December 01, 2013

Eclipse Indonesia 13

13. VAMPIR BARU

"SAMA seperti yang terjadi pada tanganmu.” Jawab Jasper tenang. "Dikalikan seribu.” Ia tertawa, tawanya
sedikit sedih, Diusapnya lengannya. "Racun kami adalah satu-satunya yang meninggalkan bekas pada kami.”
"Kenapa?" Aku terkesiap ngeri, merasa lancang tapi tak sanggup mengalihkan pandangan dari kulitnya yang carutmarut.

"Aku tidak memiliki... latar belakang yang sama seperti saudara-saudara angkatku di sini. Awal-mulaku sama sekali berbeda.”
Suaranya berubah keras saat ia selesai bicara.Aku ternganga memandanginya, tercengang.

"Sebelum aku menceritakan riwayatku padamu,” kata Jasper, "kau harus paham di dunia kami juga ada tempattempat, Bella, di mana umur mereka yang tidak bisa menua di ukur dalam hitungan minggu, bukan abad.”
Yang lain-lain sudah pernah mendengar cerita ini sebelumnya. Carlisle dan Emmett mengalihkan perhatian
kembali ke televisi. Alice berjalan tanpa suara, lalu bersimpuh di kaki Esme. Tapi Edward tetap menyimak
dengan tekun, sama seperti aku: bisa kurasakan matanya menatap wajahku, membaca setiap perubahan emosi.
"Untuk benar-benar memahami alasannya, kau harus melihat dunia dari perspektif berbeda. Kau harus
membayangkan bagaimana dunia di mata mereka yang berkuasa, serakah... yang terus-menerus haus.
"Begini. ada tempat-tempat di dunia ini yang lebih disukai kaum kami dibandingkan yang lain. Tempat kami
bisa tidak terlalu menahan diri, tapi tetap tidak ketahuan.
"Bayangkan misalnya, peta belahan dunia Barat. Bayangkan setiap nyawa manusia di dalamnya sebagai
noktah merah kecil. Semakin tebal warna merahnya, semakin mudah kami – well, mereka yang eksis dengan cara seperti ini – bisa makan tanpa menarik perhatian.”
Aku bergidik membayangkannya, mendengar kata "makan", Tapi Jasper tidak khawatir membuatku takut,
tidak overprotektif seperti Edward. Ia melanjutkan ceritanya tanpa jeda.
"Bukan berarti kelompok-kelompok di Selatan peduli apakah manusia menyadari keberadaan mereka atau tidak.
Keluarga Volturi-lah yang menjaga supaya mereka tidak melewati batas. Hanya mereka yang ditakuti kelompok-kelompok Selatan. Kalau bukan karena keluarga Volturi, keberadaan kita semua dengan cepat akan ketahuan.”
Keningku berkerut mendengar cara Jasper mengucapkan nama itu-sikapnya penuh hormat, nyaris seperti penuh
terima kasih. Sulit bagiku menerima pemikiran bahwa keluarga Volturi orang-orang baik.
"Kelompok Utara, bila dibandingkan, justru sangat beradab. Kebanyakan dari kami adalah kaum nomaden
yang bisa menikmati baik siang maupun malam hari, yang mengizinkan manusia berinteraksi dengan kami tanpa
curiga-anonim penting artinya bagi kami semua.

"Sebaliknya, dunia - di Selatan sama sekali berbeda. Kaum abadi hanya keluar pada malam hari. Siang hari

mereka gunakan untuk merencanakan aksi berikutnya, atau mengantisipasi musuh mereka. Karena di Selatan terjadi perang, perang terus-menerus selama berabad-abad, tanpa sekali pun gencatan senjata, Kelompok-kelompok di sana nyaris tidak memerhatikan keberadaan manusia, kecuali sebagai prajurit yang memerhatikan sekelompok 'sapi' di pinggir jalan – makanan yang siap diambil. Keluarga Volturi-lah yang membuat mereka bersembunyi dari pengamatan manusia.”
"Memangnya apa yang mereka perebutkan?" tanyaku.
Jasper tersenyum. "Ingatkah kau peta dengan nokrahnoktah merah itu?"
Ia menunggu, maka aku pun mengangguk.
"Mereka berperang karena berebut menguasai wilayah yang noktah merahnya paling tebal.
"Begini, dulu pernah terpikir oleh seseorang, bahwa seandainya dia menjadi satu-satunya vampir di, katakanlah
Mexico City, dia bisa makan setiap malam, bahkan dua-tiga kali sehari, dan tidak ada yang memerhatikan. Jadi dia menyusun rencana untuk menyingkirkan para pesaingnya.
"Yang lain-lain juga memiliki gagasan yang sama. Sebagian bahkan punya taktik yang lebih efektif daripada
yang lain.
"Tapi taktik yang paling efektif diciptakan vampir yang masih sangat muda, bernama Benito. Hal pertama yang
didengar orang tentang Benito adalah bahwa dia datang dari tempat di sebelah utara Dallas dan membantai dua
kelompok kecil yang berbagi wilayah di dekat Houston. Dua malam kemudian dia menghabisi klan yang jauh lebih kuat, yang mengklaim kawasan Monterrey di sebelah utara Meksiko. lagi-lagi, Benito menang
"Bagaimana dia bisa menang?" tanyaku ingin tahu.
"Benito menciptakan sekelompok vampir baru. Dialah yang pertama kali memikirkan hal itu, dan, pada awalnya,
dia tidak bisa dihentikan. Vampir yang masih sangat muda itu ganas, liar, dan nyaris mustahil dikendalikan. Satu
vampir baru masih bisa diatasi, diajarkan untuk menahan diri, tapi sepuluh, lima belas sekaligus adalah mimpi buruk. Mereka mudah disuruh saling menyerang, apalagi kalau disuruh menghabisi musuh. Benito harus terus menciptakan vampir baru karena mereka berkelahi antar mereka sendiri, juga karena kelompok-kelompok vampir yang dibantainya menghabisi setengah kekuatannya sebelum kalah.
"Kau tahu, walaupun vampir baru berbahaya, mereka masih mungkin dikalahkan kalau kau tahu caranya. Mereka luar biasa kuat secara fisik, selama tahun pertama atau kedua, dan kalau diperbolehkan mengerahkan segenap kekuatan, mereka sanggup meremukkan vampir yang lebih tua dengan mudah. Tapi mereka diperbudak insting mereka sendiri, sehingga mudah diprediksi. Biasanya mereka tidak punya keahlian berperang, hanya mengandalkan otot dan keberanian. Dan dalam kasus ini, jumlah mereka yang sangat banyak.
"Vampir-vampir di selatan Meksiko sadar apa yang menyerang mereka, dan mereka melakukan satu-satunya hal yang terpikir untuk melawan Benito. Membuat pasuka sendiri...”
"Situasi menjadi tidak terkendali – bisa kaubayangkan sendiri. Kami kaum abadi juga memiliki sejarah sendiri,
dan perang yang satu ini takkan pernah dilupakan. Tentu saja tidak enak menjadi manusia di Mexico City pada saat itu.”
Aku bergidik.
"Ketika jumlah korban mencapai angka yang dapat menimbulkan epidemi – bahkan, sejarah kalian
menyebutkan bahwa berkurangnya populasi secara drastis adalah akibat wabah penyakit – keluarga Volturi akhirnya turun tangan. Seluruh penjaga datang bersama dan mencari setiap vampir baru di seluruh penjuru Amerika Utara bagian bawah. Benito bermarkas di Puebla, membangun pasukan secepat yang bisa dilakukannya demi mendapatkan hadiah utama- Mexico City. Keluarga Volturi memulai pembersihan dari Benito, kemudian berlanjut ke yang lainlain.
"Setiap orang yang didapati sedang bersama vampir baru langsung dieksekusi saat itu juga, dan karena semua orang berusaha melindungi diri dari Benito, Meksiko bersih dari vampir untuk sementara waktu.
"Keluarga Volturi melakukan pembersihan besar-besaran selama hampir satu tahun. Ini babak lain dalam sejarah kami yang akan selalu dikenang, walaupun sedikit sekali saksi mata tersisa yang masih bisa mengingatnya. Aku pernah berbicara dengan seseorang yang pernah menyaksikan peristiwa itu dari kejauhan, ketika mereka mengunjungi Culiacin.”
Jasper bergidik. Aku baru sadar bahwa sebelumnya aku tidak pernah melihat Jasper takut ataupun ngeri. Ini yang pertama kalinya.
"Untunglah demam ingin menguasai itu tidak menyebar dari Selatan. Bagian dunia lainnya tetap waras. Kami
berutang budi pada keluarga Volturi sehingga bisa menjalani kehidupan seperti ini.
"Tapi setelah keluarga Volturi kembali ke Italia, para vampir yang masih bertahan dengan cepat menancapkan
klaimnya di Selatan. "Tak lama kemudian kelompok-kelompok itu mulai berselisih lagi. Banyak sekali darah busuk, maafkan istilahku. Balas dendam merajalela di mana-mana. Ide menciptakan vampir baru sudah terbentuk, dan ada sebagian yang tidak mampu menolak. Bagaimanapun, karena tidak ingin didatangi lagi oleh keluarga Volturi, kelompok-kelompok Selatan lebih berhati-hati kali ini. Para vampir baru dipilih dari kelompok manusia secara lebih cermat, dan diberi lebih banyak pelatihan. Mereka dimanfaatkan secara sangat hati-hati, dan sebagian besar manusia tetap tidak menyadari keberadaan mereka. Para pencipta mereka tidak memberi alasan kepada keluarga Volturi untuk kembali.
"Perang berlanjut, namun dalam skala lebih kecil. Sesekali ada orang yang bertindak terlalu jauh, spekulasi
pun berkembang di koran-koran manusia, dan keluarga Volturi kembali untuk membersihkan kota. Tapi mereka
membiarkan yang lain-lain, yang cukup berhati-hati, melanjutkan kegiatan mereka...”
Mata Jasper menerawang jauh.
"Begitulah kau berubah," Kesadaranku hanya berupa bisikan.
"Ya,” Jasper membenarkan. "Waktu aku masih menjadi manusia, aku tinggal di Houston, Texas. Umurku hampir
tujuh belas waktu aku bergabung dengan Tentara Konfederasi di tahun 1861. Aku berbohong pada bagian
penerimaan dan mengatakan umurku dua puluh. Aku tinggi, jadi mereka percaya.
"Karier militerku hanya berumur pendek, tapi sangat menjanjikan. Orang-orang selalu... menyukaiku, mendengarkan apa yang kukatakan. Kata ayahku, itu karena aku punya karisma. Tentu saja, sekarang aku tahu
mungkin itu karena hal lain. Namun, apa pun alasannya, aku cepat mendapat promosi, mengalahkan tentara-tentara lain yang lebih tua dan lebih berpengalaman. Tentara Konfederasi masih baru dan berusaha mengorganisir diri, jadi itu memberiku kesempatan untuk maju. Saat pertempuran pertama di Galveston – well, sebenarnya lebih tepat disebut kerusuhan – akulah mayor termuda di Texas, bahkan tanpa menyebutkan umurku sesungguhnya.

“Aku diserahi tanggung jawab mengevakuasi wanita dan anak-anak dari kota ketika kapal-kapal mortar Union

sampai di pelabuhan, Diperlukan waktu satu hari untuk menyiapkan mereka, kemudian aku berangkat bersama
rombongan rakyat sipil pertama untuk membawa mereka ke Houston.
"Aku masih ingat malam itu dengan sangat jelas.
"Kami sampai di kota setelah hari gelap. Aku tidak berlama-lama di sana, hanya sampai aku bisa memastikan
seluruh anggota rombongan dalam keadaan aman. Setelah semua urusanku selesai, aku mengganti kudaku dengan kuda baru, lalu kembali ke Galveston. Tidak ada waktu untuk beristirahat.
"Baru satu setengah kilometer meninggalkan kota, aku menemukan tiga wanita berjalan kaki. Asumsiku, mereka
gelandangan dan aku langsung turun dari kuda untuk menawarkan bantuan. Tapi waktu aku melihat wajah
mereka dalam keremangan cahaya bulan, aku terperangah sampai tak bisa berkata-kata. Mereka, tak diragukan lagi, merupakan tiga wanita paling cantik yang pernah kulihat.
"Kulit mereka sangat pucat, aku ingat sampai terkagumkagum melihatnya. Bahkan gadis kecil berambut hitam,
yang dari garis-garis wajahnya kentara sekali orang Meksiko, tampak bagaikan porselen dalam cahaya bulan.
Kelihatannya mereka masih muda, mereka semua, masih pantas disebut gadis. Aku tahu mereka bukan anggota
rombongan kami yang tersesat. Aku pasti ingat kalau pernah melihat mereka bertiga.
"’Dia sampai tidak sanggup bicara,' kata gadis yang paling tinggi dengan suara merdu mengalun – suaranya
seperti genta angin. Rambutnya berwarna terang, dan kulitnya seputih salju.
"Gadis yang lain juga pirang, kulitnya juga putih bersih. Wajahnya seperti malaikat. Gadis itu mencondongkan
tubuh ke arahku dengan mata separuh tertutup dan menarik napas dalam-dalam.
“’Mmm,’ gumamnya. ‘Menyenangkan.’
"Gadis yang kecil, si mungil berambut cokelat, memegang lengan gadis itu dan berbicara cepat sekali.
Suaranya terlalu lirih dan merdu untuk terdengar ketus, tapi sepertinya itulah yang dia maksudkan.
"’Konsentrasi, Nettie,’ begitu katanya.
“Aku memiliki kemampuan merasakan bagaimana orang-orang saling berhubungan, jadi aku langsung tahu gadis berambut cokelat itulah pemimpinnya. Kalau di militer, bisa dibilang gadis itu lebih tinggi pangkatnya
dibandingkan yang lain.
"’Kelihatannya dia orang yang tepat – muda, kuat, seorang tentara...’ Si rambut cokelat terdiam, dan aku
mencoba berbicara, tapi tidak bisa. 'Dan ada satu lagi... kalian bisa menciumnya?' tanyanya kepada dua gadis yang lain. 'Dia... memikat.’”
"’Oh, ya,’ Nettie langsung setuju, mencondongkan tubuh ke arahku lagi.
"'Sabar,’ si rambut cokelat mengingatkan. Aku ingin mempertahankan yang satu ini.’
"Nettie mengerutkan kening; sepertinya kesal.
"'Sebaiknya kau saja yang melakukannya, Maria; si pirang tinggi berkata lagi. 'Kalau dia penting bagimu.
Soalnya, aku membunuh sama seringnya seperti aku mempertahankan mereka.’
"Ya, biar aku saja yang melakukannya,' Maria sependapat. 'Aku benar-benar menyukai yang satu ini.
Bawa Nettie pergi, bisa? Aku tidak mau repot-repot memikirkan keselamatan diriku selagi sedang berusaha
berkonsentrasi,'
"Bulu kudukku meremang, walaupun aku sama sekali tidak mengerti apa yang dibicarakan makhluk-makhluk
cantik itu. Naluriku mengatakan ada bahaya, bahwa gadis berwajah malaikat tadi tidak main-main waktu berbicara tentang membunuh, tapi penilaianku mengalahkan naluriku. Aku tidak diajari untuk takut pada wanita,
melainkan melindungi mereka,
"’Ayo kita berburu,' Nettie setuju dengan sikap antusias, meraih tangan si gadis jangkung. Mereka melesat – benar-benar luwes! – dan berpacu menuju kota. Hampir terlihat seperti terbang saking cepatnya – gaun putih mereka berkibar-kibar di belakang bagaikan sayap. Aku mengerjapngerjap takjub, dan mereka pun lenyap.
“Aku menoleh dan menatap Maria, yang mengamatiku dengan sikap ingin tahu.
“Aku bukan orang yang percaya takhayul. Sampai detik itu aku tidak pernah percaya pada hantu atau omong
kosong lain sejenisnya. Tapi tiba-tiba saja aku tidak yakin.
"’Siapa namamu, Tentara?' Maria bertanya padaku.
"'Mayor Jasper Whitlock, Ma'am,’ jawabku terbata-bata, tak bisa bersikap tidak sopan pada wanita, meski ia hantu sekalipun.
"’Aku benar-benar berharap kau selamat, Jasper,’ katanya lembut. ‘Aku punya firasat bagus mengenaimu.’
"Dia maju satu langkah, dan menelengkan kepala seperti hendak menciumku. Aku membeku di tempat, meski
seluruh naluriku berteriak menyuruhku berlari.”
Jasper berhenti sejenak, wajahnya merenung, "Beberapa hari kemudian.” katanya akhirnya, dan aku tidak tahu
apakah ia mengedit ceritanya demi aku atau karena merespons ketegangan yang bahkan bisa kurasakan
terpancar dari Edward. “Aku diperkenalkan pada kehidupanku yang baru.
"Nama mereka Maria, Nettie, dan Lucy. Mereka belum lama bersama-sama – Maria mengumpulkan dua gadis yang lain – ketiganya selamat dari peperangan yang mereka menangkan. Hubungan mereka saling menguntungkan.
Maria ingin membalas dendam, dan ingin menguasai kembali wilayahnya. Sementara yang lain ingin
memperluas... ladang perburuan mereka, kurasa begitulah istilahnya. Mereka bermaksud membentuk pasukan, dan melakukannya secara lebih hati-hati daripada biasanya. Itu ide Maria. Dia menginginkan pasukan yang superior, jadi dia mencari manusia-manusia tertentu yang berpotensi. Jadi dia memberi kami lebih banyak perhatian, memberi pelatihan lebih banyak daripada yang mau dilakukan pihak lain. Dia mengajari kami cara bertarung, dan dia mengajari kami bagaimana agar tidak terlihat manusia. Kalau kami berbuat baik, kami diberi hadiah...”
Jasper berhenti, mengedit ceritanya lagi.
"Tapi dia terburu-buru. Maria tahu kekuatan luar biasa vampir baru mulai melemah setelah satu tahun, jadi dia
ingin bertindak selagi kami masih kuat. "Sudah ada enam anggota waktu aku bergabung dengan kelompok Maria. Dia menambah empat lagi dalam dua minggu. Kami semua lelaki – Maria menginginkan tentara –
jadi agak susah menjaga agar kami tidak berkelahi antar kami sendiri, Aku terjun dalam peperangan pertama
melawan teman-teman baruku sepasukan. Aku lebih cepat dibandingkan yang lain-lain, lebih hebat dalam bertempur. Maria senang melihat hasil kerjaku, meski kesal karena harus terus-menerus mengganti mereka yang kuhabisi. Aku sering diberi hadiah, dan itu membuatku semakin kuat.
"Maria pandai menilai karakter orang. Dia memutuskan untuk menugaskanku mengetuai anggota-anggota lain –
seolah-olah aku dipromosikan. Itu sangat sesuai dengan sifat asliku. Jumlah korban menurun drastis, dan jumlah
kami membengkak hingga mendekati dua puluh.

"Ini jumlah yang luar biasa mengingat pada masa itu kami harus sangat berhati-hati. Meski belum terdefinisikan,

kemampuanku mengendalikan atmosfer emosional di sekitarku, sangatlah efektif. Sebentar saja kami mulai bekerja sama dalam cara yang tidak pernah dilakukan para vampir baru sebelumnya. Bahkan Maria, Nettie, dan Lucy bisa lebih mudah bekerja sama.
"Maria sangat sayang padaku – dia mulai bergantung padaku. Dan, dalam beberapa hal, bisa dibilang aku benarbenar memujanya. Aku sama sekali tidak tahu cara hidup lain itu mungkin. Maria memberi tahu kami seperti inilah keadaannya, dan kami percaya.
"Dia memintaku memberi tahu kapan saudara-saudara lelakiku dan aku siap bertempur, dan aku bersemangat ingin membuktikan diri. Akhirnya aku berhasil menghimpun pasukan beranggotakan 23 orang – 23 vampir baru yang sangat kuat, terorganisir, dan terlatih, tidak seperti pasukanpasukan lain sebelumnya. Maria girang bukan main.
"Kami bergerak diam-diam menuju Monterrey, daerah asal Maria dulu, dan dia melepas kami untuk menghadapi
musuh-musuhnya. Waktu itu mereka hanya punya sembilan vampir baru, serta sepasang vampir tua yang
mengendalikan mereka. Kami mengalahkan mereka lebih mudah daripada yang bisa dipercaya Maria, dan hanya kehilangan empat anggota. Margin kemenangan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
"Dan kami semua terlatih dengan baik. Kami melakukannya tanpa menarik perhatian. Kota berpindah
tangan tanpa satu manusia pun menyadarinya. "Kesuksesan membuat Maria serakah. Tak lama
kemudian dia mulai melirik kota-kota lain. Tahun pertama itu dia memperluas kendalinya untuk menguasai sebagian besar Texas dan sebelah utara Meksiko. Kemudian vampirvampir lain datang dari Selatan untuk menggulingkannya. Jasper mengusapkan dua jari di sepanjang pola samar bekas luka di lengannya.
"Pertempurannya sengit. Banyak yang mulai waswas keluarga Volturi bakal kembali. Dari 23 anggota asli, akulah
satu-satunya yang selamat dalam delapan belas bulan pertama. Kami menang dan kalah. Nettie dan Lucy
akhirnya berbalik melawan Maria – tapi dalam pertempuran itu kami menang.
"Maria dan aku berhasil mempertahankan Monterrey. Suasana sedikit tenang, walaupun perang terus berlanjut.
Keinginan menguasai sudah tidak ada; kebanyakan hanya keinginan membalas dendam dan bermusuhan. Banyak sekali yang kehilangan pasangan, dan itu adalah hal yang tidak bisa dimaafkan kaum kami...
"Maria dan aku selalu menyiapkan kira-kira selusin vampir baru untuk berjaga-jaga. Mereka tidak berarti bagi
kami – mereka hanya pion, bisa digonta-ganti. Kalau sudah tidak berguna lagi, kami benar-benar membuang mereka. Hidupku berlanjut dalam pola kekerasan dan tahun-tahun pun berlalu. Aku muak pada semua itu untuk waktu yang sangat lama sebelum ada perubahan...
"Beberapa dekade kemudian aku menjalin persahabatan dengan vampir baru yang tetap berguna dan selamat
melewati tiga tahun pertamanya meskipun kemungkinannya sangat kecil. Namanya Peter. Aku menyukai Peter; dia .. beradab-kurasa itulah istilah yang tepat. Dia tidak suka bertarung, walaupun dia bisa melakukannya dengan baik.
"Dia ditugaskan menangani para vampir baru – menjaga mereka, bisa dibilang begitu. Itu tugas yang berat.
"Kemudian tiba saatnya melakukan pembersihan lagi. Kekuatan para vampir baru itu sudah habis; sudah
waktunya mereka diganti. Peter seharusnya membantu aku menyingkirkan mereka. Kami menghabisi mereka secara individu, kau mengerti kan, satu per satu. Tugas itu sangat berat. Kali ini dia berusaha meyakinkan aku ada beberapa yang memiliki potensi, tapi Maria sudah menginstruksikan agar kami menghabisi mereka semua. Jadi kubilang tidak padanya.
"Kira-kira baru setengah perjalanan, aku bisa merasakan tugas semacam ini mulai membebani batin Peter. Aku
sedang menimbang-nimbang apakah sebaiknya aku menyuruhnya pergi saja dan menyelesaikan tugas ini
sendirian waktu aku memanggil korban berikutnya. Yang mengagetkan, Peter tiba-tiba marah, mengamuk. Aku
bersiap-siap menghadapi suasana hati apa pun yang mungkin dibayangkannya – dia petarung hebat, tapi dia
bukan tandinganku.
"Vampir baru yang kupanggil wanita, baru saja melewati tahun pertamanya. Namanya Charlotte. Perasaan Peter
berubah begitu wanita itu muncul; perasaan itulah yang membuatku mengetahui niat Peter sesungguhnya. Peter
berteriak, menyuruh wanita itu lari, lalu dia sendiri menyusul. Sebenarnya aku bisa saja mengejar mereka, tapi
itu tidak kulakukan. Aku merasa... enggan menghabisinya.
"Maria kesal padaku gara-gara itu...
"Lima tahun kemudian Peter diam-diam kembali menemuiku. Waktu yang dia pilih untuk kembali sungguh
tepat.
"Maria bingung melihat pikiranku yang semakin memburuk. Dia tidak pernah sedikit pun merasa depresi,
dan aku sendiri penasaran kenapa aku berbeda. Aku mulai menyadari perubahan emosinya bila Maria berada di
dekatku – kadang-kadang ada perasaan takut... dan benci – perasaan yang sama yang memberiku peringatan dini waktu Nettie dan Lucy menyerang. Aku sedang bersiap-siap menghabisi satu-satunya sekutuku, inti eksistensiku, waktu Peter kembali.
"Peter menceritakan kehidupan barunya bersama Charlotte, menceritakan opsi-opsi yang sebelumnya tak
pernah terbayangkan bisa kumiliki. Selama lima tahun mereka tidak pernah berperang, walaupun mereka bertemu banyak vampir lain di Utara. Vampir-vampir lain yang bisa hidup berdampingan tanpa bertempur terus-menerus.

"Dalam obrolan itu, dia berhasil meyakinkanku. Aku siap pergi, dan entah mengapa lega karena tidak harus

membunuh Maria. Aku sudah menjadi pendampingnya selama sekian tahun. hampir selama Carlisle dan Edward, namun ikatan batin kami tidak sekuat mereka. Kalau kau hidup untuk bertarung, untuk pertumpahan darah, hubungan yang terbentuk sangat rentan dan mudah dihancurkan. Aku pergi tanpa menoleh lagi ke belakang.
"Aku berkelana bersama Peter dan Charlotte selama beberapa tahun, menjajaki dunia baru yang lebih damai ini.
Tapi depresiku tak kunjung hilang. Aku tidak mengerti apa yang salah dengan diriku, sampai Peter menyadari perasaan depresi itu semakin menjadi-jadi setiap kali aku selesai berburu.
“Aku merenung memikirkannya. Sekian tahun membantai dan membunuh, aku nyaris kehilangan semua
rasa perikemanusiaanku. Tak diragukan lagi aku adalah mimpi buruk, monster paling kejam. Meski begitu, setiap
kali aku menemukan korban manusia lain, aku kembali teringat kehidupanku yang dulu. Ketika melihat mereka
membelalak takjub pada ketampananku, aku seperti bisa melihat Maria dan yang lain-lain dalam pikiranku,
bagaimana mereka terlihat olehku pada malam terakhir aku menjadi Jasper Whitlock. Perasaan itu lebih kuar bagiku – kenangan buruk ini – daripada bagi orang lain. karena aku bisa merasakan semua yang dirasakan calon korbanku. Dan aku merasakan emosi mereka waktu aku membunuh mereka,
"Kau sudah pernah mengalami sendiri bagaimana aku bisa memanipulasi emosi di sekitarku, Bella. tapi aku tak
tahu apakah kau sadar perasaan-perasaan yang ada dalam ruangan itu juga mempengaruhiku. Setiap hari aku hidup dalam iklim emosi. Selama seabad pertama kehidupanku; aku hidup di dunia yang dipenuhi aksi balas dendam yang haus darah. Kebencian adalah pendamping terapku.
Kebencian itu sedikit berkurang setelah aku meninggalkan Maria, tapi aku masih harus merasakan kengerian dan ketakutan korbanku.
“Aku mulai tak sanggup lagi menanggungnya.
"Depresiku semakin parah, dan aku menjauh dari Peter dan Charlotte. Walaupun beradab, mereka tidak merasakan keengganan yang mulai kurasakan. Mereka hanya menginginkan kedamaian dari perang. Sementara aku lelah merasakan keharusan membunuh – membunuh siapa saja, bahkan manusia biasa sekalipun,
"Meski begitu, aku harus terus membunuh. Apa lagi pilihan yang kumiliki? Aku berusaha mengurangi
frekuensinya, tapi akibatnya aku sangat kehausan hingga akhirnya harus menyerah. Setelah seabad merasakan
kepuasan instan, aku mendapati bahwa mendisiplinkan diri itu... menantang. Aku masih belum bisa
menyempurnakannya."
Jasper terhanyut dalam kisahnya, begitu juga aku. Jadi aku kaget bukan main waktu ekspresi muram Jasper
mendadak berubah menjadi senyum penuh damai. "Aku sedang di Philadelphia. Muncul badai besar, dan
aku keluar pada siang hari – sesuatu yang belum sepenuhnya bisa kujalani dengan nyaman. Aku tahu berdiri
di tengah hujan akan menarik perhatian, maka aku pun merunduk dan memasuki restoran kecil yang separuh
kosong. Warna mataku cukup gelap, jadi tidak ada yang akan memerhatikan, walaupun itu berarti aku sedang
dahaga, dan itu sedikit membuatku khawatir.
"Dia ada di sana – menungguku, tentu saja,” Jasper terkekeh. "Dia melompat dari bangku tinggi di konter begitu
aku masuk dan langsung menghampiriku.
“Aku syok. Aku tak yakin apakah wanita itu bermaksud menyerangku. Itu satu-satunya interpretasi dari sikapnya,
akibat dari masa laluku yang suram. Tapi wanita itu tersenyum. Dan berbagai emosi yang terpancar dari dalam
dirinya sama sekali tidak seperti yang pernah kurasakan sebelumnya.
"’Kau membuatku menunggu lama sekali,’ katanya.”
Aku tidak sadar Alice datang dan berdiri di belakangku lagi.

"Dan kau menundukkan kepala, seperti lazimnya lelaki Selatan baik-baik, dan menjawab, 'Maafkan saya, Ma'am,’"

Alice tertawa mengenangnya. Jasper menunduk dan tersenyum padanya. "Kau mengulurkan tangan, dan aku menyambutnya tanpa perlu berpikir. Untuk pertama kali dalam kurun waktu hampir seabad, aku merasa ada harapan.”
Jasper meraih tangan Alice sambil bicara, Alice nyengir. “Aku hanya lega. Kupikir kau tidak akan
pernah muncul.”
Mereka saling tersenyum lama sekali, kemudian Jasper menoleh lagi padaku, ekspresi lembut masih menggayuti
wajahnya.
"Alice menceritakan apa yang ia lihat tentang Carlisle dan keluarganya. Aku nyaris tak percaya ada vampir yang
bisa hidup seperti itu. Tapi Alice membuatku optimis. Maka kami pun pergi mencari mereka.”
“Membuat mereka ketakutan setengah mati juga,” imbuh Edward, memutar bola matanya kepada Jasper
sebelum berpaling kepadaku untuk menjelaskan. "Emmett dan aku sedang berburu. Jasper muncul, tubuhnya dipenuhi bekas luka akibat peperangan, membawa makhluk kecil aneh ini" – disikutnya Alice dengan bercanda – "yang menyapa mereka semua dengan nama masing-masing, tahu segala sesuatu mengenai mereka, dan ingin tahu dia bisa menempati kamar yang mana.”
Alice dan Jasper tertawa berbarengan dalam harmonisasi suara yang kompak, sopran dan bass.
"Dan sesampainya aku di rumah, semua barangbarangku sudah di garasi,” sambung Edward.
Alice mengangkat bahu. "Kamarmu kan yang memiliki pemandangan paling indah.”
Mereka semua tertawa berbarengan.
"Bagus sekali ceritanya,” kataku.
Tiga pasang mata menatapku, mempertanyakan kewarasanku.
"Maksudku bagian terakhir,” aku membela diri, “Akhir yang membahagiakan dengan hadirnya Alice.”
"Alice memang membawa perubahan.” Jasper setuju.
"Iklim seperti inilah yang kusenangi"
Namun selingan tadi tak dapat mengurangi ketegangan yang telanjur tercipta.
"Satu pasukan," bisik Alice. "Kenapa kau tidak memberitahuku?”
Yang lain kembali menyimak pembicaraan kami, mata mereka terpaku di wajah Jasper.
"Kupikir aku pasti salah menerjemahkan pertandapertanda yang ada. Karena, apa motifnya? Untuk apa
seseorang membentuk pasukan di Seattle? Tidak ada sejarah perselisihan di sana, tidak ada balas dendam. Tidak masuk akal bila melihatnya dari sudut pandang untuk menguasai saru wilayah juga; karena memang tidak ada yang mengklaim wilayah itu, Kaum nomaden hanya melewatinya, jadi tidak ada pihak yang perlu dilawan.
Tidak perlu membela diri terhadap apa pun.

"Tapi aku pernah melihat hal seperti ini sebelumnya, dan tidak ada penjelasan lain. Ada sepasukan vampir baru di Seattle. Kurang dari dua puluh, menurut perkiraanku. Sulitnya, mereka benar-benar tidak dilatih. Siapa pun yang menjadikan mereka, membiarkan mereka berkeliaran begitu saja. Ini hanya akan bertambah parah, dan tidak lama lagi, keluarga Volturi pasti akan turun tangan. Sebenarnya, aku justru heran mereka membiarkan masalah ini berlarut-larut begitu lama.”

"Apa yang bisa kita lakukan?" tanya Carlisle.
"Kalau ingin menghindari keterlibatan keluarga Volturi, kita harus mengenyahkan vampir-vampir baru itu, dan kita
harus melakukannya sesegera mungkin,” Wajah Jasper tampak keras. Setelah mengetahui riwayat hidupnya, aku bisa menduga evaluasi ini pasti sangat merisaukan pikirannya. “Aku bisa mengajari kalian caranya. Tidak
mudah melakukannya di kota. Vampir-vampir muda ini tidak peduli apabila keberadaan mereka diketahui orang,
tapi kita harus tetap berhati-hati. Itu membatasi gerak-gerik kita dalam beberapa hal, sementara mereka tidak. Mungkin kita bisa merayu mereka untuk keluar dari kota.”
"Mungkin itu tidak perlu.” Suara Edward muram,
"Tidak terpikirkah oleh kalian bahwa satu-satunya ancaman yang mungkin ada dalam wilayah ini, yang membuat
seseorang merasa perlu membentuk pasukan adalah kita sendiri?'
Mata Jasper menyipit; mata Carlisle membelalak, syok.
"Keluarga Tanya juga dekat,” kata Esme lambat-lambat, tidak bisa menerima perkataan Edward.
"Para vampir baru itu tidak mengacau di Anchorage, Esme. Menurutku, kita perlu mempertimbangkan
pemikiran bahwa kitalah target mereka.”
"Mereka tidak mengincar kita,” Alice bersikeras, kemudian terdiam sejenak. “Atau... mereka tidak tahu
kalau mereka mengincar kita. Belum.”
“Ada apa?” tanya Edward, ingin tahu sekaligus tegang.
“Apa yang kau ingat?"
"Kilasan-kilasan gambar.” jawab Alice. “Aku tidak bisa melihat dengan jelas kalau berusaha melihat apa yang
sedang terjadi, sama sekali tidak konkret. Tapi aku sering mendapat potongan-potongan gambar yang aneh. Tidak cukup lengkap untuk bisa dicerna. Seolah-olah ada orang yang berubah pikiran, beralih dari satu tindakan ke tindakan lain begitu cepat sehingga aku tak bisa melihat dengan jelas...”
"Bimbang?" tanya Jasper tak percaya.
"Entahlah...”
"Bukan bimbang.” geram Edward. "Tapi tahu. Seseorang yang tahu kau tidak bisa melihat apa-apa sampai
suatu keputusan diambil. Seseorang yang bersembunyi dari kita. Bermain-main dengan celah dalam visimu.”
"Siapa yang tahu tentang hal itu?" bisik Alice.
Mata Edward sekeras es. “Aro mengenalmu sebaik kau mengenal dirimu sendiri.”
"Tapi aku pasti bisa melihatnya kalau mereka memutuskan untuk datang...”
"Kecuali mereka tidak ingin tangan mereka kotor.”
"Balas budi," Rosalie memberi masukan, untuk pertama kalinya angkat bicara. "Seseorang di Selatan... seseorang yang sudah melanggar aturan, Seseorang yang seharusnya dihancurkan tapi diberi kesempatan kedua – asalkan mereka bersedia menangani persoalan kecil ini... Itu bisa menjelaskan respons keluarga Volturi yang terkesan lambat.”
"Kenapa?" tanya Carlisle, masih syok. "Tidak ada alasan bagi keluarga Volturi-"
"Tentu saja ada,” sela Edward pelan. "Tapi aku heran ini terjadi begitu cepat, karena pikiran -pikiran lainnya lebih
kuat. Dalam benak Aro, dia melihatku di satu sisi, dan Alice di sisinya yang lain. Masa sekarang dan masa depan, kemahatahuan sejati. Berkuasa atas pikiran membuat Aro tergiur. Kukira butuh waktu jauh lebih lama baginya untuk menjalankan rencana itu – dia terlalu menginginkannya.
Tapi dia juga memikirkanmu, Carlisle, memikirkan keluarga kita, yang semakin lama semakin kuat dan besar.
Dia merasa iri sekaligus takut: kau memiliki... tak lebih daripada yang dimilikinya, memang, tapi kau memiliki halhal yang dia inginkan. Dia mencoba untuk tidak memikirkannya, tapi tidak bisa sepenuhnya
menyembunyikan keinginan itu. Ide untuk mengenyahkan saingan ada dalam benaknya; selain mereka, keluarga kita adalah kelompok terbesar yang pernah mereka temui...”
Kutatap wajah Edward dengan ngeri. Ia tak pernah menjelaskannya, tapi kurasa aku tahu alasannya. Aku bisa
membayangkannya sekarang, mimpi Aro. Edward dan Alice mengenakan jubah hitam berkibar-kibar, berjalan
mendampingi Aro dengan sorot mata dingin dan merah darah...
Carlisle membuyarkan lamunan seramku. "Mereka terlalu berkomitmen dengan misi mereka. Mereka takkan
pernah melanggar aturan mereka sendiri. Itu bertentangan dengan segala sesuatu yang selama ini mereka kerjakan."
"Mereka bisa membersihkannya sesudahnya. Pengkhianatan ganda,” tukas Edward muram. "Tak ada
yang dirugikan.” Jasper mencondongkan tubuh ke depan, menggelenggeleng.
"Tidak, Carlisle benar. Keluarga Volturi tidak pernah melanggar aturan. Apalagi, ini terlalu sembrono.
Orang... ini, ancaman ini – mereka tak tahu apa yang mereka lakukan. Pasti pelakunya baru pertama kali
melakukan ini, aku berani bersumpah. Aku tidak percaya keluarga Volturi terlibat. Tapi mereka akan terlibat.”
Mereka berpandang-pandangan, membeku akibat perasaan tertekan,
"Kalau begitu, mari kita pergi,” Emmett nyaris meraung.
"Tunggu apa lagi?”
Carlisle dan Edward berpandang-pandangan. Edward mengangguk satu kali.
"Kau harus mengajari kami, Jasper,” kata Carlisle akhirnya, "Bagaimana menghancurkan mereka.” Dagu
Carlisle mengeras, tapi bisa kulihat sorot kepedihan di matanya waktu ia mengucapkan kata-kata itu. Carlisle
paling tidak menyukai kekerasan. Ada hal lain yang mengganggu pikiranku, tapi entah apa, aku sendiri tak tahu. Aku merasa kebas, ngeri, sangat ketakutan. Meski begitu di balik semua itu aku bisa merasakan ada hal penting yang luput dari perhatianku.
Sesuatu yang masuk akal di tengah segala kekacauan ini. Sesuatu yang bisa memperjelas keadaan.
"Kita membutuhkan bantuan,” kata Jasper. “Apa menurutmu keluarga Tanya mau...? Lima vampir dewasa
lain akan membuat perbedaan besar. Kate dan Eleazar terutama akan sangat menguntungkan pihak kita. Akan
mudah sekali, dengan bantuan mereka."
"Nanti akan kita tanyakan,” jawab Carlisle. Jasper mengulurkan ponsel. "Kita harus bergegas.”
Belum pernah aku melihat Carlisle yang biasanya tenang terguncang. Ia menerima ponsel dari tangan Jasper, lalu berjalan ke arah deretan jendela. Ia menghubungi sebuah nomor, menempelkan ponsel ke telinga, dan
menumpangkan tangannya ke kaca. Matanya menatap pagi yang berkabut dengan ekspresi pedih dan ambivalen.

Edward meraih tanganku dan menarikku ke sofa putih. Aku duduk di sebelahnya, memandangi wajahnya

sementara Edward menatap Carlisle. Suara Carlisle rendah dan cepat, sulit didengar. Kudengar ia menyapa Tanya, kemudian menjelaskan situasinya dengan kecepatan tinggi, terlalu cepat untuk kumengerti, meski kentara sekali para vampir Alaska mengetahui apa yang terjadi di Seattle. Mendadak nada suara Carlisle berubah.
"Oh,” ucapnya, suaranya terdengar lebih tajam karena terkejut. "Kami tidak mengira kalau... Irina merasa seperti
itu.”
Edward mengerang di sampingku dan memejamkan mata. "Brengsek... Terkutuklah Laurent di tempatnya di
neraka terdalam sekarang.”
"Laurent?" bisikku, darah langsung surut dari wajahku, tapi Edward tidak merespons, perhatiannya tertuju pada
pikiran-pikiran Carlisle. Perjumpaan singkatku dengan Laurent awal musim semi lalu masih segar dalam ingatanku. Aku masih ingat setiap kata yang ia ucapkan sebelum diinterupsi Jacob dan kawanannya.
Sebenarnya kedatanganku ke sini adalah untuk membantunya...
Victoria. Laurent adalah manuver pertama Victoria – ia mengirim Laurent untuk melakukan observasi, untuk
melihat apakah sulit menemukanku. Hanya saja Laurent tidak selamat dari terkaman serigala-serigala sehingga tidak bisa melapor kembali pada Victoria.
Walaupun tetap memelihara hubungan dengan Victoria setelah kematian James, Laurent juga menjalin ikatan dan hubungan baru. Ia sempat tinggal bersama keluarga Tanya di Alaska – Tanya si pirang stroberi – teman-teman terdekat keluarga Cullen di dunia vampir, praktis sudah seperti keluarga besar. Laurent tinggal bersama mereka selama hampir satu tahun sebelum kematiannya.
Carlisle masih terus bicara, suaranya tidak terdengar memohon-mohon. Persuasif tapi sedikit tajam. Kemudian
mendadak nada tajam itu menggantikan nada persuasif.
"Tak diragukan lagi,” tukas Carlisle kaku. "Kami memiliki kesepakatan. Mereka tidak melanggarnya, begitu
juga kami. Aku ikut prihatin mendengarnya... tentu saja. Kalau begitu kami akan berusaha sendiri.”
Carlisle menutup telepon tanpa menunggu jawaban. Matanya masih terus menerawangi kabut di luar sana.
“Ada apa?” gumam Emmett kepada Edward. "Ternyata hubungan Irina dengan teman lama kita Laurent lebih dari teman biasa. Sekarang Irina mendendam pada para serigala karena membunuh Laurent untuk menyelamatkan Bella. Jadi dia ingin –" Edward terdiam, menunduk menatapku.
"Teruskan,” ujarku dengan nada sedatar mungkin.


Mata Edward mengeras. "Dia ingin membalas dendam. Menghabisi kawanan serigala itu. Mereka mau membantu asal kita mengizinkan mereka menyerang kawanan serigala.”
"Tidak!" aku terkesiap.

"Jangan khawatir,” sergah Edward dengan suara datar.
"Carlisle takkan pernah mengizinkan hal itu.” Edward raguragu sejenak, lalu mengembuskan napas. "Begitu juga aku. Laurent sendiri yang mencari masalah" – ini nyaris berupa geraman – "dan aku tetap berutang budi pada para serigala karena telah menyelamatkanmu.”
"Wah, ini gawat,” keluh Jasper. "Pertarungannya terlalu seimbang. Kita memang lebih terampil daripada mereka,
tapi jumlah kita tidak melebihi mereka. Kita bisa menang,  tapi berapa harga yang harus kita bayar?" Matanya yang tegang berkelebat ke wajah Alice, lalu ia berpaling lagi. Ingin rasanya aku menjerit sekeras-kerasnya waktu
menyadari maksud Jasper.
Kita bisa menang, tapi juga bisa kalah. Sebagian mungkin akan jadi korban. Aku memandang berkeliling, ke wajah-wajah mereka Jasper, Alice, Emmett, Rose, Esme, Carlisle... Edward – wajah-wajah keluargaku.



0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2015 Baca Online dan Seputar Blog
| Distributed By Gooyaabi Templates