December 01, 2013

Eclipse Indonesia 11

11. LEGENDA

"Kau mau makan hot dog itu tidak?" Paul bertanya kepada Jacob, matanya terpaku pada makanan terakhir
yang masih tersisa dari begitu banyaknya hidangan yang telah dihabiskan para werewolf. Jacob bersandar di lututku dan memainkan hot dog yang ditusukkan ke gantungan baju logam yang diluruskan; api di ujung api unggun menjilat-jilat kulit sosis yang gosong. Ia mengembuskan napas dan menepuk-nepuk perutnya. Entah
bagaimana perutnya masih datar, meskipun sudah tak bisa kuhitung lagi berapa banyak hot dog yang dimakannya setelah yang kesepuluh,
"Kurasa begitu.” jawab Jacob lambat-lambat. "Perutku penuh sekali hingga rasanya kepingin muntah, tapi kalau
kupaksa, sepertinya masih bisa, Tapi aku tidak akan menikmatinya sama sekali.” Jacob mengembuskan napas
lagi dengan sedih.
Walaupun Paul sudah makan setidaknya sebanyak yang dimakan Jacob, ia memelototi Jacob dan mengepalkan
kedua tinju.
"Waduh,” Jacob tertawa. "Bercanda, Paul. Ini.” Dilemparnya tusukan buatan sendiri itu ke seberang
lingkaran. Kupikir hot dog-nya bakal jatuh mencium pasir, tapi dengan cekatan Paul menangkap ujungnya tanpa
kesulitan. Bergaul dengan orang-orang yang luar biasa cekatan setiap saat, lama-lama bakal membuatku minder.
"Trims, man,” seru Paul, sudah melupakan kemarahan singkatnya tadi.
Api berderak, semakin mendekat ke pasir. Bunga api meledak, tiba-tiba menyemburkan seberkas warna jingga
terang di langit yang hitam. Lucu, aku tidak sadar matahari telah terbenam. Untuk pertama kalinya aku ingin tahu
sudah selarut apa sekarang. Aku benar-benar lupa waktu. Ternyata lebih mudah nongkrong dengan teman-teman Quileute-ku daripada yang kuduga.
Waktu Jacob dan aku mengantar sepeda motorku ke garasi-dan ia dengan muram mengakui helm itu ide bagus
yang seharusnya terpikir olehnya-aku mulai khawatir memikirkan reaksi yang akan kuterima saat muncul di acara
api unggun itu, Dalam hari aku bertanya-tanya apakah para werewolf akan menganggapku pengkhianat sekarang.
Apakah mereka akan marah pada Jacob karena mengajakku? Apakah aku akan merusak suasana pesta?
Tapi ketika Jacob menarikku keluar dari hutan ke tempat pertemuan di puncak tebing-tempat api unggun sudah
menyala lebih terang daripada matahari yang tertutup awan-suasana begitu santai dan ceria.
"Hai, cewek vampir!" Embry menyapaku dengan suara keras. Quil melompat untuk tos dan mencium pipiku. Emily meremas tanganku waktu kami duduk di tanah berbatu yang dingin di sampingnya dan Sam.
Selain beberapa keluhan bernada menyindir-kebanyakan dilontarkan Paul-tentang membuat bau pengisap darah
tercium karena aku duduk searah dengan arah angin, aku diperlakukan sebagai bagian dari kelompok ini.
Ternyata yang hadir bukan hanya anak-anak, Ada Billy, yang kursi radanya ditempatkan di posisi kepala lingkaran.
Di sebelahnya, di kursi lipat, tampak sangat rapuh, duduk kakek Quil yang sudah tua dan berambut putih, Quil Tua. Sue Clearwater, janda teman Charlie, Harry, duduk di kursi di sebelah sang kakek: kedua anaknya, Leah dan Seth, juga ada di sana, duduk di ranah seperti kami-kami yang lain. Ini membuatku terkejut, tapi sekarang mereka bertiga jelas sudah mengetahui rahasia ini. Menilik cara Billy dan Quil Tua berbicara kepada Sue, kedengarannya Sue menggantikan tempat Harry di dewan. Apakah itu lantas membuat anak-anaknya otomatis menjadi anggota kelompok paling rahasia di La Push?
Dalam hati aku bertanya-tanya, sulitkah bagi Leah duduk berseberangan dengan Sam dan Emily? Wajah
cantiknya tak menunjukkan emosi apa pun, tapi ia tidak peruah mengalihkan pandangan dari lidah api. Menatap garis-garis wajah Leah yang sempurna, aku tidak bisa tidak membandingkannya dengan wajah Emily yang hancur, Apa pendapat Leah tentang bekas luka Emily, setelah sekarang ia tahu hal sebenarnya di balik bekas-bekas luka itu?
Si kecil Seth Clearwater sekarang tidak kecil lagi. Dengan seringaian lebarnya yang ceria serta perawakannya
yang jangkung dan sangar, ia sangat mengingatkanku pada Jacob dulu. Kemiripan itu membuatku tersenyum,
kemudian mendesah. Apakah Seth juga akan mengalami nasib yang sama, hidupnya berubah drastis sebagaimana halnya cowok-cowok lain itu? Apakah karena masa depan itu maka ia dan keluarganya diizinkan berada di sini?
Seluruh anggota kawanan ada di sana: Sam dengan Emily-nya, Paul, Embry, dan Jared. dengan Kim, gadis
yang diimprint-nya. Kesan pertamaku terhadap Kim adalah bahwa ia gadis yang baik, sedikit pemalu, dan agak biasa. Wajahnya lebar, dengan tulang pipi menonjol dan mata yang kelewat kecil untuk mengimbanginya. Hidung dan mulutnya terlalu lebar untuk standar kecantikan tradisional, Rambut hitam lurusnya tipis dan lemas ditiup angin yang rasanya tak pernah mau berhenti bertiup di puncak tebing seperti ini.
Itu kesan pertamaku. Tapi setelah beberapa jam memerhatikan Jared memandangi Kim, aku tak lagi
menganggap gadis itu biasa-biasa saja. Cara Jared menatapnya! Seperti orang buta melihat matahari untuk pertama kalinya. Seperti kolektor menemukan lukisan Da Vinci yang belum ditemukan, seperti ibu menatap wajah anak yang baru dilahirkannya.
Sorot mata Jared yang penuh kekaguman membuatku melihat hal-hal baru mengenai Kim-bagaimana kulitnya
tampak bagaikan sutra cokelat kemerahan dalam nyala api, bagaimana bentuk bibirnya merupakan kurva ganda yang sempurna, bagaimana gigi putihnya tampak sangat indah mengintip di sela bibir itu, betapa panjang bulu matanya, menyapu pipinya saat ia memandang ke bawah.
Kulit Kim terkadang berubah gelap saat matanya bertemu tatapan takjub Jared, dan ia kemudian cepat-cepat
menunduk seolah malu, tapi ia sendiri tak bisa mengalihkan pandangannya dan Jared untuk waktu cukup lama.
Memandangi mereka, aku merasa seolah-olah bisa lebih memahami apa yang diceritakan Jacob padaku tentang
imprint sebelumnya-sulit menolak komitmen dan pemujaan dalam tingkat seperti itu.
Kim kini duduk bersandar di dada Jared dengan kepala mengangguk-angguk, kedua lengan Jared merangkulnya. Aku membayangkan Kim pasti merasa hangat sekali di sana.
"Sekarang sudah malam sekali,” bisikku pada Jacob.
“Jangan bicara begitu dulu.” Jacob balas berbisik walaupun jelas bahwa setengah anggota kelompok di sini
memiliki pendengaran yang cukup sensitif untuk mendengar pembicaraan kami. "Bagian terbaik justru belum
dimulai.”
"Bagian terbaik apa? Kau menelan sapi bulat-bulat?" Jacob mengumandangkan tawanya yang serak dan
rendah. "Tidak. Itu penutupnya. Tujuan pertemuan itu bukan sekadar melahap makanan yang jumlahnya cukup
untuk seminggu. Teknisnya, ini pertemuan dewan. Ini pertemuan pertama Quit dan dia belum mendengar
ceritanya. Well, dia sudah mendengarnya, tapi ini pertama kalinya dia tahu cerita-cerita itu benar, Itu cenderung membuat seseorang jadi lebih memerhatikan. Kim, Seth, dan Leah juga baru pertama kali datang.”
"Cerita-cerita?"
Jacob cepat-cepat beringsut kembali ke sampingku, tempat aku bersandar di tebing baru yang rendah. Ia
merangkul bahuku dan berbisik pelan di telingaku.

"Sejarah yang selama ini kami pikir hanyalah legenda,” kata Jacob. "Kisah-kisah keberadaan kami. Yang pertama adalah kisah tentang para pejuang roh.”

Hampir seolah-olah bisikan lirih Jacob merupakan kata pengantar pembuka cerita. Atmosfer mendadak berubah di sekeliling api unggun yang berkobar rendah. Paul dan Embry duduk lebih tegak. Jared menyenggol Kim dan
dengan lembut menarik tubuhnya agar duduk lebih tegak. Emily mengeluarkan buku tulis berjilid spiral serta
bolpoin, lagaknya mirip pelajar yang siap mendengarkan kuliah penting. Sam menggeser tubuhnya sedikit di
sampingnya-sehingga Sam kini menghadap ke arah yang sama dengan Quil Tua, yang duduk di samping Sam-dan mendadak aku sadar para tua-tua dewan di sini jumlahnya bukan tiga, melainkan empat.
Leah Clearwater, wajahnya masih berupa topeng cantik tanpa emosi, memejamkan mata-bukan seperti sedang lelah, tapi seperti mencoba berkonsentrasi. Adik lelakinya mencondongkan tubuh ke arah para tua-tua dengan penuh semangat.
Api berkeretak, percikan bunga api kembali terlontar, gemerlap di malam yang gelap. Billy berdeham-deham membersihkan tenggorokan, dan, tanpa merasa perlu memberi kata pengantar lagi, mulai mengisahkan ceritanya dengan suara yang dalam dan berwibawa, Kata-katanya mengalir mantap, seolah-olah ia sudah menghafalnya luar kepala, tapi juga dengan penuh perasaan dan irama yang halus. Seperti puisi yang
dibacakan sendiri oleh penulisnya.
"Sejak awal suku Quileute merupakan suku kecil,” cerita Billy. "Dan walaupun sampai sekarang jumlah kita masih sedikit, namun kita tidak pernah punah. Ini karena sejak dulu ada suatu kekuatan magis dalam darah kita. Bukan kemampuan berubah wujud-itu baru dimiliki belakangan. Awalnya, kita adalah pejuang roh.”
Sebelumnya aku tak pernah mengenali wibawa dalam suara Billy Black, walaupun sekarang kusadari,
kewibawaan itu sejak dulu memang sudah ada. Bolpoin Emily meluncur cepat menggores-gores permukaan kertas, berusaha mengimbangi penuturan Billy.
"Pada awalnya, suku kita berdiam di pantai ini dan menjadi pembuat kapal serta nelayan yang ahli. Tapi suku
ini kecil, sementara pantai ini kaya ikan. Ada beberapa suku lain yang menginginkan tanah kita, dan jumlah kita terlalu sedikit untuk mempertahankannya. Suku lain yang lebih besar datang menyerang kita, dan kita menaiki kapal-kapal untuk melarikan diri dari mereka.
"Kaheleha bukanlah pejuang roh pertama, tapi kami tidak ingat kisah-kisah lain sebelum kisahnya. Kami tidak
ingat siapa yang pertama kali menemukan kekuatan ini, atau bagaimana kekuatan itu digunakan sebelum krisis ini. Kaheleha adalah Kepala Suku Roh agung pertama dalam sejarah kita. Dalam situasi yang genting ini, Kaheleha menggunakan kemampuan itu untuk mempertahankan tanah kita.
"Dia dan semua pejuangnya meninggalkan kapal-bukan raga, melainkan roh mereka. Kaum wanita menjaga raga mereka dan mengawasi ombak, sementara kaum pria kembali ke pantai kita dalam wujud roh.
"Mereka tidak bisa menyentuh suku musuh secara fisik, tapi mereka punya cara lain. Konon mereka bisa
meniupkan angin kencang ke perkemahan musuh; mereka bisa meniupkan angin dahsyat yang melengking tinggi, membuat musuh-musuh mereka rakut. Konon, menurut cerita, hewan-hewan bisa melihat para pejuang roh dan memahami mereka; hewan-hewan itu bersedia melaksanakan perintah mereka.
"Kaheleha membawa pasukan rohnya dan- mengacau balaukan para pendatang tak diundang itu, Suku penjajah
itu memiliki banyak kawanan anjing besar berbulu tebal yang mereka gunakan untuk menarik kereta luncur di
daerah utara yang membeku. Para pejuang roh membuat anjing-anjing itu melawan tuan mereka, kemudian
mendatangkan ribuan kelelawar dari gua-gua di tebing. Mereka menggunakan angin yang melengking untuk
membantu anjing-anjing itu membuat bingung tuan mereka. Anjing dan kelelawar menang. Mereka yang selamat
tercerai-berai, menyebut pantai kira tempat terkutuk. Anjing-anjing itu berlari liar ketika para pejuang roh
melepaskan mereka. Kaum lelaki suku Quileute kembali ke tubuh dan istri mereka, penuh kemenangan.
"Suku-suku lain yang tinggal berdekatan, suku Hoh dan Makah, membuat perjanjian dengan suku Quileute. Mereka tidak mau terkena kekuatan magis kita. Kita hidup damai berdampingan dengan mereka. Setiap musuh yang datang akan dihalau oleh para pejuang roh.
"Beberapa generasi berlalu. Dan sampailah kita pada Kepala Suku Roh agung terakhir, Taha Aki. Dia dikenal
bijaksana dan cinta damai. Rakyat hidup makmur dan bahagia di bawah pemerintahannya.
"Tapi ada satu orang, Utlapa, yang merasa tidak puas.” Desisan rendah terdengar dari sekitar api unggun. Aku
tidak sempat melihat dari mana suara itu berasal. Billy tidak menggubrisnya dan melanjutkan penuturannya.
"Utlapa adalah salah seorang pejuang roh paling kuat yang dimiliki Kepala Suku Taha Aki-berilmu tinggi, tapi
juga serakah. Dia berpendapat, rakyat seharusnya menggunakan kemampuan magis mereka untuk menambah
luas wilayah kekuasaan, memperbudak suku Hoh dan Makah, dan membangun kerajaan.
"Perlu diketahui, saat para pejuang berada dalam bentuk roh, mereka saling mengetahui pikiran yang lain. Taha Aki melihat apa yang diimpikan Utlapa, dan marah padanya. Utlapa diperintahkan meninggalkan sukunya, dan tidak boleh lagi menggunakan wujud rohnya. Utlapa lelaki kuat, tapi para pejuang yang setia kepada Kepala Suku jauh lebih banyak. Dia tidak punya pilihan lain selain pergi. Orang terbuang yang marah itu bersembunyi di dalam hutan di dekat situ, menunggu kesempatan membalas dendam kepada Kepala Suku.
"Bahkan pada masa-masa damai, Kepala Suku Roh selalu waspada melindungi rakyatnya. Sering kali dia pergi
ke tempat suci rahasia di pegunungan. Dia akan meninggalkan raganya dan terbang melintasi hutan, menyusuri tepi pantai, memastikan tidak ada ancaman yang mendekat.
"Suatu hari, saat Taha Aki pergi untuk melaksanakan tugasnya , Utlapa membuntuti. Awalnya, Utlapa banyak
berencana membunuh SI Kepala Suku, tapi rencana ini berbahaya. Jelas, para pejuang roh akan mencarinya untuk menghabisinya, dan mereka bisa membuntutinya lebih cepat daripada kemampuannya meloloskan diri, Ketika dia bersembunyi di balik bebatuan dan melihat Kepala Suku bersiap-siap meninggalkan rubuhnya, rencana lain muncul dalam benaknya.
"Taha Aki meninggalkan tubuhnya di tempat rahasia dan terbang bersama angin agar tetap bisa mengawasi
rakyatnya. Utlapa menunggu sampai dia yakin wujud roh Kepala Suku sudah berada cukup jauh.
"Taha Aki langsung tahu Urlapa bergabung dengannya dalam dunia roh, dan dia juga tahu rencana kejam Utlapa. Dia bergegas kembali ke tempat rahasianya, tapi bahkan angin pun tidak cukup cepat untuk menyelamatkannya. Waktu Taha Aki sampai lagi di tempat rahasianya, tubuhnya sudah tidak ada. Tubuh Urlapa tergeletak begitu saja di sana, tapi Utlapa tidak memberi kesempatan pada Taha Aki untuk kembali ke dunia nyata-dia sudah menggorok lehernya sendiri dengan tangan Taha Aki.
"Taha Aki mengikuti tubuhnya turun gunung. Dia berteriak pada Urlapa, tapi Utlapa mengabaikannya, seolaholah
dia hanya angin biasa.
"Taha Aki melihat dengan putus asa bagaimana Urlapa mengambil tempatnya sebagai kepala suku Quileute.
Selama beberapa minggu, Utlapa tidak melakukan apa-apa kecuali memastikan semua orang percaya dia adalah Taha Aki. Lalu perubahan-perubahan pun dimulai-perintah pertama Urlapa adalah melarang pejuang mana pun memasuki dunia roh. Dia mengklaim telah mendapat visi akan terjadinya bahaya, padahal sebenarnya dia takut. Dia tahu Taha Aki menunggu kesempatan untuk menceritakan hal sebenarnya pada pejuang roh lain. Utlapa juga takut memasuki dunia roh, tahu Taha Aki pasti bisa dengan cepat merebut kembali tubuhnya. Jadi impian Utlapa menguasai dunia dengan para pejuang roh mustahil diwujudkan, dan dia menghibur diri dengan bersikap sewenang-wenang terhadap sukunya. Dia menjadi beban-meminta perlakuan khusus yang tidak pernah dilakukan Taha Aki, mengambil istri kedua yang masih muda dan kemudian ketiga, padahal istri pertama Taha Aki masih hidup-sesuatu yang tak pernah dilakukan kaum lelaki suku kita. Taha Aki melihat itu semua dengan kemarahan yang tidak berdaya.

“Akhirnya, Taha Aki berusaha membunuh tubuhnya untuk menyelamatkan sukunya dari kesewenang-wenangan
Utlapa. Dia membawa seekor serigala buas dari pegunungan, tapi Utlapa bersembunyi di balik para pejuangnya. Waktu serigala itu membunuh seorang pemuda yang melindungi kepala suku palsu, Taha Aki merasa sangat berduka dan bersalah. Diperintahkannya serigala itu pergi.

"Semua kisah ini menunjukkan kepada kita bahwa tidak mudah menjadi pejuang roh, Lebih mengerikan daripada
menyenangkan saat terbebas dari raga kita, Inilah sebabnya mereka hanya menggunakan kemampuan mereka saat benar-benar dibutuhkan. Perjalanan seorang diri sang Kepala Suku untuk terus mengawasi rakyatnya menjadi beban sekaligus pengorbanan. Tidak memiliki raga adalah hal yang membingungkan, tidak nyaman, dan mengerikan.
Taha Aki sudah begitu lama terpisah dengan tubuhnya hingga pada titik ini dia merasa sangat menderita. Dia
merasa terperangkap-tidak akan pernah bisa menyeberang ke tanah akhir tempat para leluhurnya menunggu,
terperangkap dalam ketiadaan yang menyiksa selamalamanya.
"Serigala besar itu mengikuti roh Taha Aki yang menggeliat-geliat dan mengaduh-aduh penuh penderitaan
menembus hutan. Tubuh serigala itu sangat besar untuk jenisnya, dan rupawan. Taha Aki tiba-tiba merasa iri
kepada hewan bodoh itu. Setidaknya hewan itu masih memiliki raga. Setidaknya hewan itu masih memiliki kehidupan. Bahkan kehidupan sebagai binatang pun masih lebih baik daripada kesadaran hampa yang mengerikan ini.
"Kemudian Taha Aki mendapat ilham yang mengubah kita semua. Dia meminta kepada serigala besar itu untuk
memberi ruang bagi rohnya, untuk berbagi raga. Serigala itu setuju. Taha Aki memasuki tubuh serigala itu dengan lega dan bersyukur. Memang bukan tubuh manusianya. tapi ini lebih baik daripada kehampaan dunia roh.
"Sebagai satu rubuh, manusia dan serigala itu kembali ke perkampungan di tepi pantai. Orang-orang berlarian
ketakutan, berteriak-teriak memanggil para pejuang. Para pejuang berhamburan keluar, menyongsong serigala itu dengan tombak mereka, Utlapa, tentu saja, bersembunyi dengan aman di dalam.
"Taha Aki tidak menyerang para pejuang. Perlahanlahan dia mundur dari mereka, berbicara dengan matanya
dan berusaha melolongkan lagu-lagu rakyatnya. Para pejuang mulai menyadari serigala itu bukan hewan
sembarangan, bahwa ada roh yang menguasainya. Salah seorang pejuang yang sudah tua, lelaki bernama Yut,
memutuskan untuk melanggar perintah sang kepala suku palsu dan mencoba berkomunikasi dengan serigala itu.
"Begitu Yut menyeberang ke dunia roh, Taha Aki keluar dari tubuh serigala-binatang itu menunggu dia kembali
dengan sikap jinak-untuk bicara dengannya. Yut langsung mengetahui hal yang sebenarnya, dan menyambut
kedatangan kembali si kepala suku yang asli.
"Kemudian Urlapa datang untuk melihat apakah serigala itu telah berhasil dikalahkan. Ketika diliharnya Yut
tergeletak tanpa roh di tanah, dikelilingi para pejuang yang protekrif Utlapa menyadari apa yang terjadi. Utlapa
langsung mencabut pisaunya dan menghambur untuk membunuh Yut sebelum dia bisa kembali ke tubuhnya,
"'Pengkhianatt'seru Udapa, dan para pejuang itu tidak tahu harus berbuat apa. Kepala Suku sudah melarang
mereka berkelana ke dunia roh, jadi kepala Suku berhak memutuskan bagaimana menghukum mereka yang
melanggar perintahnya.
''Yut melompat kembali memasuki tubuhnya, tapi Utlapa menghunus pisaunya ke leher Yut dan menutup mulutnya dengan tangan. Tubuh Taha Aki kuat, sementara Yut sudah lemah karena usia. Yut tidak sempat mengucapkan sepatah kata pun untuk mengingatkan para pejuang lain sebelum Utlapa membungkamnya selama-lamanya.
"Taha Aki melihat bagaimana roh Yut melayang ke negeri akhir yang tidak boleh dimasuki Taha Aki untuk
selama-lamanya. Dia merasa sangat marah, kemarahannya jauh lebih dahsyat daripada yang pernah dirasakannya sebelumnya. Dia memasuki tubuh serigala besar itu lagi, bermaksud mengoyak-ngoyak leher Utlapa. Tapi saat dia menyatu dengan serigala itu, keajaiban besar terjadi.
"Kemarahan Taha Aki adalah kemarahan seorang lelaki. Cintanya terhadap rakyat dan kebenciannya terhadap orang yang menjajah mereka terlalu besar untuk tubuh si serigala, terlalu manusia. Serigala itu bergetar, dan-di depan mata kepala para pejuang dan Utlapa yang syok bukan kepalang berubah menjadi manusia,
"Lelaki baru itu tidak terlihat seperti tubuh Taha Aki, Dia jauh lebih agung. Dia adalah perwujudan daging dari
roh Taha Aki. Tapi para pejuang langsung mengenalinya, karena mereka pernah berkelana bersama roh Taha Aki.
"Utlapa mencoba lari, tapi Taha Aki memiliki kekuatan serigala dalam tubuh barunya. Dia langsung menangkap si penjahat dan meremukkan rohnya sebelum dia sempat melompat keluar dari tubuh curiannya.
"Rakyat bersorak-sorai begitu menyadari apa yang terjadi. Taha Aki dengan cepat membenahi semuanya,
bekerja lagi bersama rakyatnya dan mengembalikan para istri muda ke keluarga masing-masing. Satu-satunya
perubahan yang tetap dia pertahankan adalah berakhirnya perjalanan roh. Dia tahu perjalanan roh terlalu berbahaya, karena bisa membuat seseorang mencuri kehidupan orang lain. Dan pejuang roh pun menghilang.
"Mulai saat itu, Taha Aki bukan serigala, bukan pula manusia. Mereka menyebutnya Taha Aki si Serigala Besar,
atau Taha Aki si Manusia Roh. Dia memimpin sukunya selama bertahun-tahun, karena dia tidak pernah menua,
Bila bahaya mengancam, dia akan mengubah diri menjadi serigala untuk melawan atau menakut-nakuti musuh.
Rakyat hidup dalam damai. Taha Aki memiliki banyak anak laki-laki, dan sebagian dari mereka mendapati bahwa, setelah mencapai usia dewasa, mereka juga bisa berubah bentuk menjadi serigala. Setiap serigala berbeda, karena mereka serigala roh dan merefleksikan manusia yang berada dalam diri mereka.”
"Pantas bulu Sam seluruhnya berwarna hitam.” Gumam Quil pelan, nyengir. "Hatinya hitam, bulunya hitam.”
Aku begitu terhanyut dalam kisah itu, hingga syok rasanya kembali ke masa kini, ke kelompok yang duduk
mengitari api unggun yang mulai redup, Lagi-lagi dengan perasaan syok, sadarlah aku bahwa orang-orang yang
duduk mengitari api unggun ini adalah cucu-cucu Taha Aki-entah keturunan keberapa mereka.

Api melontarkan serentetan bunga api ke langit, lidahnya bergetar dan menari-nari, memunculkan berbagai bentuk yang nyaris tak bisa dikenali.
"Kalau begitu bulumu yang cokelat melambangkan apa?" Sam balas berbisik kepada Quil. "Berapa manisnya dirimu?"
Billy tak menggubris olok-olok mereka. "Sebagian anakanak lelaki itu menjadi pejuang bersama Taha Aki, dan
mereka tidak lagi bertambah tua. Yang lain-lain, yang tidak menyukai transformasi, menolak bergabung dengan
kawanan werewolf. Mereka mulai bertambah tua lagi, dan penduduk suku mendapati bahwa werewolf bisa bertambah tua seperti yang lain bila mereka melepaskan roh serigala mereka. Usia Taha Aki tiga kali lipat usia rata-rata manusia umumnya. Dia menikahi istri ketiga setelah kematian dua istri pertamanya, dan menemukan istri rohnya yang sejati dalam diri istri ketiganya . Walaupun dia juga mencintai istri-istrinya yang lain, tapi ini berbeda. Dia memutuskan untuk melepaskan serigala rohnya supaya bisa mati saat istrinya mati.
"Begitulah caranya kemampuan magis itu menurun pada kita, tapi ceritanya belum berakhir sampai di sini....”
Ia memandangi Quil Ateara Tua yang bergerak di kursinya, menegakkan bahunya yang ringkih. Billy minum
dari sebuah botol berisi air dan menyeka dahinya, Bolpoin Emily tidak pernah ragu saat ia menulis dengan cepat di atas kertas.
"Itulah cerita tentang para pejuang roh.” Quil Tua memulai dengan suara tenornya. "Dan inilah cerita
mengenai pengorbanan sang istri ketiga.”
"Beberapa tahun setelah Taha Aki melepaskan serigala rohnya, ketika dia sudah tua, timbul kekacauan di utara,
dengan suku Makah. Beberapa wanita muda suku Makah lenyap, dan orang-orang Makah menyalahkan para serigala tetangga mereka, yang ditakuti sekaligus tidak dipercaya. Para werewolf masih bisa saling membaca pikiran saat sedang menjadi serigala, sama seperti leluhur mereka saat dalam wujud roh. Mereka tahu tak seorang pun di antara mereka bersalah. Taha Aki berusaha menenangkan kepala suku Makah, tapi ketakutan terasa begitu kuat. Taha Aki tidak menginginkan terjadinya perang. Dia bukan lagi pejuang yang memimpin pasukannya terjun ke medan perang. Disuruhnya putra serigala tertuanya, Taha Wi, mencari si pembuat onar sebelum timbul kerusuhan.
"Taha Wi memimpin lima serigala lain dalam kawanannya menyisiri seluruh wilayah pegunungan, mencari bukti hilangnya orang-orang Makah. Mereka menemukan sesuatu yang tidak pernah mereka temukan sebelumnya-aroma wangi manis yang aneh di hutan yang membakar hidung mereka hingga terasa sangat menyakitkan.”
Aku beringsut lebih rapat lagi ke samping Jacob. Kulihat sudut mulutnya berkedut-kedut senang, dan lengannya
memelukku semakin erat.
"Mereka tidak tahu makhluk apa yang bisa meninggalkan bau seharum itu, tapi mereka mengikutinya.”
lanjut Quil Tua. Suaranya yang bergetar tidak sewibawa suara Billy, namun memiliki secercah nada garang
mendesak yang aneh di dalamnya. Jantungku melompat ketika kata-katanya berhamburan semakin cepat.
"Mereka menemukan samar-samar sisa bau manusia, juga bau darah manusia, di sepanjang jalan. Mereka yakin
inilah musuh yang mereka cari-cari.

"Perjalanan itu membawa mereka sangat jauh ke utara sehingga Taha Wi mengirim pulang setengah anggota
kawanan, serigala-serigala muda, kembali ke tepi pantai untuk melapor kepada Taha Aki.

"Taha Wi dan kedua saudaranya tidak pernah kembali.
"Serigala-serigala muda itu mencari kakak-kakak mereka, tapi hanya menemukan kesunyian. Taha Aki menangisi anak-anak Lelakinya yang hilang. Dia pergi menemui kepala suku Makah dalam pakaian berkabung dan menceritakan semua yang terjadi. Kepala suku Makah percaya melihat duka cita Taha Aki, dan ketegangan di antara kedua suku mereda.
"Setahun kemudian, dua gadis Makah lenyap dari rumah mereka pada malam yang sama, Suku Makah. Langsung memanggil para werewolf, yang menemukan bau harum yang sama di seluruh penjuru perkampungan Makah. Serigala-serigala itu kembali melakukan perburuan.
"Hanya satu yang kembali. Dia adalah Yaha Uta, anak sulung dari istri ketiga Taha Aki, sekaligus yang termuda
dalam kawanan. Dia membawa sesuatu yang belum pernah dilihat suku Quileute sepanjang sejarah-mayat aneh yang dingin dan keras seperti batu, yang dibawanya dalam bentuk potongan-potongan. Semua keturunan Taha Aki, bahkan yang tidak pernah menjadi serigala, bisa mencium bau menyengat dari makhluk mati itu. Inilah musuh suku Makah.
"Yaha Uta melukiskan apa yang terjadi: dia dan kakakkakaknya menemukan makhluk itu, yang mirip manusia
tapi tubuhnya sekeras batu granit, bersama dua perempuan Makah. Satu dari kedua gadis itu sudah mati, pucat pasi kehabisan darah, tergeletak di tanah. Gadis yang satu lagi berada dalam dekapan makhluk itu, giginya menancap di leher si gadis. Mungkin gadis itu masih hidup waktu mereka melihat pemandangan mengerikan itu, tapi makhluk itu dengan cepat mematahkan leher si gadis dan mencampakkan tubuhnya yang sudah tak bernyawa ke tanah waktu mereka mendekat, Bibir putihnya berlumuran darah si gadis, dan matanya berkilau merah.
"Yaha Uta menggambarkan kekuatan serta kecepatan makhluk itu, Salah seorang kakaknya langsung menjadi
korban ketika meremehkan kekuatannya. Makhluk itu mencabik-cabik tubuh kakaknya seperti boneka, Yaha Uta
dan saudaranya yang lain lebih berhati-hati. Mereka bekerja sama, menyerang makhluk itu dari berbagai sisi,
mengakalinya. Mereka harus mengerahkan segala daya dan kekuatan mereka sebagai serigala, sesuatu yang tidak pernah teruji sebelumnya. Makhluk itu keras seperti batu dan dingin seperti es. Mereka mendapati hanya gigi merekalah yang bisa menghancurkan makhluk itu. Mereka mulai mencabik sedikit demi sedikit anggota tubuh makhluk itu sementara makhluk itu melawan.
"Tapi makhluk itu cepat tanggap, dan tak lama kemudian mulai mengimbangi manuver mereka. Dia berhasil
menangkap saudara Yaha Uta. Yaha Uta melihat celah di leher makhluk itu, lalu menerkamnya. Giginya merobek kepala makhluk itu dari tubuhnya, tapi tangan-tangan makhluk itu tetap mencoba meremukkan tubuh kakaknya.
"Yaha Uta mengoyak-ngoyak makhluk itu hingga tak bisa dikenali lagi, mencabik-cabik tubuh makhluk itu dalam
upayanya menyelamatkan kakaknya. Dia terlambat, tapi, akhirnya, makhluk itu berhasil dihancurkan.
"Atau begitulah perkiraan mereka. Yaha Uta meletakkan potongan-potongan tubuh makhluk itu untuk diteliti para
tua-tua. Potongan tangan tergeletak di samping potongan lengan si makhluk yang sekeras granit. Dua bagian tubuh itu saling menyentuh saat para tua-tua menusuk-nusuknya dengan tongkat, dan potongan tangan menggapai potongan lengan, berusaha menyatu kembali.

"Dengan penuh kengerian para tua-tua membakar sisasisa potongan tubuh itu. Awan besar berbau harum
mengepul, mencemari udara. Setelah tidak tersisa apa-apa lagi kecuali abu, mereka membagi-bagi abu itu ke kantongkantong kecil dan membuangnya ke berbagai tempat terpisah-sebagian ke laut, sebagian ke hutan, sebagian lagi ke gua-gua tebing. Taha Aki mengalungkan sebuah kantong di lehernya, agar dia tahu bila makhluk itu berusaha menyatukan diri kembali.”
Quil Tua berhenti sebentar dan berpaling kepada Billy. Billy melepas kalung kulit yang melingkari lehernya. Di
ujungnya tergantung kantong kecil, menghitam dimakan usia. Beberapa orang terkesiap. Bisa jadi itu salah satu
kantong-kantong tersebut.

"Mereka menyebutnya Makhluk Dingin, Peminum Darah, dan mereka hidup dalam ketakutan bahwa makhluk

itu tidak sendirian. Padahal hanya satu serigala pelindung yang tersisa, si muda Yaha Uta.
"Mereka tidak perlu menunggu lama. Makhluk itu memiliki pasangan, juga peminum darah, yang datang ke
perkampungan Quileute untuk membalas dendam.

"Konon Wanita Dingin itu makhluk paling cantik yang pernah dilihat mata manusia. Dia bagaikan dewi fajar saat

memasuki perkampungan pagi itu; sekali itu matahari bersinar, dan cahayanya berkilauan menerpa kulitnya yang
putih dan membakar rambut emasnya yang tergerai hingga ke lutut. Wajahnya sangat rupawan, matanya hitam di wajahnya yang putih. Beberapa orang berlutut untuk memujanya.
"Dia menanyakan sesuatu dengan suara tinggi melengking, dalam bahasa yang tak pernah didengar manusia. Orang-orang bingung, tidak tahu bagaimana menjawabnya. Tidak ada keturunan Taha Aki di antara
para saksi mata kecuali seorang anak lelaki kecil. Dia mencengkeram baju ibunya dan berteriak, mengatakan bau wanita itu menyengat hidungnya. Salah seorang tua-tua, yang saat itu sedang dalam perjalanan ke tempat
pertemuan, mendengar perkataan bocah itu dan menyadari siapa yang berada di antara mereka. Dia berteriak,
menyuruh orang-orang lari. Wanita itu membunuhnya pertama kali.
"Ada dua puluh saksi mata yang melihat kedatangan si Wanita Dingin. Dua selamat, hanya karena perhatian
wanita itu teralih oleh darah, dan berhenti sebentar untuk memuaskan dahaganya. Mereka berlari ke Taha Aki, yang duduk di ruang rapat bersama para tua-tua lain, anak-anak lelakinya, dan istri ketiganya. .
"Yaha Uta langsung berubah menjadi serigala begitu mendengar kabar itu. Dia pergi untuk menghancurkan si
peminum darah sendirian. Taha Aki, istri ketiganya, anakanak lelakinya, serta para tua-tua mengikuti di belakangnya.
“Awalnya mereka tidak bisa menemukan makhluk itu, hanya bukti serangannya. Mayat-mayat bergelimpangan,
beberapa kering tanpa darah lagi, beberapa berceceran di jalan tempatnya menghilang. Kemudian mereka mendengar jeritan dan bergegas menuju tepi pantai.
"Beberapa gelintir orang suku Quileute berlari ke kapalkapal untuk menyelamatkan diri. Wanita itu mengejar
seperti hiu, dan mematahkan haluan kapal dengan kekuatannya yang luar biasa. Ketika kapal tenggelam, dia
menangkap orang-orang yang berusaha melarikan diri dengan berenang menjauh dan menghabisi mereka juga.
"Begitu melihat serigala besar di tepi pantai, wanita itu langsung melupakan orang-orang yang berenang menjauh. Secepat kilat dia berenang lagi ke pantai, saking cepatnya hingga gerakannya tampak kabur, tubuhnya menetesneteskan air, berdiri anggun di depan Yaha Uta. Wanita itu menudingnya dengan telunjuknya yang putih dan mengajukan pertanyaan yang lagi-lagi tidak bisa dimengerti. Yaha Uta menunggu.
"Pertarungan berlangsung sengit. Wanita itu tidak sekuat pasangannya. Tapi Yaha Uta sendirian-tidak ada yang bisa membantunya mengalihkan kemarahan makhluk itu.
"Waktu Yaha Uta kalah, Taha Aki menjerit tidak terima. Terpincang-pincang, ia berjalan maju dan berubah menjadi serigala tua bermoncong putih. Serigala itu sudah tua, tapi ini Taha Aki si Manusia Roh, dan amarah membuatnya kuat, Pertarungan dimulai lagi.
"Istri ketiga Taha Aki baru saja melihat putranya tewas di depan mata kepalanya sendiri. Sekarang suaminya
bertarung, dan dia tidak punya harapan suaminya bisa menang. Dia mendengar setiap kata yang diceritakan si
saksi di hadapan dewan desa. Dia juga mendengar cerita tentang kemenangan pertama Yaha Uta, dan tahu bahwa Yaha Uta selamat karena saudara lelakinya mengalihkan perhatian makhluk itu darinya.
"Si istri ketiga menyambar pisau dari sabuk salah seorang putra yang berdiri di sampingnya. Mereka semua masih muda, belum dewasa, dan si istri tahu mereka pasti mati bila ayah mereka gagal.
"Si istri ketiga menghambur ke arah si Wanita Dingin dengan pisau terangkat tinggi-tinggi. Si Wanita Dingin
tersenyum, perhatiannya nyaris tidak teralihkan dari pertarungannya dengan si serigala tua. Dia tidak takut pada
manusia wanita yang lemah atau pisau yang bahkan tidak akan menggores kulitnya, dan dia sudah bersiap-siap
melayangkan pukulan kematian ke arah Taha Aki.
"Kemudian si istri ketiga melakukan sesuatu yang tidak disangka-sangka sama sekali oleh si Wanita Dingin. Dia
berlutut di kaki si peminum darah dan menusukkan pisau itu ke jantungnya sendiri.
"Darah muncrat dari sela-sela jari si istri ketiga dan mengenai si Wanita Dingin. Si peminum darah tak mampu
menahan godaan darah segar yang mengalir dari tubuh istri ketiga. Secara instingtif dia berpaling ke wanita yang sekarat itu, sesaat terhanyut dahaganya sendiri.
"Gigi Taha Aki langsung menjepit lehernya.
"Itu bukan akhir pertarungan, tapi Taha Aki sekarang tidak sendirian. Menyaksikan ibu mereka sekarat, dua anak
lelaki yang masih muda merasakan kemarahan yang meluap-luap hingga mereka menerjang maju sebagai
serigala roh, meskipun mereka belum dewasa. Bersama ayah mereka, mereka menghabisi makhluk itu.
"Taha Aki tidak pernah bergabung kembali dengan sukunya. Dia tidak pernah berubah menjadi manusia lagi.
Dia berbaring selama satu hari di samping jenazah istri ketiganya, menggeram setiap kali ada yang berusaha
menyentuh jenazah istrinya, kemudian Taha Aki pergi ke hutan dan tidak pernah kembali.
"Sejak saat itu, masalah dengan makhluk-makhluk dingin jarang terjadi. Para putra Taha Aki menjaga suku
sampai anak-anak lelaki mereka cukup tua untuk menggantikan. Tidak pernah ada lebih dari tiga serigala
pada saat bersamaan. Itu sudah cukup. Sesekali peminum darah melewati wilayah ini, tapi mereka terkejut karena tidak mengira sama sekali akan berhadapan dengan serigala-serigala. Kadang-kadang ada serigala yang tewas, tapi tidak pernah sampai habis total seperti waktu pertama kali. Mereka sudah belajar bagaimana bertarung dengan para makhluk dingin, dan mereka mewariskan pengetahuan itu turun-temurun, dari pikiran serigala ke pikiran serigala lain, dari roh ke roh, dari ayah ke anak lelaki.
"Waktu berlalu, dan keturunan Taha Aki tidak lagi menjadi serigala saat mereka mencapai usia dewasa. Hanya
sesekali, bila ada makhluk dingin di sekitar mereka, barulah serigala-serigala itu muncul lagi. Makhluk-makhluk dingin selalu datang sendiri atau berpasangan, dan kelompok mereka tetap kecil,
"Kelompok yang lebih besar datang, dan kakek buyut kalian bersiap-siap bertarung untuk mengusir mereka. Tapi
pemimpin mereka berbicara dengan Ephraim Black seolaholah dia manusia, dan berjanji tidak akan mencelakakan suku Quileute. Mata kuningnya yang aneh menjadi bukti ucapannya bahwa mereka tidak sama dengan para peminum darah lain. Jumlah serigala kalah banyak dibanding jumlah mereka; makhluk-makhluk dingin itu tidak perlu menawarkan kesepakatan karena mereka sebenarnya bisa memenangkan pertarungan. Ephraim setuju. Mereka menepati janji mereka, walaupun kehadiran mereka cenderung menarik yang lain-lain untuk datang.
"Dan jumlah mereka memaksa munculnya kawanan yang lebih besar daripada yang pernah dilihat suku ini.”
lanjut Quil Tua, dan sejenak, mata hitamnya yang tersembunyi di balik lipatan-lipatan keriput, seolah tertuju
padaku. "Kecuali, tentu saja, pada masa Taha Aki,” ujarnya. kemudian mendesah. "Karena itu, anak-anak lelaki
suku kita lagi-lagi harus menanggung beban dan harus berkorban sebagaimana halnya ayah-ayah mereka dulu.”
Semua terdiam untuk waktu yang lama. Para keturunan hidup dari kemampuan magis dan legenda berpandangan satu sama lain di sekeliling api unggun, kesedihan membayang di mata mereka. Semua kecuali satu.
"Beban,” dengus orang itu dengan suara rendah.
"Menurutku ini justru keren" Bibir bawah Quil yang tebal sedikit mencebik.
Di seberang api unggun yang mulai meredup, Seth Clearwater – matanya membelalak karena kekaguman
terhadap para pelindung suku – mengangguk setuju. Billy terkekeh, tawanya rendah dan panjang, dan
suasana magis seakan memudar seiring dengan bara api yang semakin meredup. Tiba-tiba kelompok ini kembali
menjadi lingkaran teman, Jared melemparkan kerikil ke arah Quil, dan semua tertawa saat batu itu membuatnya
melompat kaget. Obrolan pelan berdengung di sekeliling kami, menggoda dan santai.
Mata Leah Clearwater terap terpejam. Rasanya aku melihat sesuatu berkilau di pipinya seperti air mata, tapi
waktu aku menoleh kembali sejurus kemudian, kilauan itu sudah lenyap.
Baik aku maupun Jacob tidak berbicara. Tubuhnya diam tak bergerak di sampingku, tarikan napasnya dalam dan
teratur, dan kupikir dia pasti sudah hampir tertidur, Pikiranku berkelana jauh sekali. Aku tidak memikirkan
Yaha Uta atau serigala-serigala lain, atau si Wanita Dingin yang cantik jelita-mudah sekali membayangkannya. Tidak, aku memikirkan seseorang di luar lingkaran magis itu. Aku sedang berusaha membayangkan wajah wanita tak bernama yang telah menyelamatkan seluruh suku, si istri ketiga. Hanya wanita biasa, tanpa bakat ataupun kemampuan istimewa. Secara fisik lebih lemah dan lebih lamban daripada monster apa pun dalam legenda. Tapi justru dialah  yang menjadi kunci, solusi. Ia menyelamatkan suaminya, anak-anak lelakinya yang masih muda, sukunya.
Kalau saja mereka ingat siapa namanya. Ada yang mengguncang-guncang lenganku.
''Ayo, Bells,” bisik Jacob di telingaku. "Kita sudah sampai.” Aku mengerjap-ngerjapkan mata, bingung karena
api separonya sudah lenyap. Aku melotot memandangi kegelapan yang tidak disangka-sangka, berusaha mengenali keadaan di sekelilingku. Butuh waktu semenit untuk menyadari bahwa aku sudah tidak lagi berada di tebing.
Aku hanya bersama Jacob. Aku masih berada dalam pelukannya, tapi tidak lagi berbaring di tanah.
Bagaimana aku bisa berada di mobil Jacob? "Oh, brengsek!" aku terkesiap kaget begitu sadar aku
tertidur, “Jam berapa sekarang? Brengsek, mana telepon bodoh itu?" Kutepuk-tepuk saku baju dan celanaku,
kebingungan waktu tidak mendapati benda itu di mana pun.
"Tenanglah. Tengah malam saja belum. Dan aku sudah menelepon dia untukmu. Lihat-dia sudah menunggu di
sana.”
"Tengah malam?" ulangku dengan sikap bodoh, masih linglung. Aku memandang kegelapan, dan jantungku
berdebar begitu mataku mengenali sosok Volvo, hampir tiga puluh meter jauhnya. Tanganku meraih handel pintu.
"Ini,” kata Jacob, meletakkan sesuatu di telapak tanganku yang lain. Ponselku.
"Kau menelepon Edward untukku?'
Mataku sudah bisa menyesuaikan diri dengan kegelapan hingga bisa melihat senyum Jacob yang cemerlang.
"Kupikir, kalau aku baik-baik dengannya, aku bisa lebih sering bertemu denganmu.”
"Trims, Jake,” ujarku, terharu. "Sungguh, terima kasih. Dan terima kasih sudah mengundangku malam ini. Acara
tadi...” Aku tidak bisa mengungkapkannya dengan katakata.
"Wow. Lain daripada yang lain.”
"Padahal kau bahkan tidak sempat bangun untuk melihatku menelan sapi bulat-bulat.” Jacob tertawa.
"Tidak, aku senang kau menyukainya. Rasanya... menyenangkan. Karena ada kau di sana Tampak gerakan-gerakan dalam gelap di kejauhan –sesuatu yang pucat bergerak-gerak di antara pepohonan hitam. Berjalan mondar-mandir?

"Yeah, dia sudah tidak sabar lagi, ya?” ujar Jacob, melihat perhatianku tertuju ke sana. "Pergilah. Tapi

cepatlah kembali lagi,oke?"
"Tentu, Jake,” janjiku, membuka pintu mobil secelah, Hawa dingin menyerbu masuk, menerjang kakiku dan
membuatku gemetaran.

"Tidur yang nyenyak, Bells. Jangan khawatirkan apa-apa aku akan menjagamu malam ini.”

Aku terdiam, satu kaki menginjak tanah. "Tidak usah, Jake. Istirahat sajalah, aku baik-baik saja.”
"Tentu, tentu,” sahut Jacob, tapi nadanya lebih terkesan meremehkan daripada setuju.
"Malam, Jake. Trims.”
"Malam, Bella.” bisiknya sementara aku bergegas memasuki kegelapan. Edward menyambutku di garis perbatasan.
"Bella,” sambutnya, kentara sekali terdengar lega; lengannya memelukku erat-erat.
"Hai, Maaf aku lama sekali, Aku ketiduran dan-"
“Aku tahu. Jacob sudah menjelaskan,” Ia mulai melangkah menuju mobil dan aku berjalan tersaruk-saruk di
sampingnya. "Kau capek? Aku bisa menggendongmu.”
"Tidak usah.”
“Ayo, kuantar kau pulang, supaya kau bisa tidur. Kau senang di sana?"
"Yeah – benar-benar luar biasa, Edward. Kalau saja kau bisa datang. Aku bahkan tidak bisa menjelaskannya. Ayah Jake menceritakan pada kami legenda-legenda kuno dan rasanya begitu... begitu magis.”
"Kau harus menceritakannya padaku. Tapi kau harus tidur dulu.”
''Aku tidak akan bisa menceritakannya dengan benar..,” sergahku, kemudian menguap lebar-lebar,
Edward terkekeh. Ia membukakan pintu untukku, mengangkat dan mendudukkanku di dalam mobil, lalu
memasangkan sabuk pengaman. Nyala lampu terang-benderang menerpa kami. Aku melambaikan tangan ke arah lampu mobil Jacob, tapi tidak tahu apakah ia bisa melihatnya.
Malam itu – setelah berhasil melewati Charlie, yang tidak mengomeliku seperti dugaanku sebelumnya karena
Jacob ternyata sudah meneleponnya juga – aku bukannya langsung ambruk ke tempat tidur, tapi malah
mencondongkan tubuh di ambang jendela yang terbuka, menunggu Edward kembali. Malam ini dingin sekali, nyaris seperti musim dingin. Aku tidak menyadarinya sama sekali saat berada di tebing yang berangin; kupikir, pasti itu bukan karena duduk dekat api unggun, tapi karena duduk di sebelah Jacob.
Tetes-tetes air hujan sedingin es menerpa wajahku saat hujan mulai turun.
Keadaan terlalu gelap untuk melihat hal lain selain segitiga-segitiga hitam pohon cemara yang meliuk dan
menggeletar akibat tiupan angin. Tapi aku terap membuka mataku lebar-lebar, mencari bentuk-bentuk lain di tengah badai. Siluet pucat, bergerak bagaikan hantu menembus kegelapan yang hitam pekat atau mungkin bayangan samar serigala besar... Tapi mataku terlalu lemah.
Kemudian tampak gerakan di tengah kegelapan, tepat di sebelahku. Edward menyelinap masuk melalui jendela
kamarku yang terbuka, tangannya lebih dingin daripada hujan.
''Apakah Jacob ada di luar sana?" tanyaku, tubuhku gemetar saat Edward meraihku ke dalam pelukannya.
"Ya... di suatu tempat. Dan Esme sedang dalam perjalanan pulang.”
Aku mendesah. "Cuaca sangat dingin dan basah. Ini konyol.” Lagi-lagi aku gemetaran.
Edward terkekeh. "Yang merasa dingin hanya kau,Bella.”
Dalam mimpiku malam itu, hawa juga dingin, mungkin karena aku tidur dalam pelukan Edward. Tapi dalam
mimpiku, aku berada di luar di tengah badai, angin melecut rambutku ke wajah dan membutakan mataku. Aku berdiri  di pantai First Beach yang melengkung bagai bulan sabit dan berbatu-batu, berusaha memahami bentuk-bentuk yang bergerak cepat, yang hanya bisa kulihat samar-samar dalam gelap di pinggir pantai. Awalnya tidak ada apa-apa kecuali sekelebat warna putih dan hitam, saling melesat menghampiri dan menari menjauh. Kemudian, seolah-olah bulan mendadak muncul dari balik awan-awan, aku bisa melihat semuanya.
Rosalie, dengan rambut menjuntai basah dan keemasan hingga ke belakang lututnya, menerjang ke arah serigala raksasa-moncongnya berkelebat keperakan-yang seketika itu juga kukenali sebagai Billy Black.
Aku berlari kencang, tapi sungguh membuat frustrasi, ternyata aku hanya bisa berlari sangat pelan, seperti dalam gerak lambat. Aku berusaha berteriak pada mereka, meminta mereka berhenti, tapi suaraku diterbangkan angin, dan aku tak sanggup bersuara. Aku melambai-lambaikan kedua lengan, berharap bisa menarik perhatian mereka.


Sesuatu berkelebat di tanganku, dan untuk pertama kali baru aku menyadari tangan kananku memegang sesuatu. Aku memegang pisau panjang dan tajam, kuno dan berwarna perak, bilahnya ternoda darah kering yang telah menghitam. Aku mengernyit ngeri melihat pisau itu, dan mataku mendadak terbuka, melihat kegelapan yang tenang di kamarku. Hal pertama yang kusadari adalah aku tidak sendirian, dan aku berpaling untuk membenamkan wajahku ke dada Edward, tahu wangi kulitnya pasti akan mengusir mimpi buruk itu jauh-jauh, lebih efektif daripada hal lain.
“Aku membuatmu terbangun, ya?” bisik Edward.

Terdengar suara kertas, seperti gemersik halaman, disusul kemudian dengan suara berdebum pelan, seolah-olah ada benda ringan membentur lantai kayu.
"Tidak.” gumamku, mendesah senang saat lengan Edward memelukku erat. Aku tadi bermimpi buruk."
"Mau menceritakannya padaku?"
Aku menggeleng. "Terlalu capek. Mungkin besok pagi, kalau ingat.”
Aku merasakan tawa tanpa suara mengguncang tubuh Edward.
"Besok pagi.” Edward setuju.
"Kau sedang membaca apa?" gumamku, belum sepenuhnya terbangun.
"Wuthering Heights,” jawab Edward. Aku mengerutkan kening walaupun masih mengantuk.
"Katamu kau tidak suka buku itu.”
"Kau meninggalkannya di sini.” bisik Edward. Suara lembutnya membuaiku kembali ke ketidaksadaran. "Lagi
pula... semakin sering aku menghabiskan waktu denganmu, semakin banyak emosi manusia yang sepertinya bisa kupahami. Ternyata aku bisa bersimpati pada Heathcliff dalam hal-hal yang sebelumnya kupikir pasti mustahil.”
"Mmm.” desahku.
Ia mengatakan sesuatu yang lain, suaranya pelan, tapi aku sudah kembali pulas.
Esok paginya cuaca kelabu putih dan tenang. Edward menanyakan mimpiku, tapi aku tidak bisa mengingatnya.
Yang kuingat hanyalah bahwa aku kedinginan, dan bahwa aku senang ia ada di sana waktu aku bangun. Edward menciumku, cukup lama untuk membuatku detak nadiku berpacu, kemudian pulang untuk berganti baju dan mengambil mobilnya. Aku cepat-cepat berpakaian, tak punya banyak pilihan.
Siapa pun yang mengacak-acak keranjang pakaian kotor berhasil merusak koleksi bajuku. Seandainya tidak
mengerikan, situasi ini pasti sangat menjengkelkan. Aku baru hendak turun untuk sarapan waktu mataku
tertumbuk pada novel Wuthering Heights-ku yang sudah lusuh, tergeletak dalam posisi terbuka di lantai tempat
Edward menjatuhkannya semalam, jilidnya yang sudah rusak tidak pernah mau menutup sendiri, sehingga bagian yang terakhir kali dibacanya tetap terbuka, seperti yang selalu terjadi setiap kali aku habis membaca buku itu.
Ingin tahu, aku memungut buku itu, berusaha mengingat perkataan Edward semalam. Kalau tidak salah ia bersimpati pada Heathcliff, aneh sekali. Itu pasti tidak benar; aku pasti hanya memimpikan bagian itu.
Mataku tertumbuk pada dua kata di halaman yang terbuka itu, dan aku menundukkan untuk membaca
paragraf itu lebih saksama. Itu bagian di mana Heathcliff berbicara, dan aku sangat mengenal kalimat itu,
Dan bisa kulihat perbedaan di antara perasaan kami, seandainya ia berada dalam posisiku,walaupun aku sangat
membencinya dengan kebencian yang mengubah hidupku menjadi empedu, aku tidak akan pernah mencelakakannya. kau mungkin tidak percaya itu, terserah kau! Aku tidak akan melenyapkan lelaki itu dari lingkungan si wanita selama si wanita masih menginginkannya. Begitu si wanita tidak menghendakinya lagi,
aku akan mengoyak jantungnya dan meminum darahnya! Tapi hingga saat itu datang, kalau kau tidak percaya padaku, berati kau tidak kenal aku, hingga saat itu, lebih baik aku mati daripada menyentuh rambutnya sehelaipun.
Dua kata yang menarik perhatianku adalah "meminum darahnya”.
Aku bergidik.
Ya, jelas aku pasti hanya bermimpi mendengar Edward memberi komentar positif tentang Heathcliff. Dan halaman ini mungkin bukan halaman yang dibacanya semalam. Bisa saja buku ini terbuka di halaman ini secara tidak sengaja waktu terjatuh semalam.




0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2015 Baca Online dan Seputar Blog
| Distributed By Gooyaabi Templates