Kisah Kisah dalam Al Qur'an
KISAH-KISAH DALAM AL-QUR’AN
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Yuyun Affandi Lc. MA.
Disusun Oleh:
Nis Himayah (131311114)
Mita
Lia Sofiana (131311115)
Umi Fatmah (131311116)
Zahrotu Millah (131311117)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
MANAJEMEN DAKWAH
Institut Agama Islam Negeri ( IAIN )
WALISONGO Semarang
Tahun 2014
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagai sebuah kitab suci,
Al-Qur’an memuat kisah-kisah yang tak terkotori oleh goresan pena tangan-tangan
jahil dan tidak tercampuri kisah dusta dan rekayasa. Kisah-kisahnya merupakan
kisah yang benar, yang Allah kisahkan untuk segenap manusia, sebagai cerminan
dan contoh bagi kehidupan manusia sekarang dan akan datang.
Kisah-kisah yang terdapat dalam
Al-Qur’an mengandung banyak hikmah yang dijadikan pedoman dan pegangan hidup
kita. Kisah-kisahnya tentang sikap dan perbuatan mulia harus kita jadikan
contoh dan teladan di dalam kehidupan kita. Sebaliknya, kisah-kisahnya tentang
sikap dan perbuatan tercela dan durhaka harus dijadikan rambu-rambu dan
pelajaran agar kita tidak terpeleset dan terperosok ke jurang kehancuran.
Dengan adanya perkembangan
zaman yang semakin kompleks ini, maka umat
Islam perlu untuk mempelajari kisah nabi-nabi dan orang-orang terdahulu yang
terdapat di dalam Al-Qur’an sebagai pedoman maupun petunjuk dalam menghadapi
berbagai masalah kehidupan.
Dalam Al-Qur’an sendiri, Allah telah menceritakan kepada kita kisah-kisah
orang-orang terdahulu dan menyifati kisah ini sebagai dkisah yang benar dan
tidak diragukan, sebagaimana Ia telah menyifati kisah ini sebagai kisah terbaik
(ahsanul-qashash).[1]
B.
Rumusan Masalah
a.
Apakah pengertian kisah
dalam Al-Qur’an?
b.
Apakah sumber kisah
Al-Qur’an?
c.
Apakah unsur-unsur kisah
Al-Qur’an?
d.
Apakah macam-macam
kisah dalam Al-Qur’an?
e.
Apakah tujuan kisah
Al-Qur’an?
f.
Apakah ibrah dari pengguna
nama dan gelar tokoh dalam kisah Al-Qur’an?
g.
Apakah pentingnya
kisah dalam Al-Qur’an?
h.
Apakah hikmah
diulangnya kisah/Qashash dalam Al-Qur’an?
i.
Apakah faedah dari
kisah-kisah dalam Al-Qur’an?
j.
Apakah pengaruh
kisah-kisah Al-Qur’an dalam dunia pendidikan?
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kisah
dalam Al-Qur’an
Kisah berasal
dari kata al-qassu yang berarti mencari atau mengikuti jejak.
Dikatakan: "قَصَصْتُ اَثَرَهُ", artinya “saya mengikuti atau mencari jejaknya”. Kata
al-qasas adalah bentuk masdar. Firman Allah: فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا (al-Kahfi
[18]:64). Maksudnya, kedua orang itu kembali lagi untuk mengikuti jejak dari
mana keduanya itu datang. Dan firman-Nya melalui lisan ibu Musa: وَقَالَتْ لِأُخْتِهِ قُصِّيهِ (Dan berkatalah ibu Musa kepada saudaranya yang
perempuan: Ikutilah dia.) (al-Qasas [28]:11). Maksudnya, ikutillah jejaknya
sampai kamu melihat siapa yang mengambilnya.[2]
Qasas berarti berita yang berurutan. Firman Allah: إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ (Sesungguhnya ini adalah berita yang benar. ) (Ali ‘Imran [3]:62).
Dan firman-Nya: لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ (Sesungguhnya pada berita mereka itu terdapat
pelajaran bagi orang-orang yang berakal.) (Yusuf [12]: 111). Sedang al-qissah
berarti urusan, berita, perkara, dan keadaan.
Secara bahasa kata Qashash jamak dari Qishah, artinya
kisah, cerita, berita, atau keeadaan. Sedangkan pengertian Qashashul
Qur’an menurut
istilah ialah kisah-kisah dalam Al-Qur’an tentang para Nabi dan Rasul mereka,
serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini, dan masa
yang akan datang.[3]
Al-Qur’an telah
menyebutkan kata qashas dalam beberapa konteks, pemakaian, dan tashrif
(konjungsi) nya: dalam bentuk fiil madhi, mudori’, amr, dan dalam bentuk
mashdar. Menurut Manna’ Khalil al-Qattan, Qashash Al-Qur’an adalah
pemberitaan qur’an tentang hal ihwal umat yang telah lalu, nubuwat (kenabian)
yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.[4]
Qur’an banyak mengandung keterangan tentang kajian
pada masa lalu, sejarah bangsa-bangsa,
keadaan negeri-negeri dan peninggalan atau jejak setiap umat. Ia menceritakan
semua keadaan mereka dengan cara yang menarik dan mempesona.
Menurut prof.
Dr. H. Abdul Jalal H.A. Qashshil qur’an ialah kisah-kisah dalam
Al-Qur’an yang menceritakan hal ihwal umat-umat dahulu dan nabi-nabi mereka
serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini, dan masa
yang akan datang.
B.
Sumber Kisah Al-Qur’an
Pembicaraan
mengenai sumber kisah Al-Qur’an terdapat dua golongan yang perlu ditanggapi, yakni golongan ulama Islam itu sendiri dan golongan para orientalis.
Kebanyakan
ulama berpendirian, bahwa pembahasan mengenai sumber kisah Al-Qur’an tidak
dapat dibenarkan. Mereka beralasan bahwa kisah Al-Qur’an adalah sebagian
dari Al-Qur’an, sedang ia diturunkan
oleh Allah Swt. Pada dasarnya setinggi apapun pengetahuan manusia, maka tidak akan bisa mencari sumber-sumber apa
yang diturunkan Allah.
Sebenarnya,
usaha mencari sumber kisah Al-Qur’an tidak perlu dianggap sebagai sesuatu yang
aneh. Sebab, para ulama ushul (hukum Islam) telah membahas hubungan
Islam dengan agama-agama langit sebelumnya dan mereka berkesimpulan bahwa
syari’at ummat Islam sebelum kita menjadi syariat kita pula, selama itu tidak
bertentangan dengan syari’at Islam. Bahkan, lebih dari itu mereka menyatakan,
bahwa di antara unsur-unsur agama Islam ada yanng berasal dari zaman Jahily (kebodohan).
Di antaranya adalah pemberian warisan kepada anak-anak perempuan sepertiga dari
bagian laki-laki, dzihar, dan ila’ dalam perkawinan dan lain
sebagainya.[5]
Pembahasan
mengenai sumber-sumber kisah al-Qur’an sangat penting, karena unsur-unsur hukum
agama tidak mungkin diketahui selain melalui Nabu dan para Rasul, maka
unsur-unsur kisah diambil dari peristiwa-peristiwa kemanusiaan yang tidak hanya
diketahui melalui Rasul dan Nabi-Nabi saja.
Sementara itu,
golongan orientalis mengambil kisah Al-Qur’an sebagai bahan perbandingan dengan
berita-berita dan peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam Taurat dan Injil
serta buku-buku sejarah. Dalam perbandingan tersebut mereka berkesimpulan,
bahwa dalam Al-Qur’an terdapat kesalahan-kesalahan historis yang menunjukkan
bahwa Al-Qur’an itu berasal dari Nabi Muhammad sendiri. Sebab, kalau sekiranya
berasal dari Allah tentu tidak berisi kesalaham sama sekali.
Akan tetapi,
sebenarnya perbandingnan-perbandingan yang mereka lakukan itu tidak tepat dan
tidak perlu terjadi. Kecuali jika sudah dapat dipastikan, bahwa yang
dimaksudkan dengan penyebutan berita-berita itu adalah dalam arti historisnya.
Dan, bahwa pemilihan terhadap para pelaku, peristiwa dan dialog didasarkan atas
pengakuan; semua unsur ini adalah benar-benar terjadi dan sejalan dengan logika
sejarah. Akan tetapi, jika kisah-kisah Al-Qur’an tidak dimaksudkan untuk
mengemukakan dokumen-dokumen sejarah, dan bukan pula mengajarkan
kejadian-kejadian sejarah, maka perbandingan para orientalis tersebut tidak ada
dasarnya.
Perbandingan
antara Al-Qur’an dengan taurat:
1.
Dalam
taurat semua Nabi dan Rasul-Rasul diceritakan. Sedangkan dalam Al-Qur’an hanya
sebagian saja yang dikisahkan, dan sebagian tidak. (an-Nisa
: 164)
2.
Di
antara berita-berita mereka, yang disebutkan hanyalah hal-hal yang
persesuaiannya dengan dakwah Islamiyah,dan
sikap Nabi Muhammad sendiri terhadap kaumnya. Oleh karena itu, tidak ada
perincian seperti dalam taurat.
3.
Soal
waktu tidak dijadikan faktor pokok dalam
penuturan peristiwa-peristiwa kisah Al-Qur’an. Ini sesuatu hal yang berbeda
dengan taurat.
4.
Kisah-kisah
dalam taurat dimaksudkan untuk menjadi bahan nasehat dan tauladan, memberi
petunjuk, menjelaskan prinsip-prinsip islam, menetapkan hati Nabi Muhammad saw
menggoncangkan hati orang-orang musrik, serta tujuan-tujuan lain yang tidak
bersifat sejarah.
C.
Unsur-Unsur Kisah Al-Qur’an
Unsur-unsur
kisah pada galibnya ada tiga, yaitu pelaku (as-sakhsiyyat), peristiwa (ahdats),
dan percakapan (al-hiwar, dialog). Ketiga unsur ini terdapat pada hampir
seluruh kisah Al-Qur’an seperti lazimnya dalam kisah-kisah biasa. Hanya saja
peranan ketiga unsur itu tidaklah sama, sebab boleh jadi salah satu dari ketiga
yang menonjol, sedangkan unsur yang lain hampir hilang. Satu-satunya
pengecualian ialah kisah Nabi Yusuf, di mana ketiga unsur tersebut ada semuanya
dan dibagi menurut teknik kisah biasa. Cara semacam ini tidak didapati pada
lainnya, karena kisah Al-Qur’an pada umumnya bersifat pendek (uqshushah),
bukan kisah yang panjang.[6]
D.
Macam-Macam
Kisah dalam Al-Qur’an
Dalam
Al-Qur’an banyak mengisahkan beberapa peristiwa yang pernah terjadi dalam
sejarah. Dari Al-qur’an dapat diketahui beberapa kisah yang pernah dialami
orang-orang jauh sebelum kita. Kisah-kisah
dalam Al-Qur’an dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
1.
Dari
segi waktu
Ditinjau
dari segi waktu kisah-kisah dalam Al-Qur’an ada tiga, yaitu:
a.
Kisah
hal ghaib yang terjadi pada masa lalu.
Yaitu kisah
yang menceritakan kejadian-kejadian ghaib yang sudah tidak bisa tidak bisa
ditangkap oleh panca indra, yang terjadi dimasa lampau. Seperti kisah Nabi Nuh, Nabi Musa dan
Siti Maryam.
b.
Kisah
hal ghaib yang terjadi pada masa kini
Yaitu kisah
yang menerangkan hal-hal ghaib pada masa sekarang, (meski sudah ada sejak dulu
dan masih akan tetap ada sampai masa yang akan datang) dan yang menyingkap
rahasia-rahasia orang-orang munafik. Seperti kisah yang menerangkan tentang
Allah dengan segala sifat-sifatnya, para malaikat, jin,
setan, dan siksaan neraka, kenikmatan surge, dan lain sebagainya. Kisah-kisah tersebut dari dulu sudah ada, sekarang pun masih ada
dan hingga masa yang akan datang pun masih ada.
c.
Kisah
hal ghaib yang terjadi pada masa yang akan datang
Yaitu
kisah-kisah yang menceritakan peristiwa yang akan datang yang belum terjadi
pada waktu turunnya al-Qur’an, kemudian peristiwa itu benar-benar terjadi. Karena
itu, pada masa sekarang ini, berarti peristiwa yang
telah dikisahkan telah terjadi. Seperti kemenangan bangsa romawi atas Persia
yang diterangkan ayat 1-4 surah al-Rum.
Dan seperti mimpi Nabi bahwa
beliau akan dapat masuk masjidil Haram bersama para sahabat dalam keadaan
sebagian mereka bercukur rambut dan yang lain tidak. Pada perjanjian
Hudaibiyah, nabi gagal masuk Makkah, sehingga
diejek orang yahudi, nasrani dan kaum munafik, bahwa mimpi nabi tersebut tidak
terjadi. Maka turunlah ayat 27 surat al-Fath. Serta contoh jaminan Allah
terhadap keselamatan Nabi Muhammad dari penganiayaan orang, meski banyak orang
ynag mengancam akan membunuh.[7]
2.
Dari
segi materi
Dari
segi materi, maka kisah al-Qur’an itu terbagi menjadi tiga:
1.
Kisah
para nabi, mukjizat mereka, fase-fase dakwah mereka, penentang mereka, dan
pengikut mereka. Seperti kisah Nabi Adam, Nabi Musa, Nabi
Muhammad dan lainnya.
2.
Kisah
orang-orang yang belum tentu nabi dan kelompok-kelompok manusia tertentu.
Seperti kisah Lukmanul hakim, Qarun, Thaluth, ashab al-Kahfi dll.
3.
Kisah
peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian di zaman Rosululloh. Seperti kisah
perang badar, perang uhud, perang Hunain, perang tabuk, perang ahzab, peristiwa
hijrah dsb[8]
E.
Tujuan Kisah
Al-Qur’an (Qashashil
Qur’an)
Kisah-kisah dalam Al-Qur’an secara umum bertujuan kebenaran dan
semata-mata tujuan agama. Dilihat dari keseluruhan kisah yang ada maka
tujuan-tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
a.
Untuk
menetapkan bahwa nabi Muhammad benar-benar menerima wahyu dari Allah bukan dari
orang-orang ahli kitab seperti
yahudi dan nasrani. [9]
b.
Kisah
dalam Al-Qur’an mempunyai tujuan untuk pelajaran bagi umat manusia.
c.
Membuat
jiwa Rasul Allah tentram dan tegar dalam berdakwah.
d.
Untuk
mengkritik para ahli kitab terhadap keterangan-keterangan yang mereka
sembunyikan tentang kebenaran Nabi Muhammad dengan mengubah isi kitab mereka.
e.
Mengabadikan
usaha-usaha para Nabi dan peringatan bahwa para nabi yang terdahulu adalah
benar.
f.
Menanamkan
Akhlakulkarimah dan budi pekerti yang mulia.
g.
Menerangkan
bahwa agama semuanya dari Allah, dari masa nabi nuh sampai masa nabi Muhammad,
bahwa kaum muslimin semuanya merupakan
satu umat.
h.
Menjadikan uswatun hasanah suritauladan bagi kita semua,
yaitu dengan mencontoh akhlak terpuji dari para nabi dan orang-orang shalih
yang disebutkan dalam Al- Qur’an.[10]
i.
Menjelaskan
prinsip-prinsip dakwah agama Allah, yaitu semua
ajaran para Rasul yang intinya adalah
tauhid.
j.
Menjelaskan
sunnah Allah.
F.
Ibrah
dari
Pengguna
Nama dan
Gelar Tokoh dalam Kisah Al-Qur’an
Sebagaimana dijelaskan diatas, kisah-kisah dalam Al-Qur’an
menyingkap beberapa peristiwa baik yang telah terjadi sebelum Al-Qur’an ataupun
peristiwa-peristiwa yang akan terjadi. Dalam
suatu kisah tidak ada empat hal yang terdapat didalamnya. Empat hal tersebut
yaitu : jenis peristiwa itu sendiri,pelaku peristiwa,tempat peristiwa dan waktu
peristiwa. Keempat hal tersebut akan selalu berkaitan dan menyatu dalam setiap
peristiwa.
Di dalam Al-Qur’an banyak dikisahkan tentang berbagai jenis peristiwa
yang pernah terjadi bumi yang kita injak ini, seperti kisah tentang banjir
bandang pada masa Nabi Nuh, kisah hujan batu dan gempa dahsyat pada masa Nabi Luth,kisah
tentang perang badar, kisah Isra
Mi’raj, kisah tentang
kehidupan di surga yang
penuh nikmat, kisah kehidupan di neraka yang penuh derita , dan lain-lain.
Dalam mengungkapkan peristiwa-peristiwa yang sudah dan akan
terjadi, Al-Qur’an menyebutkan beberapa pelaku atau tokoh dari suatu peristiwa.
Beberapa tokoh atu peristiwa yang disebutkan dalam Al-Qur’an seperti para Nabi
dan utusan Allah yang diberi tugas untuk menyampaikan risalah , orang-orang
saleh yang tidak dapat dipastikan kenabiannya, seperti: Lukman, Zul Qarnain,
Thalut, orang-orang ingkar terhadap Allah seperti; Fir’aun, Jalut, Qarun, Abu
lahab, dll. Terkadang dalam beberapa kisah, pelaku peristiwa yang tidak
disebutkan secara langsung dalamAl-qur’an, tetapi hanya diuangkapkan secara
maknawi, terutama kisah-kisah yang pelakunya secara kolektif, maka hanya
disebutkan secara simbolis, seperti: kaum Ad, kaum Luth ,kaum Quraisy dll.
Adapun mengenai tempat dan waktu kejadian peristiwa hanya
diungkapkan secara global, kemudian tempat kejadian
setiap saat dapat berubah secara alamiah dan rata-rata umur masing-masing
genaerasi manusia relatif singkat. Namun
demikian di dalam Al-Qur’an
juga terungkap beberapa tempat sejarah yang pernah terjadi suatu peristiwa,
seperti: Safa dan Marwa, bukit Tursina,
masjidil Haram
di Mekah,
masjidil Aqsa di Palestina dll.
Pengungkpan Al-Qur’an yang berkaitan dengan waktu terjadinya peristiwa seperti
dijelaskan pada kisah tentang turunnya Al-Qur’an yang pertama kali ke bumi,
kisah tentang turunnya wahyu terakhir dan lain sebagainya.[11]
Dengan ungkapan-ungkapan Al-Qur’an yang mengisahkan beberapa
kejadian (peristiwa) dengan menyebutkan para tokoh atau pelaku peristiwa akan
sangat berfaedah bagi orang yang menggunakan Al-Qur’an sebagi pedoman hidupnya.
Karena dari kisah-kisah tersebut banyak ibrah yang dapat diambil manfaat
dan hikmahnya.
Di antara ibrah yang dapat kita ambil yaitu kita dapat
mencontoh kisah-kisah yang dapat dijadikan teladan seperti kisah kehidupan para
Nabi, orang-orang yang beriman dan beramal shaleh. Serta dari kisah-kisah orang yang durhaka kepada Allah kita dapat
mengambil hikmah darinya.
Dengan menyebutkan beberapa tokoh peristiwa sebagaimana terdapat
dalam Al-Qur’an, menjadikan kita mudah mengingat kisah-kisah tersebut, selain
itu dapat memudahkan kita dalam memahami maksud dan tujuan Al-Qur’an.
Namun,
kita perlu menyayangkan terkadang diantara kita dalam memahami ayat-ayat
Al-Qur’an kaitannya dengan kisah suatu peristiwa hanya menekankan pada jenis
peristiwa, mengabaikan waktu kejadian dan pelaku peristiwa, sehingga kurang
dapat menyentuh maksud dan tujuan apa yang dikehendaki dalam Al-Qur’an.
G.
Pentingnya Kisah
dalam Al-Qur’an
Al-qur’an adalah kitab suci agama islam yang
berisi tuntunan-tuntunan bagi umat manusia untuk mencapai kehidupanyang bahagia di dunia dan di akhirat, lahir dan batin.
Segala sesuatu yang diperlukan untuk terwujudnya kebahagiaan tersebut
dijelaskan dalam berbagai ketentuan dan tuntunan tertentu, seperti dengan
berakidah yang benar,dan tata aturan hidup yang baik dalam masyarakat.
Menurut tinjauan kesusastraan, kisah mempunyai
banyak faedah. Diantaranya ialah, kisah bisa merangsang pembacanya untuk terus
mengikuti peristiwa dan pelakunya. Pengaruh kisah bisa menembus orang-orang
terpelajar maupun biasa. Karena pentingnya kedudukan kisah dalam kehidupan
manusia itulah, maka Al-qur’an memakai
kisah-kisah, baik untuk menerangkan orang-orang yang hidup pada masa-masa
sebelumnya, maupun untuk memudahkan persoalan-persoalan abstrak agar dapat diterima
fikiran dengan mudah.[12]
Bagaimana pentingnya kisah dalam Al-qur’an dapat dilihat dari segi
volume, dimana kisah-kisah tersebut memakan tempat yang tidak sedikit dari
seluruh ayat-ayat Al-Qur’an. Bahkan ada
surat-surat Al-Qur’ann yang dikhususkan untuk kisah semata-mata, seperti surat
yusuf, al anbiya, al qasas dan nuh. Dari seluruh surat Al-Qur’an 35 surat
memuat kisah, kebanyakan adalah surat-surat yang panjang.
H.
Hikmah
Diulangnya
Kisah/Qashash
dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an
meliputi berbagai kisah yang berulang-ulang disebut dibeberapa surat. Sebuah
kisah disebut berulang kali dalam bentuk yang berbeda-beda, kadang-kadang
pendek, kadang-kadang panjang. Di antara
hikmah diulangnya kisah/qashashil qur’an adalah:
a.
Menandaskan
kebalaghahan Al-Qur’an dalam
bentuk yang paling tinggi. Di antara
keistimewaan-keistimewaan balaghah, ialah menerangkan sebuah makna dalam
berbagai macam susunan. Dan di tiap-tiap tempat disebut dengan susunan kalimat
yang berbeda dari yang telah disebutkan. Dengan demikian selalu terasa nikmat manakala kita mendengar dan kita membacanya.
b.
Menampakkan
kekuatan I’jaz. Menyebutkan suatu makna dalam berbagai bentuk susunan perkataan
yang tidak dapat ditantang salah satunya oleh sastrawan-sastrawan Arab,
menjelaskan bahwasannya Al-Qur’an itu benar-benar dari Allah.
c.
Memberikan
perhatian penuh kepada kisah itu. Mengulang-ulangi kisah adalah salah satu cara
ta’kid dan salah satu dari tanda-tanda besarnya perhatian, seperti keadaanya
kisah Musa dan Fir’aun, dll.[13]
I.
Faedah dari
Kisah-Kisah dalam Al-Qur’an
Allah menetapkan bahwa dalam kisah orang-orang terdahulu terdapat
hikmah dan pelajaran bagi orang-orang yang berakal, serta yang mampu merenungi
kisah-kisah itu, menemukan hikmah dan nasehat yang ada didalamnya, dan menggali
pelajaran dan petunjuk hidup dari kisah-kisah tersebut. Allah juga
memerintahkan kita untuk bertadabbur terhadapnya, menyuruh untuk meneladani kisah
orang-orang sholih dan muslim, serta
mengambil metode mereka dalam berdakwah dalam posisi kita sebagai makhluk dan
khalifah dimuka Menunjukkan kebenaran Al-Qur’an dan kebenaran kisah-kisahnya,
karena
segala yang dijelaskan Allah dalam Al-Qur’an adalah benar. Hal ini ditegaskan
oleh ayat 13 surat al-Kahfi dan ayat 3
surat Al-Qashash.
Kisah-kisah dalam Qur’an mempunyai banyak faedah, di antar faedah terpenting dari kisah dalam Al-Qur’an ialah:
1.)
Menjelaskan asas-asas
dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok-pokok syari’at yang dibawa oleh para nabi:
(al-Anbiya’[21]: 25).
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ
أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun
sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada Tuhan selain
Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan aku.”
2.)
Meneguhkan dan mengokohkan hati Rasulullah dan hati umat Muhammad
atas agama Allah, memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya
kebenaran dan para pendukungnya serta hancurnya kebatilan dan para pembelanya. (Hud[11]: 120).
وَكُلًّا
نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ ۚ
وَجَاءَكَ فِي هَٰذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَىٰ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan
semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang
dengannya kami teguhkan hatimu; dan dalam surat Ini Telah datang kepadamu
kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman”.
3.)
Menampakkan kebenaran Nabi Muhammad dalam
dakwahnya dengan apa yang diberitakannya tentang hal ihwal orang-orang
terdahulu di sepanjang kurun dan generasi. (Al-Fath: 27).
لَقَدْ صَدَقَ اللَّهُ رَسُولَهُ الرُّؤْيَا بِالْحَقِّ ۖ
لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ مُحَلِّقِينَ
رُءُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ لَا تَخَافُونَ ۖ فَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوا
فَجَعَلَ مِنْ دُونِ ذَٰلِكَ فَتْحًا قَرِيبًا
4.)
Membenarkan para nabi
terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan
peninggalannya.
5.)
Menyibak kebohongan
ahli kitab dengan hujjah yang membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka
sembunyikan, dan menantang mereka dengan isi kitab mereka sendiri sebelum kitab
itu diubah dan diganti, Misalnya firman Allah (Ali Imran[3]: 93). [14]
كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلًّا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ إِلَّا مَا
حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ تُنَزَّلَ التَّوْرَاةُ
قُلْ فَأْتُوا بِالتَّوْرَاةِ فَاتْلُوهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil
melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya'qub) untuk dirinya sendiri
sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: "(Jika kamu mengatakan ada makanan
yang diharamkan sebelum turun Taurat),
Maka bawalah Taurat itu, lalu Bacalah dia jika kamu orang-orang yang
benar".
6.)
Kisah termasuk salah
satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar dan memantapkan
pesan-pesan yang terkandung di dalamnya ke dalam jiwa. Maka, dapat menunjukkan pengabdian
usaha-usaha para anbiya’ dan pernyataan para nabi terdahulu adalah benar. Firman
Allah (Yusuf [12]: 111).
لَقَدْ كَانَ
فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ۗ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ
وَلَٰكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى
وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“ Sesungguhnya
pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang
yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi
membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan
sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”.
J.
Pengaruh
Kisah-Kisah Al-Qur’an dalam Dunia Pendidikan
Kisah yang baik dan cermat
akan tentu digemari dan menembus relung jiwa manusia dengan sangat mudah.
Perasaan dan halnya mengikuti alur kisah tersebut tanpa perasan jenuh dan
kesal, serta unsur-unsurnya dapat dijelajahi akal sehingga ia dapat memetik
pelajaran dari kisah-kisah tersebut.
Pelajaran yang disampaikan dengan metode ceramah tanpa variasi akan
menimbulkan kebosanan. Oleh karena itu, maka uslub qasasi (narasi) sangat
bermanfaat dan mengandung banyak faedah. Pada umumnya, anak-anak suka mendengarkan
cerita-cerita, memperhatikan riwayat kisah dan ingatannya dapat dengan mudah
menampung apa yang diriwayatkan kepadanya, kemudian ia menirukan dan
mengisahkannya.
Hal ini sudah seharusnya dimanfaatkan oleh paraguru dalam dunia
pendidikan, khususnya dalam pendidikan agama yang merupakan inti pengajaran
soko guru pendidikan. Menurut Dr. H. syahidin kisah Qur’an dapat member dampak
positif secara langsung terhadap kejiwaaan siswa. Dampak tersebut antara lain:
a.
Dampak
terhadap emosi siswa :
·
Tertanamnya
kebencian terhadap kedzaliman dan kecintaan terhadap kebaikan.
·
Tertanamnya
rasa takut akan siksa Allah dan tumbuhnya harapan rahmat Allah
b.
Dampak
terhadap motivasi siswa:
·
Memperkuat
rasa percaya diri dan kebanggan terhadap ajaran agamanya.
·
Menumbukan
keberanian dan mempertahankan kebenaran,dan meningkatkan rasa keingin tahuan
c.
Dampak
terhadap penghayatan siswa:
·
Timbulnya
kesadaran melaksanakan perintah agama.
·
Timbulnya
rasa keikhlasan,kesabaran dan tawakal
d.
Dampak
terhadap pola pikir murid :
·
Melatih
berfikir kritis
·
Melatih
berfikir realistis
·
Melatih
berfikir analisis
·
Melatih
berfikir analogis.
Betapa banyak
manfaat dalam pengajaran dan dampak kepada siswa dari kisah-kisah Al-Qur’an
sebagi mana yang diungkapkan diatas.[15]
PENUTUP
A.
Kesimpulan
a.
Kisah berasal
dari kata al-qassu yang berarti mencari atau mengikuti jejak. Secara bahasa kata Qashash jamak dari Qishah, artinya
kisah, cerita, berita, atau keeadaan. Sedangkan pengertian Qashashul
Qur’an menurut
istilah ialah kisah-kisah dalam Al-Qur’an tentang para Nabi dan Rasul mereka,
serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini, dan masa
yang akan datang.
b.
Mengenai sumber kisah Al-Qur’an terdapat dua golongan yang perlu ditanggapi, yakni golongan ulama Islam itu sendiri dan golongan para orientalis.
Menurut ulama Islam pembahasan mengenai sumber kisah Al-Qur’an tidak dapat
dibenarkan, karena kisah Al-Qur’an adalah sebagian dari Al-Qur’an, sedang ia diturunkan oleh Allah
Swt. Sedangkan menurut para orientalis bahwa dalam Al-Qur’an terdapat
kesalahan-kesalahan historis yang menunjukkan bahwa Al-Qur’an itu berasal dari
Nabi Muhammad sendiri.
c.
Unsur-unsur
kisah pada galibnya ada tiga, yaitu pelaku (as-sakhsiyyat), peristiwa (ahdats),
dan percakapan (al-hiwar, dialog).
d.
Kisah dalam
Al-Qur’an dapat dibagi menjadi beberapa macam, yakni ditinjau dari segi waktu (kisah hal ghaib yang terjadi pada masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang) serta
segi materi (kisah para nabi, kisah
orang-orang yang belum tentu nabi dan kelompok-kelompok manusia tertentu, serta kisah peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian di zaman Rosululloh).
e.
Kisah-kisah
dalam Al-Qur’an secara umum bertujuan kebenaran dan semata-mata tujuan agama, menjelaskan
prinsip-prinsip dakwah agama Allah, maupun menjadikannya sebagai bahan pelajaran serta
teladan bagi umat manusia.
f. Ibrah dari pengguna
nama dan
gelar tokoh dalam kisah al-qur’an yakni dapat
mencontoh kisah-kisah yang dapat dijadikan teladan serta hikmah dari kisah-kisah orang yang durhaka kepada Allah. Kemudian, dengan menyebutkan beberapa tokoh peristiwa yang
terdapat dalam Al-Qur’an, menjadikan kita mudah mengingat kisah-kisah tersebut,
sehingga dapat memudahkan kita dalam memahami maksud dan tujuan Al-Qur’an.
g. Pentingnya kisah dalam Al-Qur’an
h. Hikmah diulangnya kisah/Qashash
dalam Al-Qur’an yakni menandaskan
kebalaghahan Al-Qur’an dalam
bentuk yang paling tinggi, menampakkan
kekuatan I’jaz, memberikan perhatian penuh kepada kisah itu, dan lain sebagainya.
i.
Faedah dari
kisah-kisah dalam Al-Qur’an di antaranya terdapat pada surah al-Anbiya’[21]: 25, Hud[11]: 120, Ali Imran[3]: 93, Yusuf [12]: 111, dan Al-Fath: 27.
B.
Saran
Penulis
berharap dengan adanya makalah ini, dapat memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an dengan baik dan
benar. Di sisi lain, penulis juga berharap dengan adanya makalah ini akan bisa menjadi
bahan bacaan yang baik. Baik untuk mahasiswa maupun kalangan akademika pada
khususnya. Sebagai motivasi maupun inspirasi
dalam mengembangkan kreativitasnya.
Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tentu tidak luput dari kesalahan,
karena kesempurnaan hanyalah milik Allah Swt. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat penulis harapkan untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Khalidy, Shalah A. Fattah. Kisah-Kisah
Al-Qur’an; Pelajaran dari Orang-Orang Dahulu. Diterjemahkan oleh Setiawan
Budi Utomo. Cet:I; Jakarta: Gema Insani.
1999.
Al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-ilmu
Al-Qur’an. Jakarta:
Pustaka Litera
Antar Nusa. 2012.
Al-Qur’an
dan terjemahnya. Depag RI. Jakarta. 1989. hlm. 116.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad hasbi. Ilmu-ilmu
Al-Qur’an. Semarang: Pustaka rizki
putra. 2002.
Hanafi, A. Segi-Segi Kesusastraan pada Kisah-Kisah
Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Alhusna. 1984.
Syadali, Ahmad dan Ahmad
Rofi’I. Ulumul
Qur’an II. Bandung: Pustaka setia.1997.
Syahidin. Menelusuri
Metode Pendidikan Dalam Al-Qur’an. Bandung: Cv Alfabeta. 2009.
Anonim. Ilmu Qashasil Quran. http://Muarapadangjlr18.wordpress.com/2012/05/17/ilmu-qashashil-quran. diakses pada
tanggal 8 Juni 2014 pukul
09.13 WIB.
Anonim. Qasasul Quran. http://aemezaam.blogspot.com/2012/02/qasasul-quran.html. diakses pada tanggal 8 Juni 2014 pukul
09.23 WIB.
[1] Shalah A. Fattah Al-Khalidy, Kisah-Kisah Al-Qur’an; Pelajaran dari
Orang-Orang Dahulu, diterjemahkan oleh Setiawan Budi Utomo, (Cet:I; Jakarta: Gema Insani, 1999),
hlm. 15.
[2]Manna’
Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an/ Manna’ Khalil al-Qattan: diterjemahkan dari Arab oleh Mudzakir AS, (Cet:XVI; Jakarta:
pustaka Litera Antar Nusa, 2012), hlm. 435-436.
[4]
Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an/ Manna’ Khalil al-Qattan: diterjemahkan dari Arab oleh Mudzakir AS, (Cet:XVI; Jakarta:
pustaka Litera Antar Nusa, 2012), hlm. 436.
[5] A. Hanafi, Segi-Segi Kesusastraan pada Kisah-Kisah Al-Qur’an, (Jakarta:
Pustaka Alhusna, 1984), hlm. 48.
[6]A. Hanafi, Segi-Segi Kesusastraan pada Kisah-Kisah Al-Qur’an, (Jakarta:
Pustaka Alhusna, 1984), hlm. 53.
[9] Anonim, IlmuQashasil Quran, http://Muarapadangjlr18.wordpress.com/2012/05/17/ilmu-qashashil-quran , hlm.1-3, diakses pada tanggal 8 Juni 2014 pukul 09.13 WIB.
[10] Anonim, Qasasul Quran, http://aemezaam.blogspot.com/2012/02/qasasul-quran.html , hlm. 3, diakses pada tanggal 8 Juni 2014 pukul 09.23 WIB.
[12] A. Hanafi, Segi-Segi Kesusastraan pada Kisah-Kisah Al-Qur’an, (Jakarta:
Pustaka Alhusna, 1984), hlm. 48-50.
[13]
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), hlm. 193.
[15]
Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan Dalam Al-Qur’an, (Bandung: Cv Alfabeta, 2009), hlm.100. KISAH-KISAH DALAM AL-QUR’AN
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Yuyun Affandi Lc. MA.
Disusun Oleh:
Nis Himayah (131311114)
Mita
Lia Sofiana (131311115)
Umi Fatmah (131311116)
Zahrotu Millah (131311117)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
MANAJEMEN DAKWAH
Institut Agama Islam Negeri ( IAIN )
WALISONGO Semarang
Tahun 2014
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagai sebuah kitab suci,
Al-Qur’an memuat kisah-kisah yang tak terkotori oleh goresan pena tangan-tangan
jahil dan tidak tercampuri kisah dusta dan rekayasa. Kisah-kisahnya merupakan
kisah yang benar, yang Allah kisahkan untuk segenap manusia, sebagai cerminan
dan contoh bagi kehidupan manusia sekarang dan akan datang.
Kisah-kisah yang terdapat dalam
Al-Qur’an mengandung banyak hikmah yang dijadikan pedoman dan pegangan hidup
kita. Kisah-kisahnya tentang sikap dan perbuatan mulia harus kita jadikan
contoh dan teladan di dalam kehidupan kita. Sebaliknya, kisah-kisahnya tentang
sikap dan perbuatan tercela dan durhaka harus dijadikan rambu-rambu dan
pelajaran agar kita tidak terpeleset dan terperosok ke jurang kehancuran.
Dengan adanya perkembangan
zaman yang semakin kompleks ini, maka umat
Islam perlu untuk mempelajari kisah nabi-nabi dan orang-orang terdahulu yang
terdapat di dalam Al-Qur’an sebagai pedoman maupun petunjuk dalam menghadapi
berbagai masalah kehidupan.
Dalam Al-Qur’an sendiri, Allah telah menceritakan kepada kita kisah-kisah
orang-orang terdahulu dan menyifati kisah ini sebagai dkisah yang benar dan
tidak diragukan, sebagaimana Ia telah menyifati kisah ini sebagai kisah terbaik
(ahsanul-qashash).[1]
B.
Rumusan Masalah
a.
Apakah pengertian kisah
dalam Al-Qur’an?
b.
Apakah sumber kisah
Al-Qur’an?
c.
Apakah unsur-unsur kisah
Al-Qur’an?
d.
Apakah macam-macam
kisah dalam Al-Qur’an?
e.
Apakah tujuan kisah
Al-Qur’an?
f.
Apakah ibrah dari pengguna
nama dan gelar tokoh dalam kisah Al-Qur’an?
g.
Apakah pentingnya
kisah dalam Al-Qur’an?
h.
Apakah hikmah
diulangnya kisah/Qashash dalam Al-Qur’an?
i.
Apakah faedah dari
kisah-kisah dalam Al-Qur’an?
j.
Apakah pengaruh
kisah-kisah Al-Qur’an dalam dunia pendidikan?
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kisah
dalam Al-Qur’an
Kisah berasal
dari kata al-qassu yang berarti mencari atau mengikuti jejak.
Dikatakan: "قَصَصْتُ اَثَرَهُ", artinya “saya mengikuti atau mencari jejaknya”. Kata
al-qasas adalah bentuk masdar. Firman Allah: فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا (al-Kahfi
[18]:64). Maksudnya, kedua orang itu kembali lagi untuk mengikuti jejak dari
mana keduanya itu datang. Dan firman-Nya melalui lisan ibu Musa: وَقَالَتْ لِأُخْتِهِ قُصِّيهِ (Dan berkatalah ibu Musa kepada saudaranya yang
perempuan: Ikutilah dia.) (al-Qasas [28]:11). Maksudnya, ikutillah jejaknya
sampai kamu melihat siapa yang mengambilnya.[2]
Qasas berarti berita yang berurutan. Firman Allah: إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ (Sesungguhnya ini adalah berita yang benar. ) (Ali ‘Imran [3]:62).
Dan firman-Nya: لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ (Sesungguhnya pada berita mereka itu terdapat
pelajaran bagi orang-orang yang berakal.) (Yusuf [12]: 111). Sedang al-qissah
berarti urusan, berita, perkara, dan keadaan.
Secara bahasa kata Qashash jamak dari Qishah, artinya
kisah, cerita, berita, atau keeadaan. Sedangkan pengertian Qashashul
Qur’an menurut
istilah ialah kisah-kisah dalam Al-Qur’an tentang para Nabi dan Rasul mereka,
serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini, dan masa
yang akan datang.[3]
Al-Qur’an telah
menyebutkan kata qashas dalam beberapa konteks, pemakaian, dan tashrif
(konjungsi) nya: dalam bentuk fiil madhi, mudori’, amr, dan dalam bentuk
mashdar. Menurut Manna’ Khalil al-Qattan, Qashash Al-Qur’an adalah
pemberitaan qur’an tentang hal ihwal umat yang telah lalu, nubuwat (kenabian)
yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.[4]
Qur’an banyak mengandung keterangan tentang kajian
pada masa lalu, sejarah bangsa-bangsa,
keadaan negeri-negeri dan peninggalan atau jejak setiap umat. Ia menceritakan
semua keadaan mereka dengan cara yang menarik dan mempesona.
Menurut prof.
Dr. H. Abdul Jalal H.A. Qashshil qur’an ialah kisah-kisah dalam
Al-Qur’an yang menceritakan hal ihwal umat-umat dahulu dan nabi-nabi mereka
serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini, dan masa
yang akan datang.
B.
Sumber Kisah Al-Qur’an
Pembicaraan
mengenai sumber kisah Al-Qur’an terdapat dua golongan yang perlu ditanggapi, yakni golongan ulama Islam itu sendiri dan golongan para orientalis.
Kebanyakan
ulama berpendirian, bahwa pembahasan mengenai sumber kisah Al-Qur’an tidak
dapat dibenarkan. Mereka beralasan bahwa kisah Al-Qur’an adalah sebagian
dari Al-Qur’an, sedang ia diturunkan
oleh Allah Swt. Pada dasarnya setinggi apapun pengetahuan manusia, maka tidak akan bisa mencari sumber-sumber apa
yang diturunkan Allah.
Sebenarnya,
usaha mencari sumber kisah Al-Qur’an tidak perlu dianggap sebagai sesuatu yang
aneh. Sebab, para ulama ushul (hukum Islam) telah membahas hubungan
Islam dengan agama-agama langit sebelumnya dan mereka berkesimpulan bahwa
syari’at ummat Islam sebelum kita menjadi syariat kita pula, selama itu tidak
bertentangan dengan syari’at Islam. Bahkan, lebih dari itu mereka menyatakan,
bahwa di antara unsur-unsur agama Islam ada yanng berasal dari zaman Jahily (kebodohan).
Di antaranya adalah pemberian warisan kepada anak-anak perempuan sepertiga dari
bagian laki-laki, dzihar, dan ila’ dalam perkawinan dan lain
sebagainya.[5]
Pembahasan
mengenai sumber-sumber kisah al-Qur’an sangat penting, karena unsur-unsur hukum
agama tidak mungkin diketahui selain melalui Nabu dan para Rasul, maka
unsur-unsur kisah diambil dari peristiwa-peristiwa kemanusiaan yang tidak hanya
diketahui melalui Rasul dan Nabi-Nabi saja.
Sementara itu,
golongan orientalis mengambil kisah Al-Qur’an sebagai bahan perbandingan dengan
berita-berita dan peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam Taurat dan Injil
serta buku-buku sejarah. Dalam perbandingan tersebut mereka berkesimpulan,
bahwa dalam Al-Qur’an terdapat kesalahan-kesalahan historis yang menunjukkan
bahwa Al-Qur’an itu berasal dari Nabi Muhammad sendiri. Sebab, kalau sekiranya
berasal dari Allah tentu tidak berisi kesalaham sama sekali.
Akan tetapi,
sebenarnya perbandingnan-perbandingan yang mereka lakukan itu tidak tepat dan
tidak perlu terjadi. Kecuali jika sudah dapat dipastikan, bahwa yang
dimaksudkan dengan penyebutan berita-berita itu adalah dalam arti historisnya.
Dan, bahwa pemilihan terhadap para pelaku, peristiwa dan dialog didasarkan atas
pengakuan; semua unsur ini adalah benar-benar terjadi dan sejalan dengan logika
sejarah. Akan tetapi, jika kisah-kisah Al-Qur’an tidak dimaksudkan untuk
mengemukakan dokumen-dokumen sejarah, dan bukan pula mengajarkan
kejadian-kejadian sejarah, maka perbandingan para orientalis tersebut tidak ada
dasarnya.
Perbandingan
antara Al-Qur’an dengan taurat:
1.
Dalam
taurat semua Nabi dan Rasul-Rasul diceritakan. Sedangkan dalam Al-Qur’an hanya
sebagian saja yang dikisahkan, dan sebagian tidak. (an-Nisa
: 164)
2.
Di
antara berita-berita mereka, yang disebutkan hanyalah hal-hal yang
persesuaiannya dengan dakwah Islamiyah,dan
sikap Nabi Muhammad sendiri terhadap kaumnya. Oleh karena itu, tidak ada
perincian seperti dalam taurat.
3.
Soal
waktu tidak dijadikan faktor pokok dalam
penuturan peristiwa-peristiwa kisah Al-Qur’an. Ini sesuatu hal yang berbeda
dengan taurat.
4.
Kisah-kisah
dalam taurat dimaksudkan untuk menjadi bahan nasehat dan tauladan, memberi
petunjuk, menjelaskan prinsip-prinsip islam, menetapkan hati Nabi Muhammad saw
menggoncangkan hati orang-orang musrik, serta tujuan-tujuan lain yang tidak
bersifat sejarah.
C.
Unsur-Unsur Kisah Al-Qur’an
Unsur-unsur
kisah pada galibnya ada tiga, yaitu pelaku (as-sakhsiyyat), peristiwa (ahdats),
dan percakapan (al-hiwar, dialog). Ketiga unsur ini terdapat pada hampir
seluruh kisah Al-Qur’an seperti lazimnya dalam kisah-kisah biasa. Hanya saja
peranan ketiga unsur itu tidaklah sama, sebab boleh jadi salah satu dari ketiga
yang menonjol, sedangkan unsur yang lain hampir hilang. Satu-satunya
pengecualian ialah kisah Nabi Yusuf, di mana ketiga unsur tersebut ada semuanya
dan dibagi menurut teknik kisah biasa. Cara semacam ini tidak didapati pada
lainnya, karena kisah Al-Qur’an pada umumnya bersifat pendek (uqshushah),
bukan kisah yang panjang.[6]
D.
Macam-Macam
Kisah dalam Al-Qur’an
Dalam
Al-Qur’an banyak mengisahkan beberapa peristiwa yang pernah terjadi dalam
sejarah. Dari Al-qur’an dapat diketahui beberapa kisah yang pernah dialami
orang-orang jauh sebelum kita. Kisah-kisah
dalam Al-Qur’an dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
1.
Dari
segi waktu
Ditinjau
dari segi waktu kisah-kisah dalam Al-Qur’an ada tiga, yaitu:
a.
Kisah
hal ghaib yang terjadi pada masa lalu.
Yaitu kisah
yang menceritakan kejadian-kejadian ghaib yang sudah tidak bisa tidak bisa
ditangkap oleh panca indra, yang terjadi dimasa lampau. Seperti kisah Nabi Nuh, Nabi Musa dan
Siti Maryam.
b.
Kisah
hal ghaib yang terjadi pada masa kini
Yaitu kisah
yang menerangkan hal-hal ghaib pada masa sekarang, (meski sudah ada sejak dulu
dan masih akan tetap ada sampai masa yang akan datang) dan yang menyingkap
rahasia-rahasia orang-orang munafik. Seperti kisah yang menerangkan tentang
Allah dengan segala sifat-sifatnya, para malaikat, jin,
setan, dan siksaan neraka, kenikmatan surge, dan lain sebagainya. Kisah-kisah tersebut dari dulu sudah ada, sekarang pun masih ada
dan hingga masa yang akan datang pun masih ada.
c.
Kisah
hal ghaib yang terjadi pada masa yang akan datang
Yaitu
kisah-kisah yang menceritakan peristiwa yang akan datang yang belum terjadi
pada waktu turunnya al-Qur’an, kemudian peristiwa itu benar-benar terjadi. Karena
itu, pada masa sekarang ini, berarti peristiwa yang
telah dikisahkan telah terjadi. Seperti kemenangan bangsa romawi atas Persia
yang diterangkan ayat 1-4 surah al-Rum.
Dan seperti mimpi Nabi bahwa
beliau akan dapat masuk masjidil Haram bersama para sahabat dalam keadaan
sebagian mereka bercukur rambut dan yang lain tidak. Pada perjanjian
Hudaibiyah, nabi gagal masuk Makkah, sehingga
diejek orang yahudi, nasrani dan kaum munafik, bahwa mimpi nabi tersebut tidak
terjadi. Maka turunlah ayat 27 surat al-Fath. Serta contoh jaminan Allah
terhadap keselamatan Nabi Muhammad dari penganiayaan orang, meski banyak orang
ynag mengancam akan membunuh.[7]
2.
Dari
segi materi
Dari
segi materi, maka kisah al-Qur’an itu terbagi menjadi tiga:
1.
Kisah
para nabi, mukjizat mereka, fase-fase dakwah mereka, penentang mereka, dan
pengikut mereka. Seperti kisah Nabi Adam, Nabi Musa, Nabi
Muhammad dan lainnya.
2.
Kisah
orang-orang yang belum tentu nabi dan kelompok-kelompok manusia tertentu.
Seperti kisah Lukmanul hakim, Qarun, Thaluth, ashab al-Kahfi dll.
3.
Kisah
peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian di zaman Rosululloh. Seperti kisah
perang badar, perang uhud, perang Hunain, perang tabuk, perang ahzab, peristiwa
hijrah dsb[8]
E.
Tujuan Kisah
Al-Qur’an (Qashashil
Qur’an)
Kisah-kisah dalam Al-Qur’an secara umum bertujuan kebenaran dan
semata-mata tujuan agama. Dilihat dari keseluruhan kisah yang ada maka
tujuan-tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
a.
Untuk
menetapkan bahwa nabi Muhammad benar-benar menerima wahyu dari Allah bukan dari
orang-orang ahli kitab seperti
yahudi dan nasrani. [9]
b.
Kisah
dalam Al-Qur’an mempunyai tujuan untuk pelajaran bagi umat manusia.
c.
Membuat
jiwa Rasul Allah tentram dan tegar dalam berdakwah.
d.
Untuk
mengkritik para ahli kitab terhadap keterangan-keterangan yang mereka
sembunyikan tentang kebenaran Nabi Muhammad dengan mengubah isi kitab mereka.
e.
Mengabadikan
usaha-usaha para Nabi dan peringatan bahwa para nabi yang terdahulu adalah
benar.
f.
Menanamkan
Akhlakulkarimah dan budi pekerti yang mulia.
g.
Menerangkan
bahwa agama semuanya dari Allah, dari masa nabi nuh sampai masa nabi Muhammad,
bahwa kaum muslimin semuanya merupakan
satu umat.
h.
Menjadikan uswatun hasanah suritauladan bagi kita semua,
yaitu dengan mencontoh akhlak terpuji dari para nabi dan orang-orang shalih
yang disebutkan dalam Al- Qur’an.[10]
i.
Menjelaskan
prinsip-prinsip dakwah agama Allah, yaitu semua
ajaran para Rasul yang intinya adalah
tauhid.
j.
Menjelaskan
sunnah Allah.
F.
Ibrah
dari
Pengguna
Nama dan
Gelar Tokoh dalam Kisah Al-Qur’an
Sebagaimana dijelaskan diatas, kisah-kisah dalam Al-Qur’an
menyingkap beberapa peristiwa baik yang telah terjadi sebelum Al-Qur’an ataupun
peristiwa-peristiwa yang akan terjadi. Dalam
suatu kisah tidak ada empat hal yang terdapat didalamnya. Empat hal tersebut
yaitu : jenis peristiwa itu sendiri,pelaku peristiwa,tempat peristiwa dan waktu
peristiwa. Keempat hal tersebut akan selalu berkaitan dan menyatu dalam setiap
peristiwa.
Di dalam Al-Qur’an banyak dikisahkan tentang berbagai jenis peristiwa
yang pernah terjadi bumi yang kita injak ini, seperti kisah tentang banjir
bandang pada masa Nabi Nuh, kisah hujan batu dan gempa dahsyat pada masa Nabi Luth,kisah
tentang perang badar, kisah Isra
Mi’raj, kisah tentang
kehidupan di surga yang
penuh nikmat, kisah kehidupan di neraka yang penuh derita , dan lain-lain.
Dalam mengungkapkan peristiwa-peristiwa yang sudah dan akan
terjadi, Al-Qur’an menyebutkan beberapa pelaku atau tokoh dari suatu peristiwa.
Beberapa tokoh atu peristiwa yang disebutkan dalam Al-Qur’an seperti para Nabi
dan utusan Allah yang diberi tugas untuk menyampaikan risalah , orang-orang
saleh yang tidak dapat dipastikan kenabiannya, seperti: Lukman, Zul Qarnain,
Thalut, orang-orang ingkar terhadap Allah seperti; Fir’aun, Jalut, Qarun, Abu
lahab, dll. Terkadang dalam beberapa kisah, pelaku peristiwa yang tidak
disebutkan secara langsung dalamAl-qur’an, tetapi hanya diuangkapkan secara
maknawi, terutama kisah-kisah yang pelakunya secara kolektif, maka hanya
disebutkan secara simbolis, seperti: kaum Ad, kaum Luth ,kaum Quraisy dll.
Adapun mengenai tempat dan waktu kejadian peristiwa hanya
diungkapkan secara global, kemudian tempat kejadian
setiap saat dapat berubah secara alamiah dan rata-rata umur masing-masing
genaerasi manusia relatif singkat. Namun
demikian di dalam Al-Qur’an
juga terungkap beberapa tempat sejarah yang pernah terjadi suatu peristiwa,
seperti: Safa dan Marwa, bukit Tursina,
masjidil Haram
di Mekah,
masjidil Aqsa di Palestina dll.
Pengungkpan Al-Qur’an yang berkaitan dengan waktu terjadinya peristiwa seperti
dijelaskan pada kisah tentang turunnya Al-Qur’an yang pertama kali ke bumi,
kisah tentang turunnya wahyu terakhir dan lain sebagainya.[11]
Dengan ungkapan-ungkapan Al-Qur’an yang mengisahkan beberapa
kejadian (peristiwa) dengan menyebutkan para tokoh atau pelaku peristiwa akan
sangat berfaedah bagi orang yang menggunakan Al-Qur’an sebagi pedoman hidupnya.
Karena dari kisah-kisah tersebut banyak ibrah yang dapat diambil manfaat
dan hikmahnya.
Di antara ibrah yang dapat kita ambil yaitu kita dapat
mencontoh kisah-kisah yang dapat dijadikan teladan seperti kisah kehidupan para
Nabi, orang-orang yang beriman dan beramal shaleh. Serta dari kisah-kisah orang yang durhaka kepada Allah kita dapat
mengambil hikmah darinya.
Dengan menyebutkan beberapa tokoh peristiwa sebagaimana terdapat
dalam Al-Qur’an, menjadikan kita mudah mengingat kisah-kisah tersebut, selain
itu dapat memudahkan kita dalam memahami maksud dan tujuan Al-Qur’an.
Namun,
kita perlu menyayangkan terkadang diantara kita dalam memahami ayat-ayat
Al-Qur’an kaitannya dengan kisah suatu peristiwa hanya menekankan pada jenis
peristiwa, mengabaikan waktu kejadian dan pelaku peristiwa, sehingga kurang
dapat menyentuh maksud dan tujuan apa yang dikehendaki dalam Al-Qur’an.
G.
Pentingnya Kisah
dalam Al-Qur’an
Al-qur’an adalah kitab suci agama islam yang
berisi tuntunan-tuntunan bagi umat manusia untuk mencapai kehidupanyang bahagia di dunia dan di akhirat, lahir dan batin.
Segala sesuatu yang diperlukan untuk terwujudnya kebahagiaan tersebut
dijelaskan dalam berbagai ketentuan dan tuntunan tertentu, seperti dengan
berakidah yang benar,dan tata aturan hidup yang baik dalam masyarakat.
Menurut tinjauan kesusastraan, kisah mempunyai
banyak faedah. Diantaranya ialah, kisah bisa merangsang pembacanya untuk terus
mengikuti peristiwa dan pelakunya. Pengaruh kisah bisa menembus orang-orang
terpelajar maupun biasa. Karena pentingnya kedudukan kisah dalam kehidupan
manusia itulah, maka Al-qur’an memakai
kisah-kisah, baik untuk menerangkan orang-orang yang hidup pada masa-masa
sebelumnya, maupun untuk memudahkan persoalan-persoalan abstrak agar dapat diterima
fikiran dengan mudah.[12]
Bagaimana pentingnya kisah dalam Al-qur’an dapat dilihat dari segi
volume, dimana kisah-kisah tersebut memakan tempat yang tidak sedikit dari
seluruh ayat-ayat Al-Qur’an. Bahkan ada
surat-surat Al-Qur’ann yang dikhususkan untuk kisah semata-mata, seperti surat
yusuf, al anbiya, al qasas dan nuh. Dari seluruh surat Al-Qur’an 35 surat
memuat kisah, kebanyakan adalah surat-surat yang panjang.
H.
Hikmah
Diulangnya
Kisah/Qashash
dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an
meliputi berbagai kisah yang berulang-ulang disebut dibeberapa surat. Sebuah
kisah disebut berulang kali dalam bentuk yang berbeda-beda, kadang-kadang
pendek, kadang-kadang panjang. Di antara
hikmah diulangnya kisah/qashashil qur’an adalah:
a.
Menandaskan
kebalaghahan Al-Qur’an dalam
bentuk yang paling tinggi. Di antara
keistimewaan-keistimewaan balaghah, ialah menerangkan sebuah makna dalam
berbagai macam susunan. Dan di tiap-tiap tempat disebut dengan susunan kalimat
yang berbeda dari yang telah disebutkan. Dengan demikian selalu terasa nikmat manakala kita mendengar dan kita membacanya.
b.
Menampakkan
kekuatan I’jaz. Menyebutkan suatu makna dalam berbagai bentuk susunan perkataan
yang tidak dapat ditantang salah satunya oleh sastrawan-sastrawan Arab,
menjelaskan bahwasannya Al-Qur’an itu benar-benar dari Allah.
c.
Memberikan
perhatian penuh kepada kisah itu. Mengulang-ulangi kisah adalah salah satu cara
ta’kid dan salah satu dari tanda-tanda besarnya perhatian, seperti keadaanya
kisah Musa dan Fir’aun, dll.[13]
I.
Faedah dari
Kisah-Kisah dalam Al-Qur’an
Allah menetapkan bahwa dalam kisah orang-orang terdahulu terdapat
hikmah dan pelajaran bagi orang-orang yang berakal, serta yang mampu merenungi
kisah-kisah itu, menemukan hikmah dan nasehat yang ada didalamnya, dan menggali
pelajaran dan petunjuk hidup dari kisah-kisah tersebut. Allah juga
memerintahkan kita untuk bertadabbur terhadapnya, menyuruh untuk meneladani kisah
orang-orang sholih dan muslim, serta
mengambil metode mereka dalam berdakwah dalam posisi kita sebagai makhluk dan
khalifah dimuka Menunjukkan kebenaran Al-Qur’an dan kebenaran kisah-kisahnya,
karena
segala yang dijelaskan Allah dalam Al-Qur’an adalah benar. Hal ini ditegaskan
oleh ayat 13 surat al-Kahfi dan ayat 3
surat Al-Qashash.
Kisah-kisah dalam Qur’an mempunyai banyak faedah, di antar faedah terpenting dari kisah dalam Al-Qur’an ialah:
1.)
Menjelaskan asas-asas
dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok-pokok syari’at yang dibawa oleh para nabi:
(al-Anbiya’[21]: 25).
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ
أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun
sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada Tuhan selain
Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan aku.”
2.)
Meneguhkan dan mengokohkan hati Rasulullah dan hati umat Muhammad
atas agama Allah, memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya
kebenaran dan para pendukungnya serta hancurnya kebatilan dan para pembelanya. (Hud[11]: 120).
وَكُلًّا
نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ ۚ
وَجَاءَكَ فِي هَٰذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَىٰ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan
semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang
dengannya kami teguhkan hatimu; dan dalam surat Ini Telah datang kepadamu
kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman”.
3.)
Menampakkan kebenaran Nabi Muhammad dalam
dakwahnya dengan apa yang diberitakannya tentang hal ihwal orang-orang
terdahulu di sepanjang kurun dan generasi. (Al-Fath: 27).
لَقَدْ صَدَقَ اللَّهُ رَسُولَهُ الرُّؤْيَا بِالْحَقِّ ۖ
لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ مُحَلِّقِينَ
رُءُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ لَا تَخَافُونَ ۖ فَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوا
فَجَعَلَ مِنْ دُونِ ذَٰلِكَ فَتْحًا قَرِيبًا
4.)
Membenarkan para nabi
terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan
peninggalannya.
5.)
Menyibak kebohongan
ahli kitab dengan hujjah yang membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka
sembunyikan, dan menantang mereka dengan isi kitab mereka sendiri sebelum kitab
itu diubah dan diganti, Misalnya firman Allah (Ali Imran[3]: 93). [14]
كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلًّا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ إِلَّا مَا
حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ تُنَزَّلَ التَّوْرَاةُ
قُلْ فَأْتُوا بِالتَّوْرَاةِ فَاتْلُوهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil
melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya'qub) untuk dirinya sendiri
sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: "(Jika kamu mengatakan ada makanan
yang diharamkan sebelum turun Taurat),
Maka bawalah Taurat itu, lalu Bacalah dia jika kamu orang-orang yang
benar".
6.)
Kisah termasuk salah
satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar dan memantapkan
pesan-pesan yang terkandung di dalamnya ke dalam jiwa. Maka, dapat menunjukkan pengabdian
usaha-usaha para anbiya’ dan pernyataan para nabi terdahulu adalah benar. Firman
Allah (Yusuf [12]: 111).
لَقَدْ كَانَ
فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ۗ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ
وَلَٰكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى
وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“ Sesungguhnya
pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang
yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi
membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan
sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”.
J.
Pengaruh
Kisah-Kisah Al-Qur’an dalam Dunia Pendidikan
Kisah yang baik dan cermat
akan tentu digemari dan menembus relung jiwa manusia dengan sangat mudah.
Perasaan dan halnya mengikuti alur kisah tersebut tanpa perasan jenuh dan
kesal, serta unsur-unsurnya dapat dijelajahi akal sehingga ia dapat memetik
pelajaran dari kisah-kisah tersebut.
Pelajaran yang disampaikan dengan metode ceramah tanpa variasi akan
menimbulkan kebosanan. Oleh karena itu, maka uslub qasasi (narasi) sangat
bermanfaat dan mengandung banyak faedah. Pada umumnya, anak-anak suka mendengarkan
cerita-cerita, memperhatikan riwayat kisah dan ingatannya dapat dengan mudah
menampung apa yang diriwayatkan kepadanya, kemudian ia menirukan dan
mengisahkannya.
Hal ini sudah seharusnya dimanfaatkan oleh paraguru dalam dunia
pendidikan, khususnya dalam pendidikan agama yang merupakan inti pengajaran
soko guru pendidikan. Menurut Dr. H. syahidin kisah Qur’an dapat member dampak
positif secara langsung terhadap kejiwaaan siswa. Dampak tersebut antara lain:
a.
Dampak
terhadap emosi siswa :
·
Tertanamnya
kebencian terhadap kedzaliman dan kecintaan terhadap kebaikan.
·
Tertanamnya
rasa takut akan siksa Allah dan tumbuhnya harapan rahmat Allah
b.
Dampak
terhadap motivasi siswa:
·
Memperkuat
rasa percaya diri dan kebanggan terhadap ajaran agamanya.
·
Menumbukan
keberanian dan mempertahankan kebenaran,dan meningkatkan rasa keingin tahuan
c.
Dampak
terhadap penghayatan siswa:
·
Timbulnya
kesadaran melaksanakan perintah agama.
·
Timbulnya
rasa keikhlasan,kesabaran dan tawakal
d.
Dampak
terhadap pola pikir murid :
·
Melatih
berfikir kritis
·
Melatih
berfikir realistis
·
Melatih
berfikir analisis
·
Melatih
berfikir analogis.
Betapa banyak
manfaat dalam pengajaran dan dampak kepada siswa dari kisah-kisah Al-Qur’an
sebagi mana yang diungkapkan diatas.[15]
PENUTUP
A.
Kesimpulan
a.
Kisah berasal
dari kata al-qassu yang berarti mencari atau mengikuti jejak. Secara bahasa kata Qashash jamak dari Qishah, artinya
kisah, cerita, berita, atau keeadaan. Sedangkan pengertian Qashashul
Qur’an menurut
istilah ialah kisah-kisah dalam Al-Qur’an tentang para Nabi dan Rasul mereka,
serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini, dan masa
yang akan datang.
b.
Mengenai sumber kisah Al-Qur’an terdapat dua golongan yang perlu ditanggapi, yakni golongan ulama Islam itu sendiri dan golongan para orientalis.
Menurut ulama Islam pembahasan mengenai sumber kisah Al-Qur’an tidak dapat
dibenarkan, karena kisah Al-Qur’an adalah sebagian dari Al-Qur’an, sedang ia diturunkan oleh Allah
Swt. Sedangkan menurut para orientalis bahwa dalam Al-Qur’an terdapat
kesalahan-kesalahan historis yang menunjukkan bahwa Al-Qur’an itu berasal dari
Nabi Muhammad sendiri.
c.
Unsur-unsur
kisah pada galibnya ada tiga, yaitu pelaku (as-sakhsiyyat), peristiwa (ahdats),
dan percakapan (al-hiwar, dialog).
d.
Kisah dalam
Al-Qur’an dapat dibagi menjadi beberapa macam, yakni ditinjau dari segi waktu (kisah hal ghaib yang terjadi pada masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang) serta
segi materi (kisah para nabi, kisah
orang-orang yang belum tentu nabi dan kelompok-kelompok manusia tertentu, serta kisah peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian di zaman Rosululloh).
e.
Kisah-kisah
dalam Al-Qur’an secara umum bertujuan kebenaran dan semata-mata tujuan agama, menjelaskan
prinsip-prinsip dakwah agama Allah, maupun menjadikannya sebagai bahan pelajaran serta
teladan bagi umat manusia.
f. Ibrah dari pengguna
nama dan
gelar tokoh dalam kisah al-qur’an yakni dapat
mencontoh kisah-kisah yang dapat dijadikan teladan serta hikmah dari kisah-kisah orang yang durhaka kepada Allah. Kemudian, dengan menyebutkan beberapa tokoh peristiwa yang
terdapat dalam Al-Qur’an, menjadikan kita mudah mengingat kisah-kisah tersebut,
sehingga dapat memudahkan kita dalam memahami maksud dan tujuan Al-Qur’an.
g. Pentingnya kisah dalam Al-Qur’an
h. Hikmah diulangnya kisah/Qashash
dalam Al-Qur’an yakni menandaskan
kebalaghahan Al-Qur’an dalam
bentuk yang paling tinggi, menampakkan
kekuatan I’jaz, memberikan perhatian penuh kepada kisah itu, dan lain sebagainya.
i.
Faedah dari
kisah-kisah dalam Al-Qur’an di antaranya terdapat pada surah al-Anbiya’[21]: 25, Hud[11]: 120, Ali Imran[3]: 93, Yusuf [12]: 111, dan Al-Fath: 27.
B.
Saran
Penulis
berharap dengan adanya makalah ini, dapat memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an dengan baik dan
benar. Di sisi lain, penulis juga berharap dengan adanya makalah ini akan bisa menjadi
bahan bacaan yang baik. Baik untuk mahasiswa maupun kalangan akademika pada
khususnya. Sebagai motivasi maupun inspirasi
dalam mengembangkan kreativitasnya.
Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tentu tidak luput dari kesalahan,
karena kesempurnaan hanyalah milik Allah Swt. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat penulis harapkan untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Khalidy, Shalah A. Fattah. Kisah-Kisah
Al-Qur’an; Pelajaran dari Orang-Orang Dahulu. Diterjemahkan oleh Setiawan
Budi Utomo. Cet:I; Jakarta: Gema Insani.
1999.
Al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-ilmu
Al-Qur’an. Jakarta:
Pustaka Litera
Antar Nusa. 2012.
Al-Qur’an
dan terjemahnya. Depag RI. Jakarta. 1989. hlm. 116.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad hasbi. Ilmu-ilmu
Al-Qur’an. Semarang: Pustaka rizki
putra. 2002.
Hanafi, A. Segi-Segi Kesusastraan pada Kisah-Kisah
Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Alhusna. 1984.
Syadali, Ahmad dan Ahmad
Rofi’I. Ulumul
Qur’an II. Bandung: Pustaka setia.1997.
Syahidin. Menelusuri
Metode Pendidikan Dalam Al-Qur’an. Bandung: Cv Alfabeta. 2009.
Anonim. Ilmu Qashasil Quran. http://Muarapadangjlr18.wordpress.com/2012/05/17/ilmu-qashashil-quran. diakses pada
tanggal 8 Juni 2014 pukul
09.13 WIB.
Anonim. Qasasul Quran. http://aemezaam.blogspot.com/2012/02/qasasul-quran.html. diakses pada tanggal 8 Juni 2014 pukul
09.23 WIB.
[1] Shalah A. Fattah Al-Khalidy, Kisah-Kisah Al-Qur’an; Pelajaran dari
Orang-Orang Dahulu, diterjemahkan oleh Setiawan Budi Utomo, (Cet:I; Jakarta: Gema Insani, 1999),
hlm. 15.
[2]Manna’
Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an/ Manna’ Khalil al-Qattan: diterjemahkan dari Arab oleh Mudzakir AS, (Cet:XVI; Jakarta:
pustaka Litera Antar Nusa, 2012), hlm. 435-436.
[4]
Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an/ Manna’ Khalil al-Qattan: diterjemahkan dari Arab oleh Mudzakir AS, (Cet:XVI; Jakarta:
pustaka Litera Antar Nusa, 2012), hlm. 436.
[5] A. Hanafi, Segi-Segi Kesusastraan pada Kisah-Kisah Al-Qur’an, (Jakarta:
Pustaka Alhusna, 1984), hlm. 48.
[6]A. Hanafi, Segi-Segi Kesusastraan pada Kisah-Kisah Al-Qur’an, (Jakarta:
Pustaka Alhusna, 1984), hlm. 53.
[9] Anonim, IlmuQashasil Quran, http://Muarapadangjlr18.wordpress.com/2012/05/17/ilmu-qashashil-quran , hlm.1-3, diakses pada tanggal 8 Juni 2014 pukul 09.13 WIB.
[10] Anonim, Qasasul Quran, http://aemezaam.blogspot.com/2012/02/qasasul-quran.html , hlm. 3, diakses pada tanggal 8 Juni 2014 pukul 09.23 WIB.
[12] A. Hanafi, Segi-Segi Kesusastraan pada Kisah-Kisah Al-Qur’an, (Jakarta:
Pustaka Alhusna, 1984), hlm. 48-50.
[13]
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), hlm. 193.
0 komentar:
Post a Comment