Dakwah terhadap Lansia Ditinjau dari Psikologi
Proses menua yang dialami orang
lanjut usia (lansia) adalah
proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun
sosial yang saling ber interaksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa
secara khusus pada lansia. Proses menua
yang dialami oleh lansia menyebabkan
mereka mengalami berbagai macam perasaan seperti sedih, cemas, kesepian dan
mudah tersinggung. Perasaan tersebut merupakan masalah kesehatan jiwa pada
lansia. Jika lansia mengalami gangguan kesehatan jiwa, maka kondisi tersebut
dapat memengaruhi kegiatan sehari-hari lansia.
Saat
memasuki fase lanjut usia, seseorang bukan berarti tidak butuh lagi dengan
dakwah kepada kebaikan, mungkin saja karena anggapan bahwa orang tua sudah
lebih tahu dan mampu mengamalkan kebaikan itu dengan baik. Semakin berumur
seseorang, itu
artinya manusia sudah sangat dekat dengan kematian dan saat proses kematian
nanti tiba, Rasulullah sangat menganjurkan orang yang lagi sakarat agar
dituntun melafadzkan tahlil. Sehingga semua amal perbuatan hendaklah tidak
dilakukan kecuali benar-benar berorientasi pada harapan mendapatkan keberkahan,
restu dan pahala dari Allah SWT semata. Dengan kesadaran akan dekatnya akhir usia, lansia
memprioritaskan hidupnya agar dapat menutup lembaran kehidupan dengan baik (khusnul khatimah).
Untuk alasan
keselamatan hidup inilah,
dakwah menjadi sangat penting bagi umat manusia utamanya para lansia.
B. Landasan Teori
Menurut
Elizabeth Hurlock, masa lansia adalah masa dimana seseorang mengalami perubahan
fisik dan psikologis. Bahkan ketika masa tua disebut sebagai masa yang mudah
dihinggapi segala macam penyakit dan akan mengalami kemunduran mental seperti
menurunnya daya ingat dan pikiran.[1]
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa lanjut usia
merupakan periode di mana seorang individu telah mencapai kemasakan dalam
proses kehidupan, serta telah menunjukan kemunduran fungsi organ tubuh sejalan
dengan waktu, tahapan ini dapat mulai dari usia 55 tahun sampai meninggal.
Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua
dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial sangat
tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok
lanjut usia bukanlah kelompok orang yang homogen . Usia tua dialami dengan cara
yang berbeda-beda.
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan
fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar,
persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan
reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik
(konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti
gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang
cekatan. Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami
perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.
Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian
lansia sebagai berikut:
1.
Tipe Kepribadian Konstruktif
(Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak,
tenang dan mantap sampai sangat tua.
2. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada
kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia
tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.
3. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini
biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga
selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan
hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi
jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
4. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini
setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak
keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga
menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
5. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personality), pada lansia tipe
ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang
lain atau cenderung membuat susah dirinya.[2]
Hurlock
melihat kepribadian orang lanjut usia dapat ditinjau dari berbagai aspek, di
antaranya:
1. Biasanya
orang yang berusia lanjut lebih berhati-hati dalam belajar, memerlukan waktu
yang lebih banyak untuk dapat mengintegrasikan jawaban mereka, kurang mampu
mempelajari hal-hal baru yang tidak mudah diintegrasikan dengan pengalaman masa
lalu, dan hasilnya kurang tepat dibanding orang yang lebih muda.
2. Secara
umum terdapat penurunan kecepatan dalam mencapai kesimpulan, baik dalam alasan
induktif maupun deduktif. Sebagian dari hal ini, merupakan akibat dari sikap
yang terlalu hati-hati dalam mengungkapkan alasan, yang gradasinya cenderung
meningkat sejalan dengan pertambahan usia.
3. Kapasitas
atau keinginan yang diperlukan untuk berfikir kreatif bagi orang berusia lanjut
cenderung berkurang. Dengan demikian prestasi-kreativitas dalam menciptakan
hal-hal penting pada orang berusia lanjut secara umum relatif kurang dibanding
mereka yang lebih muda.
4. Orang
berusia lanjut pada umumnya cenderung lemah dalam mengingat hal-hal yang baru
dipelajari dan sebaliknya baik terhadap hal-hal yang telah lama dipelajari.
Sebagian dari ini disebabkan oleh fakta bahwa mereka tidak selalu termotivasi
dengan kuat untuk mengingat-ingat sesuatu, sebagian disebabkan oleh kurangnya
perhatian, dan sebagian lagi disebabkan oleh pendengaran yang kurang jelas
serta apa yang didengarnya berbeda dengan yang diucapkan orang.
5. Kemampuan
dalam mengingat ulang banyak dipengaruhi oleh faktor usia dibanding pemahaman
terhadap objek yang ingin diungkapkan kembali. Banyak orang berusia lanjut yang
menggunakan tanda-tanda, terutama simbol visual, suara, dan gerakan
(kinesthetic), untuk membantu kemampuan mereka dalam mengingat kembali.
6. Kecenderungan
untuk mengenang sesuatu yang terjadi pada masa lalu meningkat semakin tajam
sejalan dengan bertambahnya usia. Seberapa besar kecenderungan seseorang dalam
mengingat kembali masa lalunya terutama tergantung pada kondisi hidup seseorang
pada usia lanjut. Makin senang kehidupan seseorang pada usia lanjut makin kecil
waktu yang digunakan untuk mengenang masa lalu dan sebaliknya.
7. Pendapat
umum yang sudah klise tetapi banyak dipercaya orang, bahwa orang berusia lanjut
kehilangan rasa dan keinginannya terhadap hal yang lucu-lucu. Pendapat seperti
ini benar dalam hal kemampuan mereka untuk membaca komik berkurang, dan
perhatian terhadap komik yang dapat mereka baca bertambah dengan bertambahnya
usia.
8. Menurunnya
perbendaharaan kata yang dimiliki orang berusia lanjut menurun sangat kecil,
karena mereka secara konstan menggunakan sebagian besar kata yang pernah
dipelajari pada masa anak-anak dan remajanya. Sedang untuk belajar kata-kata
pada usia lanjut lebih jarang dilakukan.
9. Kekerasan
mental sangat tidak bersifat universal bagi usia lanjut. Hal ini bertentangan
dengan pendapat klise yang mengatakan bahwa orang berusia lanjut mempunyai mental
yang keras. Apabila kekerasan mental terjadi selama usia madya, hal ini
cenderung menjadi semakin tampak sejalan dengan bertambahnya usia, yang umumnya
karena orang berusia lanjut lebih lambat dan lebih sulit dalam belajar daripada
yang pernah dilakukan sebelumnya dan mereka percaya bahwa nilai-nilai dan
cara-cara lama dalam melakukan sesuatu lebih baik daripada cara dan nilai yang
baru.[3]
Kubler-Ross membagi
perilaku dan proses berpikir seseorang yang menghadapi kematian menjadi 5 fase:
penolakan dan isolasi, kemarahan, tawar menawar, depresi, dan penerimaan. Tidak
semua individu melewati urutan yang sama. Beberapa individu berjuang hingga
akhir.
1.
Penolakan merupakan
fase pertama yang di usulkan Kubler-Ross dimana orang menolak kematian
benar-benar ada. Mereka belum ingin meninggal. Karena mereka tidak
mampu menolak, maka mereka menjadi marah.
2.
Kemarahan merupakan
fase kedua dimana orang yang menjelang kematian menyadari bahwa penolakan tidak
dapat lagi dipertahankan. Marah mengikuti penolakan yang tidak mungkin terjadi.
Mereka marah kepada dokter atau orang lain yang ingin menolong mereka.
3.
Tawar-menawar dengan maut merupakan fase ketiga menjelang kematian dimana seseorang
mengembangkan harapan bahwa kematian sewaktu-waktu dapat ditunda atau diundur. Mereka tawar
menawar dengan Tuhan agar waku hidup mereka sedikit lagi diperpanjang.
4.
Depresi merupakan
fase keempat menjelang kematian dimana orang yang sekarat akhirnya menerima
kematian. Pada titik ini, suatu periode depresi atau persiapan berduka mungkin
muncul. Orang yang
menghadapi maut mengalami depresi karena kesedihan yang mendalam dan
akhirnya pasrah.
5.
Menerima merupakan
fase kelima menjelang kematian, dimana seorang mengembangkan rasa damai,
menerima takdir dan dalam beberapa hal, ingin ditinggal sendiri. Pada fase ini
perasaan dan rasa sakit pada fisik mungkin hilang. Kubler-Ross menggambarkan
fase kelima ini sebagai akhir perjuangan menjelang kematian. Mereka
menyadari bahwa mereka pasti mati dan waktunya sudah sangat dekat.[4]
C. Alternatif Dakwah
1. Materi
Dakwah
a. Tauhid.
Materi keimanan / tauhid meliputi rukun iman, hal-hal yang berkaitan dengan
keimanan, kematian, ketenangan hati dan sebagainya. Islam mengajarkan bahwa
kepercayaan/iman seseorang harus dibuktikan dengan jalan melaksanakan
penyembahan (ibadah) dan mentaati segala hukum Allah (syari'ah) yang telah
digariskan lewat wahyu-Nya yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Maka
pelaksanaan ibadah dan syari'ah itu adalah manifestasi dari iman
seseorang. Dengan memiliki iman yang
kuat maka para lansia selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan rasa
kepercayaan kepada Allah dan yakin bahwa setiap manusia itu tidak ada yang
sempurna, maka para lansia tidak merasa rendah diri dan selalu berkeluh kesah.
b. Syari’ah. Materi syari'ah yang dimaksud adalah fiqih.
Para lansia akan dapat melaksanakan ibadah kepada Allah SWT sesuai dengan apa
yang disyari'atkan agama Islam, ibadah merupakan bakti manusia kepada Allah SWT
yang didorong dan dibangkitkan oleh akidah tauhid. Dalam menjalankan ibadah itu
ada tata caranya, sehingga untuk melaksanakannya para lansia perlu tahu tentang
hukum fiqih terlebih dahulu.
c. Akhlak.
Lansia dapat pula diberikan materi tentang akhlak, diantaranya melalui contoh
perbuatan yang mengarah pada tingkah laku yang baik. Selain itu setiap anggota
panti juga disarankan untuk saling membantu antara sesama lansia terutama
sesama yang masih mampu memberikan bantuan kepada lansia yang membutuhkan
bantuan.
2. Cara
Berdakwah
a. Asy Syukru (balas budi). Bertolak dari kondisi
lansia yang cenderung membutuhkan pengakuan dan perlakuan serta peng hargaan
yang setimpal, maka strategi balas budi lebih dikedepankan dalam dakwah. Balas
budi dapat diartikan menampakkan kegembiraan dan menghaturkan terimakasih
terhadap jasa-jasa di saat mereka belum membutuhkan bantuan kita. Namun ketika
tiba masa mereka membutuhkan, maka membantu
dan memenuhi kebutuhan mereka termasuk kategori balas budi.
b.
Qaulan
karima (perkataan yang mulia). Dakwah dengan qaulan kariman sasarannya adalah orang yang telah lanjut
usia. Jika dikaji lebih jauh, sasaran qaulan karima adalah orang yang memiliki derajat lebih tinggi dari
kita dengan pendekatan perkataan yang mulia,
santun, penuh hormat, dan penghargaan, tidak menggurui, sebab kondisi fisik
mereka yang mulai melemah membuat mudah tersinggung apabila menerima perkataan
yang keras dan terkesan menggurui. Psikologi orang usia lanjut biasanya
sangat peka terhadap kata-kata yang bersifat menggurui, menyalahkan apalagi
kasar. Karena mereka merasa lebih banyak pengalaman hidupnya dan merasa dalam
kondisi telah banyak kehilangan kekuatan fisiknya. Oleh karenanya, da’i harus
bersikap hormat terhadap mad’u yang tergolong usia lanjut seperti memperlakukan
pada orang tua sendiri.
c.
Qaulan
layyina (perkataan yang lemah lembut). Sesuai firman Allah “Maka disebabkan
rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu” (Q.S. Ali Imron : 159), maka
untuk berdakwah kepada lansia harus menggunakan perkataan yang lembut. Menurut
Asfihani dalam Mu’jam-nya, qaulan layyina mengandung arti lawan dari
kasar, yakni halus dan lembut. Pada dasarnya halus dan lembut itu dipergunakan
untuk mensifati benda oleh indera peraba, tetapi kata-kata ini kemudian
dipinjam untuk menyebut sifat-sifat akhlak dan arti-arti bagi lansia sebagai
sentuhan yang halus tanpa mengusik atau menyentuh kepekaan perasaannya sehingga
tidak menimbulkan gangguan pikiran dan perasaan.
d.
Qaulan
Baligha (perkataan yang membekas pada jiwa). Suatu perkataan dianggap baligh
manakala berkumpul pada tiga sifat, yaitu memiliki kebenaran dari sudut bahasa,
mempunyai kesesuaian dengan apa yang dimaksudkan dan mengandung kebenaran
secara subtansial. Suatu perkataan dinilai baligh jika perkataan itu membuat
lawan bicaranya terpaksa mempersepsi perkataan itu sama dengan apa yang
dimaksudkan oleh pembicara, sehingga tidak ada celah untuk mengalihkan
perhatian kepermasalahan lain.
e.
Qaulan
Syadida (perkataan yang benar). Term qaulan syadida, menurut ibn Manshur
dalam lisan al-a’rabnya kata sadid diyang dihubungkan dengan qaul (perkataan)
mengandung arti mengenai sasaran (yusib al-qashda). Jadi pesan dakwah yang
secara psikologis menyentuh hati mad’u siapa pun mad’unya termasuk
lansia, adalah jika materi yang disampaikan itu benar baik dari segi bahasa
atau pun logika dan disampaikan dengan pijakan takwa.
f.
Qaulan Maisura (perkataan
yang ringan). Maisura adalah perkataan yang mudah diterima, yang ringan, yang
pantas, yang tidak berliku-liku. Dakwah dengan qaulan maisura artinya pesan
yang disampaikan itu sederhana, mudah dimengerti dan dapat difahami secara
spontan tanpa harus berfikir dua kali.[5]
Teknik ini sangat sesuai dengan lansia karena saat menjadi tua, kemampuan
menyerap informasi melemah.
3.
Kegiatan Dakwah
a.
Dzikir. Sadarnya
lansia akan dekatnya kematian, sering menimbulkan ketakutan dan
kegelisahan. Hal ini harus segera diatasi salah satunya dengan berdzikir.
Dzikir adalah amalan yang mudah dan ringan untuk dikerjakan. Dzikir ini pun tidak diikuti aturan mengenai batas minimal
atau maksimal untuk melakukannya, intinya adalah niat dan keikhlasan kita. Tetapi
dzikir memiliki manfaat yang baik untuk menenangkan jiwa.
b.
Seni pertunjukkan. Untuk mengurangi tingkat stress
yang dialami lansia tentang kematian, seni pertunjukkan adalah pilihan yang
tepat. Dalam pertunjukkan tersebut, dapat dimasukkan nilai-nilai islam
didalamnya sehingga para lansia dapat mengambil hikmah dari pertunjukkan
tersebut. Seni pertunjukkan ini juga mempermudah lansia menerima materi dakwah
yang diberikan tanpa berfikir berat.
D. Kesimpulan
Lanjut usia merupakan periode di mana seorang individu telah mencapai
kemasakan dalam proses kehidupan, serta telah menunjukan kemunduran fungsi
organ tubuh sejalan dengan waktu. Pada umumnya setelah orang memasuki lansia
maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Beberapa perubahan
tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia, yaitu Tipe
Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), Tipe Kepribadian Mandiri
(Independent personality), Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent
personalitiy), Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), Tipe
Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy). Kubler-Ross
membagi perilaku dan proses berpikir seseorang yang menghadapi kematian menjadi
5 fase: penolakan dan isolasi, kemarahan, tawar menawar, depresi, dan
penerimaan.
Materi
dakwah yang dapat diberikan adalah
tauhid, syari’ah dan akhlak. Cara berdakwah agar mudah diterima lansia yaitu Asy Syukru (balas budi), Qaulan karima (perkataan
yang mulia), Qaulan
layyina (perkataan yang lemah lembut). Qaulan
Baligha (perkataan yang membekas pada jiwa). Qaulan Syadida (perkataan yang benar. Qaulan Maisura (perkataan yang ringan). Kegiatan dakwah yang
dapat dilakukan diantaranya zikir dan seni pertunjukkan
E. Penutup
Penulis berharap dengan adanya karya ilmiah ini,
dapat memenuhi mata kuliah Psikologi Dakwah dengan baik dan benar. Di sisi
lain, penulis berharap makalah ini dapat dijadikan bahan bacaan yang bermutu,
baik bagi kalangan mahasiswa maupun kalangan akademika pada umumnya sebagai
motivasi atau inspirasi dalam mengembangkan kreatifitasnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan untuk lebih menyempurnakan makalah ini dan seterusnya.
F. Daftar Pustaka
Hurlock
, Elizabeth B., Psikologi Perkembangan,
(Jakarta : Erlangga, 1998)
Gitta
, Mauren. Psikologi Lansia, (28 Maret
2012), diakses dari http://maurengitta.blogspot.co.id/2012/03/psikologi-lansia.html
pada tanggal 22 November 2015 pukul 12:22.
Trizeta
, Leviatan. Psikologi Orang Dewasa, (28
November 2012) diakses dari http://levianatrizeta.blogspot.co.id/2012/11/makalah-psikologi-orang-dewasa-lansia.html
pada tanggal 22 November 2015 pukul 13:00.
Ariani
, Ririn Dwi. Dakwah Persuasif Perspektif
Al-Qur’an, diakses dari http://berbagiituindah021996.blogspot.co.id/2015/02/normal-0-false-false-false-in-x-none-ar.html
pada tanggal 22 November pukul 13:10.
[1]
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi
Perkembangan, (Jakarta : Erlangga, 1998), hlm.30.
[2]
Mauren Gitta, Psikologi Lansia, (28
Maret 2012), diakses dari http://maurengitta.blogspot.co.id/2012/03/psikologi-lansia.html
pada tanggal 22 November 2015 pukul 12:22.
[3]
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi
Perkembangan, hlm. 394.
[4]Leviatan
Trizeta, Psikologi Orang Dewasa, (28
November 2012) diakses dari http://levianatrizeta.blogspot.co.id/2012/11/makalah-psikologi-orang-dewasa-lansia.html
pada tanggal 22 November 2015 pukul 13:00.
[5]
Ririn Dwi Ariani, Dakwah Persuasif
Perspektif Al-Qur’an, diakses dari http://berbagiituindah021996.blogspot.co.id/2015/02/normal-0-false-false-false-in-x-none-ar.html
pada tanggal 22 November pukul 13:10.
0 komentar:
Post a Comment