Eclipse Indonesia 13
13. VAMPIR BARU
"SAMA seperti yang terjadi pada tanganmu.” Jawab Jasper tenang.
"Dikalikan seribu.” Ia tertawa, tawanya
sedikit sedih, Diusapnya lengannya. "Racun kami adalah satu-satunya yang
meninggalkan bekas pada kami.”
"Kenapa?" Aku terkesiap ngeri, merasa lancang tapi tak sanggup
mengalihkan pandangan dari kulitnya yang carutmarut.
"Aku tidak memiliki... latar belakang yang sama seperti saudara-saudara
angkatku di sini. Awal-mulaku sama sekali berbeda.”
Suaranya berubah keras saat ia selesai bicara.Aku ternganga memandanginya,
tercengang.
"Sebelum aku menceritakan riwayatku padamu,” kata Jasper, "kau harus
paham di dunia kami juga ada tempattempat, Bella, di mana umur mereka yang
tidak bisa menua di ukur dalam hitungan minggu, bukan abad.”
Yang lain-lain sudah pernah mendengar cerita ini sebelumnya. Carlisle dan
Emmett mengalihkan perhatian
kembali ke televisi. Alice berjalan tanpa suara, lalu bersimpuh di kaki Esme.
Tapi Edward tetap menyimak
dengan tekun, sama seperti aku: bisa kurasakan matanya menatap wajahku, membaca
setiap perubahan emosi.
"Untuk benar-benar memahami alasannya, kau harus melihat dunia dari
perspektif berbeda. Kau harus
membayangkan bagaimana dunia di mata mereka yang berkuasa, serakah... yang
terus-menerus haus.
"Begini. ada tempat-tempat di dunia ini yang lebih disukai kaum kami
dibandingkan yang lain. Tempat kami
bisa tidak terlalu menahan diri, tapi tetap tidak ketahuan.
"Bayangkan misalnya, peta belahan dunia Barat. Bayangkan setiap nyawa
manusia di dalamnya sebagai
noktah merah kecil. Semakin tebal warna merahnya, semakin mudah kami – well,
mereka yang eksis dengan cara seperti ini – bisa makan tanpa menarik
perhatian.”
Aku bergidik membayangkannya, mendengar kata "makan", Tapi Jasper
tidak khawatir membuatku takut,
tidak overprotektif seperti Edward. Ia melanjutkan ceritanya tanpa jeda.
"Bukan berarti kelompok-kelompok di Selatan peduli apakah manusia menyadari
keberadaan mereka atau tidak.
Keluarga Volturi-lah yang menjaga supaya mereka tidak melewati batas. Hanya
mereka yang ditakuti kelompok-kelompok Selatan. Kalau bukan karena keluarga
Volturi, keberadaan kita semua dengan cepat akan ketahuan.”
Keningku berkerut mendengar cara Jasper mengucapkan nama itu-sikapnya penuh
hormat, nyaris seperti penuh
terima kasih. Sulit bagiku menerima pemikiran bahwa keluarga Volturi
orang-orang baik.
"Kelompok Utara, bila dibandingkan, justru sangat beradab. Kebanyakan dari
kami adalah kaum nomaden
yang bisa menikmati baik siang maupun malam hari, yang mengizinkan manusia
berinteraksi dengan kami tanpa
curiga-anonim penting artinya bagi kami semua.
"Sebaliknya, dunia - di Selatan sama sekali berbeda. Kaum abadi hanya
keluar pada malam hari. Siang hari
mereka gunakan untuk merencanakan aksi berikutnya, atau mengantisipasi musuh mereka.
Karena di Selatan terjadi perang, perang terus-menerus selama berabad-abad,
tanpa sekali pun gencatan senjata, Kelompok-kelompok di sana nyaris tidak
memerhatikan keberadaan manusia, kecuali sebagai prajurit yang memerhatikan sekelompok
'sapi' di pinggir jalan – makanan yang siap diambil. Keluarga Volturi-lah yang membuat
mereka bersembunyi dari pengamatan manusia.”
"Memangnya apa yang mereka perebutkan?" tanyaku.
Jasper tersenyum. "Ingatkah kau peta dengan nokrahnoktah merah itu?"
Ia menunggu, maka aku pun mengangguk.
"Mereka berperang karena berebut menguasai wilayah yang noktah merahnya
paling tebal.
"Begini, dulu pernah terpikir oleh seseorang, bahwa seandainya dia menjadi
satu-satunya vampir di, katakanlah
Mexico City, dia bisa makan setiap malam, bahkan dua-tiga kali sehari, dan
tidak ada yang memerhatikan. Jadi dia menyusun rencana untuk menyingkirkan para
pesaingnya.
"Yang lain-lain juga memiliki gagasan yang sama. Sebagian bahkan punya
taktik yang lebih efektif daripada
yang lain.
"Tapi taktik yang paling efektif diciptakan vampir yang masih sangat muda,
bernama Benito. Hal pertama yang
didengar orang tentang Benito adalah bahwa dia datang dari tempat di sebelah
utara Dallas dan membantai dua
kelompok kecil yang berbagi wilayah di dekat Houston. Dua malam kemudian dia menghabisi
klan yang jauh lebih kuat, yang mengklaim kawasan Monterrey di sebelah utara Meksiko.
lagi-lagi, Benito menang
"Bagaimana dia bisa menang?" tanyaku ingin tahu.
"Benito menciptakan sekelompok vampir baru. Dialah yang pertama kali
memikirkan hal itu, dan, pada awalnya,
dia tidak bisa dihentikan. Vampir yang masih sangat muda itu ganas, liar, dan
nyaris mustahil dikendalikan. Satu
vampir baru masih bisa diatasi, diajarkan untuk menahan diri, tapi sepuluh,
lima belas sekaligus adalah mimpi buruk. Mereka mudah disuruh saling menyerang,
apalagi kalau disuruh menghabisi musuh. Benito harus terus menciptakan vampir
baru karena mereka berkelahi antar mereka sendiri, juga karena
kelompok-kelompok vampir yang dibantainya menghabisi setengah kekuatannya
sebelum kalah.
"Kau tahu, walaupun vampir baru berbahaya, mereka masih mungkin dikalahkan
kalau kau tahu caranya. Mereka luar biasa kuat secara fisik, selama tahun
pertama atau kedua, dan kalau diperbolehkan mengerahkan segenap kekuatan,
mereka sanggup meremukkan vampir yang lebih tua dengan mudah. Tapi mereka
diperbudak insting mereka sendiri, sehingga mudah diprediksi. Biasanya mereka
tidak punya keahlian berperang, hanya mengandalkan otot dan keberanian. Dan
dalam kasus ini, jumlah mereka yang sangat banyak.
"Vampir-vampir di selatan Meksiko sadar apa yang menyerang mereka, dan mereka
melakukan satu-satunya hal yang terpikir untuk melawan Benito. Membuat pasuka sendiri...”
"Situasi menjadi tidak terkendali – bisa kaubayangkan sendiri. Kami kaum
abadi juga memiliki sejarah sendiri,
dan perang yang satu ini takkan pernah dilupakan. Tentu saja tidak enak menjadi
manusia di Mexico City pada saat itu.”
Aku bergidik.
"Ketika jumlah korban mencapai angka yang dapat menimbulkan epidemi –
bahkan, sejarah kalian
menyebutkan bahwa berkurangnya populasi secara drastis adalah akibat wabah
penyakit – keluarga Volturi akhirnya turun tangan. Seluruh penjaga datang
bersama dan mencari setiap vampir baru di seluruh penjuru Amerika Utara bagian
bawah. Benito bermarkas di Puebla, membangun pasukan secepat yang bisa
dilakukannya demi mendapatkan hadiah utama- Mexico City. Keluarga Volturi
memulai pembersihan dari Benito, kemudian berlanjut ke yang lainlain.
"Setiap orang yang didapati sedang bersama vampir baru langsung dieksekusi
saat itu juga, dan karena semua orang berusaha melindungi diri dari Benito,
Meksiko bersih dari vampir untuk sementara waktu.
"Keluarga Volturi melakukan pembersihan besar-besaran selama hampir satu
tahun. Ini babak lain dalam sejarah kami yang akan selalu dikenang, walaupun
sedikit sekali saksi mata tersisa yang masih bisa mengingatnya. Aku pernah
berbicara dengan seseorang yang pernah menyaksikan peristiwa itu dari kejauhan,
ketika mereka mengunjungi Culiacin.”
Jasper bergidik. Aku baru sadar bahwa sebelumnya aku tidak pernah melihat Jasper
takut ataupun ngeri. Ini yang pertama kalinya.
"Untunglah demam ingin menguasai itu tidak menyebar dari Selatan. Bagian
dunia lainnya tetap waras. Kami
berutang budi pada keluarga Volturi sehingga bisa menjalani kehidupan seperti
ini.
"Tapi setelah keluarga Volturi kembali ke Italia, para vampir yang masih
bertahan dengan cepat menancapkan
klaimnya di Selatan. "Tak lama kemudian kelompok-kelompok itu mulai berselisih
lagi. Banyak sekali darah busuk, maafkan istilahku. Balas dendam merajalela di
mana-mana. Ide menciptakan vampir baru sudah terbentuk, dan ada sebagian yang
tidak mampu menolak. Bagaimanapun, karena tidak ingin didatangi lagi oleh
keluarga Volturi, kelompok-kelompok Selatan lebih berhati-hati kali ini. Para vampir
baru dipilih dari kelompok manusia secara lebih cermat, dan diberi lebih banyak
pelatihan. Mereka dimanfaatkan secara sangat hati-hati, dan sebagian besar manusia
tetap tidak menyadari keberadaan mereka. Para pencipta mereka tidak memberi
alasan kepada keluarga Volturi untuk kembali.
"Perang berlanjut, namun dalam skala lebih kecil. Sesekali ada orang yang
bertindak terlalu jauh, spekulasi
pun berkembang di koran-koran manusia, dan keluarga Volturi kembali untuk
membersihkan kota. Tapi mereka
membiarkan yang lain-lain, yang cukup berhati-hati, melanjutkan kegiatan
mereka...”
Mata Jasper menerawang jauh.
"Begitulah kau berubah," Kesadaranku hanya berupa bisikan.
"Ya,” Jasper membenarkan. "Waktu aku masih menjadi manusia, aku
tinggal di Houston, Texas. Umurku hampir
tujuh belas waktu aku bergabung dengan Tentara Konfederasi di tahun 1861. Aku
berbohong pada bagian
penerimaan dan mengatakan umurku dua puluh. Aku tinggi, jadi mereka percaya.
"Karier militerku hanya berumur pendek, tapi sangat menjanjikan. Orang-orang
selalu... menyukaiku, mendengarkan apa yang kukatakan. Kata ayahku, itu karena
aku punya karisma. Tentu saja, sekarang aku tahu
mungkin itu karena hal lain. Namun, apa pun alasannya, aku cepat mendapat promosi,
mengalahkan tentara-tentara lain yang lebih tua dan lebih berpengalaman.
Tentara Konfederasi masih baru dan berusaha mengorganisir diri, jadi itu memberiku
kesempatan untuk maju. Saat pertempuran pertama di Galveston – well, sebenarnya
lebih tepat disebut kerusuhan – akulah mayor termuda di Texas, bahkan tanpa menyebutkan
umurku sesungguhnya.
“Aku diserahi tanggung jawab mengevakuasi wanita dan anak-anak dari kota
ketika kapal-kapal mortar Union
sampai di pelabuhan, Diperlukan waktu satu hari untuk menyiapkan mereka,
kemudian aku berangkat bersama
rombongan rakyat sipil pertama untuk membawa mereka ke Houston.
"Aku masih ingat malam itu dengan sangat jelas.
"Kami sampai di kota setelah hari gelap. Aku tidak berlama-lama di sana,
hanya sampai aku bisa memastikan
seluruh anggota rombongan dalam keadaan aman. Setelah semua urusanku selesai,
aku mengganti kudaku dengan kuda baru, lalu kembali ke Galveston. Tidak ada
waktu untuk beristirahat.
"Baru satu setengah kilometer meninggalkan kota, aku menemukan tiga wanita
berjalan kaki. Asumsiku, mereka
gelandangan dan aku langsung turun dari kuda untuk menawarkan bantuan. Tapi
waktu aku melihat wajah
mereka dalam keremangan cahaya bulan, aku terperangah sampai tak bisa
berkata-kata. Mereka, tak diragukan lagi, merupakan tiga wanita paling cantik
yang pernah kulihat.
"Kulit mereka sangat pucat, aku ingat sampai terkagumkagum melihatnya.
Bahkan gadis kecil berambut hitam,
yang dari garis-garis wajahnya kentara sekali orang Meksiko, tampak bagaikan
porselen dalam cahaya bulan.
Kelihatannya mereka masih muda, mereka semua, masih pantas disebut gadis. Aku
tahu mereka bukan anggota
rombongan kami yang tersesat. Aku pasti ingat kalau pernah melihat mereka
bertiga.
"’Dia sampai tidak sanggup bicara,' kata gadis yang paling tinggi dengan
suara merdu mengalun – suaranya
seperti genta angin. Rambutnya berwarna terang, dan kulitnya seputih salju.
"Gadis yang lain juga pirang, kulitnya juga putih bersih. Wajahnya seperti
malaikat. Gadis itu mencondongkan
tubuh ke arahku dengan mata separuh tertutup dan menarik napas dalam-dalam.
“’Mmm,’ gumamnya. ‘Menyenangkan.’
"Gadis yang kecil, si mungil berambut cokelat, memegang lengan gadis itu
dan berbicara cepat sekali.
Suaranya terlalu lirih dan merdu untuk terdengar ketus, tapi sepertinya itulah
yang dia maksudkan.
"’Konsentrasi, Nettie,’ begitu katanya.
“Aku memiliki kemampuan merasakan bagaimana orang-orang saling berhubungan,
jadi aku langsung tahu gadis berambut cokelat itulah pemimpinnya. Kalau di militer,
bisa dibilang gadis itu lebih tinggi pangkatnya
dibandingkan yang lain.
"’Kelihatannya dia orang yang tepat – muda, kuat, seorang tentara...’ Si
rambut cokelat terdiam, dan aku
mencoba berbicara, tapi tidak bisa. 'Dan ada satu lagi... kalian bisa
menciumnya?' tanyanya kepada dua gadis yang lain. 'Dia... memikat.’”
"’Oh, ya,’ Nettie langsung setuju, mencondongkan tubuh ke arahku lagi.
"'Sabar,’ si rambut cokelat mengingatkan. Aku ingin mempertahankan yang
satu ini.’
"Nettie mengerutkan kening; sepertinya kesal.
"'Sebaiknya kau saja yang melakukannya, Maria; si pirang tinggi berkata
lagi. 'Kalau dia penting bagimu.
Soalnya, aku membunuh sama seringnya seperti aku mempertahankan mereka.’
"Ya, biar aku saja yang melakukannya,' Maria sependapat. 'Aku benar-benar
menyukai yang satu ini.
Bawa Nettie pergi, bisa? Aku tidak mau repot-repot memikirkan keselamatan
diriku selagi sedang berusaha
berkonsentrasi,'
"Bulu kudukku meremang, walaupun aku sama sekali tidak mengerti apa yang
dibicarakan makhluk-makhluk
cantik itu. Naluriku mengatakan ada bahaya, bahwa gadis berwajah malaikat tadi tidak
main-main waktu berbicara tentang membunuh, tapi penilaianku mengalahkan naluriku.
Aku tidak diajari untuk takut pada wanita,
melainkan melindungi mereka,
"’Ayo kita berburu,' Nettie setuju dengan sikap antusias, meraih tangan si
gadis jangkung. Mereka melesat – benar-benar luwes! – dan berpacu menuju kota.
Hampir terlihat seperti terbang saking cepatnya – gaun putih mereka berkibar-kibar
di belakang bagaikan sayap. Aku mengerjapngerjap takjub, dan mereka pun lenyap.
“Aku menoleh dan menatap Maria, yang mengamatiku dengan sikap ingin tahu.
“Aku bukan orang yang percaya takhayul. Sampai detik itu aku tidak pernah
percaya pada hantu atau omong
kosong lain sejenisnya. Tapi tiba-tiba saja aku tidak yakin.
"’Siapa namamu, Tentara?' Maria bertanya padaku.
"'Mayor Jasper Whitlock, Ma'am,’ jawabku terbata-bata, tak bisa bersikap
tidak sopan pada wanita, meski ia hantu sekalipun.
"’Aku benar-benar berharap kau selamat, Jasper,’ katanya lembut. ‘Aku
punya firasat bagus mengenaimu.’
"Dia maju satu langkah, dan menelengkan kepala seperti hendak menciumku.
Aku membeku di tempat, meski
seluruh naluriku berteriak menyuruhku berlari.”
Jasper berhenti sejenak, wajahnya merenung, "Beberapa hari kemudian.”
katanya akhirnya, dan aku tidak tahu
apakah ia mengedit ceritanya demi aku atau karena merespons ketegangan yang
bahkan bisa kurasakan
terpancar dari Edward. “Aku diperkenalkan pada kehidupanku yang baru.
"Nama mereka Maria, Nettie, dan Lucy. Mereka belum lama bersama-sama – Maria
mengumpulkan dua gadis yang lain – ketiganya selamat dari peperangan yang
mereka menangkan. Hubungan mereka saling menguntungkan.
Maria ingin membalas dendam, dan ingin menguasai kembali wilayahnya. Sementara
yang lain ingin
memperluas... ladang perburuan mereka, kurasa begitulah istilahnya. Mereka bermaksud
membentuk pasukan, dan melakukannya secara lebih hati-hati daripada biasanya.
Itu ide Maria. Dia menginginkan pasukan yang superior, jadi dia mencari
manusia-manusia tertentu yang berpotensi. Jadi dia memberi kami lebih banyak
perhatian, memberi pelatihan lebih banyak daripada yang mau dilakukan pihak lain.
Dia mengajari kami cara bertarung, dan dia mengajari kami bagaimana agar tidak
terlihat manusia. Kalau kami berbuat baik, kami diberi hadiah...”
Jasper berhenti, mengedit ceritanya lagi.
"Tapi dia terburu-buru. Maria tahu kekuatan luar biasa vampir baru mulai
melemah setelah satu tahun, jadi dia
ingin bertindak selagi kami masih kuat. "Sudah ada enam anggota waktu aku
bergabung dengan kelompok Maria. Dia menambah empat lagi dalam dua minggu. Kami
semua lelaki – Maria menginginkan tentara –
jadi agak susah menjaga agar kami tidak berkelahi antar kami sendiri, Aku
terjun dalam peperangan pertama
melawan teman-teman baruku sepasukan. Aku lebih cepat dibandingkan yang
lain-lain, lebih hebat dalam bertempur. Maria senang melihat hasil kerjaku,
meski kesal karena harus terus-menerus mengganti mereka yang kuhabisi. Aku sering
diberi hadiah, dan itu membuatku semakin kuat.
"Maria pandai menilai karakter orang. Dia memutuskan untuk menugaskanku
mengetuai anggota-anggota lain –
seolah-olah aku dipromosikan. Itu sangat sesuai dengan sifat asliku. Jumlah
korban menurun drastis, dan jumlah
kami membengkak hingga mendekati dua puluh.
"Ini jumlah yang luar biasa mengingat pada masa itu kami harus sangat
berhati-hati. Meski belum terdefinisikan,
kemampuanku mengendalikan atmosfer emosional di sekitarku, sangatlah efektif.
Sebentar saja kami mulai bekerja sama dalam cara yang tidak pernah dilakukan
para vampir baru sebelumnya. Bahkan Maria, Nettie, dan Lucy bisa lebih mudah
bekerja sama.
"Maria sangat sayang padaku – dia mulai bergantung padaku. Dan, dalam
beberapa hal, bisa dibilang aku benarbenar memujanya. Aku sama sekali tidak
tahu cara hidup lain itu mungkin. Maria memberi tahu kami seperti inilah keadaannya,
dan kami percaya.
"Dia memintaku memberi tahu kapan saudara-saudara lelakiku dan aku siap
bertempur, dan aku bersemangat ingin membuktikan diri. Akhirnya aku berhasil
menghimpun pasukan beranggotakan 23 orang – 23 vampir baru yang sangat kuat,
terorganisir, dan terlatih, tidak seperti pasukanpasukan lain sebelumnya. Maria
girang bukan main.
"Kami bergerak diam-diam menuju Monterrey, daerah asal Maria dulu, dan dia
melepas kami untuk menghadapi
musuh-musuhnya. Waktu itu mereka hanya punya sembilan vampir baru, serta
sepasang vampir tua yang
mengendalikan mereka. Kami mengalahkan mereka lebih mudah daripada yang bisa
dipercaya Maria, dan hanya kehilangan empat anggota. Margin kemenangan yang belum
pernah terjadi sebelumnya.
"Dan kami semua terlatih dengan baik. Kami melakukannya tanpa menarik
perhatian. Kota berpindah
tangan tanpa satu manusia pun menyadarinya. "Kesuksesan membuat Maria
serakah. Tak lama
kemudian dia mulai melirik kota-kota lain. Tahun pertama itu dia memperluas
kendalinya untuk menguasai sebagian besar Texas dan sebelah utara Meksiko.
Kemudian vampirvampir lain datang dari Selatan untuk menggulingkannya. Jasper
mengusapkan dua jari di sepanjang pola samar bekas luka di lengannya.
"Pertempurannya sengit. Banyak yang mulai waswas keluarga Volturi bakal
kembali. Dari 23 anggota asli, akulah
satu-satunya yang selamat dalam delapan belas bulan pertama. Kami menang dan
kalah. Nettie dan Lucy
akhirnya berbalik melawan Maria – tapi dalam pertempuran itu kami menang.
"Maria dan aku berhasil mempertahankan Monterrey. Suasana sedikit tenang,
walaupun perang terus berlanjut.
Keinginan menguasai sudah tidak ada; kebanyakan hanya keinginan membalas dendam
dan bermusuhan. Banyak sekali yang kehilangan pasangan, dan itu adalah hal yang
tidak bisa dimaafkan kaum kami...
"Maria dan aku selalu menyiapkan kira-kira selusin vampir baru untuk berjaga-jaga.
Mereka tidak berarti bagi
kami – mereka hanya pion, bisa digonta-ganti. Kalau sudah tidak berguna lagi,
kami benar-benar membuang mereka. Hidupku berlanjut dalam pola kekerasan dan
tahun-tahun pun berlalu. Aku muak pada semua itu untuk waktu yang sangat lama
sebelum ada perubahan...
"Beberapa dekade kemudian aku menjalin persahabatan dengan vampir baru
yang tetap berguna dan selamat
melewati tiga tahun pertamanya meskipun kemungkinannya sangat kecil. Namanya
Peter. Aku menyukai Peter; dia .. beradab-kurasa itulah istilah yang tepat. Dia
tidak suka bertarung, walaupun dia bisa melakukannya dengan baik.
"Dia ditugaskan menangani para vampir baru – menjaga mereka, bisa dibilang
begitu. Itu tugas yang berat.
"Kemudian tiba saatnya melakukan pembersihan lagi. Kekuatan para vampir
baru itu sudah habis; sudah
waktunya mereka diganti. Peter seharusnya membantu aku menyingkirkan mereka. Kami
menghabisi mereka secara individu, kau mengerti kan, satu per satu. Tugas itu
sangat berat. Kali ini dia berusaha meyakinkan aku ada beberapa yang memiliki
potensi, tapi Maria sudah menginstruksikan agar kami menghabisi mereka semua.
Jadi kubilang tidak padanya.
"Kira-kira baru setengah perjalanan, aku bisa merasakan tugas semacam ini
mulai membebani batin Peter. Aku
sedang menimbang-nimbang apakah sebaiknya aku menyuruhnya pergi saja dan
menyelesaikan tugas ini
sendirian waktu aku memanggil korban berikutnya. Yang mengagetkan, Peter
tiba-tiba marah, mengamuk. Aku
bersiap-siap menghadapi suasana hati apa pun yang mungkin dibayangkannya – dia
petarung hebat, tapi dia
bukan tandinganku.
"Vampir baru yang kupanggil wanita, baru saja melewati tahun pertamanya.
Namanya Charlotte. Perasaan Peter
berubah begitu wanita itu muncul; perasaan itulah yang membuatku mengetahui
niat Peter sesungguhnya. Peter
berteriak, menyuruh wanita itu lari, lalu dia sendiri menyusul. Sebenarnya aku
bisa saja mengejar mereka, tapi
itu tidak kulakukan. Aku merasa... enggan menghabisinya.
"Maria kesal padaku gara-gara itu...
"Lima tahun kemudian Peter diam-diam kembali menemuiku. Waktu yang dia
pilih untuk kembali sungguh
tepat.
"Maria bingung melihat pikiranku yang semakin memburuk. Dia tidak pernah
sedikit pun merasa depresi,
dan aku sendiri penasaran kenapa aku berbeda. Aku mulai menyadari perubahan
emosinya bila Maria berada di
dekatku – kadang-kadang ada perasaan takut... dan benci – perasaan yang sama
yang memberiku peringatan dini waktu Nettie dan Lucy menyerang. Aku sedang
bersiap-siap menghabisi satu-satunya sekutuku, inti eksistensiku, waktu Peter
kembali.
"Peter menceritakan kehidupan barunya bersama Charlotte, menceritakan
opsi-opsi yang sebelumnya tak
pernah terbayangkan bisa kumiliki. Selama lima tahun mereka tidak pernah berperang,
walaupun mereka bertemu banyak vampir lain di Utara. Vampir-vampir lain yang
bisa hidup berdampingan tanpa bertempur terus-menerus.
"Dalam obrolan itu, dia berhasil meyakinkanku. Aku siap pergi, dan
entah mengapa lega karena tidak harus
membunuh Maria. Aku sudah menjadi pendampingnya selama sekian tahun. hampir
selama Carlisle dan Edward, namun ikatan batin kami tidak sekuat mereka. Kalau
kau hidup untuk bertarung, untuk pertumpahan darah, hubungan yang terbentuk
sangat rentan dan mudah dihancurkan. Aku pergi tanpa menoleh lagi ke belakang.
"Aku berkelana bersama Peter dan Charlotte selama beberapa tahun,
menjajaki dunia baru yang lebih damai ini.
Tapi depresiku tak kunjung hilang. Aku tidak mengerti apa yang salah dengan
diriku, sampai Peter menyadari perasaan depresi itu semakin menjadi-jadi setiap
kali aku selesai berburu.
“Aku merenung memikirkannya. Sekian tahun membantai dan membunuh, aku nyaris
kehilangan semua
rasa perikemanusiaanku. Tak diragukan lagi aku adalah mimpi buruk, monster
paling kejam. Meski begitu, setiap
kali aku menemukan korban manusia lain, aku kembali teringat kehidupanku yang
dulu. Ketika melihat mereka
membelalak takjub pada ketampananku, aku seperti bisa melihat Maria dan yang
lain-lain dalam pikiranku,
bagaimana mereka terlihat olehku pada malam terakhir aku menjadi Jasper
Whitlock. Perasaan itu lebih kuar bagiku – kenangan buruk ini – daripada bagi
orang lain. karena aku bisa merasakan semua yang dirasakan calon korbanku. Dan aku
merasakan emosi mereka waktu aku membunuh mereka,
"Kau sudah pernah mengalami sendiri bagaimana aku bisa memanipulasi emosi
di sekitarku, Bella. tapi aku tak
tahu apakah kau sadar perasaan-perasaan yang ada dalam ruangan itu juga mempengaruhiku.
Setiap hari aku hidup dalam iklim emosi. Selama seabad pertama kehidupanku; aku
hidup di dunia yang dipenuhi aksi balas dendam yang haus darah. Kebencian
adalah pendamping terapku.
Kebencian itu sedikit berkurang setelah aku meninggalkan Maria, tapi aku masih
harus merasakan kengerian dan ketakutan korbanku.
“Aku mulai tak sanggup lagi menanggungnya.
"Depresiku semakin parah, dan aku menjauh dari Peter dan Charlotte.
Walaupun beradab, mereka tidak merasakan keengganan yang mulai kurasakan.
Mereka hanya menginginkan kedamaian dari perang. Sementara aku lelah merasakan
keharusan membunuh – membunuh siapa saja, bahkan manusia biasa sekalipun,
"Meski begitu, aku harus terus membunuh. Apa lagi pilihan yang kumiliki?
Aku berusaha mengurangi
frekuensinya, tapi akibatnya aku sangat kehausan hingga akhirnya harus
menyerah. Setelah seabad merasakan
kepuasan instan, aku mendapati bahwa mendisiplinkan diri itu... menantang. Aku
masih belum bisa
menyempurnakannya."
Jasper terhanyut dalam kisahnya, begitu juga aku. Jadi aku kaget bukan main
waktu ekspresi muram Jasper
mendadak berubah menjadi senyum penuh damai. "Aku sedang di Philadelphia.
Muncul badai besar, dan
aku keluar pada siang hari – sesuatu yang belum sepenuhnya bisa kujalani dengan
nyaman. Aku tahu berdiri
di tengah hujan akan menarik perhatian, maka aku pun merunduk dan memasuki
restoran kecil yang separuh
kosong. Warna mataku cukup gelap, jadi tidak ada yang akan memerhatikan,
walaupun itu berarti aku sedang
dahaga, dan itu sedikit membuatku khawatir.
"Dia ada di sana – menungguku, tentu saja,” Jasper terkekeh. "Dia
melompat dari bangku tinggi di konter begitu
aku masuk dan langsung menghampiriku.
“Aku syok. Aku tak yakin apakah wanita itu bermaksud menyerangku. Itu
satu-satunya interpretasi dari sikapnya,
akibat dari masa laluku yang suram. Tapi wanita itu tersenyum. Dan berbagai
emosi yang terpancar dari dalam
dirinya sama sekali tidak seperti yang pernah kurasakan sebelumnya.
"’Kau membuatku menunggu lama sekali,’ katanya.”
Aku tidak sadar Alice datang dan berdiri di belakangku lagi.
"Dan kau menundukkan kepala, seperti lazimnya lelaki Selatan
baik-baik, dan menjawab, 'Maafkan saya, Ma'am,’"
Alice tertawa mengenangnya. Jasper menunduk dan tersenyum padanya. "Kau mengulurkan
tangan, dan aku menyambutnya tanpa perlu berpikir. Untuk pertama kali dalam
kurun waktu hampir seabad, aku merasa ada harapan.”
Jasper meraih tangan Alice sambil bicara, Alice nyengir. “Aku hanya lega.
Kupikir kau tidak akan
pernah muncul.”
Mereka saling tersenyum lama sekali, kemudian Jasper menoleh lagi padaku,
ekspresi lembut masih menggayuti
wajahnya.
"Alice menceritakan apa yang ia lihat tentang Carlisle dan keluarganya.
Aku nyaris tak percaya ada vampir yang
bisa hidup seperti itu. Tapi Alice membuatku optimis. Maka kami pun pergi
mencari mereka.”
“Membuat mereka ketakutan setengah mati juga,” imbuh Edward, memutar bola
matanya kepada Jasper
sebelum berpaling kepadaku untuk menjelaskan. "Emmett dan aku sedang
berburu. Jasper muncul, tubuhnya dipenuhi bekas luka akibat peperangan, membawa
makhluk kecil aneh ini" – disikutnya Alice dengan bercanda – "yang menyapa
mereka semua dengan nama masing-masing, tahu segala sesuatu mengenai mereka,
dan ingin tahu dia bisa menempati kamar yang mana.”
Alice dan Jasper tertawa berbarengan dalam harmonisasi suara yang kompak,
sopran dan bass.
"Dan sesampainya aku di rumah, semua barangbarangku sudah di garasi,”
sambung Edward.
Alice mengangkat bahu. "Kamarmu kan yang memiliki pemandangan paling
indah.”
Mereka semua tertawa berbarengan.
"Bagus sekali ceritanya,” kataku.
Tiga pasang mata menatapku, mempertanyakan kewarasanku.
"Maksudku bagian terakhir,” aku membela diri, “Akhir yang membahagiakan
dengan hadirnya Alice.”
"Alice memang membawa perubahan.” Jasper setuju.
"Iklim seperti inilah yang kusenangi"
Namun selingan tadi tak dapat mengurangi ketegangan yang telanjur tercipta.
"Satu pasukan," bisik Alice. "Kenapa kau tidak memberitahuku?”
Yang lain kembali menyimak pembicaraan kami, mata mereka terpaku di wajah
Jasper.
"Kupikir aku pasti salah menerjemahkan pertandapertanda yang ada. Karena,
apa motifnya? Untuk apa
seseorang membentuk pasukan di Seattle? Tidak ada sejarah perselisihan di sana,
tidak ada balas dendam. Tidak masuk akal bila melihatnya dari sudut pandang
untuk menguasai saru wilayah juga; karena memang tidak ada yang mengklaim wilayah
itu, Kaum nomaden hanya melewatinya, jadi tidak ada pihak yang perlu dilawan.
Tidak perlu membela diri terhadap apa pun.
"Tapi aku pernah melihat hal seperti ini sebelumnya, dan tidak ada
penjelasan lain. Ada sepasukan vampir baru di Seattle. Kurang dari dua puluh,
menurut perkiraanku. Sulitnya, mereka benar-benar tidak dilatih. Siapa pun yang
menjadikan mereka, membiarkan mereka berkeliaran begitu saja. Ini hanya akan
bertambah parah, dan tidak lama lagi, keluarga Volturi pasti akan turun tangan.
Sebenarnya, aku justru heran mereka membiarkan masalah ini berlarut-larut begitu
lama.”
"Apa yang bisa kita lakukan?" tanya Carlisle.
"Kalau ingin menghindari keterlibatan keluarga Volturi, kita harus
mengenyahkan vampir-vampir baru itu, dan kita
harus melakukannya sesegera mungkin,” Wajah Jasper tampak keras. Setelah mengetahui
riwayat hidupnya, aku bisa menduga evaluasi ini pasti sangat merisaukan pikirannya.
“Aku bisa mengajari kalian caranya. Tidak
mudah melakukannya di kota. Vampir-vampir muda ini tidak peduli apabila
keberadaan mereka diketahui orang,
tapi kita harus tetap berhati-hati. Itu membatasi gerak-gerik kita dalam
beberapa hal, sementara mereka tidak. Mungkin kita bisa merayu mereka untuk
keluar dari kota.”
"Mungkin itu tidak perlu.” Suara Edward muram,
"Tidak terpikirkah oleh kalian bahwa satu-satunya ancaman yang mungkin ada
dalam wilayah ini, yang membuat
seseorang merasa perlu membentuk pasukan adalah kita sendiri?'
Mata Jasper menyipit; mata Carlisle membelalak, syok.
"Keluarga Tanya juga dekat,” kata Esme lambat-lambat, tidak bisa menerima
perkataan Edward.
"Para vampir baru itu tidak mengacau di Anchorage, Esme. Menurutku, kita
perlu mempertimbangkan
pemikiran bahwa kitalah target mereka.”
"Mereka tidak mengincar kita,” Alice bersikeras, kemudian terdiam sejenak.
“Atau... mereka tidak tahu
kalau mereka mengincar kita. Belum.”
“Ada apa?” tanya Edward, ingin tahu sekaligus tegang.
“Apa yang kau ingat?"
"Kilasan-kilasan gambar.” jawab Alice. “Aku tidak bisa melihat dengan
jelas kalau berusaha melihat apa yang
sedang terjadi, sama sekali tidak konkret. Tapi aku sering mendapat potongan-potongan
gambar yang aneh. Tidak cukup lengkap untuk bisa dicerna. Seolah-olah ada orang
yang berubah pikiran, beralih dari satu tindakan ke tindakan lain begitu cepat
sehingga aku tak bisa melihat dengan jelas...”
"Bimbang?" tanya Jasper tak percaya.
"Entahlah...”
"Bukan bimbang.” geram Edward. "Tapi tahu. Seseorang yang tahu kau
tidak bisa melihat apa-apa sampai
suatu keputusan diambil. Seseorang yang bersembunyi dari kita. Bermain-main
dengan celah dalam visimu.”
"Siapa yang tahu tentang hal itu?" bisik Alice.
Mata Edward sekeras es. “Aro mengenalmu sebaik kau mengenal dirimu sendiri.”
"Tapi aku pasti bisa melihatnya kalau mereka memutuskan untuk datang...”
"Kecuali mereka tidak ingin tangan mereka kotor.”
"Balas budi," Rosalie memberi masukan, untuk pertama kalinya angkat
bicara. "Seseorang di Selatan... seseorang yang sudah melanggar aturan,
Seseorang yang seharusnya dihancurkan tapi diberi kesempatan kedua – asalkan
mereka bersedia menangani persoalan kecil ini... Itu bisa menjelaskan respons
keluarga Volturi yang terkesan lambat.”
"Kenapa?" tanya Carlisle, masih syok. "Tidak ada alasan bagi
keluarga Volturi-"
"Tentu saja ada,” sela Edward pelan. "Tapi aku heran ini terjadi
begitu cepat, karena pikiran -pikiran lainnya lebih
kuat. Dalam benak Aro, dia melihatku di satu sisi, dan Alice di sisinya yang
lain. Masa sekarang dan masa depan, kemahatahuan sejati. Berkuasa atas pikiran
membuat Aro tergiur. Kukira butuh waktu jauh lebih lama baginya untuk menjalankan
rencana itu – dia terlalu menginginkannya.
Tapi dia juga memikirkanmu, Carlisle, memikirkan keluarga kita, yang semakin
lama semakin kuat dan besar.
Dia merasa iri sekaligus takut: kau memiliki... tak lebih daripada yang
dimilikinya, memang, tapi kau memiliki halhal yang dia inginkan. Dia mencoba
untuk tidak memikirkannya, tapi tidak bisa sepenuhnya
menyembunyikan keinginan itu. Ide untuk mengenyahkan saingan ada dalam benaknya;
selain mereka, keluarga kita adalah kelompok terbesar yang pernah mereka
temui...”
Kutatap wajah Edward dengan ngeri. Ia tak pernah menjelaskannya, tapi kurasa
aku tahu alasannya. Aku bisa
membayangkannya sekarang, mimpi Aro. Edward dan Alice mengenakan jubah hitam
berkibar-kibar, berjalan
mendampingi Aro dengan sorot mata dingin dan merah darah...
Carlisle membuyarkan lamunan seramku. "Mereka terlalu berkomitmen dengan
misi mereka. Mereka takkan
pernah melanggar aturan mereka sendiri. Itu bertentangan dengan segala sesuatu
yang selama ini mereka kerjakan."
"Mereka bisa membersihkannya sesudahnya. Pengkhianatan ganda,” tukas
Edward muram. "Tak ada
yang dirugikan.” Jasper mencondongkan tubuh ke depan, menggelenggeleng.
"Tidak, Carlisle benar. Keluarga Volturi tidak pernah melanggar aturan.
Apalagi, ini terlalu sembrono.
Orang... ini, ancaman ini – mereka tak tahu apa yang mereka lakukan. Pasti
pelakunya baru pertama kali
melakukan ini, aku berani bersumpah. Aku tidak percaya keluarga Volturi
terlibat. Tapi mereka akan terlibat.”
Mereka berpandang-pandangan, membeku akibat perasaan tertekan,
"Kalau begitu, mari kita pergi,” Emmett nyaris meraung.
"Tunggu apa lagi?”
Carlisle dan Edward berpandang-pandangan. Edward mengangguk satu kali.
"Kau harus mengajari kami, Jasper,” kata Carlisle akhirnya,
"Bagaimana menghancurkan mereka.” Dagu
Carlisle mengeras, tapi bisa kulihat sorot kepedihan di matanya waktu ia
mengucapkan kata-kata itu. Carlisle
paling tidak menyukai kekerasan. Ada hal lain yang mengganggu pikiranku, tapi
entah apa, aku sendiri tak tahu. Aku merasa kebas, ngeri, sangat ketakutan.
Meski begitu di balik semua itu aku bisa merasakan ada hal penting yang luput
dari perhatianku.
Sesuatu yang masuk akal di tengah segala kekacauan ini. Sesuatu yang bisa
memperjelas keadaan.
"Kita membutuhkan bantuan,” kata Jasper. “Apa menurutmu keluarga Tanya
mau...? Lima vampir dewasa
lain akan membuat perbedaan besar. Kate dan Eleazar terutama akan sangat
menguntungkan pihak kita. Akan
mudah sekali, dengan bantuan mereka."
"Nanti akan kita tanyakan,” jawab Carlisle. Jasper mengulurkan ponsel.
"Kita harus bergegas.”
Belum pernah aku melihat Carlisle yang biasanya tenang terguncang. Ia menerima ponsel
dari tangan Jasper, lalu berjalan ke arah deretan jendela. Ia menghubungi
sebuah nomor, menempelkan ponsel ke telinga, dan
menumpangkan tangannya ke kaca. Matanya menatap pagi yang berkabut dengan
ekspresi pedih dan ambivalen.
Edward meraih tanganku dan menarikku ke sofa putih. Aku duduk di
sebelahnya, memandangi wajahnya
sementara Edward menatap Carlisle. Suara Carlisle rendah dan cepat, sulit
didengar. Kudengar ia menyapa Tanya, kemudian menjelaskan situasinya dengan
kecepatan tinggi, terlalu cepat untuk kumengerti, meski kentara sekali para
vampir Alaska mengetahui apa yang terjadi di Seattle. Mendadak nada suara
Carlisle berubah.
"Oh,” ucapnya, suaranya terdengar lebih tajam karena terkejut. "Kami
tidak mengira kalau... Irina merasa seperti
itu.”
Edward mengerang di sampingku dan memejamkan mata. "Brengsek...
Terkutuklah Laurent di tempatnya di
neraka terdalam sekarang.”
"Laurent?" bisikku, darah langsung surut dari wajahku, tapi Edward
tidak merespons, perhatiannya tertuju pada
pikiran-pikiran Carlisle. Perjumpaan singkatku dengan Laurent awal musim semi lalu
masih segar dalam ingatanku. Aku masih ingat setiap kata yang ia ucapkan sebelum
diinterupsi Jacob dan kawanannya.
Sebenarnya kedatanganku ke sini adalah untuk membantunya...
Victoria. Laurent adalah manuver pertama Victoria – ia mengirim Laurent untuk
melakukan observasi, untuk
melihat apakah sulit menemukanku. Hanya saja Laurent tidak selamat dari
terkaman serigala-serigala sehingga tidak bisa melapor kembali pada Victoria.
Walaupun tetap memelihara hubungan dengan Victoria setelah kematian James, Laurent
juga menjalin ikatan dan hubungan baru. Ia sempat tinggal bersama keluarga Tanya
di Alaska – Tanya si pirang stroberi – teman-teman terdekat keluarga Cullen di
dunia vampir, praktis sudah seperti keluarga besar. Laurent tinggal bersama
mereka selama hampir satu tahun sebelum kematiannya.
Carlisle masih terus bicara, suaranya tidak terdengar memohon-mohon. Persuasif
tapi sedikit tajam. Kemudian
mendadak nada tajam itu menggantikan nada persuasif.
"Tak diragukan lagi,” tukas Carlisle kaku. "Kami memiliki
kesepakatan. Mereka tidak melanggarnya, begitu
juga kami. Aku ikut prihatin mendengarnya... tentu saja. Kalau begitu kami akan
berusaha sendiri.”
Carlisle menutup telepon tanpa menunggu jawaban. Matanya masih terus
menerawangi kabut di luar sana.
“Ada apa?” gumam Emmett kepada Edward. "Ternyata hubungan Irina dengan
teman lama kita Laurent lebih dari teman biasa. Sekarang Irina mendendam pada
para serigala karena membunuh Laurent untuk menyelamatkan Bella. Jadi dia ingin
–" Edward terdiam, menunduk menatapku.
"Teruskan,” ujarku dengan nada sedatar mungkin.
Mata Edward mengeras. "Dia ingin membalas dendam. Menghabisi kawanan
serigala itu. Mereka mau membantu asal kita mengizinkan mereka menyerang
kawanan serigala.”
"Tidak!" aku terkesiap.
"Jangan khawatir,” sergah Edward dengan suara datar.
"Carlisle takkan pernah mengizinkan hal itu.” Edward raguragu sejenak,
lalu mengembuskan napas. "Begitu juga aku. Laurent sendiri yang mencari
masalah" – ini nyaris berupa geraman – "dan aku tetap berutang budi
pada para serigala karena telah menyelamatkanmu.”
"Wah, ini gawat,” keluh Jasper. "Pertarungannya terlalu seimbang.
Kita memang lebih terampil daripada mereka,
tapi jumlah kita tidak melebihi mereka. Kita bisa menang, tapi berapa harga yang harus kita
bayar?" Matanya yang tegang berkelebat ke wajah Alice, lalu ia berpaling
lagi. Ingin rasanya aku menjerit sekeras-kerasnya waktu
menyadari maksud Jasper.
Kita bisa menang, tapi juga bisa kalah. Sebagian mungkin akan jadi korban. Aku
memandang berkeliling, ke wajah-wajah mereka Jasper, Alice, Emmett, Rose, Esme,
Carlisle... Edward – wajah-wajah keluargaku.
0 komentar:
Post a Comment