November 02, 2014

Teologi Khawarij

PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang Masalah
Sejak awal mula telah muncul berbagai pertentangan di kalangan aliran Muslimin. Pertentangan yang terjadi diantaranya adalah menyangkut tentang aqidah atau keyakinan, politik, bahkan masalah-masalah yang bersifat fiqih. Namun, dari sekian banyaknya pertentangan yang terjadi tidak sampai menyentuh apa yang disebut al-dharurah fi al-din (kemestian dalam agama). Semua aliran Muslimin tidak berbeda pendapat bahwa Allah adalah Satu, Esa, Berdiri sendiri dan tempat bergantung.[1]
Umumnya terdapat banyak faktor yang menyebabkan perpecahan di kalangan aliran Muslim sesudah masa Nabi, diantaranya adalah sebagaimana yang ditegaskan oleh Muhammad Abu Zahrah adalah Fanatisme kearaban ( al- ‘ashabiyyah al-‘arabiyyah ).[2] Selain itu juga terdapat faktor lain berupa pertentangan pada masa kekhalifahan, hal yang lebih menonjol adalah pertentangan setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Dengan adanya kekosongan kepemimpinan inilah yang bahkan membuat banyak perpecahan dan munculnya banyak aliran. Salah satu aliran yang ada adalah Khawarij.

B.                 Rumusan Masalah
Al khawarij merupakan salah satu aliran dalam ilmu kalam, dimana mereka keluar dari pasuakan Ali. Dengan begitu golongan pertama yang muncul di kalangan Islam adalah Syiah dan Khawarij.[3] Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah  sebagai berikut :
a. Bagaimana sejarah awal lahirnya aliran khawarij ?
b. Apakah sub ( sekte ) aliran-aliran kawarij ?

PEMBAHASAN

A.        Sejarah Awal Lahirnya Aliran Khawarij
Keberadaan aliran khawarij di latar belakangi dengan kejadian peninggalan kelompok  atau pemisahakan diri pengikut-penggikut Ali bin Abi Tholib. Hal ini dikarenakan tidak setuju dengan sikap Ali ibnu Tholib dalam menerima abritase sebagai cara untuk menyelesaikan pertentangan tentang khalifah dengan Muawiyah Ibnu Sofyan.[4]
Nama khawarij, karena mereka keluar dari barisan Ali, tetapi ada pula yang mengatakan bahwa pemberian nama itu didasarkan atas surat An Nisa’ ayat 100 yang di dalamnya disebutkan “Keluarlah dari rumah lari kepada Allah dan Rasulnya”.[5] Dari surat ini, dapat kita ketahui bahwa aliran khawarij adalah aliran yang rela meninggalkan rumah dan kampung halamannya dan memilih untuk mengabdikan dirinya kepada Allah dan RasulNya.
Sejarah lahirnya aliran khawarij berawal setelah terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan. Kematian Ustman bin Affan menjadi tanda tanya besar dalam benak setiap orang, tidak terkecuali bagi Muawiyah yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan khalifah Ustman bin Affan. Setelah kekhalifahan Ustman selanjutnya digantikan oleh Ali bin Abi Thalib. Selama pemerintahannya, ia membuat berbagai kebijakan. Ketika menduduki jabatan khalifah Ali memecat para gubernur yang diangkat oleh Ustman. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada Negara, dan memakai kembali system distribusi pajak tahunan di antara orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar.[6]
Tidak lama setelah itu, pemberontakan pun mulai terjadi, yakni yang dilakukan oleh Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Hal ini dikarenakan Ali tidak mau mencari tahu siapa pembunuh Ustman sebenarnya dan menghukum para pembunuh Ustman atas wafatnya Ustman secara zalim. Bahkan atas sikap Ali ini, mereka pun beranggapan bahwa Ali juga terlibat pada pembunuhan ini. Ali sebenarnya tidak ingin jika terjadi perang. Ia pun berusaha untuk menyelesaikan perkara ini dengan damai, namun keinginan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran tidak dapat dihindarkan. Terjadilah perang ynag dahsyat yang dikenal dengan “perang Jamal ( unta )” karena Aisyah menunggang unta pada pertempuran tersebut. Pada akhirnya Ali pun yang berhasil memenangkan perang tersebut.
Namun setelah berakhirnya perang tersebut, dengan adanya kebijakan yang diterapkan Ali mengakibatkan timbulnya perlawanan dari gubernur Damaskus ( Mu’awiyah ) yang telah ia pecat, dan didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaannya.[7] Akibat kejadian ini, maka selanjutnya terjadilah perang Shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim ( arbitrase ), tapi dengan adanya arbitrase ini justru tidak dapat menyelesaikan masalah namun menciptakan sebuah masalah baru. Yakni timbulnya golongan ketiga, yaitu Al-Khawarij yang merupakan orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Mereka menganggap bahwa keputusan yang diambil Ali salah, karena keadaan ini tentu akan menguntungkan bagi pihak Mu’awiyah. Padahal sebelumnya kemenangan sudah jelas-jelas berada di pihak Ali. Munculnya kelompok Al-Khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu’awiyah semakin kuat. Keadaaan ini tentunya tidak menguntungkan bagi Ali. Dan pada akhirnya, pada tanggal 20 Ramadhan 40 H ( 660 M ), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota khawarij.[8]  Ia adalah Abdur Rahman Ibnu Muljan, yang dapat membunuh Ali meskipun aliran khawarij kalah dalam pertempuran melawan kekuatan Ali.[9]
Meskipun aliran khawarij mengalami kekalahan, namun aliran khawarij menyusun barisan kembali dan selalu meneruskan perlawanaan terhadap penguasa resmi baik pada zaman kekuasaan Bani Umayah maupun kekuasaan Bani Abbas.[10]
B.        Sub Aliran-Aliran Aliran Khawarij
Dalam bidang lain, aliran khawarij memasuki persoalan kufr. Dalam hal ini aliran khawarij mempertanyakan siapakah yang disebut kafir dan keluar dari Islam.? Siapa yang disebut mukmin dan dengan demikian tidak keluar dari, tetapi tetap dalam, Islam? Persoalan-persoalan serupa ini bukan lagi merupakan persoalan politik, tapi lebih kepada persoalan teologi. Pendapat tentang siapa yang sebenarnya masih dan siapa yang telah keluar dari Islam dan menjadi kafir serta soal-soal yang bersangkutan dengan hal ini tidak selamanya sama, sehingga timbullah berbagai golongan dalam khawarij. Aliran khawarij beranggapan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir. Hal ini berarti keluar dari Islam atau tegasnya Murtad dan ia wajib untuk dibunuh.
Adapun sub aliran-aliran yang terbentuk dari khawarij adalah:
a.       Al Muhakkiamah
Al Muhakkimah adlah golongan khawarij asli dan terdiri dari pengikut-pengikut Ali, disebut golongan Al-Muhakkimah.[11] Orang-orang yang tergolong berdosa besar dan kafir adalah orang-orang yang menyetujui arbitase ( Ali, Mu’Awiyah dan kedua penengah Amr Ibnu Al Ash dan Abu Musa Al Ash’ary ), selanjutnya pula berbuat zina dan membunuh manusia tanpa sebab yang sah, yang kemudian dianggap kafir dan keluar dari Islam.
b.      Al Azariqah
Golongan ini merupakan pengikut Abdul Karim bin Ajrad.[12] Al Azariqah merupakan golongan yang dapat menyusun barisan baru dan besar lagi kuat sesudah golongan Al-Muhakkimah yang telah hancur. Aliran ini lebih radikal, mereka tidak lagi memakai term kafir, tetapi term musryik atau polithiest. Di dalam islam musryik atau politheisme adalah dosa terbesar, lebih besar dari kafir. Mereka menganggap bahwa mereka lah yang sebenarnya orang Islam. Bahkan yang mereka pendang musyrik, bukan hanya orang-orang dewasa tetapi juga anak-anak dari orang-orang yang dipandang musyrik.[13]
Di antara prinsip mereka yaitu hijrah hanya merupakan keulamaan, bukan suatu kewajiban. Mereka mengkafirkan ornag yang berbuat dosa besar, dan tidak memperbolehkan untuk mengmbil harta rampasan perang, tidak ikut membunuh pihak musuh yang ikut andil dalam perang.
Ajaridah selanjutnya terbagi dalam beberapa kelompok kecil, yakni Shallatiyah, Hazimiyah, Syu’aibiyah, Maimuniyah, Ma’lumiyah dan Majhuliyah, Hamziyah,Khalafiyah, Tsa’alibiyah, Akhnasiyah, Mukkaramiyah, Ma’badiyah, Syaibaniyah, Rusyaidiyah.
c.       Al-Najdat
Merupakan pengikut Najdah bin Amr Al Hanafy dari Yamamah. Mereka awalnya adalah pengikut dari Nafi’ bin Al-Azraq, tetapi mereka tidak sependapat dalam masalah orang yang tidak pergi ke medan perang. Sebagian dari pengikut Naf’ Ibn Al-Azraq tidak dapat menyetujui faham bahwa orang Araqi yang tak mau berhijrah ke dalam lingkungan Al-Azariqah adalah musyrik. Dan mereka pun tidak setuju pendapat yang menyebutkan tentang boleh dan halalnya membunuh anak istri orang-orang yang tak sepaham dengan mereka.
      Najdah berpendapat bahwa orang berdosa besar yang menjadi kafir dan kekal dalam neraka hanyalah ornag Islam yang tak sefaham dengan golongannya. Selanjutnya ia berpendapat bahwa yang diwajibkan bagi orang Muslim yakni mengetahui Allah dan Rasul-Nya, mengetahui haram membunuh orang Islam dan percaya pada seluruh apa yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya. Namun, tidak semua pengikut Najdah setuu dengan pendapat dan semua ajarannya, hingga terjadilah perpecahan yang akhirnya golongan ini terpecah menjadi tiga golongan: Najdiyah, Athwiyah, dan Fadaikiyah.
d.      Al Sufriyah
Pemimpinnya Ziad Ibnu Al Asfar, ajarannya antara lain:
1.      Orang surfiyah yang tidak hijrah tidak dipandang kafir
2.      Tidak berpendapat bahwa anak-anak ( kaum muslim ) tidak di bunuh
3.      Tidak semua dari mereka berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar menjadi musyrik
4.      Daerah golongan Islam yang tak sefaham dengan mereka adalah ma’askar atau camp
5.      Kufr dibagi dua yaitu kufr bi inkar al ni’mah dan kufr bi inkar rububiah
6.      Taqiah hanya boleh dalam bentuk perkataan dan perbuatan

e.       Al Ibadiyah
Nama ini diambil dari Abdullah Ibn Ibad pada tahun 686 M. Faham ini paling moderat dengan terbukti pada ajaran-ajarannya sebagai berikut:
1.      Orang Islam yang tak sefaham dengan mereka adlah kafir
2.      Daerah orang Islam yang tak sefaham dengan mereka, kecuali camp pemerintahan merupakan dar tawhid, daerah orang yang meng Esa-kan Tuhan , dan tak boleh diperangi.
3.      Orang Islam yang berbuat dosa besar adalah muwwahid
4.      Yang boleh dirampas dalam perang hanya kuda dan senjata
PENUTUP
A.                Kesimpulan
a.                Sejarah awal lahirnya aliran Khawarij di latar belakangi dengan kejadian peninggalan kelompok  atau pemisahakan diri pengikut-penggikut Ali bin Abi Tholib. Hal ini dikarenakan tidak setuju dengan sikap Ali ibnu Tholib dalam menerima abritase sebagai cara untuk menyelesaikan pertentangan tentang khalifah dengan Muawiyah Ibnu Sofyan.[14] Selanjutnya dari aliran Khawarij memunculkan berbagai sub aliran karena terjadinya berbagai masalah maupun perpecahan.
b.                Ketika aliran khawarij memasuki persoalan kufr, mereka mempertanyakan siapa saja kah yang termasuk orang kafir maupun orang mukmin. Pendapat tentang siapa yang sebenarnya masih dan siapa yang telah keluar dari Islam dan menjadi kafir serta soal-soal yang bersangkutan dengan hal ini tidak selamanya sama, sehingga timbullah berbagai golongan dalam khawarij. Aliran khawarij beranggapan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir. Hal ini berarti keluar dari Islam atau tegasnya Murtad dan ia wajib untuk dibunuh.
       Dengan mudahnya perpecahan diantara aliran kaum Khawarij yang selanjutnya terbagi dalam berbagai sub ( sekte ) yaitu: Al Muhakkiamah, Al Azariqah ( terbagi menjadi: Shallatiyah, Hazimiyah, Syu’aibiyah, Maimuniyah, Ma’lumiyah dan Majhuliyah, Hamziyah,Khalafiyah, Tsa’alibiyah, Akhnasiyah, Mukkaramiyah, Ma’badiyah, Syaibaniyah, Rusyaidiyah ), Al-Najdat ( terpecah menjadi tiga golongan: Najdiyah, Athwiyah, dan Fadaikiyah ), Al Sufriyah, dan Al Ibadiyah.
B.                  Saran
Penulis berharap dengan adanya makalah ini, dapat memenuhi tugas mata kuliah Tauhid dengan baik dan benar. Di sisi lain, penulis juga berharap dengan adanya makalah ini akan bisa menjadi bahan bacaan yang baik. Baik untuk mahasiswa maupun kalangan akademika pada khususnya. Sebagai motivasi maupun inspiratif dalam mengembangkan kreativitasnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tentu tidak luput dari kesalahan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah Swt. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk lebih menyempurnakan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Amir Al-Najjar.1992. Aliran Khawarij. Jakarta: Lentera.
Amir An-Najjah. 1993. Aqidah, Pemikiran, dan Filsafat Khawarij. Solo: CV. Pustaka Mantiq.
Nasution, Harun. 1978. Teologi Islam. Jakarta: Universitas Indonesia.
Romas, A. Ghofir. 1986. Ilmu Tauhid. Semarang: PT. Badan Penerbit Fakultas Da’wah IAIN Walisongo Semarang.
Yatim, Badri. 2011. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.



[1] Amir An-Najjar, Aqidah, Pemikiran, dan Filsafat Khawarij, ( Solo: CV. Pustaka Mantiq ), hlm. 13.
[2] Amir Al-Najjar, Aliran Khawarij, ( Jakarta: Lentera ), hlm.10.
[3] Amir An-Najjar, Aqidah, Pemikiran, dan Filsafat Khawarij, ( Solo: CV. Pustaka Mantiq ), hlm. 37.
[4] A. Ghofir Romas, Ilmu Tauhid, ( Semarang: Badan Penerbit Fakultas Da’wah, 1986 ), hlm. 70.
[5] Harun  Nasution, Teologi Islam, ( Jakarta: Universitas Indonesia, 1978), hlm. 11.
[6] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011 ), hlm. 39.
[7] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011 ), hlm. 40.
[8] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011 ), hlm. 40.
[9] A. Ghofir Romas, Ilmu Tauhid, ( Semarang: Badan Penerbit Fakultas Da’wah, 1986 ), hlm. 71.
[10] A. Ghofir Romas, Ilmu Tauhid, ( Semarang: Badan Penerbit Fakultas Da’wah, 1986 ), hlm. 71.
[11] Harun  Nasution, Teologi Islam, ( Jakarta: Universitas Indonesia, 1978), hlm. 13.
[12] Amir An-Najjar, Aqidah, Pemikiran, dan Filsafat Khawarij, ( Solo: CV. Pustaka Mantiq ), hlm. 75.
[13] Harun  Nasution, Teologi Islam, ( Jakarta: Universitas Indonesia, 1978), hlm. 15.
[14] Harun  Nasution, Teologi Islam, ( Jakarta: Universitas Indonesia, 1978), hlm. 11.

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2015 Baca Online dan Seputar Blog
| Distributed By Gooyaabi Templates