diperoleh Sidharta dalam rangka mencari jalan lain menuju kesempurnaan(nirwana)
Kitab sucinya, WEDA
Kitab Sucinya, TRIPITAKA
Mengakui 3 dewa tertinggi yang disebut Trimurti
Mengakui Sidharta Gautama sebagai guru besar/ pemimpin agama Budha
Kehidupan masyarakat dikelompokkan menjadi 4 golongan yang disebut Kasta (kedudukan seseorang dalam masyarakat diterima secara turun-temurun/didasarkan pada keturunan).
Tidak diakui adanya kasta dan memandang kedudukan seseorang dalam masyarakat adalah sama.
Adanya pembedaan harkat dan martabat/hak dan kewajiban seseorang
Tidak mengenal pembagian hak antara pria dan wanita
Agama Hindu hanya dapat dipelajari oleh kaum pendeta/Brahmana dan disebarkan/ diajarkan pada golongan tertentu sehingga sering disebut agamanya kaum brahmana.
Agama Budha dapat dipelajari dan diterima oleh semua orang tanpa memandang kasta
Agama Hindu hanya bisa dipelajari dengan menggunakan bahasa Sansekerta
Agama Budha disebarkan pada rakyat dengan menggunakan bahasa rakyat sehari-hari, seperti bahasa Prakrit
Kesempurnaan (Nirwana) hanya dapat dicapai dengan bantuan/bimbingan pendeta
Setiap orang dapat mencapai kesempurnaan dengan usaha sendiri yaitu dengan meditasi
Seorang terlahir sebagai Hindu bukan menjadi Hindu sehingga kehidupan telah ditentukan sejak lahir.
Kehidupannya ditentukan oleh darma baik yang berhasil dilakukan semasa hidup
Mengenal adanya kelahiran kembali setelah kematian (reinkarnasi)
Tidak menenal reinkarnasi tetapi mengenal karma
Dibenarkan untuk mengadakan upacara korban
Tidak dibenarkan mengadakan upacara korban

 VI.            Kebudayaan Jawa pada Masa Hindu-Budha
Satu hal yang patut dicatat dalam proses perkembangan budaya Jawa pada fase ini adalah adanya pengaruh yang kuat dari budaya India (Hindu-Budha). Pengaruh Hindu-Budha dalam masyarakat Jawa bersifat ekspansif, sedangkan budaya Jawa yang menerima pengaruh dan menyerap unsur-unsur Hinduisme-Budhisme setelah melalui proses akulturasi tidak saja berpengaruh pada sistem budaya, tetapi juga berpengaruh terhadap sistem agama.
Pengaruh Hinduisme menumbuhkan adanya dua lapisan tradisi budaya Jawa yakni tradisi besar yang berkembang dilingkungan istana yang halus dan tradisi kecil atau para petani yang buta huruf yang berpusat pada religi animisme dan dinamisme. Tradisi besar yang berkembang dilingkungan istana kerajaan yang bersifat kehinduan laksana bukit menjulang tinggi diatas budaya sebagai lembah-lembahnya.
Pada dasarnya budayadi masa Hindu-Budha merupakan manifestasi kepercayaan Jawa Hindu-Budha semenjak datangnya Hindu-Budha di tanah Jawa. Kegiatan tersebut berupa upacara, tradisi yang sebagian masih dapat dilihat keberadaannya sampai sekarang. Upacara tersebut dilakukan untuk memperoleh kesejahteraan dari para Dewa.
Di masa Majapahit para agamawan meaksanakan ritual kerajaan dengan baik, dan menjaga candi-candi yang kebanyakan merupakan tempat pemuja leluhur raja. Kraton merelakan hasil surplus tidak kurang dari 27 bidang tanah milik otonom (sima swatantra), antara lain di Kwak dekat Magelang, di Yogya dan Ponorogo yang dianugerahkan kepada rohaniawan agama Siva dan Budha untuk memohonkan kesejahteraan. Itu belum tanah lain yang dinamakan tanah bebas (dharma lepas).[9] Untuk menjadi drwya hyang  atau bwat hyang (pajak untuk dewata). Bila disatu pihak para raja membebaskan tanah milik komunitas para agamawan dari pajak, maka dipihak lain mereka memungut  pajak dan menuntut kerja rodi dari semua warga desa lainnya yang  langsung berada di bawah kekuasaannya. Keluarga raja tidak mungkin hidup tanpa adanya pajak kerajaan (drwya aji)  dan tugas-tugas wajib untuk raja (gawai aji) yang mestinya tidak dikenakan pada sima.
Masyarakat Jawa di masa Hindu tampaknya berlapis tiga. Pertama, terdiri dari kaum agamawan Hindu-Budha yang memiliki tanah bebas pajak. Kedua,  keluarga raja yang berkuasa atas para raka (penguasa) lokal dengan bantuan kaumagamawan, dan yang ketiga adalah masyarakat desa biasa yang dipungut pajak oleh raja dengan perantaraan mangilala drwya aji atau pemanen pajak. Dengan memperbanyak jumlah sima para raja berkepentingan menjaring dukungan agamawan, sedangkan dari sudut kekayaan material, mereka juga berkepentingan untuk mengembangkan budidaya padi.[10]
Ritual tua lainnya di Jawa maupun Pasundan untuk memperoleh kesejahteraan ekonomis adalah upacara wiwit (permulaan musim tanam) yang diwujudkan pada pemujaan dewi padi, Dewi Sri. Sekalipun nama Sri berasal dari India, mitos itu terdapat diseluruh Nusantara sampai di pulau-pulau yang sama sekali tidak tersentuh pengaruh India. Versinnya berbeda-beda, tetapi cerita sederhananya : Sri telah dikurbankan, dan dari berbagai bagian tubuhnya keluarlah tanaman-tanaman budidaya yang utama, termasuk padi. Pemujaan terhadap Dewi Sri dewasa ini masih terus dilangsungkan oleh para petanindi desa untuk mendapatkan hasil panen yang baik. Do’aditujukan kepada tokoh Sri yang menjelma menjadi padi. Jika orang ingin menuai padi yang telah menguning, sebelunya beberapa bulir padi dipungut dan dibentuk seperti dua orang (lambang sepasang pengantin) yang dipertemukan dan diarak pulang. Diharapkan nantinya sepasang pengantin padi akan mendatangkan panen yang baik. Petani akan mempersembahkan ikatan-ikatan padi pertama yang disimpan dengan hidmat sampai masa penebaran benih tahun berikutnya.[11]
Kebudayaan lain yang berkembang dalam masyarakat jawa pada masa itu adalah penampilan kerucut-kerucut nasi dalam upacara keagamaan sebagai garebeg sudah terbukti ada sejak abad ke-9. Garebeg adalah kelanjutan dari suatu ritual kuno di ibukota raja, dan berfungsi untuk memulihkan keterpaduan kerajaan pada kesempatan itu para wakil propinsi datang menghaturkanupeti dan rakyat bergembira ria. Upacara ini hampir sama dengan Sekaten di alun-alun menjaga keserasian antara kerajaannya dan kosmos. Sementara itu, warga desa juga berusaha menapai tujuan yang sama pada tingkat yang lebih sederhana.[12]

PENUTUP
A.    Kesimpulan
Agama Hindu- Budha berasal dari India, yang  kemudian menyebar ke Asia Timur dan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Indonesia sebagai negara kepulauan letaknya sangat strategis, yaitu terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Indonesia dan Pasifik) yang merupakan daerah persimpangan lalu lintas perdagangan dunia. Para sejarawan mengatakan bahwa banyak pendapat atau teori masuknya agama hindu di Indonesia, antara lain: teori Brahmana, Ksatria, Wasiya, Sudra, Campuran dan Arus Balik.
Pengaruh Hindu-Budha dalam masyarakat Jawa bersifat ekspansif, sedangkan budaya Jawa yang menerima pengaruh dan menyerap unsur-unsur Hinduisme-Budhisme setelah melalui proses akulturasi tidak saja berpengaruh pada sistem budaya, tetapi juga berpengaruh terhadap sistem agama.
B.     Saran
Dengan adanya makalah ini penulis berharap dapat memenuhi tugas mata kuliah Islam dan Budaya Jawa dengan baik. Penulis berharap makalah ini bisa menjadi bacaan dan inspirasi yang baik khususnya mahasiswa dan kalangan akademika. Penulis menyadari makalah ini banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran penulis harapkan untuk memperbaiki makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Hadiwijono,Harun.Konsepsi tentang Manusia dalam Kebatinan Jawa.Jakarta : Penerbit Sinar Harapan.1983.
Ismawati.Budaya dan kepercayaan Jawa Pra Islam (dalam Islam dan Kebudayaan Jawa) Yogyakarta:Gama Media 2002.
Jamil,Abdul,dkk. Islam dan Kebudayaan Jawa.Yogyakarta: Gama Media.2000.
Jirhanuddin.Perbandingan Agama Pengantar Studi Memahami Agama-Agama.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.2010.
Lombard,Denys.Nusa Jawa: Silang Budaya. Jilid III. Jakarta: PT.Gramedia.1996.
M.Arifin.Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar. Lihat juga Abu Ahmadi. Perbandingan Agama.
Manaf,Abdul.Sejarah Agama-Agama.Cet II.Jakarta:Grafindo Persada.1996.
Noor,Adjiddan. Hinduisme. Banjarmasin : FU.1985.




[1] Adjiddan Noor, Hinduisme, Banjarmasin : FU, 1985, hlm.1
[2] Abdul Manaf,Sejarah Agama-Agama, Cet II, Jakarta:Grafindo Persada,1996, hlm.8
[3] Jirhanuddin, Perbandingan Agama Pengantar Studi Memahami Agama-Agama, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010, hlm.63-64.
[5] M.Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, hlm.94 Lihat juga Abu Ahmadi, Perbandingan Agama, hlm.133.
[6] Adjiddan Noor, Agama Buddha, Banjarmasin:FU, 1984, hlm.2.
[7] http://sovasakina.blogspot.com/2012/06/sejarah-indonesia-zaman-hindu-budha.html
[8]  Ismawati, Budaya dan kepercayaan Jawa Pra Islam (dalam Islam dan Kebudayaan Jawa) Yogyakarta, Gama Media 2002, hlm.11-13
[9] Lihat Negarakertagama, pupuh 73 dan 74 (Pigeaut, Java in Fourteenth Century, jilid III, 1960, hlm.86-87. Dan khususnya pupuh 73, 2-3 dan 4.
[10] Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya, Jilid III, Jakarta: PT.Gramedia, 1996, hlm.17.
[11] Harun Hadiwijono, Konsepsi tentang Manusia dalam Kebatinan Jawa, Jakarta : Penerbit Sinar Harapan, 1983, hlm.21.
[12] Abdul Jamil,dkk. Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2000, hlm.14-20.

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2015 Baca Online dan Seputar Blog
| Distributed By Gooyaabi Templates