Interaksi Psikologis Da'i Mad'u
A. Latar Belakang
Psikologi Dakwah merupakan ilmu yang
mengkaji tentang gejala-gejala yang berhubungan dengan Interaksi sosial
kemasyarakatan antara da’i dan mad’u oleh karena itu dalam diri manusia selalu
terdapat beberapa elemen yang layak untuk kita ketahui bersama, guna
mempermudah kita sebagai makhluk sosial dalam bermasyarakat. Oleh karena itu
penting sekali mengkaji tentang unsur-unsur yang ada dalam diri manusia. Dalam
melaksanakan proses dakwah akan menghadapi berbagai keragaman dalm berbagai
hal, seperti pikiran-pikiran, pengalaman, kepribadian, dan lanl-lain. Keragaman
tersebut akan memberikan corak dalam menerima pesan dakwah, karena itulah untuk
mengefektifkan sorang dai ketika menyampaikan pesan dakwah kepada mad’u
diperlukan memahami psikologi yang mempelajari tentang kejiwaan. Kompleksitas
merupakan Kemunculan tatanan keteraturan pada level lebih tinggi dalam sistem
yang tersusun dari banyak komponen, yang mana sistem tersebut dapat mengatur
dirinya sendiri. Dalam pembahasan kali ini akan dikupas tentang kompleksitas
dan bentuk-bentuk interaksi psikologis antara subyek dakwah dan sasaran dakwah,
mudah-mudahan dengan sedikit dikupas tentang masalah ini, akan memberikan
penerangan kepada kita semua.
B. Rumusan masalah
1.
Bagaimana yang dimaksud dengan unsur dakwah ?
2. Bagaimana
interaksi psikologis antara da’i dan mad’u?
PEMBAHASAN
A. Unsur-unsur
Dakwah
Para ahli berbeda pendapat dalam menentukan hal-hal
yang menjadi unsur dakwah. Barmawie Umary menyebutkan bahwa dakwah memiliki
tujuh unsur yaitu: Dasar Dakwah, Tujuan Dakwah, Subyek Dakwah, Obyek Dakwah,
Materia Dakwah, Metode Dakwah, dan Alat Dakwah.
Endang Saifuddin Anshari menyebut 10 unsur dakwah
yaitu 7 unsur seperti disebut Barmawi ditambah 3 unsur antara lain : Waktu
Dakwah, Evaluasi Dakwah dan Faktor X Dakwah. Perbedaan itu merupakan hal wajar
karena ilmu dakwah merupakan ilmu yang terbuka untuk penyempurnaan. Selain itu
setiap orang memiliki pemikiran yang berbeda-beda. Karena itu peluang untuk
bertambahnya unsur dakwah akan terus berlanjut. Pada bagian ini, unsur dakwah
yang akan dibahas meliputi :
1.
Subyek
Dakwah.
Subyek
dakwah adalah orang yang melakukan dakwah, yang dalam bahasa Arab disebut da’i. Dalam konteks
keindonesiaan para da’i memiliki
banyak sebutan lain di antaranya muballigh, ustadh, kyai, ajengan, tuan guru,
teungku dan sebagainya. Hal ini didasarkan atas tugas dan eksistensinya sama
seperti da’i. Padahal hakekatnya
tiap-tiap sebutan tersebut memiliki kadar kharisma dan keilmuan berbeda-beda
dalam pemahaman masyarakat Islam di Indonesia. Munculnya beberapa istilah di
atas pada umumnya juga dikaitkan dengan kapasitas para da’i itu
sendiri. Setiap da’i memiliki
kekhasan yang berbeda dengan yang lain. Hal ini tergantung dengan wacana
keilmuan yang diperoleh, latar belakang pendidikan dan pengalaman yang berbeda.
a. Macam da’i. Da’i dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
i. Da’i menurut kriteria umum yaitu
setiap muslim yang berdakwah sebagai kewajiban yang melekat tak terpisahkan
dari misinya sebagai penganut Islam, dan
ii. Da’i menurut kriteria khusus yaitu
mereka yang mengambil keahlian khusus dalam bidang dakwah Islam, dengan
kesungguhan luar biasa dan dengan qudwah
hasanah.
Dalam aktivitas dakwah, da’i merupakan
unsur penting. Tanpa ada da’i agama Islam akan menjadi sekadar ide atau
cita-cita tanpa ada implementasi. Karena da’i lah
agama Islam dapat disebarkan sehingga ide dan cita-cita Islam dapat
diimplementasikan dalam realitas kemasyarakatan.
b. Status Da’i. Status da’i dalam dakwah begitu penting di
antaranya :
i. Sebagai
pemimpin, karena dia adalah penyeru kepada kebajikan dan orang yang mencegah
kemunkaran. Dalam kaitan ini, dā’ī dituntut untuk bisa menjadi uswah hasanah bagi umat.
ii. Sebagai
mujahid, artinya sebagai pejuang dan penegak ajaran Allah. Dalam hal ini da’i dituntut memiliki jiwa
besar dan mampu membesarkan jiwa orang lain.
iii. Sebagai
obyek, karena da’i selain
sebagai penyeru kebajikan kepada orang lain, dia juga harus menyeru dirinya
sendiri supaya berbuat kebajikan dan menjauhi kemunkaran.
iv. Sebagai
pembawa misi yaitu pembawa amanah Allah.
v. Sebagai
pembangun, yaitu pembawa perubahan ke arah yang lebih baik.
c. Tugas/fungsi dā’ī
i. Meluruskan
Aqidah. Dalam hal ini da’i berfungsi
sebagai penyampai kebenaran ajaran tauhid, dan membersihkan jiwa manusia dari
kepercayaan-kepercayaan yang keliru. Dalam kaitan ini ada beberapa golongan
yang sangat memerlukan pelurusan tersebut yaitu Golongan yang kosong dari
aqidah yang benar, Golongan yang memiliki aqidah yang menyimpang, Golongan yang
mengaku bertauhid tetapi kurang mantap, Golongan yang bimbang dan tidak
konsekuen dengan pengakuannya.
ii. Mendorong
dan merangsang orang untuk giat beramal sālih. Fungsi da’i di sini adalah memberi
rangsangan, motivasi dan dorongan, menganjurkan serta memberi teladan dengan
amal shalih karena banyak di antara orang yang tidak mau beramal disebabkan Tidak
tahu bagaimana caranya, Tidak mengerti hikmah dan faedahnya, Karena kemalasan
dan kelalaiannya, Karena unsur kesengajaan. Maka kemampuan da’i diuji di sini,
bagaimana caranya dorongan dan rangsangan beramal itu menjadi suatu kesadaran.
iii. Membersihkan
dan menyucikan jiwa. Berbagai macam kerusakan dan kejahatan seringkali
disebabkan karena kekotoran jiwa atau rohani manusia, maka seorang da’i harus
mampu untuk membersihkan dan menyucikan jiwa.
d. Syarat-syarat Da’i. Dalam Tafsir Dakwah ditambahkan
sifat-sifat yang harus menjadi cermin kepribadian da’i yaitu :
i. Tidak
bersikap emosional, sebab dia hanya bertugas menyampaikan kebenaran, sedangkan
petunjuk dan kesesatan ada di tangan Allah.
ii. Bertindak
sebagai pemersatu umat, bukan pemecah belah umat, mengutamakan pengertian Islam
yang sebenar-Nya dan bukan pengertian Islam yang sudah dikebiri oleh
kepentingan pribadi dan golongan.
iii. Tidak
bersikap materialistis, artinya materi tidak sebagai tujuan utama dakwahnya.
HAMKA
menyebut beberapa kepribadian yang mesti dimiliki da’i yaitu:
i.
Seorang dai harus mengetahui tujuan melakukan dakwah.
ii.
Seorang da’i harus mengerti dan faham materi yang akan
disampaikan
iii.
Seorang da’i harus kuat dan teguh, tidak terpengaruh
oleh pandangan orang banyak ketika memuji dan tidak tergoncang ketika mata
orang melotot karena tidak senang. Jangan ada cacat pada perangai meskipun ada
cacat pada jasmaninya.
iv.
Pribadinya menarik, lembut tetapi bukan lemah,
tawadhu’ merendahkan diri tetapi bukan rendah diri, pemaaf tetapi disegani. Dia
duduk di tengah orang banyak, namun dia tetap tinggi dari orang banyak. Merasakan
apa yang dirasakan orang banyak.
v.
Harus mengerti pokok pegangan kita ialah al-Qur’ān dan
al-Sunnah. Disamping itu pun harus mengerti ilmu jiwa dan mengerti pula adat
istiadat orang yang hendak didakwahi.
vi.
Jangan membawa sikap pertentangan, jauhkan dari
sesuatu yang akan membawa debat. (Tidak perlu membuka masalah khilāfiyah di
muka orang banyak/orang awam).
vii. Haruslah
diinsafi bahwasanya contoh teladan dalam sikap hidup, jauh lebih berkesan
kepada jiwa umat daripada ucapan yang keluar dari mulut.
viii.
Hendaklah muballigh dan da’i itu menjaga jangan sampai
ada sifat kekurangan yang akan mengurangi gengsinya di hadapan pengikutnya,
karena kekurangan gengsi (prestise) akan sangat menghalangi kelancaran gagasan
dan anjuran yang dikemukakan.
2.
Obyek
Dakwah
Obyek dakwah (mad’u)
adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik
individu atau kelompok, baik yang beragama Islam atau bukan beragama Islam.
Pada intinya obyek dakwah adalah manusia secara keseluruhan. Bagi mereka yang
sudah beragama Islam, dakwah dimaksudkan meningkatkan derajat dan kualitas
keimanan dan ketaqwaan, sedang bagi yang belum masuk Islam, dakwah dimaksudkan
untuk mengajak mereka masuk Islam, yaitu jalan keselamatan hidup di dunia dan
akhirat. Di dalam aktivitas dakwah, pengenalan terhadap karakteristik obyek
dakwah merupakan suatu keharusan. Tanpa hal ini niscaya dakwah akan mengalami
kegagalan. Obyek dakwah sangatlah kompleks, terdiri dari berbagai macam
golongan manusia.
Menurut Muhammad Abduh, sebagaimana dikutip oleh M.
Natsir, obyek dakwah dapat dibagi menjadi tiga:
a.
Golongan cerdik cendekiawan yang cinta kebenaran, dan
dapat berpikir secara kritis, serta cepat dalam menangkap arti persoalan.
b.
Golongan awam, orang kebanyakan yang belum dapat
berpikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian yang
tinggi-tinggi.
c.
Ada golongan yang tingkat kecerdasannya di antara
kedua golongan tersebut.
Barmawie Umary menyebutkan bahwa ketika da’i berada di
tengah-tengah masyarakat, dia akan mendapati berbagai macam tingkatan manusia.
Da’i akan berhadapan dengan mereka yang :
a. Menganut faham-faham dan pengertian-pengertian yang
tradisional yang sulit bagi mereka untuk mengubahnya.
b.
Secara apriori akan menolak segala sesuatu yang baru.
c.
Dengan ulet ingin mempertahankan kedudukannya.
d. Merasa khawatir apabila yang akan disampaikan itu akan
merugikan.
e.
Cerdik cendekiawan yang hanya mau menerima segala
sesuatu realita dengan dalil.
f.
Ragu-ragu disebabkan bermacam visi atau pengetahuan
yang serba tanggung.
g.
Bodoh tidak mengerti masalah yang sebenarnya
Menurut M. Arifin obyek dakwah adalah sebagai berikut:
1. Dilihat dari
segi sosiologis berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar dan kecil,
serta masyarakat di daerah marginal.
2. Dilihat dari
segi struktur kelembagaan berupa masyarakat, pemerintah dan keluarga.
3. Dilihat dari
segi sosio-kultural berupa golongan priyayi, abangan dan santri. Klasifikasi
ini terutama terdapat dalam masyarakat di Jawa.
4. Dilihat dari
segi tingkat usia berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua.
5. Dilihat dari
segi okupasional (profesi atau pekerjaan) berupa golongan petani, pedagang,
seniman, buruh, pegawai negeri dan sebagainya.
6. Dilihat dari
segi tingkat hidup sosial ekonomis berupa golongan orang kaya, menengah dan
miskin.
7. Dilihat dari
segi jenis kelamin (sex) berupa golongan wanita, pria dsb.
8. Dilihat dari
segi khusus berupa golongan masyarakat tuna susila, tuna wisma, tuna karya,
narapidana dan sebagainya.
Obyek dakwah
dapat dilihat dari segi agama/kepercayaannya dan tingkat keberagamaannya. Dalam
konteks ini A. Hasjmy menyebut obyek atau sasaran dakwah sebagai berikut :
1. Manusia muslim, yang dapat dibagi menjadi empat
macam:
a. Manusia
muslim yang berimbang iman dan amal sālihnya
b. Manusia
muslim yang tidak berimbang antara iman dan amal sālihnya
c. Manusia
muslim taat dan taqwa
d. Manusia
muslim yang ma’siyat dan durhaka
2. Manusia kafir, yang dapat dibagi menjadi tiga
macam:
a. Manusia
kafir kitābī samāwī, seperti Yahudi dan Nasrani
b. Manusia
kafir kitābī non samāwī, seperti Hindu, Budha dsb
c. Manusia
kafir ilhadi, seperti penganut atheisme.
3. Manusia munafiq
Ada pula yang melihat obyek dakwah
dari derajat pikirannya seperti berikut ini :
1.
Umat yang berpikir kritis, yaitu orang-orang yang
berpendidikan, yang selalu berpikir mendalam sebelum menerima sesuatu yang
dikemukakan kepadanya.
2.
Umat yang mudah dipengaruhi, yaitu masyarakat yang
mudah dipengaruhi oleh faham baru tanpa menimbang-nimbang secara matang apa
yang dikemukakan kepadanya.
3.
Umat yang bertaqlid, yaitu golongan yang fanatik buta
berpegang pada tradisi dan kebiasaan turun-temurun tanpa menyelidiki salah atau
benarnya.
Terkait dengan ketiga penggolongan
di atas, di sini dapat ditambahkan masalah sugestibilitas (kepekaan disugesti).
Faktor-faktor yang erat hubungannya dengan sugestibilitas antara lain :
a. Usia, merupakan
faktor yang merupakan sebab orang mudah menerima sugesti. Para ahli psikologi
telah banyak melakukan serangkaian percobaan tentang hal ini, yang menunjukkan
bahwa anak-anak lebih mudah disugesti daripada orang dewasa. Semakin tambah
usia dan tambah pengalaman, seseorang semakin kritis dan diskriminatif dalam
menerima respons.
b. Jenis
kelamin. Para ahli psikologi dalam penyelidikannya mendapat bukti bahwa
perempuan lebih suggestibledaripada
laki-laki.
c. Kecerdasan. Orang
yang kurang cerdas lebih mudah disugesti. Sedang orang yang cukup tinggi
kecerdasannya tidak mudah disugesti. Kaum cendekiawan lebih sulit untuk
disugesti daripada orang awam.
d. Ketidaktahuan
seseorang juga mudah menjadi umpan sugesti.
Penggolongan obyek dakwah ada yang
didasarkan pada responsinya terhadap aktivitas dakwah yaitu :
a. Golongan
simpati aktif, yaitu obyek dakwah yang simpati dan secara aktif memberi
dukungan moril dan material terhadap kesuksesan dakwah. Mereka juga berusaha
mengatasi hal-hal yang dianggapnya merintangi jalannya dakwah, bahkan mereka
bersedia berkorban segalanya untuk kepentingan syi’ar Allah.
b. Golongan
pasif, yaitu obyek dakwah yang apatis (masa bodoh) terhadap dakwah, tidak
memberikan dukungan dan juga tidak merintangi dakwah.
c. Golongan
antipati, yaitu obyek dakwah yang tidak rela atau tidak suka akan terlaksananya
dakwah. Mereka selalu berusaha dengan berbagai cara untuk merintangi atau
menggagalkan dakwah.
B. Interaksi
Psikologis Da’i dengan Mad’u
Interaksi diartikan sebagai suatu bentuk hubungan
antara dua orang atau lebih di mana tingkah laku seseorang diubah oleh tingkah
laku yang lain. Melalui dorongan antar pribadi dan response antar pribadi
tersebut, maka lambat laun seseorang akan berubah. Dengan demikian interaksi
sosial merupakan perilaku timbal balik antara seseorang dengan orang lain. Beberapa
hal yang termasuk interaksi psikologis Da’i dan Mad’u, yaitu:
1.
Motivasi Tingkah Laku.
Motivasi
adalah suatu perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai
dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. (Mr. Donald :
1950). Atau bisa juga motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan
motif-motif menjadi perbuatan / tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan
mencapai tujuan / keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong
tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan. (Drs. Moh. Uzer
Usman : 2000)
Pengertian dan Teori-teori tingkah laku antara lain
:
a. Sigmund Freud, seorang seorang tokoh psikoanalis
yang berpendapat bahwa dasar dari motivasi tingkah laku manusia adalah insting
(naluri). Semua prilaku manusia berasal dari dua kelompok naluri yang
bertentangan, yaitu, naluri kehidupan dan naluri kematian
b. Abraham Maslaw. Ia adalah seorang tokoh psikologi
humanistik yang berpendapat, bahwa manusia dimotivasi oleh sejumlah kebutuhan
dasar yang bersipat sama untuk seluruh spesies, tidak berubah dan berasal dari
sumber geneses atau naluriah. Kebutuhan-kebutuhan dalam teori maslaw adalah Kebutuhan
psikologis, Kebutuhan akan rasa aman, Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki,
Kebutuhan akan penghargaan, Kebutuhan koognitif, Kebutuhan estetika, Kebutuhan
aktulisasi.
c. K. S. Lashley. K. S. Lashley dalam eksperimennya
menemukan bahwa motivasi dikendalikan oleh respon-respon susunan sentral kearah
rangsangan dari dalam dan dari luar yang pariasinya sangat kompleks, termasuk
perubahan-perubahan komposisi kimiawi dan aliran darah.
d. Fillmore H. Sandford. Fillmore H.
Sandford melihat asal kata motivasi, yaitu motion yang berarti gerakan.
Karenanya ia mengartikan motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan suatu
organisme dan menggerakkannya pada suatu tujuan.
Klasifikasi motif
a. Sartain Sartain membagi motif
menjadi dua golongan, physiologikal drive ialah dorongan yang bersifat
fisikologis, dan social motives ialah dorongan-dorongan yang ada hubungannya
dengan manusia lain dalam masyarakat, seperti dorongan estetis, dorongan ingin
selalu berbuat baik (etika).
b. Woodworth. Woodworth mengklasifikasikan
motif menjadi unlearned motives (motif-motif pokok yang tidak dipelajari) ialah
motif yang timbul disebabkan oleh kekurangan-kekurangan atau
kebutuhan-kebutuhan dalam tubuh. Sedangkan learned motives (motif-motif yang
dipelajari) dapat berupa perasaan suka dan tidak suka.
Motifasi Dalam Al-Qur’an
a. Dorongan-dorongan
psikologis, yaitu Dorongan untuk menjaga diri dan Dorongan mempertahankan
kelestarian hidup jenis.
b. Dorongan
seksual
c. Dorongan
keibuan
d. Dorongan-dorogan
psikis seperti Dorongan untuk memiliki, Dorongan untuk memusuhi, Dorongan
berkompetisi
2.
Komunikasi
Pengertian Komunikasi dan Peran Bahasa dalam
Komunikasi
a. Rayimond S.
Ross, mendefinisikan komunikasi sebagai proses teransaksional yang meliputi
pemisahan dan pemilihan lambing secara koognitif begitu rupa sehiingga membantu
orang lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti atau respon yang
sama dengan apa yang dimaksud oleh sumber.
b. Dance dalam
kerangka psikologi behaviorisme mendefinisikan komunikasi sebagai usaha-usaha
menimbulkan respons melalui lambang-lambang verbal ketika lambing-lambang
tersebut bertindak sebagai stimuli.
c. Colin
cheery, berdasarkan pendekatan sosiologis mendefinisikan komunikasi sebagai
usaha untuk membuat satuan sosial dari individu dengan menggunakan bahasa atau
tanda dan memiliki sendiri serangkaian peraturan untuk berbagi kegiatan guna
mencapai tujuan.
Menurut
Steward L. tubes, komunikasi dapat dikaitkan efektif apabila menimbulkan lima
hal, yaitu pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan makin baik,
dan tindakan. Mengenai proses komunikasi (penyampaian dan penerimaan) pesan
dakwah, dapat dijelaskan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut, yaitu; Penerimaan
stimulus informasi, Pengolahan informasi, Penyimpanan informasi dan Menghasilkan
kembali informasi.
3.
Leadership (kepeminpinan)
Pengertian leadership
a.
George R. terry memberikan definisi kepemimpinan
sebagai hubungan individu dan suatu kelompok dngan maksud untuk menyelesankan
beberapa tujuan.
b.
Odway tead berpendapat bahwa kepeminpinan adalah
aktivitas mempengaruhi orang-orang untuk bekerjasama untuk menuju kepada
kesesuaian tujuan yang mereka inginkan.
c.
Lohn ptiffner menganggap kepeminpinan adalah suatu
seni dalam mengoordinasikan dan mengarahkan individu atau kelompok untuk
mencapai suatu tujuan yang dikehendaki.
Ciri-ciri Pemimpin (leader)
Menurut Floyd Ruch sebagai berikut:
a. Structuring
the situation. Tugas seorang Pemimpin adalah memberikan struktur yang jelas
tentang situasi-situasi rumit yang dihadapi oleh kelompoknya.
b. Controlling
graup-behavior. Tugas seorang Pemimpin adalah mengawasi dan menyalurkan tingkah
laku kelompok
c. Spokesman of
the graup
Ralph M.
stogdill dalam bukunya Personal pactor
Associated with leadership yang dikutip oleh James A. Lee dalam
bukunya Menagement Theories and Prescription,
menyatakan bahwa seorang peminpin harus memiliki beberapa kelebihan:
a. Kapasitas,
seperti kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara atau verbal facility
b. Prestasi,
seperti gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan, perolehan dalam olahraga, dan lain-lain
c.
Tanggung jawab, saperti mandiri, berinisiatif, tekun,
ulet, percaya diri, agresif, dan punya hasrat untuk unggul.
d. Parsitipasi,
seperti akief, memiliki sisilibitas yang tinggi, mampu bergaul, suka bekerja
sama, mudah menyesuaikan diri, dam punya rasa humor.
e.
Status yang meliputi kedudukan sosial-ekonomi,yang
cukup tinggi, popular, tenar.
Kepeminpinan dalam dakwah
Kepemimpinan dalam islam bukan hanya merupakan suatu
kedudukan yang harus dibanggakan, tetapi lebih merupakan suatu tanggung jawab
dan harus dipertanggung jawabkan dihadapan manusia dan Allah, karena itu,
seorang pemimpin harus memberikan suri tauladan yang baik dalam perkataan
maupun dalam perbuatan sebagai wujud dari tanggung jawabnya. Sedangkan pemimpin
dakwah adalah orang yang dapat mengerakan orang lain yang ada disekitarnya agar
mengikutinya untuk mencapai tujuan dakwah
BAB III
KESIMPULAN
Subyek
dakwah adalah orang yang melakukan dakwah, yang dalam bahasa Arab disebut da’i. Dalam konteks
keindonesiaan para da’i memiliki
banyak sebutan lain di antaranya muballigh, ustadh, kyai, ajengan, tuan guru,
teungku dan sebagainya. Hal ini didasarkan atas tugas dan eksistensinya sama
seperti da’i.
Obyek dakwah
(mad’u) adalah manusia yang
menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik individu atau
kelompok, baik yang beragama Islam atau bukan beragama Islam. Pada intinya
obyek dakwah adalah manusia secara keseluruhan.
Interaksi
diartikan sebagai suatu bentuk hubungan antara dua orang atau lebih di mana
tingkah laku seseorang diubah oleh tingkah laku yang lain. Melalui dorongan
antar pribadi dan response antar pribadi tersebut, maka lambat laun seseorang
akan berubah.
Motivasi
adalah suatu perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai
dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. (Mr. Donald :
1950). Atau bisa juga motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif
menjadi perbuatan / tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan /
keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk
berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan. (Drs. Moh. Uzer Usman : 2000)
1. Interaksi
Psikologis Da’i dengan Mad’u
1. Motifasi
Tingkah laku
2. Komunikasi
3. Leadership
(Kepemimpinan)
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. H. M.
Arifin, M. Ed., Psikologi Dakwah,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2004), Cet. Ke-6
3. Ahmad
Mubarok, Psikologi Dakwah, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2002)
0 komentar:
Post a Comment