Akhlak Baik
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kehadiran agama islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad
yang diyakini bisa menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir
dan batin. Didalam nya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana manusia itu
menyikapi kehidupan ini secara lebih bermakna.
Kesempurnaan akhlaq bisa dicapai melalui dua jalan.
Pertama melalui karunia Tuhan yang menciptakan manusia dengan fitrah nya yang
sempurna. Kedua melalui cara berjuang secara bersungguh-sungguh (mujahadah) dan
latihan (riyadhoh) ialah membiasakan diri melakukan akhlaq-akhlaq mulia.
Akhlaq yang baik selalu membuat seseorang menjadi
aman,tenang.dan tidak adanya perbuatan yang tercela. Nabi Muhammad memiliki
akhlaq yang agung dan dijadikan suri tauladan dalam berakhlaq yang baik. Untuk
itu pada bab ini akan dibahas tentang akhlaq baik.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian akhlaq baik?
2. Bagaimanakah
akhlaq baik menurut ajaran Islam?
3. Apa
saja hal-hal yang termasuk dalam akhlaq baik?
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Akhlak Baik
Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa
Arab, yaitu isim mashdar (bentuk
infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu,
ikhlaqon, sesuai dengan timbangan (wazan) tsulasi majid af’ala,yuf’ilu if’lan yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-thabi’ah (kelakuan,tabi’at,watak
dasar), al-‘adat (kebiasaan,
kelaziman), al-maru’ah (peradaban
yang baik), dan al-din (agama).[1]
Jadi secara bahasa akhlaq atau khuluq memiliki arti budi pekerti,adat
kebiasaan,perangai,muru’ah,atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabi’at.
Setelah kita mengetahui arti akhlaq menurut bahasa,
berikut ini akan dijelaskan pengertian akhlaq menurut para ahli:[2]
1. Ibn
Miskawih (w.421 H/1030 M)
Beliau
terkenal sebagai pakar bidang akhlaq terkemuka dan terdahulu. Beliau
berpendapat bahwa akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong
untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.[3]
2. Imam
al-Ghazali (1059-1111 M.)
Beliau
terkenal sebagai Hujjatul Islam (Pembela Islam), hal ini dikarenakan beliau piawai
dalam membela islam dari berbagai paham yang dianggap menyesatkan. Beliau
berpendapat bahwa akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah,tanpa memerluksn pemikiran dan
pertimbangan.[4]
3. Ibrahim
Anis
Akhlaq
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa,yang dengannya lahirlah macam-macam
perbuatan,baik atau buruk,tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.[5]
Dari
definisi-definisi diatas kita dapat melihat lima ciri yang terlihat dari akhlaq
yaitu:[6]
1. Perbuatan
akhlaq adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga
telah menjadi kepribadiannya.
2. Perbuatan
akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran.
3. Perbuatan
akhlaq adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang
mengerjakannya,tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
4. Perbuatan
akhlaq adalah perbuatan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh,bukan main-main
atau karena bersandiwara.
5. Perbuatan
akhlaq (khususnya akhlaq baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas
semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin
mendapatkan sesuatu pujian.
Setelah
kita mengetahui pengertian akhlaq, selanjutnya akan dibahas pengertian
baik.Dari segi bahasa baik adalah terjemah dari kata khair dalam bahasa arab, atau good
dalam bahasa inggris. Louis ma’luf dalam kitabnya, mengatakan bahwa baik adalah
sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan. Sementara itu dalam Webster’s New
Twentienth Century Dictionary,dikatakan bahwa baik adalah sesuatu yang
menimbulkan rasa keharuan dalam kepuasan, kesenangan, persesuaian, dan
seterusnya. Dan ada juga yang berpendapat yang mengatakan bahwa secara umum
yang disebut baik atau kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan
dan menjadi tujuan manusia.[7]
Dari
beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksut baik adalah
memusat dan menguntungkan dan membahagiakan sesorang, pengertian di atas tidak
ada salahnya karna secara fitrah manusia menyukai sesuatu yang menyenangkan, menguntungkan,
membahagiakan dirinya sendiri.
Pribadi
yang baik adalah yang mengetahui kebenaran dan berpegang kepadanya serta
mengikuti tuntunan keutamaan dan cinta pada kemuliaan . dengan demikian bisa
terpelihara keduanya dalam pembicaraan seorang dengan dirinya dan dengan orang
lain. Itulah jalan mencari kesempurnaan
yang baik dan mengungguli pada lain-lainnya dalam hidup dan kehidupannya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa akhalq baik
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menjadi suatu kepribadian yang
menguntungkan bagi diri nya sendiri maupun bagi orang lain.
2. Akhlaq
Baik Menurut jaran Islam
Jika
kita perhatikan di dalam al-Qur’an dan hadits dapat dijumpai berbagai istilah
yang mengacu kepada baik. Diantara istilah yang mengacu pada baik misalnya
al-hasanah, thayyibah, khairah, karimah, mahmudah, azizah, dan al-birr.[8]
Al-hasanah
sebagai mana diungkpkan oleh al-Raghib al-Asfahani adalah suatu istilah yang
digunakan utuk menunjukan sesuatu yang disukai atau dipandang baik. Al-Hasannah
dibagi menjadi taiga bagian. Pertama hasanah dari segi akal, kedua dari segi
hawa nafsu/ keinginan dan hasanah dari segi panca indra.
Adapun
kata al-thayyibah khusus digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang memberikan
kelezatan kepada panca indera dan jiwa. Seperti
makanan, pakaian,tempat tinggal dan sebagainya.
Selanjutnya
kata al-khair digunakan untuuk
menunjukkan sesuatu yang baik untuk seluruh umat manusia, seperti ber akal,
adil, keutamaaan dan segala sesuatu yang bermanfaat.
Adapun
kata al-mahmudah digunakkan untuk menunjukkan sesuatu yang utama sebagai akibat
dari melakukan sesuatu yang disukai oleh Allah. Dengan demikian kata
al-mahmudah lebih menunjukkan pada kebaikan yang bersifat batin dan spiritual.
Selanjutnya
kata al-karimah digunakan untuk menunjukkan pada perbuatan dan akhlak yang
terpuji yang ditampakkan dalam kenyataan hidup sehari-hari. Kata al-karimah
juga digunakan untuk menunjukkan perbuatan terpuji yang skalanya besar.
Kata
al-birr digunakan untuk menunjukkan upaya untuk memperluas atau memperbanyak
melakukan perbuatan yang baik. Kata tersebut sering digunakan untuk sifat Allah dan kadang juga untuk sifat
manusia.
Untuk
menghasilkan kebaikan yang bermanfaat bagi fisik, akal, rohani, jiwa islam yang
memberikan tolok ukur yang jelas,yaitu selama perbuatan yang dilakukan itu
ditujukan untuk mendapatkan keridloan Allah yang dalam pelaksaannya dilakukan
dengan ikhlas. Perbuatan dalam Islam baru dikatakan baik apabila perbuatan yang
dilakukan dengan sebenarnya dan dengan kehendak sendiri itu dilakukan atas
dasar ikhlas karena Allah.
Selanjutnya
dalam menentukan perbuatan yang baik, Islam memperhatikan kriteria lainnya
yaitu dari segi cara melakukan perbutan itu. Seseorang yang berniat baik,tapi
dalam melakukannya menempuh cara yang salah,maka perbuatan tersebut dipandang
tercela.
Perbuatan
yang dianggap baik menurut Islam adalah perbuatan yang sesuai dengan petunjuk
al-Qur’an dan as-Sunnah. Taat kepada Allah dan Rosul nya,berbakti kepada orang
tua,saling mendo’akan dalam kebaikan,menepati janji,menyayangi anak
yatim,jujur,amanah,sabar,ridho,ikhlas,adalah perbuatan yang baik karena sesuai
dengah petunjuk al-Qur’an.
3. Hal-hal
yang Termasuk dalam Akhlaq Baik
Para
ahli akhlaq dan tasawuf menyebutkan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan akhlaq
baik antara lain adalah:
a. Al-Amanah
Al-amanah
menurut bahasa adalah kesetiaan.ketulusan hati, kepercayaan (tsisqah) atau
kejujuran. Yang dimaksud amanah disini adalah suatu sifat dan sikap pribadi
yang setia,tulus hati dan jujur dalam melaksanakan sesuatu yang dipercayakan
kepadanya. Pelaksanaan amanat dengan baik disebut “al-Amin” yang berarti:yang
dapat dipercaya,yang jujur,yang aman.[9]
Kewajiban memiliki
sifat dan sikap al-Amanah ini dilandaskan oleh Allah dalam al-Qur’an surat
an-Nisa:58 yang kurang lebih arti ny sebagai berikut:
“Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menunaikan amanah kepada yang ber hak.”.
(Q.S.4 an-Nisa:58).[10]
b. Benar
(ash-Shidqah)
Ash-shidqah
memiliki arti benar,jujur. Yang dimaksud disini adalah berlaku benar dan jujur baik dalam perkataan
maupun perbuatan. Kewajiban bersikap dan bersifat ini diperintahkan oleh Allah
dalam al-Qur’an dalam surat at-Taubah:119,yang kurang lebih artinya sebagai
berikut:[11]
“
Hai sekalian yang beriman,berbaktilah kepada Allah dan jadilah kamu termasuk
orang-orang yang benar.” (Q.S.9 at-Taubah:119)
c. Menetapi
Janji (al-Wafa)
Sebagai
rangkaian dari sikap amanah dan benar tersebut diatas adalah al-Wafa’ sebagai
mana dinyatakan dalam al-Qur’an, yang kurang lebih artinya sebagai berikut:[12]
“
Di antara orang yang beriman ada beberapa orang yang menepati apa yang telah
dijanjikan kepada Allah.” (Q.S. 33 al-Ahzab:32).
d. Keadilan (al-Adl)
Prinsip
keadilan ditegaskan dalam al-Qur’an, yang kurang lebih artinya:
“
Sesungguhnya Allah memerintah (manusia) berlaku adil dan kebaikan.
(Q.S. an-Nahl:90)
Sikap
dan sifat adil ada dua macam yaitu adil yang berhubungan dengan perseorangan
dan adil adil yang berhubungan dengan kemasyarakatan dan pemerintahan. Adil
perseorangan ialah tindakan member hak kepada yang mempunyai hak. Sedangkan
adil dalam segi kemasyarakatan dan pemerintahan misalnya seorang hakim yang
menghukum orang jahat sesuai dengan neraca keadilan.
Untuk menegakkan neraca
keadilan maka dibutuhkan beberapa faktor yaitu:[13]
1. Tenang
dalam mengambil keputusan
2. Memperluas
pandangan dan melihat soalnya secara obyektif.
Keadilan adalah sendi kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu jika prinsip keadilan ini
ditegakkan,maka akan terwujud lah kesejahteraan dan keamanan.
e. Memelihara
Kesucian Diri (al-‘Ifafah)
Al-Ifafah
(memelihara kesucian diri) termasuk dalam rangkaian fadhillah atau
akhlaqulkarimah yang dituntut dalam ajaran Islam. Menjaga diri dari segala
keburukan dan memelihara kehormatan hendak lah dilakukan setiap waktu. Dengan
penjagaan diri secara ketat,maka dapatlah diri dipertahankan untuk selalu
berada pada ststus kesucian. Salah satu contoh memelihara kesucian diri adalah
memelihara hati (qolbu). Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam al-Qur’an
surat as-Syams:9,yang kurang lebih artinya:
“
berbahagialah orang yang membersihkan jiwa nya.”
(Q.S.91 as-Syams:9)
f. Malu
(al-Haya’)
Sebagai
rangkaian dari sifat dan sikap al-ifafah ialah al-haya’(malu). Yang dimaksud
disini ialah malu terhadap Allah dan malu kepada diri sendiri dikala akan melanggar peraturan-peraturan Allah.
Perasaan ini dapat menjadi pembimbing kepada jalan keselamatan dan mencegah
dari perbuatan nista. Rosullulah Saw dalam salah satu hadits nya menandaskan
bahwa :
“Iiman
itu mempunyai enam puluh cabang, sedangkan malu adalah salah satu cabang dari
pada iman.” (muttafaqun alaih).[14]
g. Keberanian (as-Syaja’ah)
Syaja’ah
atau sifat berani termasuk sebagai fadhillah dalam akhlaq. Syaja’ah bukanlah
semata-mata keberanian berkelahi dimedan laga,melainkan suatu sikap mental
dimana seseorang dapat menguasai jiwa nya dan berbuat menurut semestinya. Orang
yang dapat menguasai jiwa nya pada masa-masa kritis ketika bahaya diambang
pintu, itulah yang disebut orang berani.[15]
h. Kekuatan
(al-Quwwah)
Al-Quwwah(sifat
kuat) atau izzatunnafs (jiwa kuat) termasuk dalam rangkaian fadhillah. Kekuatan
pribadi manusia dapat dibagi menjadi tiga bagian,yaitu:[16]
1. Kekutan
fisik atau kekuaan jasmaniah yang meliputi otot.
2. Kekuatan
jiwa atau semangat
3. Kekuatan
akal pikran atau kecerdasa.
Sikap kuat termasuk dalam fadlilah dan
sebaliknya dilarang bersikap lemah karena dengan kekuatan itu lah seorang
mukmin akan bekerja lebih banyak dan lebih produktif, sedangkan orang-orang
yang lemah tidak dapat diharapkan berbuat apa-apa untuk kemajuan dan
perkembangan.
i.
Kesabaran (as-Shabar)
Ada
peribahasa yang menyatakan bahwa kesabaran itu pahit laksana jadam,namun akibat
nya lebih manis daripada madu. Ungkapan tersebut menunjukkan hikmah kesabaran
sebagai fadlilah.[17]
Kesabaran dapat dibagi
menjadi dua kategori:
1. Kesabaran
ketika ditimpa musibah (tabah)
2. Kesabaran
dalam mengerjakan sesuatu (rajin,tekun.istiqomah)
Kesabaran itu tidak dapat dipaksakan
begitu saja dalam pribadi seseorang, melainkan ada beberapa faktornya:
1. Syaja’ah
(keberanian)
2. Al-quwwah
(kekuatan)
3. Kesadaran
dan pengetahuan
Manfaat kesabaran dapat dinikmati
setelah orang lulus dari suatu ujian, dengan memperoleh kemenangan. Manfaat
dari kesabaran itu sendiri antara lain:
1. Mempeoleh
rahmad dan kegembiraan
2. Memperoleh
pertolongan dan kemenangan
3. Memperoleh
kesenangan dan kebahagiaan
j.
Kasih Sayang
(ar-Rahmah)
Pada
dasar nya sifat kasih sayang (ar-rahmah) adalah fitrah yang dianugrahkan Allah
kepada berbagai makluk. Akan tetapi naluri kasih sayang ini dapat tertutup jika
terdapat hambatan-hambatan misal nya karena
pertengkaran,permusuhan,kerakusan,kedengkian,dll. Islam enghendaki agar kasih
sayang dan sifat belas kasih dikembangkan secara wajar.[18]
k. Hemat
(al-Iqtishad)
Salah
satu factor yang menyebabkan manusia banyak menderita kerugian adalah
pemborosan, yang meliputi: pemborisan harta benda,pemborosan tenaga dan
pemborosan waktu. Sebalik nya beruntungla manusia yang memiliki sikap dan sifat
hemat (al-iqtishad) dalam segala-gala nya,yang segala langkah nya diukur
berdasarkan garis-garis ketentuan syara’. Yang dimasuk dengan hemat
(al-iqtishad) adalah enggunakan segala sesuatu yang tersedia berupa harta
benda,waktu dan tenaga menurut ukuran keperluan,mengambil jalan tengah,tidak
kurang dan tidak berlebihan.[19]
PENUTUP
a. kesimpulan
Dari uraian
diatas kita dapat megambil kesimpulan bahwa akhlaq baik adalah sifat yang
tertanam kuat dalam diri manusia yang kemudian menjadi suatu
kepribadian,kepribadian tersebut kemudian bermanfaat bagi diri nya sendiri
maupun bagi orang lain yang berada disekelilingnya.
Menurut ajaran Islam banyak sekali istilah
akhlaq baik,diantara istilah yang mengacu pada baik misalnya al-hasanah,
thayyibah, khairah, karimah, mahmudah, azizah, dan al-birr.
Hal-hal yang
berkaitan dengah akhlaq baik diantara nya adalah al-amanah, ash-shidqah, al-wafa’, al-adl, al-‘ifafah, al-haya’,
as-syaja’ah,al-quwwah’ as-shabar, ar-rahmah’, dan al-iqtishad.
b. Saran
Demikianlah
makalah ini kami sampaikan. Pemakalah menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kriteria sempurna. Untuk itu pemakalah mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pembuatan makalah yang
selanjutnya. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Aamin...
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Ghazali, Imam Ihya ‘Ulum ad-Din,Jilid III, (Beirut: Dar al-Fikr,t.t.).
Anis, Ibrahim,al-Mu’jam al-Wasith, (Mesir:Dar al-Ma’arif,1972)
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka,1991)
Ma’ruf, Louis,dkk , (Beirut: al-Msktabah al-Katulikiyah,t.t).
Miskawih, Ibn, Tahzib al-Akhlaq wa Tathhir al-A’raq ( Mesir:al-Mathba’ah
al-Mishriyah,1934).
Nata,Abuddin.Akhlak Tasawuf.2012. Jakarta:PT.Raja Grafindo
Persada
Shaliba, jamil, al-Mu’jam al-Falsafi,Juz 1, (Mesir:Dar
al-Kitabah al-Mishri, 1978).
Ya’qub,Hamzah.Etika Islam Pembinaan Akhlaqul Karimah( Suatu Pengantar).1988.
Bandung:CV.Diponegoro
[1] Jamil Shaliba,al-Mu’jam
al-Falsafi,Juz 1, (Mesir:Dar al-Kitabah al-Mishri, 1978), hlm.539. Lihat
pula Luis Ma’luf, Kamus al-Munjid,
(Beirut:al-Maktabah al-Katulikiyah,t.t.), hlm.194:Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka,1991),hlm.19.
[2] Abuddin Nata,Akhlak Tasawuf,
(Jakarta:Rajawali Pers,2012), hlm.3-4.
[3] Ibn Miskawih, Tahzib
al-Akhlaq wa Tathhir al-A’raq ( Mesir:al-Mathba’ah al-Mishriyah,1934),
cet.I, hlm.40.
[4] Imam al-Ghazali,Ihya ‘Ulum
ad-Din,Jilid III, (Beirut: Dar al-Fikr,t.t.),hlm.56.
[5] Ibrahim Anis,al-Mu’jam
al-Wasith, (Mesir:Dar al-Ma’arif,1972), hlm.202.
[6] Abuddin Nata,Akhlak Tasawuf,
(Jakarta:Rajawali Pers,2012), hlm.4-7.
[7] Louis Ma’ruf,Munjid,
(Beirut: al-Msktabah al-Katulikiyah,t.t),hlm.198.
[8] Abuddin Nata,Akhlak Tasawuf,
(Jakarta:Rajawali Pers,2012), hlm.120-123.
[9] Hamzah Ya’qub, Etika Islam
Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu Pengantar), (Bandung:CV.Diponegoro,1988)
hlm.98.
[10] Hamzah Ya’qub, Etika Islam
Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu Pengantar), (Bandung:CV.Diponegoro,1988)
hlm.99.
[11] Hamzah Ya’qub, Etika Islam
Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu Pengantar), (Bandung:CV.Diponegoro,1988)
hlm.102.
[12]Hamzah Ya’qub, Etika Islam
Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu Pengantar), (Bandung:CV.Diponegoro,1988)
hlm104-105.
[13] Hamzah Ya’qub, Etika Islam
Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu Pengantar), (Bandung:CV.Diponegoro,1988)
hlm106-107.
[14] Hamzah Ya’qub, Etika Islam
Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu Pengantar), (Bandung:CV.Diponegoro,1988)
hlm.110
[15] Hamzah Ya’qub, Etika Islam
Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu Pengantar), (Bandung:CV.Diponegoro,1988)
hlm.111
[16] Hamzah Ya’qub, Etika Islam
Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu Pengantar), (Bandung:CV.Diponegoro,1988)
hlm.116-117
[17] Hamzah Ya’qub, Etika Islam
Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu Pengantar), (Bandung:CV.Diponegoro,1988)
hlm.120-121.
[18] Hamzah Ya’qub, Etika Islam
Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu Pengantar), (Bandung:CV.Diponegoro,1988)
hlm.123/
[19] Hamzah Ya’qub, Etika Islam
Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu Pengantar), (Bandung:CV.Diponegoro,1988)
hlm.128-129.