October 27, 2014

Interaksi Psikologis Da'i Mad'u

    A.    Latar Belakang
Psikologi Dakwah merupakan ilmu yang mengkaji tentang gejala-gejala yang berhubungan dengan Interaksi sosial kemasyarakatan antara da’i dan mad’u oleh karena itu dalam diri manusia selalu terdapat beberapa elemen yang layak untuk kita ketahui bersama, guna mempermudah kita sebagai makhluk sosial dalam bermasyarakat. Oleh karena itu penting sekali mengkaji tentang unsur-unsur yang ada dalam diri manusia. Dalam melaksanakan proses dakwah akan menghadapi berbagai keragaman dalm berbagai hal, seperti pikiran-pikiran, pengalaman, kepribadian, dan lanl-lain. Keragaman tersebut akan memberikan corak dalam menerima pesan dakwah, karena itulah untuk mengefektifkan sorang dai ketika menyampaikan pesan dakwah kepada mad’u diperlukan memahami psikologi yang mempelajari tentang kejiwaan. Kompleksitas  merupakan Kemunculan tatanan keteraturan pada level lebih tinggi dalam sistem yang tersusun dari banyak komponen, yang mana sistem tersebut dapat mengatur dirinya sendiri. Dalam pembahasan kali ini akan dikupas tentang kompleksitas dan bentuk-bentuk interaksi psikologis antara subyek dakwah dan sasaran dakwah, mudah-mudahan dengan sedikit dikupas tentang masalah ini, akan memberikan penerangan kepada kita semua.
   B.     Rumusan masalah
   1.      Bagaimana yang dimaksud dengan unsur dakwah ?
   2.      Bagaimana interaksi psikologis antara da’i dan mad’u?
PEMBAHASAN
   A.    Unsur-unsur Dakwah
Para ahli berbeda pendapat dalam menentukan hal-hal yang menjadi unsur dakwah. Barmawie Umary menyebutkan bahwa dakwah memiliki tujuh unsur yaitu: Dasar Dakwah, Tujuan Dakwah, Subyek Dakwah, Obyek Dakwah, Materia Dakwah, Metode Dakwah, dan Alat Dakwah.
Endang Saifuddin Anshari menyebut 10 unsur dakwah yaitu 7 unsur seperti disebut Barmawi ditambah 3 unsur antara lain : Waktu Dakwah, Evaluasi Dakwah dan Faktor X Dakwah. Perbedaan itu merupakan hal wajar karena ilmu dakwah merupakan ilmu yang terbuka untuk penyempurnaan. Selain itu setiap orang memiliki pemikiran yang berbeda-beda. Karena itu peluang untuk bertambahnya unsur dakwah akan terus berlanjut. Pada bagian ini, unsur dakwah yang akan dibahas meliputi :

   1.      Subyek Dakwah.
Subyek dakwah adalah orang yang melakukan dakwah, yang dalam bahasa Arab disebut da’i. Dalam konteks keindonesiaan para da’i memiliki banyak sebutan lain di antaranya muballigh, ustadh, kyai, ajengan, tuan guru, teungku dan sebagainya. Hal ini didasarkan atas tugas dan eksistensinya sama seperti da’i. Padahal hakekatnya tiap-tiap sebutan tersebut memiliki kadar kharisma dan keilmuan berbeda-beda dalam pemahaman masyarakat Islam di Indonesia. Munculnya beberapa istilah di atas pada umumnya juga dikaitkan dengan kapasitas para da’i itu sendiri. Setiap da’i memiliki kekhasan yang berbeda dengan yang lain. Hal ini tergantung dengan wacana keilmuan yang diperoleh, latar belakang pendidikan dan pengalaman yang berbeda.

a.       Macam da’i. Da’i dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
i.     Da’i menurut kriteria umum yaitu setiap muslim yang berdakwah sebagai kewajiban yang melekat tak terpisahkan dari misinya sebagai penganut Islam, dan
ii.   Da’i menurut kriteria khusus yaitu mereka yang mengambil keahlian khusus dalam bidang dakwah Islam, dengan kesungguhan luar biasa dan dengan qudwah hasanah.
Dalam aktivitas dakwah, da’i merupakan unsur penting. Tanpa ada da’i agama Islam akan menjadi sekadar ide atau cita-cita tanpa ada implementasi. Karena da’i lah agama Islam dapat disebarkan sehingga ide dan cita-cita Islam dapat diimplementasikan dalam realitas kemasyarakatan.

b.      Status Da’i. Status da’i dalam dakwah begitu penting di antaranya :
i.     Sebagai pemimpin, karena dia adalah penyeru kepada kebajikan dan orang yang mencegah kemunkaran. Dalam kaitan ini, dā’ī dituntut untuk bisa menjadi uswah hasanah bagi umat.
ii.   Sebagai mujahid, artinya sebagai pejuang dan penegak ajaran Allah. Dalam hal ini da’i dituntut memiliki jiwa besar dan mampu membesarkan jiwa orang lain.
iii. Sebagai obyek, karena da’i selain sebagai penyeru kebajikan kepada orang lain, dia juga harus menyeru dirinya sendiri supaya berbuat kebajikan dan menjauhi kemunkaran.
iv. Sebagai pembawa misi yaitu pembawa amanah Allah.
v.   Sebagai pembangun, yaitu pembawa perubahan ke arah yang lebih baik.

c.       Tugas/fungsi dā’ī
i.     Meluruskan Aqidah. Dalam hal ini da’i berfungsi sebagai penyampai kebenaran ajaran tauhid, dan membersihkan jiwa manusia dari kepercayaan-kepercayaan yang keliru. Dalam kaitan ini ada beberapa golongan yang sangat memerlukan pelurusan tersebut yaitu Golongan yang kosong dari aqidah yang benar, Golongan yang memiliki aqidah yang menyimpang, Golongan yang mengaku bertauhid tetapi kurang mantap, Golongan yang bimbang dan tidak konsekuen dengan pengakuannya.
ii.   Mendorong dan merangsang orang untuk giat beramal sālih. Fungsi da’i di sini adalah memberi rangsangan, motivasi dan dorongan, menganjurkan serta memberi teladan dengan amal shalih karena banyak di antara orang yang tidak mau beramal disebabkan Tidak tahu bagaimana caranya, Tidak mengerti hikmah dan faedahnya, Karena kemalasan dan kelalaiannya, Karena unsur kesengajaan. Maka kemampuan da’i diuji di sini, bagaimana caranya dorongan dan rangsangan beramal itu menjadi suatu kesadaran.
iii. Membersihkan dan menyucikan jiwa. Berbagai macam kerusakan dan kejahatan seringkali disebabkan karena kekotoran jiwa atau rohani manusia, maka seorang da’i harus mampu untuk membersihkan dan menyucikan jiwa.

d.      Syarat-syarat Da’i. Dalam Tafsir Dakwah ditambahkan sifat-sifat yang harus menjadi cermin kepribadian da’i yaitu :
i.     Tidak bersikap emosional, sebab dia hanya bertugas menyampaikan kebenaran, sedangkan petunjuk dan kesesatan ada di tangan Allah.
ii.   Bertindak sebagai pemersatu umat, bukan pemecah belah umat, mengutamakan pengertian Islam yang sebenar-Nya dan bukan pengertian Islam yang sudah dikebiri oleh kepentingan pribadi dan golongan.
iii. Tidak bersikap materialistis, artinya materi tidak sebagai tujuan utama dakwahnya.
HAMKA menyebut beberapa kepribadian yang mesti dimiliki da’i yaitu:
i.      Seorang dai harus mengetahui tujuan melakukan dakwah.
ii.     Seorang da’i harus mengerti dan faham materi yang akan disampaikan
iii.   Seorang da’i harus kuat dan teguh, tidak terpengaruh oleh pandangan orang banyak ketika memuji dan tidak tergoncang ketika mata orang melotot karena tidak senang. Jangan ada cacat pada perangai meskipun ada cacat pada jasmaninya.
iv.   Pribadinya menarik, lembut tetapi bukan lemah, tawadhu’ merendahkan diri tetapi bukan rendah diri, pemaaf tetapi disegani. Dia duduk di tengah orang banyak, namun dia tetap tinggi dari orang banyak. Merasakan apa yang dirasakan orang banyak.
v.    Harus mengerti pokok pegangan kita ialah al-Qur’ān dan al-Sunnah. Disamping itu pun harus mengerti ilmu jiwa dan mengerti pula adat istiadat orang yang hendak didakwahi.
vi.   Jangan membawa sikap pertentangan, jauhkan dari sesuatu yang akan membawa debat. (Tidak perlu membuka masalah khilāfiyah di muka orang banyak/orang awam).
vii. Haruslah diinsafi bahwasanya contoh teladan dalam sikap hidup, jauh lebih berkesan kepada jiwa umat daripada ucapan yang keluar dari mulut.
viii.               Hendaklah muballigh dan da’i itu menjaga jangan sampai ada sifat kekurangan yang akan mengurangi gengsinya di hadapan pengikutnya, karena kekurangan gengsi (prestise) akan sangat menghalangi kelancaran gagasan dan anjuran yang dikemukakan.

   2.      Obyek Dakwah
Obyek dakwah (mad’u) adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik individu atau kelompok, baik yang beragama Islam atau bukan beragama Islam. Pada intinya obyek dakwah adalah manusia secara keseluruhan. Bagi mereka yang sudah beragama Islam, dakwah dimaksudkan meningkatkan derajat dan kualitas keimanan dan ketaqwaan, sedang bagi yang belum masuk Islam, dakwah dimaksudkan untuk mengajak mereka masuk Islam, yaitu jalan keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Di dalam aktivitas dakwah, pengenalan terhadap karakteristik obyek dakwah merupakan suatu keharusan. Tanpa hal ini niscaya dakwah akan mengalami kegagalan. Obyek dakwah sangatlah kompleks, terdiri dari berbagai macam golongan manusia.

Menurut Muhammad Abduh, sebagaimana dikutip oleh M. Natsir, obyek dakwah dapat dibagi menjadi tiga:
   a.       Golongan cerdik cendekiawan yang cinta kebenaran, dan dapat berpikir secara kritis, serta cepat dalam menangkap arti persoalan.
   b.      Golongan awam, orang kebanyakan yang belum dapat berpikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian yang tinggi-tinggi.
   c.       Ada golongan yang tingkat kecerdasannya di antara kedua golongan tersebut.

Barmawie Umary menyebutkan bahwa ketika da’i berada di tengah-tengah masyarakat, dia akan mendapati berbagai macam tingkatan manusia. Da’i akan berhadapan dengan mereka yang :
   a.    Menganut faham-faham dan pengertian-pengertian yang tradisional yang sulit bagi mereka untuk mengubahnya.
    b.      Secara apriori akan menolak segala sesuatu yang baru.
    c.       Dengan ulet ingin mempertahankan kedudukannya.
   d.     Merasa khawatir apabila yang akan disampaikan itu akan merugikan.
  e.       Cerdik cendekiawan yang hanya mau menerima segala sesuatu realita dengan dalil.
   f.       Ragu-ragu disebabkan bermacam visi atau pengetahuan yang serba tanggung.
   g.      Bodoh tidak mengerti masalah yang sebenarnya

Menurut M. Arifin obyek dakwah adalah sebagai berikut:
1.      Dilihat dari segi sosiologis berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar dan kecil, serta masyarakat di daerah marginal.
2.      Dilihat dari segi struktur kelembagaan berupa masyarakat, pemerintah dan keluarga.
3.      Dilihat dari segi sosio-kultural berupa golongan priyayi, abangan dan santri. Klasifikasi ini terutama terdapat dalam masyarakat di Jawa.
4.      Dilihat dari segi tingkat usia berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua.
5.      Dilihat dari segi okupasional (profesi atau pekerjaan) berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri dan sebagainya.
6.      Dilihat dari segi tingkat hidup sosial ekonomis berupa golongan orang kaya, menengah dan miskin.
7.      Dilihat dari segi jenis kelamin (sex) berupa golongan wanita, pria dsb.
8.      Dilihat dari segi khusus berupa golongan masyarakat tuna susila, tuna wisma, tuna karya, narapidana dan sebagainya.

Obyek dakwah dapat dilihat dari segi agama/kepercayaannya dan tingkat keberagamaannya. Dalam konteks ini A. Hasjmy menyebut obyek atau sasaran dakwah sebagai berikut :
1.      Manusia muslim, yang dapat dibagi menjadi empat macam:
a.    Manusia muslim yang berimbang iman dan amal sālihnya
b.    Manusia muslim yang tidak berimbang antara iman dan amal sālihnya
c.    Manusia muslim taat dan taqwa
d.   Manusia muslim yang ma’siyat dan durhaka
2.      Manusia kafir, yang dapat dibagi menjadi tiga macam:
a.    Manusia kafir kitābī samāwī, seperti Yahudi dan Nasrani
b.    Manusia kafir kitābī non samāwī, seperti Hindu, Budha dsb
c.    Manusia kafir ilhadi, seperti penganut atheisme.
3.      Manusia munafiq
Ada pula yang melihat obyek dakwah dari derajat pikirannya seperti berikut ini :
1.       Umat yang berpikir kritis, yaitu orang-orang yang berpendidikan, yang selalu berpikir mendalam sebelum menerima sesuatu yang dikemukakan kepadanya.
2.       Umat yang mudah dipengaruhi, yaitu masyarakat yang mudah dipengaruhi oleh faham baru tanpa menimbang-nimbang secara matang apa yang dikemukakan kepadanya.
3.       Umat yang bertaqlid, yaitu golongan yang fanatik buta berpegang pada tradisi dan kebiasaan turun-temurun tanpa menyelidiki salah atau benarnya.
Terkait dengan ketiga penggolongan di atas, di sini dapat ditambahkan masalah sugestibilitas (kepekaan disugesti). Faktor-faktor yang erat hubungannya dengan sugestibilitas antara lain :
a.    Usia, merupakan faktor yang merupakan sebab orang mudah menerima sugesti. Para ahli psikologi telah banyak melakukan serangkaian percobaan tentang hal ini, yang menunjukkan bahwa anak-anak lebih mudah disugesti daripada orang dewasa. Semakin tambah usia dan tambah pengalaman, seseorang semakin kritis dan diskriminatif dalam menerima respons.
b.    Jenis kelamin. Para ahli psikologi dalam penyelidikannya mendapat bukti bahwa perempuan lebih suggestibledaripada laki-laki.
c.    Kecerdasan. Orang yang kurang cerdas lebih mudah disugesti. Sedang orang yang cukup tinggi kecerdasannya tidak mudah disugesti. Kaum cendekiawan lebih sulit untuk disugesti daripada orang awam.
d.   Ketidaktahuan seseorang juga mudah menjadi umpan sugesti.
Penggolongan obyek dakwah ada yang didasarkan pada responsinya terhadap aktivitas dakwah yaitu :
a.       Golongan simpati aktif, yaitu obyek dakwah yang simpati dan secara aktif memberi dukungan moril dan material terhadap kesuksesan dakwah. Mereka juga berusaha mengatasi hal-hal yang dianggapnya merintangi jalannya dakwah, bahkan mereka bersedia berkorban segalanya untuk kepentingan syi’ar Allah.
b.      Golongan pasif, yaitu obyek dakwah yang apatis (masa bodoh) terhadap dakwah, tidak memberikan dukungan dan juga tidak merintangi dakwah.
c.       Golongan antipati, yaitu obyek dakwah yang tidak rela atau tidak suka akan terlaksananya dakwah. Mereka selalu berusaha dengan berbagai cara untuk merintangi atau menggagalkan dakwah.

    B.     Interaksi Psikologis Da’i dengan Mad’u
Interaksi diartikan sebagai suatu bentuk hubungan antara dua orang atau lebih di mana tingkah laku seseorang diubah oleh tingkah laku yang lain. Melalui dorongan antar pribadi dan response antar pribadi tersebut, maka lambat laun seseorang akan berubah. Dengan demikian interaksi sosial merupakan perilaku timbal balik antara seseorang dengan orang lain. Beberapa hal yang termasuk interaksi psikologis Da’i dan Mad’u, yaitu:
   1.      Motivasi Tingkah Laku.
Motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. (Mr. Donald : 1950). Atau bisa juga motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan / tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan / keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan. (Drs. Moh. Uzer Usman : 2000)
Pengertian dan Teori-teori tingkah laku antara lain :
a.       Sigmund Freud, seorang seorang tokoh psikoanalis yang berpendapat bahwa dasar dari motivasi tingkah laku manusia adalah insting (naluri). Semua prilaku manusia berasal dari dua kelompok naluri yang bertentangan, yaitu, naluri kehidupan dan naluri kematian
b.      Abraham Maslaw. Ia adalah seorang tokoh psikologi humanistik yang berpendapat, bahwa manusia dimotivasi oleh sejumlah kebutuhan dasar yang bersipat sama untuk seluruh spesies, tidak berubah dan berasal dari sumber geneses atau naluriah. Kebutuhan-kebutuhan dalam teori maslaw adalah Kebutuhan psikologis, Kebutuhan akan rasa aman, Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki, Kebutuhan akan penghargaan, Kebutuhan koognitif, Kebutuhan estetika, Kebutuhan aktulisasi.
c.       K. S. Lashley. K. S. Lashley dalam eksperimennya menemukan bahwa motivasi dikendalikan oleh respon-respon susunan sentral kearah rangsangan dari dalam dan dari luar yang pariasinya sangat kompleks, termasuk perubahan-perubahan komposisi kimiawi dan aliran darah.
d.      Fillmore H. Sandford. Fillmore H. Sandford melihat asal kata motivasi, yaitu motion yang berarti gerakan. Karenanya ia mengartikan motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan suatu organisme dan menggerakkannya pada suatu tujuan.

Klasifikasi motif
a.       Sartain Sartain membagi motif menjadi dua golongan, physiologikal drive ialah dorongan yang bersifat fisikologis, dan social motives ialah dorongan-dorongan yang ada hubungannya dengan manusia lain dalam masyarakat, seperti dorongan estetis, dorongan ingin selalu berbuat baik (etika).
b.      Woodworth. Woodworth mengklasifikasikan motif menjadi unlearned motives (motif-motif pokok yang tidak dipelajari) ialah motif yang timbul disebabkan oleh kekurangan-kekurangan atau kebutuhan-kebutuhan dalam tubuh. Sedangkan learned motives (motif-motif yang dipelajari) dapat berupa perasaan suka dan tidak suka.

Motifasi Dalam Al-Qur’an
a.       Dorongan-dorongan psikologis, yaitu Dorongan untuk menjaga diri dan Dorongan mempertahankan kelestarian hidup jenis.
b.      Dorongan seksual
c.       Dorongan keibuan
d.      Dorongan-dorogan psikis seperti Dorongan untuk memiliki, Dorongan untuk memusuhi, Dorongan berkompetisi

   2.      Komunikasi
Pengertian Komunikasi dan Peran Bahasa dalam Komunikasi
a.       Rayimond S. Ross, mendefinisikan komunikasi sebagai proses teransaksional yang meliputi pemisahan dan pemilihan lambing secara koognitif begitu rupa sehiingga membantu orang lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti atau respon yang sama dengan apa yang dimaksud oleh sumber.
b.      Dance dalam kerangka psikologi behaviorisme mendefinisikan komunikasi sebagai usaha-usaha menimbulkan respons melalui lambang-lambang verbal ketika lambing-lambang tersebut bertindak sebagai stimuli.
c.       Colin cheery, berdasarkan pendekatan sosiologis mendefinisikan komunikasi sebagai usaha untuk membuat satuan sosial dari individu dengan menggunakan bahasa atau tanda dan memiliki sendiri serangkaian peraturan untuk berbagi kegiatan guna mencapai tujuan.
Menurut Steward L. tubes, komunikasi dapat dikaitkan efektif apabila menimbulkan lima hal, yaitu pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan makin baik, dan tindakan. Mengenai proses komunikasi (penyampaian dan penerimaan) pesan dakwah, dapat dijelaskan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut, yaitu; Penerimaan stimulus informasi, Pengolahan informasi, Penyimpanan informasi dan Menghasilkan kembali informasi.

   3.      Leadership (kepeminpinan)
Pengertian leadership
  a.       George R. terry memberikan definisi kepemimpinan sebagai hubungan individu dan suatu kelompok dngan maksud untuk menyelesankan beberapa tujuan.
   b.       Odway tead berpendapat bahwa kepeminpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang-orang untuk bekerjasama untuk menuju kepada kesesuaian tujuan yang mereka inginkan.
   c.        Lohn ptiffner menganggap kepeminpinan adalah suatu seni dalam mengoordinasikan dan mengarahkan individu atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki.

Ciri-ciri Pemimpin (leader)
Menurut Floyd Ruch sebagai berikut:
a.       Structuring the situation. Tugas seorang Pemimpin adalah memberikan struktur yang jelas tentang situasi-situasi rumit yang dihadapi oleh kelompoknya.
b.      Controlling graup-behavior. Tugas seorang Pemimpin adalah mengawasi dan menyalurkan tingkah laku kelompok
c.       Spokesman of the graup
Ralph M. stogdill dalam bukunya Personal pactor Associated with leadership yang dikutip oleh James A. Lee dalam bukunya Menagement Theories and Prescription, menyatakan bahwa seorang peminpin harus memiliki beberapa kelebihan:
   a.       Kapasitas, seperti kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara atau verbal facility
     b.       Prestasi, seperti gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan, perolehan dalam olahraga, dan lain-lain
     c.        Tanggung jawab, saperti mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percaya diri, agresif, dan punya hasrat untuk unggul. 
    d.       Parsitipasi, seperti akief, memiliki sisilibitas yang tinggi, mampu bergaul, suka bekerja sama, mudah menyesuaikan diri, dam punya rasa humor. 
     e.        Status yang meliputi kedudukan sosial-ekonomi,yang cukup tinggi, popular, tenar.

Kepeminpinan dalam dakwah
Kepemimpinan dalam islam bukan hanya merupakan suatu kedudukan yang harus dibanggakan, tetapi lebih merupakan suatu tanggung jawab dan harus dipertanggung jawabkan dihadapan manusia dan Allah, karena itu, seorang pemimpin harus memberikan suri tauladan yang baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan sebagai wujud dari tanggung jawabnya. Sedangkan pemimpin dakwah adalah orang yang dapat mengerakan orang lain yang ada disekitarnya agar mengikutinya untuk mencapai tujuan dakwah
BAB III
KESIMPULAN
Subyek dakwah adalah orang yang melakukan dakwah, yang dalam bahasa Arab disebut da’i. Dalam konteks keindonesiaan para da’i memiliki banyak sebutan lain di antaranya muballigh, ustadh, kyai, ajengan, tuan guru, teungku dan sebagainya. Hal ini didasarkan atas tugas dan eksistensinya sama seperti da’i.
Obyek dakwah (mad’u) adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik individu atau kelompok, baik yang beragama Islam atau bukan beragama Islam. Pada intinya obyek dakwah adalah manusia secara keseluruhan.
Interaksi diartikan sebagai suatu bentuk hubungan antara dua orang atau lebih di mana tingkah laku seseorang diubah oleh tingkah laku yang lain. Melalui dorongan antar pribadi dan response antar pribadi tersebut, maka lambat laun seseorang akan berubah.
Motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. (Mr. Donald : 1950). Atau bisa juga motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan / tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan / keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan. (Drs. Moh. Uzer Usman : 2000)
1.      Interaksi Psikologis Da’i dengan Mad’u
1.      Motifasi Tingkah laku
2.      Komunikasi
3.      Leadership (Kepemimpinan)
DAFTAR PUSTAKA
1.      Prof. H. M. Arifin, M. Ed., Psikologi Dakwah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), Cet. Ke-6
3.      Ahmad Mubarok, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002)


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2015 Baca Online dan Seputar Blog
| Distributed By Gooyaabi Templates