Behaviorism
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Teori behaviorisme adalah salah satu
aliran psikologi utama pada abad kedua puluh yang walau di kemudian hari muncul berbagai
aliran baru sebagai reaksi terhadap teori ini. Psikologi behaviorisme awalnya
timbul di Rusia namun dipopulerkan di Amerika Serikat oleh John Buardus Watson,
salah satu tokoh behaviorisme. Behaviorisme artinya serba tingkah laku maka
psikologi behaviorisme dapat disebut dengan psikologi tingkah laku yang
menekankan pada tingkah laku dan didasarkan pada ajaran materialisme.
Behaviorisme beranggapan bahwa semua objek ilmu jiwa harus dapat diamati dan dapat digambarkan secara ilmiah tanpa melihat peristiwa fisiologis internal atau konstrak
hipotetis seperti pikiran. Menurut teori behaviorisme, belajar
adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara
stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu
menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku
dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau
input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon.
Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting
diperhatikan karena tidak bisa diamati.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana
perilaku teori behaviorisme menurut para ahli ?
2. Apa
saja eksperimen yang mendukung teori behaviorisme ?
3. Apa
saja teori penting yang dihasilkan oleh kelompok behaviorisme ?
TUJUAN MASALAH
1.
Untuk mengetahui perilaku teori behaviorisme
menurut para ahli.
2.
Untuk mengetahui eksperimen yang
mendukung teori behaviorisme.
3.
Untuk mengetahui teori penting yang
dihasilkan oleh kelompok behaviorisme.
PEMBAHASAN
PERILAKU
TEORI BEHAVIORISME MENURUT AHLI
1.
J. B. WATSON
Perilaku
menurut Watson memiliki 3 ciri penting, yaitu :
a. Menekankan
pada respon-respon yang dikondisikan sebagai elemen-elemen atau bangunan
perilaku.
b. Menekankan
pada perilaku yang dipelajari daripada perilaku yang tidak dipelajari.
c. Ciri
ketiga dari behaviorisme difokuskan pada binatang. Menurut Watson, tidak ada
perbedaan esensial antara perilaku manusia dan perilaku bbinatang dan bahwa
kita dapat belajar banyak dari perilaku kita sendiri dari studi tentang apa
yang dilakukan binatang.[1]
2.
B.F. SKINNER
Perilaku
menurut Skinner membagi perilaku menjadi 2, yaitu :
a.
Perilaku alami (innate
behavior), juga disebut sebagai respondent behavior yaitu perilaku yang
ditimbulkan oleh stimulus yang jelas.
b.
Perilaku operan (operant
behavior), adalah perilaku yang ditimbulkan oleh stimulus yang berupa
penguatan, tetapi hanya semata-mata ditimbulkan oleh organisme itu sendiri.
Perilaku operan belum tentu didahului oleh stimulus
dari luar. Dalam penelitiannya B. F. Skinner ada pada kondisioning operan.
Menurut Skinner perilaku itu merupakan rangkaian perilaku-perilaku yang lebih
kecil atau sederhana. Misalnya untuk datang ke sekolah tidak terlambat, maka
merupakan rangakian perilaku perilaku bangun lebih pagi, mandi lebih pagi, dan
seterusnya. Karena itu untuk membentuk perilaku baru, perlu perilaku tersebut
dianalisis menjadi perilaku-perilaku yang lebih kecil dan juga dianalisis
mengenai reward yang akan
digunakannya, yang pada akhirnya reward hanya akan
diberikan pada perilaku yang ingin dibentuk. Misalnya untuk membentuk perilaku
tidak terlambat sekolah. Anak bangun lebih pagi, diberi hadiah atau reward. Apabila telah terbentuk
perilaku bangun pagi, kemudian hadiah diberikan setelah anak mandi. Apabila
anak mandi lebih pagi telah terbentuk, maka hadiah diberikan pada perilaku
berikutnya yang akan dibentuk, demikian seterusnya yang pada akhirnya hadiah
hanya diberikan kalau perilaku yang ingin dibentuk itu telah terbentuk,
misalnya anak tidak datang terlambat ke sekolah. Ini disebut dengan metode shaping dari Skinner.
3.
I. P. PAPLOV
Perilaku menurut Paplov dibedakan atas :
a. Perilaku
yang bersifat refleksif, yaitu perilaku organisme yang tidak disadari oleh
organisme yang bersangkutan. Organisme membuat respons tanpa disadari sebagai
reaksi terhadap stimulus yang mengenainya.
b. Perilaku
yang disadari, yaitu perilaku atas kesadaran oragisme itu sendiri. Hal ini
merupakan respons dari kemauan berdasarkan stimulus yang diterima.[2]
EKSPERIMEN
YANG MENDUKUNG TEORI BEHAVIORISME
A.
IVAN PETROVICH PAPLOV (Paplov’s dog)
Paplov
menggunakan seekor anjing untuk percobaannya. Sebelumnya, anjing percobaan dioperasi
terlebih dahulu agar jika anjing tersebut mengeluarkan air liur, liur itu dapat
ditampung di tempat yang disediakan.
a.
Sebelum pengkondisian 1
Dalam
percobaannya, anjing dibiarkan lapar dan dimasukkan ke dalam kandang dan
dikondisikan agar anjing dapat melihat perangsang (makanan) yang terdapat di
luar kandang. Hasilnya, anjing tersebut
mengeluarkan air liur yang kemudian ditampung. Menurut Paplov, hal ini
merupakan respon yang alami dan refleksif yang disebut sebagai unconditioned
response (UCR).
b.
Sebelum pengkondisian 2
Percobaan ini menggunakan bel sebagai unconditioned stimulus (UCS). Ketika bel
tersebut dibunyikan, yang terjadi adalah telinga anjing bergerak yang merupakan
respon alami sebagai unconditioned response
(UCR).
c.
Saat pengkondisian
Langkah ini menggunakan bel dan makanan.
Anjing itu akan mendengar suara bel dan melihat makanan pada saat yang sama.
Percobaan ini diujikan berulang-ulang. Hasilnya setelah anjing menggerakkan
telinganya, air liur anjing keluar .
d.
Setelah pengkondisian
Langkah percobaan ini menghilangkan
makanan sebagai perangsangnya. Ketika sebuah bel dibunyikan, air liur anjing
tetap keluar walaupun tidak ada makanan disana.
Dari ekspermen ini, hasil akhirnya
adalah perilaku yang diteliti Paplov tersebut membuktikan bahwa perilaku
tersebut dapat dibentuk dengan cara memberikan conditioned stimulus (CS)
bersamaan atau sebelum diberikan stimulus yang alami (UCS) secara
berulang-ulang hingga pada akhirnya akan terbentuk conditioned response (CR)
yaitu keluarnya air liur walaupun tidak ada makanan.[3]
B.
BURRHUS FREDERICK SKINNER (Skinner Box)
B.1. Tikus
Setelah dimasukkan ke dalam kotak, tikus tersebut
mengeksplorasi kotak dengan berlari kesana kemari, mencium benda-benda yang ada
disekitarnya, mencakar dinding, dan sebagainya. Tingkah laku tikus yang
demikian disebut dengan emmited behavior (tingkah laku yang terpancar), yakni tingkah
laku yang terpancar dari organisme tanpa memedulikan stimulus tertentu. Sampai
tikus secara tak sengaja menekan pengungkit. Tekanan pengungkit ini
mengakibatkan munculnya butir-butir makanan ke dalam wadahnya.
Butir-butir makanan yang muncul merupakan reinforce bagi tikus yang disebut dengan tingkah laku operant yang akan terus meningkat apabila diiringi reinforcement, yaitu penguatan berupa butiran-butiran makanan kedalam wadah makanan.
Butir-butir makanan yang muncul merupakan reinforce bagi tikus yang disebut dengan tingkah laku operant yang akan terus meningkat apabila diiringi reinforcement, yaitu penguatan berupa butiran-butiran makanan kedalam wadah makanan.
B.2. Merpati
Seekor burung
merpati dimasukkan kedalam kotak skinner yang kedap suara. Salah satu sisi
dinding kotak terdapat bintik yang akan mengeluarkan cahaya merah jika dipatuk
dan kemudian keluar makanan (reinforcement).[4]
Unsur terpenting
dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya pengetahuan yang terbentuk melalui
ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi
penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif.
Bentuk-bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan.
Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau tidak memberi
penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang.
C.
JOHN BUARDUS WATSON
Eksperimen Watson yang paling
terkenal adalah “The Little Albert” yaitu percobaannya terhadap seorang bayi
sebelas bulan bernama Albert. Watson dan Rosalie Rayner, istrinya dengan
menggunakan tikus putih dan gong. Pada permulaan eksperimen, Albert tidak takut
pada tikus putih tersebut bahkan dia berusaha ingin memegangnya. Kemudian di
suatu waktu ketika Albert hendak memegang tikus, ditabuhlah gong yang
mengagetkan Albert dan membuatnya takut sekaligus takut kepada tikusnya.
Penabuhan gong ini dilakukan berulang-ulang. Pada akhir eksperimen, ketika
tikus didekatkan pada Albert walau tidak ada penabuhan gong, Albert ketakutan,
menangis dan mencoba merangkak menjauhi tikus. Eksperimen ini dapat dilihat DISINI
D.
EDWARD LEE THORNDIKE
(Trial and Error)
Percobaan Thorndike menggunakan kucing yang diletakkan di dalam
sangkar yang tertutup dimana terdapat pintu yang dapat membuka jika kenop yang
terletak di dalam sangkar tersebut tersentuh. Pada mulanya kucing itu berputar,
mencakar dan akhirnya secara tidak sengaja menyentuh kenop pembuka pintu.
Setelah percobaan ini diuji berulang-ulang, ternyata waktu yang diperlukan
kucing untuk membebaskan diri semakin cepat. Percobaan tersebut menghasilkan
teori “trial and error” atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa
belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat kesalahan.[5]
TEORI
PENTING YANG DIHASILKAN OLEH KELOMPOK BEHAVIORISME
1.
Classical Conditioning (Ivan
Paplov)
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor
anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
·
Law of
Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam
stimulus dihadirkan secara simultan, maka refleks dan stimulus lainnya akan
meningkat.
·
Law of
Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika
refleks yang sudah diperkuat melalui respondent conditioning itu didatangkan
kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.[6]
2.
Operant Conditioning (B.F.
Skinner)
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap
tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya :
·
Law of
operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
·
Law of
operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat
melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka
kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.[7]
3.
Connectionism (Thorndike)
Dari eksperimen yang telah dilakukannya terhadap
kucing, diperolehlah hukum belajar yaitu :
- Law of
Effect artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan
efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat.
Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka
semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus -
Respons.
- Law of
Readiness
Menurut Thorndike, belajar yang baik
harus ada kesiapan. Jika tidak ada kesiapan, maka hasilnya tidak maksimal. Hal
ini dapat dipaparkan seperti ini :
Ø Jika subjek
mempunyai kesiapan dan dapat melakukan kesiapan itu, maka hasilnya akan timbul
kepuasan.
Ø Jika subjek
mempunyai kesiapan namun tidak dapat melakukan kesiapan itu, maka akan timbul
kekecewaan.
Ø Jika subjek
tidak mempunyai kesiapan namun dituntut untuk melakukannya, maka akan timbul
keadaan yang tidak memuaskan.
·
Law of
Exercise artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin
bertambah erat jika sering dilatih (the
law of use) dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak
dilatih (the law of disuse).[8]
4.
Social Learning (Albert
Bandura)
Prinsipnya, belajar menurut teori ini adalah mempelajari
individu terutama dalam belajar sosial dan moral yang terjadi melalui peniruan
(imitation) dan penyajian contoh
perilaku (modelling). Teori ini juga
masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan
punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial
mana yang perlu dilakukan.
Contohnya, anak kecil akan menunjukkan perilaku jongkok saat
berjumpa dengan anjing, karena dia mengamati orang tuanya berperilaku tersebut
saat berjumpa dengan anjing.
PENUTUP
KESIMPULAN
Behaviorisme dapat disebut perspektif belajar adalah filosofi dalam psikologi yang berdasar pada
proposisi bahwa semua yang dilakukan organisme termasuk tindakan, pikiran, atau
perasaan dapat dan harus dianggap sebagai perilaku. Aliran ini berpendapat
bahwa perilaku demikian dapat digambarkan secara ilmiah tanpa melihat peristiwa fisiologis internal atau
konstrak hipotetis seperti pikiran. Behaviorisme beranggapan bahwa semua teori
harus memiliki dasar yang bisa diamati tapi tidak ada perbedaan antara proses
yang dapat diamati secara publik (seperti tindakan) dengan proses yang diamati
secara pribadi (seperti pikiran dan perasaan).
Teori-teori psikologi
yang disusun oleh aliran behaviorisme didasarkan pada tiga hal pokok, yaitu
ilmu jiwa tidak menyelidiki kesadaran melainkan menyelidiki tingkah laku.
Segala tingkah laku terjadi berdasarkan refleks dan pembawaan. Dan perilaku
dalam psikologi ini, lepas dari faktor keturunan.
SARAN
Makalah ini disusun agar para pembaca dapat mengetahui
tentang psikologi behaviorisme terutama perilakunya. Disarankan agar pembaca
bisa mencari tahu lebih lanjut dari sumber-sumber yang ada agar tidak terjadi
kesalahpahaman.
Demikianlah makalah ini kami buat semoga bermanfaat
bagi kita semua. Kami mengucapkan mohon maaf atas kekurangan kami dan kami
mohon kepada pembaca untuk membenarkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Hardy, Malcolm dan Heyes, Steve. (1985).
Pengantar Psikologi, Jakarta :
Erlangga.
Prawira, Purwa Atmaja. (2012). Psikologi Umum dengan Perspektif Baru,
Jogjakarta : AR-RUZZ MEDIA.
Suryobroto, Sumadi. (1984). Psikologi Perkembangan, Yogyakarta :
RAKE Press Yogyakarta.
Walgito, Bimo. (1981). Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta :
ANDI.
0 komentar:
Post a Comment