Tafsir Al-Baqarah 172-173 Makanan Minuman
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Alquran adalah
kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang mengandung
petunjuk-petunjuk bagi umat manusia. Alquran diturunkan untuk menjadi pegangan
bagi mereka yang ingin mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Ia tidak
diturunkan hanya untuk suatu umat atau untuk suatu abad, tetapi untuk umat
manusia dan untuk sepanjang masa, karena itu luas ajaran-ajarannya adalah sama
dengan luasnya umat manusia. Di dalam alquran terkumpul wahyu ilahi yang
menjadi petunjuk, pedoman dan pelajaran bagi siapa yang mencapai serta
mengamalkannya.
Salah satu isi
dari firman Allah adalah tentang anjuran kepada umat manusia untuk memakan
makanan yang halal lagi baik (thayyib), serta memakan makanan yang haram lagi
membahayakan. Segala sesuatu yang ada di bumi ini adalah halal dimakan agar
mencukupi kebutuhan hidup manusia kecuali ada beberapa jenis yang diharamkan
oleh agama sebagaimana yang tercantum di dalam alquran dan hadis Nabi.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai
berikut :
A. Apa
ayat yang menjelaskan tentang makanan dan minuman?
B. Apa
sabab nuzul ayat tentang makanan dan minuman?
C. Bagaimana
munasabah surat al-Baqarah ayat 172-173?
D. Bagaimana
tafsir ayat tentang makanan dan minuman?
E. Bagaimana
hukum makanan dan minuman?
F. Apa
hikmah dari ayat tentang makanan dan minuman?
PEMBAHASAN
A. Teks
utama
Al-Baqarah ayat
172-173
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ
مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ (۱٧۲) إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ
وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ
فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (۱٧۳)
B.
Terjemahan
“Hai orang-orang yang beriman,
makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan
bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan
binatang yang (ketika disembelih) menyebut (nama) selain Allah. Tetapi
barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Surat al-Baqarah ayat 172-173)
C.
Mufrodat
طَيِّبَٰتِ = yang baik-baik
كُلُوا۟ = makanlah
ءَامَنُوا۟ =
beriman
وَٱشْكُرُوا۟ = dan
bersyukurlah
رَزَقْنَٰكُمْ = Kami
rezkikan kepadamu
وَلَحْمَ =
dan daging
حَرَّمَ = Dia mengharamkan
ٱلْمَيْتَةَ = bangkai
وَٱلدَّمَ = dan darah
ٱلْخِنزِيرِ = babi
إِثْمَ = berdosa
D.
Sabab Nuzul
Penjelasan tentang
makanan-makanan yang diharamkan tersebut dikemukakan dalam konteks mencela
masyarakat Jahiliyah, baik di Mekkah maupun di Madinah, yang memakannya. Mereka
misalnya membolehkan memakan binatang yang mati tanpa disembelih dengan alasan
bahwa yang disembelih atau dicabut nyawanya oleh manusia halal, maka mengapa
haram yang dicabut sendiri nyawanya oleh Allah? Penjelasan tentang keburukan
ini dilanjutkan dengan uraian ulang tentang mereka yang menyembunyikan
kebenaran, baik menyangkut kebenaran Nabi Muhammad, urusan kiblat, haji dan
umroh, maupun menyembunyikan atau akan menyembunyikan tuntunan Allah menyangkut
makanan.Orang-orang Yahudi misalnya, menghalalkan hasil suap, orang-orang
Nasrani membenarkan sedikit minuman keras, kendati dalam kehidupan sehari-hari
tidak sedikit dari mereka yang meminumnya dengan banyak. [1]
E.
Munasabah
Seperti penegasan pada
ayat-ayat alquran bahwa Allah adalah Tuhan Yang Satu, Dialah pencipta alam
semesta ini, juga telah dijelaskan siapa saja yang mengambil Tuhan selain Allah
maka dia akan mendapat balasannya yang setimpal. Dan pada ayat sebelumnya menjelaskan
bahwa Allah adalah pemberi rezeki kepada manusia dan makhluk yang lain,
sekaligus Allah menerangkan mana makanan yang halal dan mana yang haram.
Allah juga membolehkan
manusia seluruhnya memakan makanan yang telah di bumi ini, yang halal dan yang
baik saja, serta meninggalkan yang haram, sebab yang haram itu sudah jelas.
Juga agar manusia tidak mengikuti langkah-langkah setan, dalam hal makanan,
sebab setan itu adalah musuh mereka. Oleh sebab itu, setan tidak pernah
menyuruh kepada kebaikan. Bahkan dia hanya menyuruh kepada kejelekan. Dan setan
itu juga menyuruh manusia agar menghalalkan atau mengharamkan sesuatu sesuai
dengan kehendak manusia tanpa perintah dari Allah. Bahkan menyuruh manusia agar
mengatakan bahwa itu adalah syariat Allah, sebagaimana telah dilakukan oleh
orang-orang Yahudi dan musyrikin Quraisy.
Al-Baqarah 168-169 menyatakan
makanan yang diperbolehkan atau yang halal dari apa-apa yang terdapat di bumi
kecuali yang sedikit yang dilarang karena berkaitan dengan hal-hal yang
membahayakan dan telah ditegaskan dalam nash syara’ adalah terkait dengan
akidah, sekaligus bersesuaian dengan fitrah alam dan fitrah manusia. Allah
menciptakan apa-apa yang ada di bumi bagi manusia. Oleh sebab itu, Allah
menghalalkan apa yang ada di bumi, tanpa ada pembatasan tentang yang halal ini,
kecuali masalah khusus yang berbahaya. Dan apabila yang di bumi ini tidak
dihalalkan maka hal ini melampaui daerah keseimbangan dan tujuan diciptakannya
bumi untuk manusia.
Ayat ini selanjutnya
ditujukan kepada kaum muslimin saja supaya menikmati rezeki Allah yang
bermanfaat dan diarahkannya untuk mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Serta
dijelaskan kepada mereka apa yang diharamkan atas mereka, yaitu apa-apa yang
tidak baik dan tidak dihalalkan bagi mereka. Kemudian diancamnya orang-orang
Yahudi yang menyanggah mereka mengenai makan yang baik-baik dan yang haram ini,
yang semuanya sudah termaktub dalam kitab mereka.
Pelarangan tentang akan
sesuatu yang tidak baik ini bukan karena Allah
agar mereka mengalami kesulitan dan kesempitan mencari rezeki, sebab
Allah sendirilah yang melimpahkan rezeki kepada mereka. Allah menginginkan
mereka agar sebagai hamba bisa mensyukuri apa-apa yang bersal dari Allah dan
agar mereka betul-betul beribadah semata-mata kepada Allah tanpa ada
penyekutuan. Maka Allah mewahyukan kepada mereka bahwa syukur itu adalah
termanifestasikan dengan ibadah dan taat serta ridha dengan apa-apa yang dari
Allah (al-baqarah 172).
Kemudian Allah melanjutkan
penjelasan tentang apa-apa yang diharamkan dari makanan dengan suatu bentuk
nash yang di batasi dengan penggunaan a’atul qashri perangkat pembatasan yakni
“innamaa”, yaitu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika
disembelih) disebut suatu (nama) selain Allah.[2]
F. Tafsir
Syukur adalah mengakui
dengan tulus bahwa anugerah yang diperoleh semata-mata bersumber dari Allah
sambil menggunakannya sesuai tujuan penganugerahannya, atau menempatkannya pada
tempat semestinya.[3]
Di dalam ayat ini, khitab Allah
ditujukan kepada orang-orang yang beriman secara khusus. Mereka ini akan lebih
sensitif pemahamannya, disamping bias menerima hidayah. Karenanya, Allah
memerintahkan kepada orang-orang beriman agar memakan barang-barang yang halal
dan bersyukur kepada Allah atas karunia yang dilimpahkan kepada mereka.
Kemudian Allah menjelaskan makanan yang diharamkan. Sebagaimana pemberitahuan,
bahwa makanan yang diharamkan itu berjumlah sedikit, dan kebanyakan makanan
yang merupakan ciptaan Allah itu dihalalkan.[4]
Allah telah menyeru
orang-orang yang beriman agar menerima hukum syariat Allah, juga agar mengambil
apa yang halal dan meninggalkan yang haram. Dan, Allah mengingatkan kepada
mereka bahwa Dia sematalah pemberi rezeki dan membolehkan kepada mereka
memanfaatkan makanan-makanan yang baik dari apa yang telah Dia rezekikan. Maka,
Allah memberitahu mereka bahwa Dia tidak melarang untuk mengambil yang baik
dari rezeki itu dan Allah melarang hambaNya agar meninggalkan sesuatu yang
tidak baik dari rezeki itu.
Pelarangan ini bukan karena
Allah menginginkan agar mereka mengalami kesulitan dan kesempitan dalam mencari
rezeki, tetapi agar mereka sebagai hamba bisa mensyukuri apa-apa yang berasal
dari Allah dan agar mereka bias betul-betul beribadah semata-mata karena Allah
tanpa ada penyekutuan. Kemudian, Allah melanjutkan penjelasan tentang apa-apa
yang diharamkan dari makanan dengan suatu bentuk nash yang dibatasi dengan
penggunaan adatul qashri (perangkat pembatasan) yakni “innamaa”
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ
الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ
“Sesungguhnya
Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang vyang (ketika disembelih) disebut (nama)
selain Allah.”[5]
Bangkai (ٱلْمَيْتَةَ) ialah nama binatang yang mati, bukan karena disembelih secara syara’.
Terkadang bangkai itu binatang yang mati dengan sendirinya bukan sebab manusia.
Meskipun juga terkadang karena ulah manusia tetapi tidak melalui penyembelihan
yang disyari’atkan. Yang dimaksud haramnya bangkai hanyalah soal memakannya.
Adapun memanfaatkan kulit, tanduk, tulang atau rambutnya tidaklah terlarang.
Rasulullah SAW bersabda:
هَلَّا أَخَذْتُمْ إِهَابَهَا فَدَبَغْتُمُوهُ
فَانْتَفَعْتُمْ؟ فَقَالُوا: إِنَّهَا مَيْتَةٌ فَقَالَ: إِنَّمَا حَرَّمَ
أَكْلَهَا
Artinya : “Mengapa tidak kamu ambil kulitnya, kemudian
kamu samak dan memanfaatkan? Para sahabat menjawab, itu kan bangkai. Maka jawab
Rasulullah, yang diharamkan itu hanyalah memakannya.” Hadist
tersebut menjelaskan bahwa menyamak kulit itu sama dengan menyembelih untuk
menjadikan kulit itu menjadi halal.[6]
Darah (وَٱلدَّ) yang dimaksud
adalah darah yang mengalir dan sangat
berbahaya, sebab darah itu kotor atau mengandung penyakit, sehingga pengharaman
darah itu didasarkan pada kotornya darah atau mengandung penyakit.
Daging babi (ٱلْخِنزِيرِ لَحْمَ) yaitu seluruh yang dapat dimakan daripada tubuh babi,
baik daging, lemak, ataupun tulangnya yang dicincang bersama dagingnya.[7] Belakangan
ini ada orang-orang yang memperdebatkan keharamannya. Mereka berpendapat cacing
pita yang amat berbahaya, yang menurut penelitian memang terdapat di dalam
daging babi kini oleh kemajuan ilmiah telah dapat dihilangkan. Oleh sebab itu,
babi tidak lagi haram. Demikianlah pendapat mereka. Bukan merupakan suatu hal
yang mustahil kalau masih terkandung bahaya-bahaya lain yang belum ditemukan di
dalam babi. Maka, sudah sepatutnya kita memisahkan diri dari pendapat yang
sesat dan kita beralih menuju kepada pendapat yang benar. Serta, kita
mengharamkan apa yang diharamkan dan menghalalkan apa yang dihalalkan oleh Yang
Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui.
(وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ ) Dan sesuatu yang disembelih sambil
menyebutkan nama selain Allah, tidaklah ini diharamkan karena zatnya tetapi
disebabkan oleh ketidaktulusan jiwa dan tidak adanya kebulatan tujuan, maka zat
tersebut tergolong kepada yang najis dan menyekutukan Allah.[8]
اللَّهِ
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ) ) Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa, maka memakan hal-hal yang telah
Allah haramkan karena memang sudah tidak ada pilihan lain, dan jika tidak
memakan barang tersebut akan mendapatkan kesukaran, bahkan kematian maka hal
itu dibolehkan. Tetapi dengan syarat, tidak menginginkan dan tidak melebihi
kebutuhan yang selayaknya.[9] Sebenarnya
mereka tidak ingin makan makanan yang diharamkan tetapi hanya sekedar untuk
menyelamatkan jiwanya. Adapun memakan yang lebih dari itu hukumnya tetap haram.
Ini kehendak Allah dan Allah tidak memberatkan seorang hamba lebih dari pada
kesanggupannya.[10]
Abdullah bin Amr r.a. mengatakan, bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang
buah yang tergantung di pohon. Jawab Nabi SAW:”Siapa yang makan daripadanya
hanya karena lapar tanpa tujuan menyimpannya, maka tiada dosa dan tuntutan
baginya.” Masruq berpendapat, bahwa orang yang terpaksa kemudian ia bertahan
tidak makan dan tidak minum, lalu ia mati, maka ia bisa masuk neraka. Menurut
pendapat ini berarti makan bangkai bagi orang yang terpaksa hukumnya wajib dan
bukan mubah.[11]
G.
Hukum
Hukum yang
tercipta dengan diturunkannya surat al baqarah ayat 172-173 tersebut adalah:
a.
Kewajiban mensyukuri
rezeki yang baik yang datangnya dari Allah SWT;
b.
Kewajiban memakan
makanan yang baik lagi halal.
c.
Keharaman (larangan)
memakan bangkai, darah, daging babi dan hewan yang disembelih dengan menyebut
nama selain nama Allah.
d.
Terdapat rukhsoh bagi
orang yang dalam kesulitan (darurat) dan terpaksa untuk memakan hal yang
diharamkan tersebut untuk mempertahankan hidup dengan ketentuan tidak dalam
keadaan dan tujuan maksiat, tidak menginginkannya, dan tidak berlebihan
memakannya.[12]
H.
Hikmah yang Terkandung
1.
Diharamkan Bangkai dan
Hikmahnya.
Pertama
kali haramnya makanan yang disebut oleh ayat al-Quran ialah bangkai, yaitu
binatang yang mati dengan sendirinya tanpa ada suatu usaha manusia yang memang
sengaja disembelih atau dengan berburu. Hati orang-orang sekarang ini kadang-kadang bertanya-tanya
tentang hikmah diharamkannya bangkai itu kepada manusia, dan dibuang begitu
saja tidak boleh dimakan. Untuk persoalan ini kami menjawab, bahwa
diharamkannya bangkai itu mengandung hikmah yang sangat besar sekali :
a.
Naluri manusia yang
sehat pasti tidak akan makan bangkai dan dia pun akan menganggapnya kotor. Para
cerdik pandai di kalangan mereka pasti akan beranggapan, bahwa makan bangkai
itu adalah suatu perbuatan yang rendah yang dapat menurunkan harga diri
manusia. Oleh karena itu seluruh agama Samawi memandangnya bangkai itu suatu
makanan yang haram. Mereka tidak boleh makan kecuali yang disembelih, sekalipun
berbeda cara menyembelihnya.
b.
Supaya setiap muslim
suka membiasakan bertujuan dan berkehendak dalam seluruh hal, sehingga tidak
ada seorang muslim pun yang memperoleh sesuatu atau memetik buah melainkan
setelah dia mengkonkritkan niat, tujuan dan usaha untuk mencapai apa yang
dimaksud. Begitulah, maka arti menyembelih “yang dapat mengeluarkan binatang
dari kedudukannya sebagai bangkai” tidak lain adalah bertujuan untuk merenggut
jiwa binatang karena hendak memakannya. Jadi seolah-olah Allah tidak rela
kepada seseorang untuk makan sesuatu yang dicapai tanpa tujuan dan berfikir
sebelumnya, sebagaimana halnya makan bangkai ini. Berbeda dengan binatang yang
disembelih dan yang diburu, bahwa keduanya itu tidak akan dapat dicapai
melainkan dengan tujuan, usaha dan perbuatan.
c.
Binatang yang mati
dengan sendirinya, pada umumnya mati karena sesuatu sebab, mungkin karena penyakit yang mengancam, atau
karena sesuatu sebab mendatang, atau karena makan tumbuh-tumbuhan yang beracun
dan sebagainya. Kesemuanya ini tidak dapat dijamin untuk tidak membahayakan,
Contohnya seperti binatang yang mati karena sangat lemah dan kerena keadaannya
yang tidak normal.
d.
Allah mengharamkan
bangkai kepada kita umat manusia, berarti dengan begitu Ia telah memberi
kesempatan kepada hewan atau burung untuk memakannya sebagai tanda kasih-sayang
Allah kepada binatang atau burungburung tersebut. Karena binatang-binatang itu
adalah makhluk seperti kita juga, sebagaimana ditegaskan oleh al-Quran.
e.
Supaya manusia selalu
memperhatikan binatang-binatang yang dimilikinya, tidak membiarkan begitu saja
binatangnya itu diserang oleh sakit dan kelemahan sehingga mati dan hancur.
Tetapi dia harus segera memberikan pengobatan atau mengistirahatkan.
2.
Hikmah Diharamkannya
Darah
Makanan
kedua yang diharamkan ialah darah yang mengalir. Ibnu Abbas pernah ditanya
tentang limpa (thihal), maka jawab beliau: Makanlah! Orang-orang kemudian
berkata: Itu kan darah. Maka jawab Ibnu Abbas: Darah yang diharamkan atas kamu
hanyalah darah yang mengalir. Rahasia
diharamkannya darah yang mengalir di sini adalah justru karena kotor, yang
tidak mungkin jiwa manusia yang bersih suka kepadanya. Dan inipun dapat diduga
akan berbahaya, sebagaimana halnya bangkai. Orang-orang jahiliah dahulu kalau lapar, diambilnya sesuatu yang tajam
dari tulang ataupun lainnya, lantas ditusukkannya kepada unta atau binatang dan
darahnya yang mengalir itu dikumpulkan kemudian diminum. Oleh karena
mengeluarkan darah dengan cara seperti itu termasuk menyakiti dan melemahkan binatang, maka akhirnya
diharamkanlah darah tersebut oleh Allah.
3.
Hikmah Diharamkannya
Daging Babi
Hikmah
dari pengharaman memakan daging babi ini. Kita tinjau beberapa Mudharat
(kerugian) mengkonsumsi daging babi dari berbagai sudut pandang kajian ilmiah,
beberapa diantaranya :
a.
Babi adalah hewan yang
sangat Rakus dan kotor
Seperti yang diketahui babi adalah binatang yang tidak memiliki kelenjar keringat. Dengan demikian, segala jenis ekskresi diproses secara internal fisiologis. Proses ekskresi kulit pada babi terjadi dibawah lapisan kulit. Proses ini akan menyebabkan babi selalu kepanasan. Oleh karena itu ia membutuhkan pendingin dari luar. Air contohnya. Tapi ditempat-tempat tertentu air adalah sesuaru yang sulit ditemukan. Jadi bagaimana solusinya bagi babi? Jangan khawatir, karena babi ini ternyata punya tehnik tersendiri untuk mendinginkan tubuhnya. Tehnik ini disebut ” berkubang”. Dan hebatnya, kubangan yang paling disukainya babi adalah kotorannya sendiri.Babi juga adalah hewan yang kerakusannya dalam makan tidak tertandingi hewan lain. Kita mungkin pernah mendengar pameo ” rakus seperti babi.”. Pameo ini sepenuhnya tepat. Karena babi memang memiliki kecenderungan untuk memakan apa saja yang di depannya. Jika perlu juga memakan makanan yang tak layak dimakan sekalipun seperti sampah atau busuk-busukan bahkan jika dibiarkan ia akan memakan kotoran hewan maupun kotorannya sendiri. Babi akan terus makan hingga tidak ada lagi yang bisa dimakan di hadapannya.
Seperti yang diketahui babi adalah binatang yang tidak memiliki kelenjar keringat. Dengan demikian, segala jenis ekskresi diproses secara internal fisiologis. Proses ekskresi kulit pada babi terjadi dibawah lapisan kulit. Proses ini akan menyebabkan babi selalu kepanasan. Oleh karena itu ia membutuhkan pendingin dari luar. Air contohnya. Tapi ditempat-tempat tertentu air adalah sesuaru yang sulit ditemukan. Jadi bagaimana solusinya bagi babi? Jangan khawatir, karena babi ini ternyata punya tehnik tersendiri untuk mendinginkan tubuhnya. Tehnik ini disebut ” berkubang”. Dan hebatnya, kubangan yang paling disukainya babi adalah kotorannya sendiri.Babi juga adalah hewan yang kerakusannya dalam makan tidak tertandingi hewan lain. Kita mungkin pernah mendengar pameo ” rakus seperti babi.”. Pameo ini sepenuhnya tepat. Karena babi memang memiliki kecenderungan untuk memakan apa saja yang di depannya. Jika perlu juga memakan makanan yang tak layak dimakan sekalipun seperti sampah atau busuk-busukan bahkan jika dibiarkan ia akan memakan kotoran hewan maupun kotorannya sendiri. Babi akan terus makan hingga tidak ada lagi yang bisa dimakan di hadapannya.
b.
Daging Babi mengandung
Urid Acid (Asam Urat) dengan kadar yang tinggi (98%)
c.
Dalam daging babi
terdapat cacing pita yangapa bila di konsumsi manusia akan membahayakan karena
banyak menimbulkan penyakit.
4.
Hikmah diharamkannya
memakan binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah.
Adapun
keharaman suatu yang disembelih sambil menyebutkan nama selain Allah, tidaklah
ini diharamkan karena zatnya. Tapi, disebabkan oleh ketidaktulusan jiwa dan
tidak adanya bulatan tujuan, maka zat tersebut tergolong yang najis. Karena
adanya kaitan akidah dengan segala yang diharamkan. Sungguh Allah telah
mendorong kepada manusia agar hanya ber-tawajjuh kepada Allah semata-mata tanpa
ada persekutuan.
Berdasarkan penjelasan diatas jelas
sekali hubungan antara pengharaman dan penghalalan dengan penegasan Allah.
Maka, disini ada hubungan yang kuat antara akidah pengesaan Allah dengan
masalah halal dan haram bahkan dari segi segala hukum syara’ yang lain.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Makanan
halal adalah makanan yang tidak haram, yakni yang
tidak dilarang oleh agama, namun tidak semua makanan yang halal otomatis
baik. Makanan yang baik ialah
makanan yang dibenarkan untuk dimakan oleh ilmu kesehatan. Makanan yang halal lagi baikinilah
yang diperintahkan oleh Allah untuk memakannya. Makanan yang dibenarkan oleh
ilmu kesehatan sangat banyak dan pada dasarnya dibolehkan memakannya.
Sebagai lawan dari halal
adalah haram, yaitu sesuatu atau perkara-perkara yang dilarang oleh syara’.
Makanan yang haram itu berakibat terhalangnya doa kita sekaligus dapat
menggelapkan hati kita untuk cenderung kepada hal-hal yang baik, bahkan dapat
mencampakkan diri ke dalam neraka.
B. Saran
Penulis
berharap dengan adanya makalah ini, dapat memenuhi mata kuliah Sistem Informasi
Manajemen Dakwah dengan baik dan benar. Di sisi ain, penulis berharap makalah
ini dapat dijadikan bahan bacaan yang barmutu, baik bagi kalangan mahasiswa
maupun kalangan akademika pada umumnya sebagai motivasi atau inspirasi dalam
mengembangkan kreatifitasnya.
Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak luput dari kesalahan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk lebih
menyempurnakan makalah ini dan seterusnya.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan,
Kesan dan Keserasian Al Quran vol.I, (Jakarta:Lentera
Hati, 2002), 386.
[1]
Sayyid Quthb, Tafsir
Fi Dzilalil-Qur’an, Juz 1 (Jakarta: Gema
Insani, 2000), 184-186.
[1]Shihab, Tafsir
al-Mishbah,… 359.
[1]Ahmad
Mustafa, Al
Maragi (Semarang:
PT Karya Toha Putra, 1993), 80.
[1]Alqura
n dan Terjemahnya: 2, 173.
[1]Mahmudiyah, Makanan
Menurut…, 54-56.
[1]Hamka, Tafsir
al-Azhar, juz 2 (Jakarta: Pustaka
Panjimas, 2004), 78.
[1]Quthb, Tafsir
Fi Dzilalil,… 186.
[1]Al-Maraghi, Tafsir
Al-Maraghi,… 83.
[1]Kementrian
Agama RI, Al-Qur’an
& Tafsirnya (Jakarta: Widya Cahaya. 2011), 252.
[1]Salim
Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat
Tafsir Ibnu Katsir (Surabaya: PT Bina
Ilmu, 2002), 323.
[1]
http://renidhephe.blogspot.com/2009/12/kajian-teks-arab-tafsir-ahkam-al.html
[1]
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan,
Kesan dan Keserasian Al Quran vol.I, (Jakarta:Lentera
Hati, 2002), 386.
[5]Alqura
n dan Terjemahnya: 2, 173.
[11]Salim
Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat
Tafsir Ibnu Katsir (Surabaya: PT Bina
Ilmu, 2002), 323.
[12]
http://renidhephe.blogspot.com/2009/12/kajian-teks-arab-tafsir-ahkam-al.html
0 komentar:
Post a Comment