Sejarah Peradaban Islam Madinah
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Dalam perjalanan
manusia, banyak Nabi yang di utus Allah SWT tidak berkembang di asalnya sendiri
bahkan masyarakatnya tidak menghormatinya. Kota Mekkah, kota kelahiran
Rasulullah adalah kota yang tandus. Pada umumnya kondisi alam berpengaruh pada
watak penduduknya. Umumnya kala itu, penduduk Mekkah berwatak buruk dan tidak
dapat berpikir jernih. Sebaliknya di Madinah yang merupakan wilayah pertanian
yang subur, memiliki masyarakat yang berhati lembut dan penuh pertimbangan.
Jadi, peradaban Islam akan jauh lebih berkembang di kota ini. Sebelum membahas
tentang peradaban Islam di Kota Madinah, alangkah baiknya mengetahui alasan
dibalik hijrah Rasulullah, yaitu : tekanan dan gangguan dari kaum Quraisy
terhadap umat Islam yang semakin menjadi, rencana pembunuhan Rasulullah, dan
akhirnya perintah Allah SWT yang memerintahkan Rasulullah untuk hijrah ke
Madinah. Kehadiran Nabi Muhammad SAW di Kota Madinah menandai jaman baru bagi
peradaban Islam.
B. RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa saja faktor yang mendorong
Rasulullah hijrah ?
2.
Bagaimana sejarah hijrah Nabi Muhammad
SAW ke Kota Yatsrib ?
3.
Mengapa Rasulullah pergi hijrah sendiri
?
4.
Mengapa Rasulullah memilih Yatsrib
sebagai tujuan hijrah ?
5.
Bagaimana kondisi sosial, politik,
ekonomi, budaya dan agama masyarakat Yatsrib pra Islam ?
6.
Bagaimana respons masyarakat Yatsrib
dengan datangnya Nabi Muhammad SAW ?
7.
Bagaimana strategi dakwah Nabi Muhammad
SAW di Madinah ?
8.
Apa saja prestasi dakwah Nabi Muhammad
SAW di Madinah ?
9.
Pelajaran terpenting apa dalam kajian
ini bagi pengembangan peradaban Islam masa kini dan masa depan ?
10.
Apa sebab peradaban islam periode
Madinah lebih unggul daripada periode Makah ?
C. TUJUAN
MASALAH
1.
Mengetahui faktor apa saja yang
mendorong Rasulullah hijrah.
2.
Mengetahui sejarah hijrah Nabi Muhammad
SAW ke Kota Yatsrib.
3.
Mengetahui alasan Rasulullah hijrah
sendiri.
4.
Mengetahui alasan Kota Yatsrib menjadi
tujuan hijrah.
5.
Mengetahui kondisi sosial, politik,
ekonomi, budaya dan agama masyarakat Yatsrib pra-Islam.
6.
Mengetahui respons masyarakat Yatsrib
dengan datangnya Nabi Muhammad SAW.
7.
Mengetahui strategi dakwah Nabi Muhammad
SAW di Madinah.
8.
Mengetahui prestasi dakwah Nabi Muhammad
SAW di Madinah.
9.
Mengetahui pelajaran terpenting dalam
kajian ini bagi pengembangan peradaban Islam masa kini dan masa depan.
10.
Mengetahui sebab peradaban islam periode
Madinah lebih unggul daripada periode Makah.
PEMBAHASAN
A. Faktor
yang Mendorong Rasulullah untuk Berhijrah
a. Tekanan Kaum
Quraisy
Untuk melumpuhkan kaum muslimin yang dipimpin Nabi
Muhammad saw. mereka harus melumpuhkan Bani Hasyim terlebih dahulu secara
keseluruhan. Caranya adalah memboikot mereka dengan memutuskan segala bentuk
hubungan dengan Bani Hasyim. Tidak seorang penduduk Mekkah pun yang
diperkenankan melakukan hubungan jual beli dengan Bani Hasyim. Persetujuan itu dibuat
dalam bentuk piagam dan ditandatangani bersama serta disimpan di dalam Kabah.
Dengan pemboikotan ini, seluruh umat Islam terkepung di lembah pegunungan
dan terputus dari berbagai komunikasi dengan dunia luar. Pemboikotan ini
berlangsung selama lebih kurang 3 tahun yang dimulai pada bulan Muharram tahun
ke-7 kenabian dan bertepatan dengan tahun 616 M.
Isi piagam pemboikotan itu antara lain adalah:
1.
Mereka tidak akan menikahi orang-orang Islam.
- Mereka tidak akan menerima permintaan nikah dari
orang-orang Islam.
- Mereka tidak akan berjual beli apa saja dengan
orang-orang Islam.
- Mereka tidak akan berbicara dan tidak akan
menengok orang-orang Islam yang sakit.
- Mereka tidak akan menerima permintaan damai
dengan orang-orang Islam sehingga mereka menyerahkan Nabi Muhammad saw.
untuk dibunuh.
Akibat pemboikotan tersebut, Bani Hasyim menderita
kelaparan, kemiskinan, kesengsaraan yang tiada bandingnya saat itu. Pemboikotan
itu baru berhenti setelah beberapa pemimpin Quraisy menyadari bahwa apa yang
mereka lakukan sungguh suatu tindakan yang sangat keterlaluan. Di antara mereka
adalah Zubair bin Umayah, Hisyam bin Amr, Muth'im bin Adi, Abu
Bakhtari bin Hisyam, dan Zama'ah bin Aswad. Mereka merasa iba dengan
penderitaan yang dialami Bani Hasyim dan umat Islam. Akhirnya mereka merobek
isi piagam tersebut dan mengenyahkannya.[1]
b. Baiat Aqabah
Bai'at berarti perjanjian atau ikrar bagi penerima dan sanggup memikul atau melaksanakan sesuatu
yang dibai'atkan. Biasanya istilah bai'at digunakan di dalam penerimaan seorangmurid oleh Syeikhnya untuk menerima wirid-wirid tertentu dan berpedoman terhadap bai'at sebagai suatu amanah. Akan tetapi bai'at juga digunakan di dalam cakupan yang
lebih luas dan lebih jauh dalam menegakkan ajaran Islam, yang bukan hanya untuk mengamalkan wirid-wirid tertentu
kepada syeikh, namun yaitu untuk menegakkan perlaksanaansyariat Islam itu sendiri .
·
Baiat Aqabah I
Bai'at 'Aqabah I terjadi pada tahun 621 SM adalah
perjanjian antara Rasulullah dengan
12 orang dari Yatsrib yang kemudian mereka memeluk Islam. Bai'at 'Aqabah terjadi pada tahun kedua belas
kenabiannya. Kemudian mereka berbaiat (bersumpah setia) kepada Muhammad. Isi
baiat itu ada tiga perkara:
·
Melaksanakan apa yang Allah perintahkan.
·
Meninggalkan apa yang Allah larang.
Kemudian Rasulullah mengirim Mush’ab bin ‘Umair dan ‘Amr bin Ummi Maktum ke Yatsrib bersama mereka untuk
mengajarkan kepada manusia perkara-perkara Agama Islam, membaca Al Qur'an, salat dan sebagainya.
·
Baiat Aqabah II
Pada tahun ke-13 kenabian bertepatan dengan tahun 622
M, jamaah Yatsrib datang kembali ke kota Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji.
Jamaah tersebut berjumlah sekitar 73 orang. Setibanya di kota Mekkah mereka
menemui Nabi Muhammad saw. dan atas nama penduduk Yatsrib mereka menyampaikan
pesan untuk disampaikan kepada Nabi Muhammad saw. Pesan itu adalah berupa
permintaan masyarakat Yatsrib agar Nabi Muhammad saw. bersedia datang ke kota
mereka, memberikan penerangan tentang ajaran Islam dan sebagainya. Permohonan
itu dikabulkan Nabi Muhammad saw. dan beliau menyatakan kesediaannya untuk
datang dan berdakwah di sana. Untuk memperkuat kesepakatan itu, mereka
mengadakan perjanjian kembali di bukit Aqabah. Karenanya, perjanjian ini di
dalam sejarah Islam dikenal dengan sebutan Perjanjian Aqabah II.
Adapun Isi Perjanjian Aqabah kedua ini adalah:
a. Penduduk
Yatsrib siap dan bersedia melindungi Nabi Muhammad saw.
b. Penduduk
Yatsrib ikut berjuang dalam membela Islam dengan harta dan jiwa.
c. Penduduk
Yatsrib ikut berusaha memajukan agama Islam dan menyiarkan kepada sanak saudara
mereka.
d. Penduduk
Yatsrib siap menerima segala resiko dan tantangan.
Dengan keputusan ini terbukalah di hadapan Nabi
Muhammad saw. harapan baru untuk memperoleh kemenangan karena telah mendapat
jaminan bantuan dan perlindungan dari masyarakat Yatsrib. Sebab itu pula,
kemudian Nabi Muhammad saw. memerintahkan kepada sahabat-sahabatnya untuk
hijrah ke Yatsrib, karena di kota Mekkah mereka tidak dapat hidup tenang dan
bebas dari gangguan, ancaman dan penyiksaan dari orang-orang kafir Quraisy.[2]
c. Rencana
Pembunuhan Rasulullah
Rencana pembunuhan Nabi saw oleh kaum Quraisy yang
hasil kesepakatannya diputuskan oleh pemuka-pemuka Quraisy di Darun Nadwah.
Mereka menyatakan bahwa :
1. Mereka
sangat khawatir jika Muhammad dan pengikutnya telah berkuasa di Yatsrib. Pasti
Muhammad akan menyerang kafilah-kafilah dagang Quraisy yang pulang pergi ke
Syam. Hal itu akan mengakibatkan kerugian bagi perniagaan mereka.
2. Membunuh
Rasulullah dengan mengepung rumahnya dan pembunuhan direncanakan akan
dilaksanakan pada tengah malam.
3.
Membunuh Nabi saw sebelum beliau ikut pindah ke
Yatsrib. Dengan cara setiap suku Quraisy mengirimkan seorang pemuda tangguh
sehingga apabila Rasulullah SAW terbunuh, keluarganya tidak akan mampu membela
diri di hadapan seluruh suku Quraisy, kemudian mengepung rumah Nabi SAW dan
akan membunuhnya di saat fajar, yakni ketika Rasulullah SAW akan melaksanakan
sholat Subuh. [3]
d. Perintah
Allah
Berikut
ini adalah ayat-ayat di dalam Al
Qur’an yang bertema hijrah ataupun turun berkaitan dengan peristiwa tersebut.
Semoga kita bisa mengambil manfaat, hikmah
dan pelajaran dari mereka.
1. “Dan Yang mempersatukan hati mereka
(orang-orang yang beriman) . Walaupun kamu
membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat
mempersatukan hati mereka, akan
tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.”
[Al Anfaal (8): 63]
Maksudnya
: Penduduk Madinah yang terdiri dari suku Aus dan
Khazraj selalu bermusuhan sebelum Nabi Muhammad s.a.w hijrah ke Madinah.
Setelah mereka masuk Islam, permusuhan itu hilang.
2. “Dan sesungguhnya benar-benar mereka hampir
membuatmu gelisah di negeri (Mekah)
untuk mengusirmu daripadanya dan kalau terjadi demikian, niscaya sepeninggalmu
mereka tidak tinggal, melainkan sebentar saja.” [Al Israa' (17): 76]
Maksudnya:
Kalau sampai terjadi Nabi Muhammad s.a.w. diusir, oleh penduduk Mekah, niscaya
mereka tidak akan lama hidup di
dunia, dan Allah segera akan membinasakan mereka.
Hijrah
Nabi Muhammad s.a.w. ke Madinah bukan karena pengusiran kaum Quraisy,
melainkan semata-mata karena perintah Allah.
Sesungguhnya
orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada
mereka) malaikat bertanya : “Dalam
keadaan bagaimana kamu ini?.” Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang
tertindas di negeri (Mekah).” Para malaikat berkata: “Bukankah bumi
Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?.”
Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk
tempat kembali.” [An Nisaa' (4): 97]
Yang dimaksud dengan orang yang menganiaya diri sendiri di sini, ialah orang-orang muslimin
Mekah yang tidak mau hijrah bersama Nabi sedangkan mereka sanggup. Mereka
ditindas dan dipaksa oleh orang-orang kafir ikut bersama mereka pergi ke perang
Badar; akhirnya di antara mereka ada yang terbunuh dalam peperangan itu.
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah,
niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat
hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya
dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian
menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap
pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
[An Nisaa' (4): 100]
B. Sejarah
Hijrah Nabi Muhammad SAW ke Kota Yatsrib
a) Rasulullah
meninggalkan rumah
Jibril
turun kepada Rasulullah mengabarkan persekongkolan Quraisy dan bahwa Allah
sudah mengijinkan Rasulullah untuk pergi serta menetapkan waktu hijrah sambil
berkata “Janganlah engkau tidur di tempat tidurmu malam ini seperti biasanya”.
Kemudian pada tengah hari Rasulullah menemui Abu Bakar di rumahnya agar dia
menyertai Rasulullah untuk hijrah. Setelah menyusun langkah-langkah untuk
berhijrah, Rasulullah kembali kerumahnya dan menunggu datangnya malam.
Sementara itu, rencana kaum Quraisy sudah mulai dijalankan. Mereka berjaga dan
mengepung rumah Rasulullah menunggu tengah malam saat rencana itu mulai
dilaksanakan. Pada saat kritis itu, Rasulullah bersabda pada Ali bin Abu
Thalib, “Tidurlah di atas tempat tidurku, berselimutlah dengan mantelku warna
hijau yang berasal dari Hadharamaut ini. Tidurlah dengan berselimut mantel itu.
Sesungguhnya engkau tetap akan aman dari gangguan mereka yang engkau
khawatirkan”. Kemudian Rasulullah keluar rumah menyibak kepungan mereka.
Rasulullah memungut segenggam pasir dan menaburkannya ke kepala mereka kemudian
pergi ke rumah Abu Bakar. Sesungguhnya Allah telah membutakan mereka sehingga
tidak bisa melihat Rasulullah. Orang-orang yang mengepung rumah beliau terus
menunggu saat yang direncanakan. Namun sebelum itu, sudah ada tanda-tanda
kegagalan dari rencana tersebut ketika ada seorang lelaki yang bukan dari
kelompok mereka bertanya “Apa yang kalian tunggu?”. “Muhammad” jawab mereka. Kemudian
lelaki itu menceritakan apa yang terjadi saat mata mereka dibutakan. Ternyata
sampai pagi mereka tak berbuat apa-apa. Ali yang baru saja bangun dan masih
dikira sebagai Rasulullah langsung dikepung oleh mereka. Dan mereka bertanya
“dimanakah Rasulullah?”. Ali menjawab “Aku tidak tahu”.[4]
b) Dari
rumah ke gua
Rasulullah
sadar kaum Quraisy akan mencarinya mati-matian, untuk itu Rasulullah mengambil
jalur yang berbeda menuju Madinah, yaitu jalur yang mengarah ke Yaman.
Rasulullah menempuh jarak sekitar lima mil yang menanjak, sulit dan berat
hingga Abu Bakar sempat memapah beliau saat sudah tiba di gunung hingga tiba di
gua di puncak gunung bernama gua Tsur.[5]
c) Saat
berada di gua
Sesampainya
di gua, Abu Bakar ingin masuk terlebih dahulu agar jika terjadi apa-apa, bukan
Rasulullah yang menjadi korbannya. Abu Bakar kemudian menemukan sebuah lubang,
kemudian dia merobek mantelnya menjadi dua bagian yang mengikatnya ke lubang
itu dan robekan satunya dibalutkan di kakinya. Setelah Rasulullah mendapatkan
tempat di dalam gua, Rasulullah merebahkan kepalanya di pangkuan Abu Bakar dan
kemudian tertidur. Tiba-tiba Abu Bakar disengat hewan dari lubang tersebut.
Namun dia tidak berani bergerak karena takut akan mengganggu tidur Rasulullah.
Dengan menahan rasa sakit, air matanya jatuh ke wajah Rasulullah yang kemudian
terbangun. Rasulullah kemudian meludahi bagian yang tersengat sehingga hilang
sakitnya. Mereka tinggal di gua selama tiga malam. Abdullah bin Abu Bakar
mengunjungi mereka pada malam harinya untuk menyampaikan informasi yang
didapatnya di Makkah pada siang hari, dan Amir bin Fuhairah menggembala domba
di sekitar gua agar Rasulullah dan Abu Bakar dapat meminum susunya.[6]
Sementara
itu di Makkah, kaum Quraisy mengadakan pertemuan singkat yang memutuskan akan
menggunakan segala macam cara untuk menemukan Rasulullah dan Abu Bakar. Di
setiap jalur dari Makkah ditempatkan penjaga yang dilengkapi senjata yang
lengkap. Dan barang siapa dapat menemukan Rasulullah dan Abu Bakar akan
dihadiahi seratus ekor unta. Sampailah beberapa orang pencari yang sudah
mendekati mulut gua. Keajaiban pun terjadi. Pertolongan Allah SWT kepada
Rasulullah muncul ketika sangat dibutuhkan. Secara ajaib terdapat sarang
laba-laba yang menutup mulut gua, juga sarang burung merpati. Dalam waktu yang sangat
singkat, makhluk-makhluk Allah ini berusaha melindungi Rasulullah dengan
membuat sarang besar yang biasanya harus dibuat dalam waktu yang lama.[7]
d) Perjalanan
ke Madinah
Setelah
tiga hari menginap di Gua Tsur, pencarian Rasulullah mulai mengendur karena tidak
membuahkan hasil apa-apa. Pada malan Senin tanggal 1 Rabi’ul Awwal tahun
pertama Hijriyah, atau pada tanggal 16 September 622 M, Rasulullah SAW, Abu
Bakar RA, Amir bin Fuhairah, beserta seorang penunjuk jalan yang bernama
Abdullah bin Uraiqith, keluar dari gua, berangkat menuju Madinah. Dikisahkan,
Asma merobek ikat pinggangnya lalu sebelahnya digunakan untuk menggantungkan
makanan dan yang sebelah lagi diikatkan karean dia lupa membawa tali untuk
mengikat makanannya, sehingga ia lalu diberi nama Dzat an-Nithaqain (Yang
Memiliki Dua Sabuk). Rasulullah SAW duduk di atas unta, yang dalam kitab tarikh
disebut dengan nama “Al-Qushwa”. Menjelang siang, Rasulullah SAW dan Abu Bakar
berangkat meninggalkan Gua Tsur. Karena mengetahui pihak Quraisy sangat gigih
mencari mereka, mereka mengambil rute jalan yang tidak biasa ditempuh orang.
Dengan ditemani Amir bin Fuhairah dan mengupah seorang Badwi dari Banu Du’il,
Abdullah bin ‘Uraiqith, sebagai penunjuk jalan, mereka berempat menuju selatan
Lembah Makkah, kemudian menuju Tihamah di dekat pantai Laut Merah. Sepanjang
malam dan siang, mereka menempuh perjalanan yang amat berat selama tujuh hari.
e) Berada
di Quba’
Pada
hari Senin tanggal 8 Rabi’ul Awwal tahun ke-14 dari nubuwwah atau tahun pertama
dari hijrah, bertepatan dengan tanggal 23 September 622 M, Rasulullah dan
rombongan tiba di Quba dengan sambutan yang luar biasa oleh kaum muslimin yang
ada di sana. Kemudian berjalan hingga berhenti di Bani Amr bin Auf. Abu Bakar
berdiri, sementara Rasulullah duduk sambil diam. Orang-orang Anshar yang belum pernah
melihat dan bertemu Rasulullah mengira bahwa yang berdiri itulah Rasulullah,
padahal itu Abu Bakar. Tatkala panas matahari mengenai Rasulullah, Abu Bakar
segera memayungi beliau dengan jubahnya. Saat itulah mereka baru tahu bahwa
yang duduk dan diam itulah Rasulullah SAW. Setelah dari Quba, atau sekitar satu
kilometer dari Quba, beliau bersama umat Islam lainnya melaksanakan shalat
Jum’at. Shalat Jum’at dilaksanakan di tempat Bani Salim bin Auf. Untuk
memperingati peristiwa itu, dibangunlah masjid di lokasi ini dengan nama Masjid
Jum’at atau Masjid Quba. Pada hari Jum’at itu pula beliau melanjutkan
perjalanan menuju Madinah. [8]
f) Memasuki
Madinah
Setelah selesai shalat Jum’at, Rasulullah
memasuki Madinah. Sejak hari itulah Yatsrib dinamakan Madinah. Walaupun
orang-orang Anshar bukan termasuk orang yang kaya, tetapi tiap orang di antara
mereka berharap agar Rasulullah singgah di rumah mereka. Rasulullah bersabda
“Berilah jalan pada onta ini, karena ia adalah onta yang sudah diperintah”.
Onta Rasulullah terus berjalan hingga tiba di suatu tempat yang sekarang
menjadi Masjid Nabawy.
C. Alasan
Rasulullah Pergi Hijrah Sendiri
Pada
saat itu Kaum Quraisy gemar menyiksa kaum muslim yang hendak hijrah ke Madinah.
Dan rencana pembunuhan Rasulullah semakin gencar dilakukan. Oleh karena
itu,untuk menjaga keamanan Rasulullah
dan umat muslim berencana berangkat hijrah ke Madinah dengan diam-diam.
D. Alasan
Yatsrib Sebagai Tujuan Hijrah
Ada beberapa faktor yang mendorong Nabi Muhammad saw.
memilih Yatsrib sebagai tempat hijrah umat Islam. Faktor-faktornya antara lain:
1. Yatsrib
adalah tempat yang paling dekat.
2. Sebelum
diangkat menjadi nabi, beliau telah mempunyai hubungan baik dengan penduduk
kota tersebut. Hubungan itu berupa ikatan persaudaraan karena kakek Nabi, Abdul
Mutholib beristerikan orang Yatsrib. Di samping itu, ayahnya dimakamkan di
sana.
3. Penduduk
Yatsrib sudah dikenal Nabi karena kelembutan budi pekerti dan sifat-sifatnya
yang baik.
4. Bagi diri
Nabi sendiri, hijrah merupakan keharusan selain karena perintah Allah swt.
5. Rasulullah
sendiri telah diminta untuk pergi ke Yatsrib oleh masyarakat Yatsrib sendiri.
Dengan demikian, langkah-langkah strategis yang sangat
menguntungkan bagi dakwah Islam telah dicanangkan. Beliau telah memiliki
kesiapan yang sangat matang, selain karena telah mendapat dukungan dari
penduduk Yatsrib, juga karena secara fisik dan mental beliau telah siap
meninggalkan kota kelahirannya untuk meneruskan perjuangan dalam menegakkan
kalimah tauhid.
E. Kondisi
sosial, politik, ekonomi, budaya dan agama Masyarakat Yatsrib pra Islam
a) Kondisi
sosial dan budaya
Masyarakat Madinah atau Yatsrib sebelum kedatangan
agama Islam terbagi menjadi dua golongan besar, yaitu bangsa Yahudi yang datang
lebih awal ke Yatsrib dan bangsa Arab Yaman. Kelompok masyarakat Yahudi yang
berdiam di kota Yatsrib kebanyakan berasal dari wilayah utara. Mereka datang ke
kota itu secara bergelombang yang dimulai pada abad ke-1 dan ke-2 M.
Mereka berusaha menghindar dari kejaran bangsa Romawi yang ingin membunuh dan
menghancurkan kehidupan mereka. Pengejaran ini dilakukan karena bangsa Romawi
memandang bangsa Yahudi sebagai bangsa pemberontak. Mereka melakukan
pemberontakan terhadap kekuasaan bangsa Romawi yang tengah berkuasa saat itu.
Sementara bangsa Arab datang ke Yatsrib karena
negerinya dilanda bencana alam, berupa hancurnya bendungan Ma'arib yang
dibangun sejak masa ratu Balqis ketika kerajaan Saba masih berjaya. Selain
persoalan itu, alasan kepindahan bangsa Arab selatan ini ke Yatsrib
karena persoalan konflik politik yang berkepanjangan yang melanda
negara dan bangsa mereka. Dua suku besar yang berhasil masuk dan menetap di
Yatsrib adalah suku 'Aus dan Khazraj.
Kedatangan bangsa Arab Yaman ke Yatsrib diperkirakan
terjadi pada tahun 300 M. Mereka juga berdatangan secara bergelombang.
Gelombang terbesar terjadi pada akhir abad ke-4 M. Kedatangan mereka secara
masal ini ternyata mengalahkan jumlah masyarakat Yahudi yang lebih awal menetap
di kota itu. Pada awalnya, kedua suku bangsa ini, yakni Yahudi dan Arab dapat
hidup secara berdampingan, saling menghormati satu sama lain dan
sebagainya. Namun dalam perkembangan selanjutnya, ketika masyarakat Arab
melebihi jumlah penduduk bangsa Yahudi, mulai timbul kecurigaan dan saling
ancam. Ketegangan ini berawal dari sikap bangsa Yahudi yang sangat sombong.
Mereka menyombongkan diri sebagai manusia pilihan Tuhan karena dari suku mereka
banyak diutus para nabi dan rasul. Selain itu, mereka adalah penganut agama
tauhid, sementara masyarakat Arab adalah penyembah berhala.
b) Kondisi
politik
Suku Aus dan Khazraj adalah dua di
antara anggota Azd yang bermigrasi ke Madinah. Mereka tinggal berdampingan
dengan kaum Yahudi. Suku Aus tinggal di daerah al-‘Awali (dataran tinggi) yang
berdampingan dengan Bani Quraizhah dan Nazhir. Sedangkan suku Khazraj menetap
di dataran rendah, bertetangga dengan Bani Qainuqa. Daerah tempat menetap suku
Aus lebih subur dibandingkan daerah yang ditempati oleh suku Khazraj. Keadaan
ini ternyata telah menyebabkan terjadinya konflik di antara mereka.
Dalam beberapa kali peperangan, tidak
sedikit jumlah orang-orang Yahudi yang mati terbunuh. Dengan demikian kedudukan
orang-orang Yahudi sebagai kelompok yang berkuasa di Madinah dapat dijatuhkan.
Sebaliknya kabilah Aus dan Khazraj yang sebelumnya kebanyakan hanya sebagai buruh
posisinya semakin naik. Keadaan sosial pun semakin bergeser sehingga
menempatkan kedua suku tersebut pada tempat yang menonjol dan berkuasa di
Madinah.
Kaum Yahudi sebagai pihak yang
tersisihkan tidak tinggal diam. Mereka selalu berusaha untuk membuat intrik
(intrik) dan memecah belah kedua suku tersebut. Provokasi (penghasutan) mereka
nampaknya berhasil. Kaum Yahudi senantiasa menyebarkan permusuhan dan kebencian
di antara mereka, sehingga terjadilah peperangan-peperangan yang tidak
berkesudahan di antara kedua suku tersebut. Dalam situasi seperti itu,
orang-orang Yahudi memiliki peluang untuk memperbesar perdagangan dan kekayaan
mereka. Kekuasaan mereka yang sudah hilang dapat mereka rebut kembali.
Kelompok-kelompok yang menonjol di
Madinah sebelum kedatangan Nabi Muhammad Saw. dengan demikian adalah suku Aus,
Khazraj, dan kaum Yahudi. Di antara ketiganya telah terjadi permusuhan yang
menahun. Selama lebih dari satu abad, mereka dalam keadaan siap tempur dan
hidup dalam suasana perang yang tiada hentinya.[9]
c) Kondisi
ekonomi
Kota Madinah yang kondisi tanahnya
merupakan wilayah pertanian, mata pencaharian penduduknya sebagian besar adalah
bertani dan berkebun. Di Madinah terdapat kebun-kebun yang terdiri dari kurma
dan anggur baik yang diberi anjang-anjang maupun tidak serta ada juga tanah
persawahan. Pohon kurma sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat Madinah,
karena disaat musim kemarau dapat menutupi sebagian besar kebutuhan pangan
penduduk Madinah. Tanaman biji-bijian yang mereka tanam adalah gandum dan
jewawut. Penjualan hasil pertanian mereka diantaranya dengan cara muzara’ah,
mukhabarah, muajarah, muzabanah, muhaqalah dan mu’awamah.[10]
Beberapa industri kerajinan juga terdapat di Madinah yang sebagian besar
dilakukan oleh kaum Yahudi. Kerajinan emas banyak dilakukan oleh Bani Qainuqa
yang merupakan kaum Yahudi yang terkaya. Allah telah jadikan tanah kota Madinah
sangat subur, sehingga banyak sumur- sumur air yang dapat mengairi persawahan
dan perkebunan dengan lancar tanpa hambatan. Meski demikian, kebutuhan makanan
mereka tidak mencukupi, sehingga mengimpor dari Syam seperti tepung, minyak,
dan madu. Selain hasil alam, penduduk Madinah memiliki hewan ternak seperti
unta, sapi, kambing, dan kuda. Di Madinah terdapat banyak pasar, yang terkenal
pasar bani Qainuqa’, disana juga terdapat toko minyak wangi. Dan macam- macam
jual beli lainnya, yang sesuai dengan ajaran Islam maupun tidak. Mata uang yang
digunakan di Makkah dan Madinah adalah dirham dan dinar. Kehidupan Madinah
mengalami perubahan dari waktu ke waktu, diantaranya rumah bertingkat, terdapat
halaman rumah, tedapat kursi, dan lain- lain yang mencerminkan peradaban
masyarakat Madinah saat itu.[11]
d) Kondisi
agama
Sebelum kedatangan Islam ke kota Yatsrib (Madinah),
masyarakatnya telah memiliki agama dan kepercayaan. Agama yang dianut sebagian
masyarakat kota ini adalah agama Yahudi dan Nasrani, selain agama
pagan. Agama pagan adalah kepercayaan kepada benda-benda, dan kekuatan-kekuatan
alam, seperti matahari, bintang-bintang, bulan, dan sebagainya. Agama
Yahudi masuk ke kota Yatsrib berbarengan dengan masuknya para imigran dari
wilayah utara sekitar abad ke-1 dan ke-2 M. Mereka pindah ke Yatsrib
untuk melepaskan diri dari penjajahan bangsa Romawi. Migrasi pertama diikuti
oleh gelombang perpindahan besar pada tahun 132 - 135 M, ketika pemerintahan
Romawi menindak keras bangsa Yahudi yang mencoba melakukan pemberontakan. Di
antara suku-suku bangsa yang menganut agama Yahudi adalah Bani Qainuqa, Bani
Nadhir, Bani Gathfan, Bani Quraidlah. Mereka inilah yang mempertahankan
kepercayaannya hingga Islam datang. Bahkan banyak di antara mereka yang
bersekutu dengan para penguasa Quraisy untuk mengusir dan membunuh Nabi
Muhammad saw. serta menggagalkan perjuangan umat Islam. Sementara penganut
agama Nasrani merupakan kelompok minoritas. Mereka berasal dari kelompok Bani
Najran. Masyarakat Bani Najran memeluk Kristen pada tahun 343 M ketika kelompok
missionaris Kristen dikirim oleh Kaisar Romawi untuk menyebarkan agama Nasrani
di wilayah itu. Selain penganut agama Yahudi
dan Nasrani, terdapat pula para penganut agama primitif yang menyembah kekuatan-kekuatan alam.
Mereka tidak banyak, tetapi keberadaan mereka merupakan sesuatu yang tidak
dapat dipungkiri. Mereka hidup sesuai dengan tradisi yang telah diwariskan oleh
nenek moyang dengan menjalankan praktik peribadatan yang tidak bersesuaian
dengan agama monotheisme atau agama tauhid. Karena itu, tak jarang di antara
mereka terjadi keributan, terutama antara mereka dengan masyarakat yang
menganut agama Yahudi. Para penganut agama ini berkeyakinan bahwa mereka adalah
manusia yang dipilih Tuhan sehingga merasa diri mereka paling benar dan
mengejek kelompok lain. Keadaan ini berlangsung cukup lama hingga kedatangan
dan perkembangan Islam di kota Yatsrib (Madinah).
F.
Respons Masyarakat Yatsrib dengan
Datangnya Nabi Muhammad SAW
Kaum Anshar telah mendengar kepergian Rasulullah saw.
Dari Makkah. Maka setiap hari, ketika pagi tiba, mereka pergi ke luar kota.
Mereka menunggu kedatangan Rasulullah saw. Namun mereka tidak mendapatkan apa
yang mereka inginkan, hingga matahari berselimut mlam. Merekapun kembali
kerumah masing-masing. Ketika itu sedang musim kemarau dan panas.
Rasulullah saw. Tiba pada
saat orang-orang Madinah memasuki rumah masing-masing. Ketika itu kaum yahudi
menyaksikan apa yang dilakukan kaum Anshar. Orang pertama yang melihat
kedatangan Rasulullah saw. Adalah seorang laki-laki Yahudi. Ia berteriak dengan
suara yang nyaring, menggambarkan kepada kaum Anshar tentang datangnya
Rasulullah saw. Kaum Anshar segera keluar rumah untuk menyambut Rasulullah saw.
Yang ketika itu sedang beristirahat dibawah pohon kurma. Beliau bersama dengan
Abu bakar ra. Yang usianya hamper sama. Sebagian besar kaum Anshar belum pernah
bertemu Rasulullah saw. Oleh karena itu, ditengah manusia yang berdesakan itu,
mereka sulit dibedakan. Abu bakar mengetahui keadaan mereka yang belum mengenal
Rasulullah saw. Ia segera menutupkan selendangnya untuk memayungi Rasulullah
saw. Sehingga kaum Anshar dapat mengenalinya.
Keduanya disambut oleh sekitar 500 orang dari kaum
Anshar. Saat berhadapan dengan Rasulullah saw. Mereka berkata, “Masuklah kalian
berdua (ke dalam kota) dengan aman dan taati.’kemudian Rasulullah dan Abu Bakar
menemui warga Madinah. Seluruh warga keluar rumah, hingga awatiq , yang berada
diatas rumah saling berpandangan dan bertanya-tanya “siapa kedua orang itu?
Siapa kedua orang itu?’ Anas ra. Mengatakan, kami belum pernah menyaksikan
pemandangan seperti itu sebelumnya.Kaum laki-laki dan perempuan naik ke atas
rumah-rumah mereka. Anak-anak dan pelayan bertebaran dijalan-jalan. Mereka
menyambut dan memanggil,” Wahai Muhammad ! Wahai Rasulullah! Wahai Muhammad!
Wahai Rasulullah!’Al-Bara’ bin Aib mengatakan, “Nabi saw. Telah datang (ke
Madinah). Aku melihat penduduk Madinah menyambut Rasulullah saw. Dengan
kegembiraan yang tidak pernah kulihat sebelumnya, hingga para budak wanita
berkata:”Rasulullah telah datang.Umat Islam bertakbir gembira karena kedatangan
Rasulullah saw. Mereka belum pernah bergembira sepanjang hidup mereka seperti
kegembiraan mereka karena kedatangan Rasulullah saw. Madinah-pun tersenyum,
membesar dalam pakaian kegembiraan dan kebanggaan. Putri-putri kaum Anshar
bernyanyi dengan riang gembira dan mempesona.[12]
G. Strategi
Dakwah Nabi Muhammad SAW di Madinah
a) Membangun
Masjid Nabawy
Pada
mulanya, masjid di pakai sebagai tempat untuk mengadili perkara, jual beli dan
sebagainya. Dalam perkembangannya, dipisahkan tempat untuk shalat dan tempat
jual beli demi kekhusyukan dalam beribadah.[13]
Masjid itu bukanlah tempat untuk shalat semata, namun juga menjadi sekolahan
bagi orang-orang muslim untuk menerima ajaran dan bimbingan islam, balai
pertemuan, gedung parlemen dan tempat untuk menjalankan roda pemerintahan.
Serta berfungsi sebagai tempat tinggal orang-orang Muhajirin.[14]
b) Mempersaudarakan
Kaum Muhajirin dan Anshar
Kaum Muhajirin yang jauh dari sanak saudara dan kampung halaman mereka, di
pererat oleh beliau dengan mempersaudarakan mereka dengan kaum Ansor karena
kaum Ansor telah menolong mereka dengan ikhlas dan tidak memperhitungkan keuntungan
yang bersifat materi, melainkan hanya karena mencari keridhaan Allah SWT
semata. Sebagai contoh Abu Bakar dipersaudarakn dengan Harits bin Zaid, Ja’far
bin Abi Thalib dengan Muadz bin Jabal, Umar bin Khattab dengan Itbah bin Malik,
begitu seterusnya tiap-tiap kaum Ansor dipersaudaran dengan kaum Muhajirin.
Dengan demikian kaum muhajirin yang bertahun-tahun berpisah dengan keluarganya
merasa tentram dan aman melaksanakan syariat agamanya. Di tempat yang baru
tersebut sebagian ada yang hidup berniaga ada yang bertani seperti (Abu Bakar,
Utsman dan Ali) mengerjakan tanah kaum Ansor. Dengan ikatan teguh ini Nabi
Muhammad SAW dapat menyatukan dengan ikatan persaudaraan Islam yang kuat yang
terdiri dari berbagai macam suku dan kabilah ke dalam satu ikatan masyaraka
Islam yang kuat dengan semangat bergotong royong, senasib sepenanggunan. Segolongan orang arab yang menyatakan masuk Islam dalam keadaan miskin
disediakan tempat tinggal dibagian masjid yang kemudian dikenal dengan nama
Ashab Shuffa. Keperluan hidup mereka dipikul bersama diantara
Muhajirin dan Ansor.
c) Membuat
Perjanjian dengan Kaum Yahudi
Guna menciptaka suasana tentram di kota baru bagi Islam (Madinah), Nabi
Muhammad SAW membuat perjanjian persahabatan dan perdamaian dengan kaum Yahudi
yang berdiam di dalam dan di sekeliling kota Madinah. Inilah salah satu
perjanjian yang diperlihatkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai seorang ahli
politikus yang ulung yang belum pernah dilakukan oleh para nabi-nabi terdahulu.
Diantara isi perjanjian yang dibuat oleh Nabi SAW dengan kaum Yahudi antara
lain :
·
Tiap kelompok dijamin kebebasannya dalam
beragama,
·
Tiap kelompok berhak menghukum anggota
kelompoknya yang bersalah,
·
Tiap kelompok harus saling membantu
dalam mempertahankan Madinah, baik non maupun muslim dan
·
Penduduk Madinah semua sepakat
mengangkat Muhammad SAW sebagai pemimpinnya dan mendukung keputusan hukum atas
segala perkara yang dihadapkan padanya.[15]
Perjanjian politik yang dibuat oleh Nabi Muhammada SAW tersebut telah
menjamin kemerdekaan beragama dan menjamin kehormatan jiwa dan harta dari
golongan yang bukan Islam. Ini adalah merupakan peristiwa yang baru dalam dunia
politik dan peradaban manusia. Sebab waktu itu diberbagai pelosok dunia masih
terjadi perkosaan dan perampasan hak-hak asasi manusia.
d) Meletakkan
Landasan Politik, Ekonomi dan Kemasyarakatan
Karena masyarakat Islam telah terwujud, maka Rasulullah SAW menentukan
dasar-dasar yang kuat bagi masyarakat Islam yang baru terwujud itu, baik dalam
bidang politik, ekonomi, social maupun yang lainnya. Hal ini disebabkan karena
dalam periode perkembangan agama Islam di Madinah inilah telah turun wahyu
Allah SWT yang mengandung perintah berzakat, berpuasa, dan hukum-hukum yang
bertalian dengan pelanggaran atau larangan, jinayat (pidana) dan lain-lain. Dengan
ditetapkannya dasar-dasar politik, ekonomi, social dan lainnya, maka semakin
teguhlah bentuk-bentuk masyarakat Islam, sehingga semakin hari pengaruh agama
Islam di kota Madinah semakin bertambah besar.
Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi
Muhammad mengadakan ikatan perjanjian dengan Yahudi dan orang-orang Arab yang
masih menganut agama nenek moyang. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan
beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas yang dikeluarkan. Setiap
golongan masyarakat yang memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan
keagamaa. Kemerdekaan beragama dijamin, dan seluruh anggota masyarakat
berkewajiban mempertahankan negeridari serangan luar.
Dalam perjajian itu disebutkan bahwa rasulullah menjadi kepala pemerintahan karena menyangkut peraturan dan tat tertib umum, otoritas mutlak diberikan pada beliau. Dalam bidang sodial, dia juga meletakkan dasar persamaan antara sesame manusia perjanjian inin, dalam pandangan ketatanegaraan sekarang, sering disebut dengan konstitusi madinah ( piagam madinah).
Dalam perjajian itu disebutkan bahwa rasulullah menjadi kepala pemerintahan karena menyangkut peraturan dan tat tertib umum, otoritas mutlak diberikan pada beliau. Dalam bidang sodial, dia juga meletakkan dasar persamaan antara sesame manusia perjanjian inin, dalam pandangan ketatanegaraan sekarang, sering disebut dengan konstitusi madinah ( piagam madinah).
e)
Memelihara dan Mempertahankan Masyarakat Islam
Jumlah orang-orang yang mengakui kerasulan Muhammad SAW bertambah dengan
amat cepat, sehingga dalam waktu yang sangat singkat kekuatan Islam sudah mulai
diperhitungkan oleh orang-orang yang tidak menyukainya. Ada tiga kekuatan yang
secara nyata memusuhi agama baru ini yaitu : orang-orang Yahudi, orang-orang
munafik, dan orang-orang Quraiys dengan sekutunya.
1)
Rongrongan Kaum Yahudi
Orang Yahudi sejak sebelum masehi sudah hidup di Madinah, mereka terdiri
dari 3 suku yaitu Bani Qainuqa, Bani Quraidhah dan Bani Nadzir. Mereka semua
mempercayai akan kedatangan nabi akhir zaman sebagaimana dijelaskan dalam kitab
suci mereka. Akan tetapi ketika nabi yang ditunggu-tunggu itu datang, mereka
mengingkarinya karena mereka menduga dan menghendaki bahwa nabi yang
ditunggu-tunggu itu berasal dari golongan mereka yaitu keturunan Israel.
Apalagi setelah bangsa Arab memeluk agama Islam mendahului mereka. Kekecewaan
mereka sudah tak bisa disembunyikan
lagi.[16]
Mereka memang pernah mengikat perjanjian dengan kaum muslimin, akan tetapi
tidak dilandasi dengan ketulusan hati yang jujur dan mereka mengira bahwa kaum
muslimin adalah kelompok yang lemah yang tidak akan mampu menghadapi kekuatan
kafir Quraiys.
2)
Rongrongan Orang Munafik
Keberadaan
orang-orang munafik tidak bisa di abaikan begitu saja sebagai ancaman yang
sangat membahayakan. Pengaruh mereka
memang tidak begitu besar, namun apabila dibiarkan bisa menimbulkan malapetaka
yang merugikan perjuangan umat Islam. Sekalipun mereka mengaku beriman kepada
Rasulullah SAW, namun sering kali mereka
menghalang-halangi orang lain masuk Islam. Ketika Rasulullah SAW bersiap
menghadapi perang Uhud, kaum munafik keluar dari barisan yang dipersiapkan
atas hasutan Abdullah bin Ubai, pemimpin mereka. Mereka juga mengadakan
hubungan baik dengan kaum Yahudi dan pernah menjanjikan bantuan kepada Bani
Quraidhah menghianati kaum muslimin.
3)
Rongrongan Kaum Quraisy
Sikap permusuhan kafir Quraiys terhadap Islam tidak berhenti dengan
kepindahan Rasulullah SAW dan para sahabatnya ke Madinah. Atas sikap mereka itu
Allah SWT menurunkan ayat yang mengizinkan umat Islam mengangkat senjata untuk
membela diri, karena mereka sungguh dianiaya.[17] Pasukan yang pertama dibentuk adalah untuk berjaga-jaga menghadapi
serangan dari suku-suku Badui dan kafir Quraiys serta sekutunya. Orang yang
boleh diperangi adalah orang yang telah merampas hak, baik harta maupun jiwa
dan menghalangi untuk beriman kepada Allah SWT dan melaksanakan ajarannya.
Perang pada
masa ini adalah :
a.
Perang Badr, 17 Ramadhan 2 H. Dalam Al-Qur’an peristiwa ini disebut dengan yaumul furqon, yakni hari pemisah
antara yang hak dan yang bathil. Pasukan Islam memenangkan perang
dengan 300 melawan 1000 orang kafir Quraisy. Yang turut ambil bagian dalam pasukan kafir ini adalah suku Arab Tihamah,
Kinanah, Bani Harist, Bani Haun dan Bani Musthaliq.
b.
Perang Uhud, Sya’ban 3 H. Dalam peperangan ini kaum muslimin menderita kekalahan akibat keluarnya
sebagian pasukan muslimin yang diprovokasi oleh orang munafik bernama Abdullah
bin Ubay sehingga kaum muslimin yang berjumlah 1000 orang tinggal kurang lebih
dua pertiganya. Dalam peperangan ini dari kaum muslimin yang gugur sebagai
syuhada 70 orang, termasuk paman Nabi SAW yang bernama Hamzah bin Abdul
Muthalib. Kesempatan ini membuat kesempatan orang Yahudi bani Nadzir untuk
menghancurkan kaum muslimin. Mereka berusah membunuh Rasulullah SAW,
namun gagal sehingga mereka di usir dari Madinah.
c.
Perang Khandaq, Syawal 5 H. Kurang lebih 14.000 tentara kafir termasuk 4000 kafir Quraisy di bawah pimpinan Abu Sofyan menyerbu Madinah. Menghadapi serbuan ini
Rasulullah SAW memilih bertahan di kota. Atas saran Salman Al-Farisi kaum
muslimin membuat parit-parit di setiap lorong untuk masuk ke kota
Madinah. Tidak ada pilihan lain bagi kafir
untuk mengepung kota Madinah. Akan tetapi setelah 25 hari pengepungan, perasaan
jenuh mulai muncul terutama pada kelompok-kelompok yang tidak mempunyai
kepentingan karena yang jelas punya kepentingan adalah kaum kafir dan orang
Yahudi. Pada saat yang sama seorang pemimpin Arab Nu’aim bin Mas’ud menghadap
Rasulullah SAW dan menyatakan masuk Islam. Tepat pada saat yang menyulitkan
kaum muslimin, datanglah badai padang pasir yang mematikan disertai hujan lebat
yang menyapu bersih kemah dan perbekalan mereka. Akhirnya terpaksa mereka
kembali dan menyelamatkan diri tanpa membawa apa-apa. Dalam perang ini gugur 6 sahabat Rasululllah SAW termasuk Sa’ad bin Muadz,
mereka gugur sebagai syuhada. Demikian kaum muslimin mempertahankan diri dan
serangan yang dilakukan tetap tidak keluar dari kerangka mempertahankan diri.[18]
H. Prestasi
Dakwah Nabi Muhammad SAW di Madinah
1) Piagam
Madinah
a.
Butir - butir piagam yang
berhubungan dengan kaum muslimin
· Kaum mukminin,
baik yang berasal dari Quraisy maupun yatsrib, dan orang - orang yang mengikuti
mereka, bergabung dengan mereka, dan berjihad bersama mereka, adalah satu umat,
yang berbeda dari umat manusia lainnya.
· Setiap
kelompok dari kaum mukminin (Muhajirin, Bani Sa'idah, dari Aus . . .)
boleh tetap berada dalam kebiasaan mereka yaitu tolong menolong dalam membayar
diat diantara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan
adil diantara mukminin. Sesungguhnya kaum mukminin tidak boleh membiarkan orang
yang menanggung beban berat (karena memiliki keluarga besar dan hutang diantara
mereka, namun mereka harus, penerj-) membantunya dengan baik dalam pembayaran
tebusan atau diyat.
· Orang -
orang mukmin yang bertakwa harus menentang orang yang zalim diantara mereka.
Kekuatan mereka bersatu dalam menentang yang zhalim, meskipun yang zhalim
adalah anak dari salah satu seorang diantara mereka.
· Jaminan
Allah itu satu. Allah memberikan jaminan sampai kepada kaum muslimin yang
paling rendah sekalipun. Dan sesungguhnya mukminin
itu saling membantu diantara mereka, tidak dengan yang lain.
· Sesungguhnya
kaum yahudi yang mengikuti kaum mukminin berhak mendapatkan pertolongan dan
santunan, selama kaum yahudi ini tidak menzhalimi kaum muslimin dan tidak
bergabung dengan musuh dalam memerangi kaum muslimin.
b.
Butir - butir piagam yang
berhubungan dengan kaum musyrikin
·
Kaum Musyrik madinah tidak boleh melindungi harta atau
jiwa kaum kafir Quraisy (Makkah) dan juga tidak boleh menghalangi kaum Muslimin
darinya.
·
Orang - orang quraisy dan para sekutunya memiliki hak
untuk berdamai jika mereka memintanya, Kecuali orang yang memerangi Islam dari
mereka.
·
Orang - orang kafir Quraisy tidak diberi jaminan
keamanan, dan begitu pula yang membantu mereka.
c.
Butir - butir piagam yang
berhubungan dengan kaum yahudi
·
Kaum yahudi memikul biaya bersama mukminin selama
dalam peperangan.
·
Kaum yahudi dari Bani 'Auf adalah satu umat dengan
mukminin. Kaum yahudi berhak atas agama, budak - budak dan jiwa - jiwa
mereka.... Ketentuan ini juga berlaku bagi kaum yahudi yang lain yang berasal
dari Bani Najjar, Bani Harits... dan kedudukan dari kerabat yahudi
(diluar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi).
·
Tidak ada seorang yahudi pun yang dibenarkan ikut
berperang, kecuali dengan idzin Nabi Muhammad SAW.
·
Kaum yahudi berkewajiban menanggung biaya perang
mereka dan kaum muslimin juga berkewajiban menanggung biaya perang mereka
sendiri. Kaum Muslimin dan Yahudi harus saling membantu dalam menghadapi orang
yang memerangi pendukung piagan ini, dan mereka juga harus saling memberi
nasehat serta membela pihak yang tezhalimi.
d.
Butir - butir piagam yang
berhubungan dengan kepentingan umum
·
Sesungguhnya yatsrib itu tanahnya haram (suci) bagi
warga pendukung piagam ini. Dan sesungguhnya orang yang mendapat jaminan
(diperlakukan) seperti diri penjamin, sepanjang tidak melakukan sesuatu yang
membahayakan dan tidak khianat. Jaminan tidak boleh diberikan kecuali dengan
seizin pendukung piagam ini.
·
Bila terjadi suatu peristiwa atau perselisihan
diantara pendukung piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, maka
penyelesaiannya dikembalikan kepada Allah SWT, dan Muhammad Rasulullah SAW.
·
Para pendukung piagam harus saling membantu dalam
menghadapi musuh yang menyerang kota Yatsrib.
·
Orang yang keluar (Bepergian) aman, dan orang berada
di madinah juga aman, kecuali orang yang zhalim dan khianat. Dan Allah SWT
adalah penjamin bagi orang yang baik dan bertakwa, dan Muhammad Rasulullah SAW.[19]
2) Munculnya
Syari’at Adzan
Rasulullah saw. Telah menetap dengan damai di Madinah
dan ajaran Islam telah dilaksanakan. Umat Islam selalu datang kepada beliau,
berkumpul untuk melaksanakan shalat berjamaah pada waktunya, tanpa diundang.
Rasulullah saw. Menginginkan ada suatu cara memanggil umat Islam untuk
melaksanakan Shalat, yang tidak sama dengan cara yang dilakukan oleh kaum
Yahudi dan Nasrani. Agama tersebut menggunakan lonceng, terompet dan api.
Lalu Allah memberikan bilal
adalah kemuliaan kepada umat Islam
berupa syariat adzan sebagai cara memanggil umat Islam untuk melaksanakan
shalat. Hal itu terjadi melalui mimpi salah seorang sahabat. Rasulullah saw.
Mengakuinya dan mensyariatkannya untuk umat Islam. Bilal bin Rabah al-Habsyi
terpilih untuk mengumandangkan adzan. Bilal adalah Muadzin Rasulullah saw. ,
dan menjadiimam para muadzin hingga hari kiamat.[20]
3) Perubahan
Arah Kiblat
Pada
mulanya, kiblat mengarah ke Yerusalem
tempat Baitul Maqdis. Namun, Rasulullah lebih suka salat menghadap kiblatnya
Nabi Ibrahim, yaitu Ka'bah. Oleh karena itu beliau sering salat diantara dua sudut Ka'bah sehingga Ka'bah
berada di antara diri beliau dan Baitul
Maqdis. Dengan demikian beliau salat sekaligus menghadap Ka'bah dan Baitul
Maqdis. Setelah hijrah ke Madinah, hal tersebut tidak
mungkin lagi. Ia salat dengan menghadap Baitul
Maqdis. Ia sering menengadahkan kepalanya ke langit
menanti wahyu turun agar Ka'bah dijadikan
kiblat salat.
Peristiwa perpindahan arah kiblat ini terjadi
pada bulan Rajab tahun ke-12 pasca Hijrah. Saat Rasulullah melaksanakan shalat
Dzuhur kemudian turun wahyu untuk memindahkan arah kiblat. Maka dalam riwayat
disebutkan bahwa Nabi sempat shalat 2 rakaat menghadap Baitul Maqdis (masjidil
Aqsa) dan 2 rakaat berikutnya menghadap Ka’bah, di masjidil Haram.
Wahyu yang turun tersebut adalah surat al-Baqarah ayat
144,“Sungguh
Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit , maka sungguh Kami akan
memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah
Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.
Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat
dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah
benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan.” (QS. Al Baqarah:144)
Dalam beberapa keterangan disebutkan, ketika Allah
memerintahkan perintah shalat dan menghadap ke Masjid al-Aqsha (Palestina), hal
itu dimaksudkan agar menghadap ke tempat yang suci, bebas dari berbagai macam
berhala dan sesembahan.
Ketika itu, kondisi Masjid al-Haram (Kabah) yang
merupakan tempat keberangkatan Isra' dan Mi’raj, belum berupa bangunan masjid.
Sebab, kala itu masih dipenuhi berhala-berhala yang jumlahnya mencapai 309 buah
dan senantiasa disembah oleh orang Arab sebelum kedatangan Islam. Sehingga, di
bawah dominasi kekufuran seperti itu, Rasulullah SAW belum bisa menunai kan
ibadah shalat di tempat tersebut. Selain itu, jika Rasulullah SAW saat itu
melaksanakan shalat dengan menghadap ke Masjid al-Haram tentu akan menjadi
kebanggaan bagi kaum kafir quraisy, bahwa Rasulullah SAW seolah
mengakui berhala-berhala mereka sebagai tuhan. Inilah salah satu hikmah
diperintahkannya shalat dengan menghadap ke Baitul Maqdis (al-Aqsha).
Dalam surah Al Baqarah ayat 142, Allah SWT menjelaskan
mengapa perpindahan kiblat itu dilakukan : Orang-orang sufaha
diantara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat
Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat
kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia
memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus".
Maka
Allah menurunkan ayat: "Dan
kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situlah
Wajah Allah." (QS. Al
Baqarah (2) : 115).[21]
4)
Banyaknya yang Masuk Islam
Sesudah Islam mencapai kemenangan hampir diseluruh
jazirah Arab hanya kabilah-kabilah yang terpencar-pencar yang belum menganut
Islam. Ketika pemuka-pemuka kabilah itu mengetahui bahwa Makkah sudah di kuasai
oleh kaum muslimin, mereka menyadari tidak mungkin lagi ada kekuatan yang mampu
memerangi kaum muslimin. Oleh karena itu, sejak tahun 9 H 630/631 M para utusan
kabilah-kabilah Arab datang berbondong-bondong menghadap Rasulullah SAW
menyatakan masuk Islam. Mereka itu antara lain Bani Tsaqif dari Thaif, Bani
As’ad dari Najd, Bani Tamim disusul kemudian oleh utusan dari Yaman dan
sekitarnya pada tahu 10 H. Oleh Karena itu tahun ini disebut tahun perutusan
atau ‘Am Al-Wufud.
Demikianlah Islam telah merata diseluruh jazirah Arab setelah Rasulullah SAW
berjuang lebih dari 20 tahun. Bangsa Arab yang sebelumnya berpecah belah dan
selalu bermusuhan, kini bersatu di bawah seorang pemimpin dan bernaung di bawah
satu panji yaitu panji Islam.
I.
Pelajaran Terpenting Kajian Ini Bagi
Pengembangan Peradaban Islam Masa Kini dan Masa Depan
a)
Perbedaan yang disebabkan karena alasan
kesukuan, agama, dan golongan, ternyata seringkali menimbulkan pertentangan
dalam masyarakat. Demikian halnya dengan masyarakat Madinah, sebelum kedatangan
agama Islam, kehidupan mereka diliputi oleh pertentangan antar suku dan
golongan, yaitu antara suku Aus, Kharaj, dan kaum Yahudi. Pertentangan yang
demikian antara lain disebabkan karena tidak adanya suatu model pemerintahan
yang dapat mengatur kehidupan masyarakatnya. Tidak adanya pemerintahan ini
menyebabkan mereka berebut pengaruh untuk saling menguasai. Dalam masyarakat
yang seperti ini, suku atau kelompok yang kuatlah yang akan berkuasa. Oleh
karena itu suatu pemerintahan yang disepakati untuk mengatur kehidupan bersama
sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia. Melalui pemerintahan ini diharapkan
akan tercipta kedamaian dan kesejahteraan, sekalipun ada perbedaan di antara
mereka, baik suku atau agamanya. Berangkat dari kondisi seperti itu, kita dapat
belajar banyak bahwa suatu pemerintahan yang dibangun di atas kondisi yang
diliputi perpecahan, permusuhan, dan pertikaian antar golongan tidak akan
pernah mencapai tujuan yang direncanakan. Pemerintahan yang seperti itu tidak
akan dapat bertahan lama, sebaliknya dalam waktu yang singkat pasti akan
hancur. Masyarakat Madinah sebelum datangnya Islam belum memiliki pemerintahan
yang baik dan teratur sehingga cepat dan mudah diombang-ambingkan. Masuknya
Islam dengan mudah dapat merubah kondisi masyarakat Madinah dari kondisi yang
tidak teratur menjadi masyarakat yang teratur dan dibangun atas dasar
kebersamaan dan persatuan yang kuat
sehingga terbentuk masyarakat yang berbudaya, atau yang sekarang dikenal dengan
sebutan masyarakat madani. Inilah Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad Saw.
b)
Pertentangan yang terjadi di antara kaum
Yahudi, suku Aus, dan Khazraj, tidaklah disebabkan karena agama mereka yang
berbeda. Pertentangan itu lebih dikarenakan karena alasan politik dan ekonomi.
Mereka antara lain berebut pengaruh dan kekuasaan, karena hal ini sangat erat
kaitannya dengan penguasaan kehidupan perekonomian. Oleh karena itu, adanya
tuntutan pemerintahan yang adil merupakan suatu keharusan. Keadilan, baik dalam
kehidupan sosial, politik dan ekonomi haruslah menjadi cita-cita bersama.
Apabila telah tercipta keadilan yang demikian, maka pertentangan-pertentangan
atau konflik-konflik itu diharapkan akan semakin berkurang, atau apabila
mungkin tidak ada sama sekali.[22]
J. Alasan
Periode Madinah lebih maju daripada periode Makah
1. Masyarakat
Madinah lebih terbuka.
Masyarakat Madinah lebih terbuka karena
orang-orang Madinah dapat secara langsung mengerti dan memahami ajaran-ajaran
yang disampaikan Nabi Muhammad, karena ajaran itu menyerupai ajaran-ajaran yang
telah mereka dengar dari orang-orang Yahudi. Di antara ajaran yang mereka
dengar antara lain adalah mengenai akan datangnya seorang Nabi baru. Karena
itu, ketika mereka mendengar berita tentang adanya seorang Nabi di Makkah,
yaitu Nabi Muhammad, mereka dengan cepat menanggapi dan mempercayainya. Dengan
alasan itu pula, kemudian mereka meminta Nabi Muhammad untuk pindah (hijrah) ke
kota Madinah. Apabila timbul konflik di antara mereka, dua kelompok sosial ini, orang
Yahudi selalu berkata dengan nada ancaman, "Kehadiran seorang Nabi yang
akan diutus sudah dekat. Dia akan memimpin kami untuk membunuh kalian."
Para pendeta jika ditanya tentang kedatangan Nabi mereka selalu menunjuk ke
Yaman. Isyarat itu bagi penduduk Yatsrib bukan negeri Yaman,
melainkan kota Mekkah. Oleh sebab itu, ketika orang Yatsrib mendengar ada seseorang
di Mekkah yang mengaku dirinya sebagai Nabi, mereka membuka telinganya
lebar-lebar untuk mencari informasi mengenai kebenaran berita tersebut. Ketika
musim haji tiba, mereka mengutus para pemuda untuk datang dan menyelidiki
kebenaran itu. Hasilnya, ternyata berita yang disebarkan buru-buru mendatangi
Nabi Muhammad saw. yang kemudian menghasilkan dua perjanjian, yaitu Perjanjian
Aqabah 1 dan Perjanjian Aqabah II. Dari perjanjian ini kemudian mereka menyusun
strategi untuk meminta Nabi datang ke Yatsrib dan mengajak bangsanya memeluk
Islam.
2. Terlalu
banyak tekanan dari Kaum Quraisy
a.
Kaum kafir Quraisy, terutama para bangsawannya sangat
keberatan dengan ajaran persamaan hak dan kedudukan antara semua orang. Mereka
mempertahankan tradisi hidup berkasta-kasta dalam masyarakat. Mereka juga ingin
mempertahankan perbudakan, sedangkan ajaran Rasulullah SAW (Islam) melarangnya.
Alasan: mereka ingin mempertahankan
eksistensi mereka di Kota Makah
b.
Kaum kafir Quraisy menolak dengan keras ajaran Islam
yang adanya kehidupan sesudah mati yakni hidup di alam kubur dan alam akhirat.
Alasan: mereka merasa ngeri dengan
siksa kubur dan azab neraka.
c.
Kaum kafir Quraisy menilai ajaran Islam karena mereka
merasa berat meninggalkan agama dan tradisi hidup bermasyarakat warisan leluhur
mereka.
Alasan: karena ajaran yang dibawa
Rasulullah lebih berat daripada ajaran nenek moyang mereka.
d.
Kaum kafir Quraisy menentang keras dan berusaha
menghentikan dakwah Rasulullah SAW karena Islam melarang menyembah berhala.
Alasan:
mereka teguh akan warisan leluhur mereka tanpa melihat alasan dan dasar yang
logis.
e. Kaum
kafir Quraisy tidak akan dan mau mengikuti ajaran yang dibawa Rasulullah.
Alasan:
mereka gengsi dan menganggap Rasulullah hanya junior yang sangat lancang
mengatur kehidupan mereka di segala aspek.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Strategi dakwah Rasulullah s.a.w di Madinah lebih
agresif dan besar. Sukses hijrah Nabi Muhammad SAW ditandai, antara lain,
keberhasilannya mencerdaskan masyarakat Muslim yang bodoh menjadi umat yang
cerdas, menyejahterakan sosial ekonomi umat dan masyarakat dengan asas keadilan
dan pemerataan, serta penegakan nilai etik-moral dan norma hukum yang tegas.
Pendeknya, Nabi Muhammad SAW berhasil membangun kesalehan ritual yang paralel
dengan kesejahteraan material, ketaatan individual yang seiring dengan
kepatuhan sosial, dan terwujudnya kesejahteraan duniawiah-temporal yang
seimbang dengan keberkahan ukhrawiah yang kekal.
Sebuah fakta sejarah kemudian membuktikan bahwa proses
penyebaran Islam dengan dakwah jauh lebih cepat dan berkembang pada periode
Madinah ini dibandingkan periode Mekkah. Selain itu juga di Madinah, Rasulullah
dan Umat Islam berhasil membangun tata peradaban baru, tata pemerintahan, tata
ekonomi dan sosial yang demikian pesat perkembangannya.
B. SARAN
Penulis berharap dengan
adanya makalah ini, dapat memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam dengan baik dan
benar. Di sisi lain, penulis juga berharap dengan adanya makalah ini akan bisa
menjadi bahan bacaan yang baik. Baik untuk mahasiswa maupun kalangan akademika
pada khususnya. Sebagai motivasi maupun inspiratif dalam mengembangkan
kreativitasnya.
Penulis menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini tentu tidak luput dari kesalahan, karena
kesempurnaan hanyalah milik Allah Swt. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat
penulis harapkan untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Abul
Hasan ‘Ali al-Hasani an-Nadwi ,Syaikh. (2007). Sejarah Lengkap Nabi Muhammad
Saw, Yogyakarta : Mardhiyah Press.
Ahmad,
Mahdi Rizqullah. Sirah Nabawiyah Berdasarkan Riwayat-Riwayat Shahih .
(2012). Jakarta Barat: Perisai Qur,an.
Al-Mubarakfury,
Syaikh Shafiyyur-Rahman. (1997). Sirah Nabawiyah, Jakarta Timur : Pustaka
Al-Kautsar.
Budi
Suryaningsih, Rosita. [2013, 25 Oktober]. Jabal Tsur, Bukti Keajaiban Allah.
[Online]. Sumber : http://www.republika.co.id/berita/jurnal-haji/wijhat/13/10/25/mv6piw-jabal-tsur-bukti-keajaiban-allah
[24
Maret 2014]
Marzuki.
Sejarah Peradaban Islam. [Online] . Sumber : http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Dr.%20Marzuki,%20M.Ag./Dr.%20Marzuki,%20M.Ag_.%20Buku%20PAI%20SMP%20-%208%20Sejarah%20Bab%205.pdf
[ 24 Maret 2014]
Munthoha.
(1998). Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta : UII Press.
[1] Syaikh
Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury , Sirah
Nabawiyah, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar), hlm.149.
[2] Syaikh
Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury , Sirah
Nabawiyah, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar),hlm.199-208.
[3] Syaikh
Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury , Sirah
Nabawiyah, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar),hlm. 217.
[4] Syaikh
Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury , Sirah
Nabawiyah, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar), hlm. 226-231.
[5] Syaikh
Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury , Sirah
Nabawiyah, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar), hlm. 224.
[6] Syaikh
Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury , Sirah
Nabawiyah, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar), hlm. 224.
[7] http://www.republika.co.id/berita/jurnal-haji/wijhat/13/10/25/mv6piw-jabal-tsur-bukti-keajaiban-allah
[8] Syaikh
Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury , Sirah
Nabawiyah, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar), hlm.226.
[9] Dr.
Marzuki, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam,Bab
V, hlm. 133-134.
[10] Muzara’ah adalah pengelolaan sawah
dengan bagi hasil 1 banding 3 atau 1 banding 4 (sesuai kesepakatan dua pihak)
yang benihnya berasal dari pemilik tanah. Mukhabarah
sama dengan Muzara’ah namun benihnya
berasal dari penggarap tanah. Muzabanah
adalah jual beli atau tukar tambah antara kurma yang masih di pohon dengan buah
kurma sebagai alat tukar. Muhaqalah
adalah jual beli tanaman yang masih pada bulirnya, baik gandum dengan gandum
atau jewawut dengan jewawut. Mu’awamah
adalah penjualan tahunan.
[11] Syaikh
Abul Hasan ‘Ali al-Hasani an-Nadwi, Sejarah
Lengkap Nabi Muhammad Saw, (Yogyakarta : Mardhiyah Press), hlm. 212.
[12] Syaikh
Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury , Sirah
Nabawiyah, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar), hlm. 233.
[13]
Munthoha, Pemikiran dan Peradaban Islam,
(Yogyakarta : UII Press), hlm. 30.
[14] Syaikh
Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury , Sirah
Nabawiyah, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar), hlm. 248.
[15]
Munthoha, Pemikiran dan Peradaban Islam,
(Yogyakarta : UII Press), hlm. 31.
[16] Lihat
QS Al-Baqarah : 89
[17] lihat Q.S. Al-Ahzab
: 39-40. Ini adalah ayat pertama yang diturunkan oleh Allah SWT mengenai perang.
Ayat ini menjadi alasan bagi Rasulullah SAW untuk membentuk pasukan yang
dipersiapkan untuk terjun ke medan pertempuan.
[18] Syaikh
Abul Hasan ‘Ali al-Hasani an-Nadwi, Sejarah
Lengkap Nabi Muhammad Saw, (Yogyakarta : Mardhiyah Press)
[19] Prof.
Dr. Mahdi Rizqullah Ahmad, Sirah Nabawiyah Berdasarkan
Riwayat-Riwayat Shahih, Sesuai Kaidah-Kaidah Ilmu Hadits Disertai Pelajaran-Pelajaran
Dari Setiap Kejadian, (Jakarta:
Perisai Qur,an), hlm. 340.
[20] Syaikh
Abul Hasan ‘Ali al-Hasani an-Nadwi, Sejarah
Lengkap Nabi Muhammad Saw, (Yogyakarta : Mardhiyah Press)
[21] Syaikh
Abul Hasan ‘Ali al-Hasani an-Nadwi, Sejarah
Lengkap Nabi Muhammad Saw, (Yogyakarta : Mardhiyah Press)
[22] Dr.
Marzuki, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam,Bab
V, hlm. 133-134. Online. Sumber : http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Dr.%20Marzuki,%20M.Ag./Dr.%20Marzuki,%20M.Ag_.%20Buku%20PAI%20SMP%20-%208%20Sejarah%20Bab%205.pdf
0 komentar:
Post a Comment