October 23, 2014

Kisah Kisah dalam Al Qur'an

KISAH-KISAH DALAM AL-QUR’AN
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Yuyun Affandi Lc. MA.
Disusun Oleh:
Nis Himayah              (131311114)
Mita Lia Sofiana        (131311115)
Umi Fatmah               (131311116)
Zahrotu Millah           (131311117)

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
MANAJEMEN DAKWAH
Institut Agama Islam Negeri ( IAIN ) WALISONGO Semarang
Tahun 2014


PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang
Sebagai sebuah kitab suci, Al-Qur’an memuat kisah-kisah yang tak terkotori oleh goresan pena tangan-tangan jahil dan tidak tercampuri kisah dusta dan rekayasa. Kisah-kisahnya merupakan kisah yang benar, yang Allah kisahkan untuk segenap manusia, sebagai cerminan dan contoh bagi kehidupan manusia sekarang dan akan datang.
Kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Qur’an mengandung banyak hikmah yang dijadikan pedoman dan pegangan hidup kita. Kisah-kisahnya tentang sikap dan perbuatan mulia harus kita jadikan contoh dan teladan di dalam kehidupan kita. Sebaliknya, kisah-kisahnya tentang sikap dan perbuatan tercela dan durhaka harus dijadikan rambu-rambu dan pelajaran agar kita tidak terpeleset dan terperosok ke jurang kehancuran.
Dengan adanya perkembangan zaman yang semakin kompleks ini, maka  umat Islam perlu untuk mempelajari kisah nabi-nabi dan orang-orang terdahulu yang terdapat di dalam Al-Qur’an sebagai pedoman maupun petunjuk dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan.
Dalam Al-Qur’an sendiri, Allah telah menceritakan kepada kita kisah-kisah orang-orang terdahulu dan menyifati kisah ini sebagai dkisah yang benar dan tidak diragukan, sebagaimana Ia telah menyifati kisah ini sebagai kisah terbaik (ahsanul-qashash).[1]

B.                Rumusan Masalah
a.       Apakah pengertian kisah dalam Al-Qur’an?
b.      Apakah sumber kisah Al-Qur’an?
c.       Apakah unsur-unsur kisah Al-Qur’an?
d.      Apakah macam-macam kisah dalam Al-Qur’an?
e.       Apakah tujuan kisah Al-Qur’an?
f.       Apakah ibrah dari pengguna nama dan gelar tokoh dalam kisah Al-Qur’an?
g.      Apakah pentingnya kisah dalam Al-Qur’an?
h.      Apakah hikmah diulangnya kisah/Qashash dalam Al-Qur’an?
i.        Apakah faedah dari kisah-kisah dalam Al-Qur’an?
j.        Apakah pengaruh kisah-kisah Al-Qur’an dalam dunia pendidikan?
PEMBAHASAN
A.                Pengertian Kisah dalam Al-Qur’an
Kisah berasal dari kata ­al-qassu yang berarti mencari atau mengikuti jejak. Dikatakan: "قَصَصْتُ اَثَرَهُ", artinya “saya mengikuti atau mencari jejaknya”. Kata al-qasas adalah bentuk masdar. Firman Allah:  فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا  (al-Kahfi [18]:64). Maksudnya, kedua orang itu kembali lagi untuk mengikuti jejak dari mana keduanya itu datang. Dan firman-Nya melalui lisan ibu Musa: وَقَالَتْ لِأُخْتِهِ قُصِّيهِ  (Dan berkatalah ibu Musa kepada saudaranya yang perempuan: Ikutilah dia.) (al-Qasas [28]:11). Maksudnya, ikutillah jejaknya sampai kamu melihat siapa yang mengambilnya.[2]
Qasas berarti berita yang berurutan. Firman Allah: إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ   (Sesungguhnya ini adalah berita yang benar. ) (Ali ‘Imran [3]:62). Dan firman-Nya: لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ (Sesungguhnya pada berita mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal.) (Yusuf [12]: 111). Sedang al-qissah berarti urusan, berita, perkara, dan keadaan.
Secara bahasa kata Qashash jamak dari Qishah, artinya kisah, cerita, berita, atau keeadaan. Sedangkan pengertian Qashashul Qur’an menurut istilah ialah kisah-kisah dalam Al-Qur’an tentang para Nabi dan Rasul mereka, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.[3]
Al-Qur’an telah menyebutkan kata qashas dalam beberapa konteks, pemakaian, dan tashrif (konjungsi) nya: dalam bentuk fiil madhi, mudori’, amr, dan dalam bentuk mashdar. Menurut Manna’ Khalil al-Qattan, Qashash Al-Qur’an adalah pemberitaan qur’an tentang hal ihwal umat yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.[4]
Qur’an banyak mengandung keterangan tentang kajian pada  masa lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan peninggalan atau jejak setiap umat. Ia menceritakan semua keadaan mereka dengan cara yang menarik dan mempesona.
Menurut prof. Dr. H. Abdul Jalal H.A. Qashshil qur’an ialah kisah-kisah dalam Al-Qur’an yang menceritakan hal ihwal umat-umat dahulu dan nabi-nabi mereka serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.

B.                Sumber Kisah Al-Qur’an
Pembicaraan mengenai sumber kisah Al-Qur’an terdapat dua golongan yang perlu ditanggapi, yakni golongan ulama Islam itu sendiri dan golongan para orientalis.
Kebanyakan ulama berpendirian, bahwa pembahasan mengenai sumber kisah Al-Qur’an tidak dapat dibenarkan. Mereka beralasan bahwa kisah Al-Qur’an adalah sebagian dari  Al-Qur’an, sedang ia diturunkan oleh Allah Swt. Pada dasarnya setinggi apapun pengetahuan manusia, maka  tidak akan bisa mencari sumber-sumber apa yang diturunkan Allah.
Sebenarnya, usaha mencari sumber kisah Al-Qur’an tidak perlu dianggap sebagai sesuatu yang aneh. Sebab, para ulama ushul (hukum Islam) telah membahas hubungan Islam dengan agama-agama langit sebelumnya dan mereka berkesimpulan bahwa syari’at ummat Islam sebelum kita menjadi syariat kita pula, selama itu tidak bertentangan dengan syari’at Islam. Bahkan, lebih dari itu mereka menyatakan, bahwa di antara unsur-unsur agama Islam ada yanng berasal dari zaman Jahily (kebodohan). Di antaranya adalah pemberian warisan kepada anak-anak perempuan sepertiga dari bagian laki-laki, dzihar, dan ila’ dalam perkawinan dan lain sebagainya.[5]
Pembahasan mengenai sumber-sumber kisah al-Qur’an sangat penting, karena unsur-unsur hukum agama tidak mungkin diketahui selain melalui Nabu dan para Rasul, maka unsur-unsur kisah diambil dari peristiwa-peristiwa kemanusiaan yang tidak hanya diketahui melalui Rasul dan Nabi-Nabi saja.
Sementara itu, golongan orientalis mengambil kisah Al-Qur’an sebagai bahan perbandingan dengan berita-berita dan peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam Taurat dan Injil serta buku-buku sejarah. Dalam perbandingan tersebut mereka berkesimpulan, bahwa dalam Al-Qur’an terdapat kesalahan-kesalahan historis yang menunjukkan bahwa Al-Qur’an itu berasal dari Nabi Muhammad sendiri. Sebab, kalau sekiranya berasal dari Allah tentu tidak berisi kesalaham sama sekali.
Akan tetapi, sebenarnya perbandingnan-perbandingan yang mereka lakukan itu tidak tepat dan tidak perlu terjadi. Kecuali jika sudah dapat dipastikan, bahwa yang dimaksudkan dengan penyebutan berita-berita itu adalah dalam arti historisnya. Dan, bahwa pemilihan terhadap para pelaku, peristiwa dan dialog didasarkan atas pengakuan; semua unsur ini adalah benar-benar terjadi dan sejalan dengan logika sejarah. Akan tetapi, jika kisah-kisah Al-Qur’an tidak dimaksudkan untuk mengemukakan dokumen-dokumen sejarah, dan bukan pula mengajarkan kejadian-kejadian sejarah, maka perbandingan para orientalis tersebut tidak ada dasarnya.
Perbandingan antara Al-Qur’an dengan taurat:
1.                  Dalam taurat semua Nabi dan Rasul-Rasul diceritakan. Sedangkan dalam Al-Qur’an hanya sebagian saja yang dikisahkan, dan sebagian tidak. (an-Nisa : 164)
2.                  Di antara berita-berita mereka, yang disebutkan hanyalah hal-hal yang persesuaiannya dengan dakwah Islamiyah,dan sikap Nabi Muhammad sendiri terhadap kaumnya. Oleh karena itu, tidak ada perincian seperti dalam taurat.
3.                  Soal waktu tidak dijadikan faktor pokok dalam penuturan peristiwa-peristiwa kisah Al-Qur’an. Ini sesuatu hal yang berbeda dengan taurat.
4.                  Kisah-kisah dalam taurat dimaksudkan untuk menjadi bahan nasehat dan tauladan, memberi petunjuk, menjelaskan prinsip-prinsip islam, menetapkan hati Nabi Muhammad saw menggoncangkan hati orang-orang musrik, serta tujuan-tujuan lain yang tidak bersifat sejarah.

C.                Unsur-Unsur Kisah Al-Qur’an
Unsur-unsur kisah pada galibnya ada tiga, yaitu pelaku (as-sakhsiyyat), peristiwa (ahdats), dan percakapan (al-hiwar, dialog). Ketiga unsur ini terdapat pada hampir seluruh kisah Al-Qur’an seperti lazimnya dalam kisah-kisah biasa. Hanya saja peranan ketiga unsur itu tidaklah sama, sebab boleh jadi salah satu dari ketiga yang menonjol, sedangkan unsur yang lain hampir hilang. Satu-satunya pengecualian ialah kisah Nabi Yusuf, di mana ketiga unsur tersebut ada semuanya dan dibagi menurut teknik kisah biasa. Cara semacam ini tidak didapati pada lainnya, karena kisah Al-Qur’an pada umumnya bersifat pendek (uqshushah), bukan kisah yang panjang.[6]

D.                Macam-Macam Kisah dalam Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an banyak mengisahkan beberapa peristiwa yang pernah terjadi dalam sejarah. Dari Al-qur’an dapat diketahui beberapa kisah yang pernah dialami orang-orang jauh sebelum kita. Kisah-kisah dalam Al-Qur’an dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
1.      Dari segi waktu
Ditinjau dari segi waktu kisah-kisah dalam Al-Qur’an ada tiga, yaitu:
a.              Kisah hal ghaib yang terjadi pada masa lalu.
Yaitu kisah yang menceritakan kejadian-kejadian ghaib yang sudah tidak bisa tidak bisa ditangkap oleh panca indra, yang terjadi dimasa lampau. Seperti kisah Nabi Nuh, Nabi Musa dan Siti Maryam.
b.             Kisah hal ghaib yang terjadi pada masa kini
Yaitu kisah yang menerangkan hal-hal ghaib pada masa sekarang, (meski sudah ada sejak dulu dan masih akan tetap ada sampai masa yang akan datang) dan yang menyingkap rahasia-rahasia orang-orang munafik. Seperti kisah yang menerangkan tentang Allah dengan segala sifat-sifatnya, para malaikat, jin, setan, dan siksaan neraka, kenikmatan surge, dan lain sebagainya. Kisah-kisah tersebut dari dulu sudah ada, sekarang pun masih ada dan hingga masa yang akan datang pun masih ada.
c.              Kisah hal ghaib yang terjadi pada masa yang akan datang
Yaitu kisah-kisah yang menceritakan peristiwa yang akan datang yang belum terjadi pada waktu turunnya al-Qur’an, kemudian peristiwa itu benar-benar terjadi. Karena itu, pada masa sekarang ini, berarti peristiwa yang telah dikisahkan telah terjadi. Seperti kemenangan bangsa romawi atas Persia yang diterangkan ayat 1-4 surah al-Rum. Dan seperti mimpi Nabi bahwa beliau akan dapat masuk masjidil Haram bersama para sahabat dalam keadaan sebagian mereka bercukur rambut dan yang lain tidak. Pada perjanjian Hudaibiyah, nabi gagal masuk Makkah, sehingga diejek orang yahudi, nasrani dan kaum munafik, bahwa mimpi nabi tersebut tidak terjadi. Maka turunlah ayat 27 surat al-Fath. Serta contoh jaminan Allah terhadap keselamatan Nabi Muhammad dari penganiayaan orang, meski banyak orang ynag mengancam akan membunuh.[7]

2.      Dari segi materi
Dari segi materi, maka kisah al-Qur’an itu terbagi menjadi tiga:
1.              Kisah para nabi, mukjizat mereka, fase-fase dakwah mereka, penentang mereka, dan pengikut mereka. Seperti kisah Nabi Adam, Nabi Musa, Nabi Muhammad dan lainnya.
2.              Kisah orang-orang yang belum tentu nabi dan kelompok-kelompok manusia tertentu. Seperti kisah Lukmanul hakim, Qarun, Thaluth, ashab al-Kahfi dll.
3.              Kisah peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian di zaman Rosululloh. Seperti kisah perang badar, perang uhud, perang Hunain, perang tabuk, perang ahzab, peristiwa hijrah dsb[8]

E.                 Tujuan Kisah Al-Qur’an (Qashashil Qur’an)
Kisah-kisah dalam Al-Qur’an secara umum bertujuan kebenaran dan semata-mata tujuan agama. Dilihat dari keseluruhan kisah yang ada maka tujuan-tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
a.       Untuk menetapkan bahwa nabi Muhammad benar-benar menerima wahyu dari Allah bukan dari orang-orang ahli kitab seperti yahudi dan nasrani. [9]
b.      Kisah dalam Al-Qur’an mempunyai tujuan untuk pelajaran bagi umat manusia.
c.       Membuat jiwa Rasul Allah tentram dan tegar dalam berdakwah.
d.      Untuk mengkritik para ahli kitab terhadap keterangan-keterangan yang mereka sembunyikan tentang kebenaran Nabi Muhammad dengan mengubah isi kitab mereka.
e.       Mengabadikan usaha-usaha para Nabi dan peringatan bahwa para nabi yang terdahulu adalah benar.
f.       Menanamkan Akhlakulkarimah dan budi pekerti yang mulia.
g.      Menerangkan bahwa agama semuanya dari Allah, dari masa nabi nuh sampai masa nabi Muhammad, bahwa kaum muslimin semuanya merupakan satu umat.
h.      Menjadikan  uswatun hasanah suritauladan bagi kita semua, yaitu dengan mencontoh akhlak terpuji dari para nabi dan orang-orang shalih yang disebutkan dalam Al- Qur’an.[10]
i.        Menjelaskan prinsip-prinsip dakwah agama Allah, yaitu semua ajaran para Rasul yang intinya adalah tauhid.
j.        Menjelaskan sunnah Allah.

F.                 Ibrah dari Pengguna Nama dan Gelar Tokoh dalam Kisah Al-Qur’an
Sebagaimana dijelaskan diatas, kisah-kisah dalam Al-Qur’an menyingkap beberapa peristiwa baik yang telah terjadi sebelum Al-Qur’an ataupun peristiwa-peristiwa yang akan terjadi. Dalam suatu kisah tidak ada empat hal yang terdapat didalamnya. Empat hal tersebut yaitu : jenis peristiwa itu sendiri,pelaku peristiwa,tempat peristiwa dan waktu peristiwa. Keempat hal tersebut akan selalu berkaitan dan menyatu dalam setiap peristiwa.
Di dalam Al-Qur’an banyak dikisahkan tentang berbagai jenis peristiwa yang pernah terjadi bumi yang kita injak ini, seperti kisah tentang banjir bandang pada masa Nabi Nuh, kisah hujan batu dan gempa dahsyat pada masa Nabi Luth,kisah tentang perang badar, kisah Isra Mi’raj, kisah tentang kehidupan di surga yang penuh nikmat, kisah kehidupan di neraka yang penuh derita , dan lain-lain.
Dalam mengungkapkan peristiwa-peristiwa yang sudah dan akan terjadi, Al-Qur’an menyebutkan beberapa pelaku atau tokoh dari suatu peristiwa. Beberapa tokoh atu peristiwa yang disebutkan dalam Al-Qur’an seperti para Nabi dan utusan Allah yang diberi tugas untuk menyampaikan risalah , orang-orang saleh yang tidak dapat dipastikan kenabiannya, seperti: Lukman, Zul Qarnain, Thalut, orang-orang ingkar terhadap Allah seperti; Fir’aun, Jalut, Qarun, Abu lahab, dll. Terkadang dalam beberapa kisah, pelaku peristiwa yang tidak disebutkan secara langsung dalamAl-qur’an, tetapi hanya diuangkapkan secara maknawi, terutama kisah-kisah yang pelakunya secara kolektif, maka hanya disebutkan secara simbolis, seperti: kaum Ad, kaum Luth ,kaum Quraisy dll.
Adapun mengenai tempat dan waktu kejadian peristiwa hanya diungkapkan secara global, kemudian tempat kejadian setiap saat dapat berubah secara alamiah dan rata-rata umur masing-masing genaerasi manusia relatif singkat. Namun demikian di dalam Al-Qur’an juga terungkap beberapa tempat sejarah yang pernah terjadi suatu peristiwa, seperti: Safa dan Marwa, bukit Tursina, masjidil Haram di Mekah, masjidil Aqsa di Palestina dll. Pengungkpan Al-Qur’an yang berkaitan dengan waktu terjadinya peristiwa seperti dijelaskan pada kisah tentang turunnya Al-Qur’an yang pertama kali ke bumi, kisah tentang turunnya wahyu terakhir dan lain sebagainya.[11]
Dengan ungkapan-ungkapan Al-Qur’an yang mengisahkan beberapa kejadian (peristiwa) dengan menyebutkan para tokoh atau pelaku peristiwa akan sangat berfaedah bagi orang yang menggunakan Al-Qur’an sebagi pedoman hidupnya. Karena dari kisah-kisah tersebut banyak ibrah yang dapat diambil manfaat dan hikmahnya.
Di antara ibrah yang dapat kita ambil yaitu kita dapat mencontoh kisah-kisah yang dapat dijadikan teladan seperti kisah kehidupan para Nabi, orang-orang yang beriman dan beramal shaleh. Serta dari kisah-kisah orang yang durhaka kepada Allah kita dapat mengambil hikmah darinya.
Dengan menyebutkan beberapa tokoh peristiwa sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an, menjadikan kita mudah mengingat kisah-kisah tersebut, selain itu dapat memudahkan kita dalam memahami maksud dan tujuan Al-Qur’an. Namun, kita perlu menyayangkan terkadang diantara kita dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an kaitannya dengan kisah suatu peristiwa hanya menekankan pada jenis peristiwa, mengabaikan waktu kejadian dan pelaku peristiwa, sehingga kurang dapat menyentuh maksud dan tujuan apa yang dikehendaki dalam Al-Qur’an.

G.                Pentingnya Kisah dalam Al-Qur’an
Al-qur’an adalah kitab suci agama islam yang berisi tuntunan-tuntunan bagi umat manusia untuk mencapai kehidupanyang bahagia di dunia dan di akhirat, lahir dan batin. Segala sesuatu yang diperlukan untuk terwujudnya kebahagiaan tersebut dijelaskan dalam berbagai ketentuan dan tuntunan tertentu, seperti dengan berakidah yang benar,dan tata aturan hidup yang baik dalam masyarakat.
Menurut tinjauan kesusastraan, kisah mempunyai banyak faedah. Diantaranya ialah, kisah bisa merangsang pembacanya untuk terus mengikuti peristiwa dan pelakunya. Pengaruh kisah bisa menembus orang-orang terpelajar maupun biasa. Karena pentingnya kedudukan kisah dalam kehidupan manusia itulah, maka Al-qur’an memakai kisah-kisah, baik untuk menerangkan orang-orang yang hidup pada masa-masa sebelumnya, maupun untuk memudahkan persoalan-persoalan abstrak agar dapat diterima fikiran dengan mudah.[12]
Bagaimana pentingnya kisah dalam Al-qur’an dapat dilihat dari segi volume, dimana kisah-kisah tersebut memakan tempat yang tidak sedikit dari seluruh ayat-ayat Al-Qur’an.  Bahkan ada surat-surat Al-Qur’ann yang dikhususkan untuk kisah semata-mata, seperti surat yusuf, al anbiya, al qasas dan nuh. Dari seluruh surat Al-Qur’an 35 surat memuat kisah, kebanyakan adalah surat-surat yang panjang.
H.                Hikmah Diulangnya Kisah/Qashash dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an meliputi berbagai kisah yang berulang-ulang disebut dibeberapa surat. Sebuah kisah disebut berulang kali dalam bentuk yang berbeda-beda, kadang-kadang pendek, kadang-kadang panjang. Di antara hikmah diulangnya kisah/qashashil qur’an adalah:
a.         Menandaskan kebalaghahan Al-Qur’an dalam bentuk yang paling tinggi. Di antara keistimewaan-keistimewaan balaghah, ialah menerangkan sebuah makna dalam berbagai macam susunan. Dan di tiap-tiap tempat disebut dengan susunan kalimat yang berbeda dari yang telah disebutkan. Dengan demikian selalu terasa nikmat manakala kita mendengar dan kita membacanya.
b.         Menampakkan kekuatan I’jaz. Menyebutkan suatu makna dalam berbagai bentuk susunan perkataan yang tidak dapat ditantang salah satunya oleh sastrawan-sastrawan Arab, menjelaskan bahwasannya Al-Qur’an itu benar-benar dari Allah.
c.         Memberikan perhatian penuh kepada kisah itu. Mengulang-ulangi kisah adalah salah satu cara ta’kid dan salah satu dari tanda-tanda besarnya perhatian, seperti keadaanya kisah Musa dan Fir’aun, dll.[13]

I.                   Faedah dari Kisah-Kisah dalam Al-Qur’an
Allah menetapkan bahwa dalam kisah orang-orang terdahulu terdapat hikmah dan pelajaran bagi orang-orang yang berakal, serta yang mampu merenungi kisah-kisah itu, menemukan hikmah dan nasehat yang ada didalamnya, dan menggali pelajaran dan petunjuk hidup dari kisah-kisah tersebut. Allah juga memerintahkan kita untuk bertadabbur terhadapnya, menyuruh untuk meneladani kisah orang-orang sholih dan muslim, serta mengambil metode mereka dalam berdakwah dalam posisi kita sebagai makhluk dan khalifah dimuka Menunjukkan kebenaran Al-Qur’an dan kebenaran kisah-kisahnya, karena segala yang dijelaskan Allah dalam Al-Qur’an adalah benar. Hal ini ditegaskan oleh ayat 13 surat al-Kahfi dan ayat 3 surat Al-Qashash.
Kisah-kisah dalam Qur’an mempunyai banyak faedah, di antar faedah terpenting dari kisah dalam Al-Qur’an ialah:
1.)                Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok-pokok syari’at yang dibawa oleh para nabi: (al-Anbiya’[21]: 25).
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ  
 “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan aku.
2.)              Meneguhkan dan mengokohkan hati Rasulullah dan hati umat Muhammad atas agama Allah, memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para pendukungnya serta hancurnya kebatilan dan para pembelanya. (Hud[11]: 120).
وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ ۚ وَجَاءَكَ فِي هَٰذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَىٰ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu; dan dalam surat Ini Telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman”.
3.)                Menampakkan kebenaran Nabi Muhammad dalam dakwahnya dengan apa yang diberitakannya tentang hal ihwal orang-orang terdahulu di sepanjang kurun dan generasi. (Al-Fath: 27).
لَقَدْ صَدَقَ اللَّهُ رَسُولَهُ الرُّؤْيَا بِالْحَقِّ ۖ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُءُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ لَا تَخَافُونَ ۖ فَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوا فَجَعَلَ مِنْ دُونِ ذَٰلِكَ فَتْحًا قَرِيبًا
4.)                Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya.
5.)                   Menyibak kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan, dan menantang mereka dengan isi kitab mereka sendiri sebelum kitab itu diubah dan diganti, Misalnya firman Allah (Ali Imran[3]: 93). [14]
كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلًّا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ إِلَّا مَا حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ تُنَزَّلَ التَّوْرَاةُ قُلْ فَأْتُوا بِالتَّوْرَاةِ فَاتْلُوهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
 “Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya'qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: "(Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat),  Maka bawalah Taurat itu, lalu Bacalah dia jika kamu orang-orang yang benar".
6.)                Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya ke dalam jiwa. Maka, dapat menunjukkan pengabdian usaha-usaha para anbiya’ dan pernyataan para nabi terdahulu adalah benar. Firman Allah (Yusuf [12]: 111).

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ۗ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ وَلَٰكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

 “ Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”.

J.                   Pengaruh Kisah-Kisah Al-Qur’an dalam Dunia Pendidikan
Kisah yang baik  dan cermat akan tentu digemari dan menembus relung jiwa manusia dengan sangat mudah. Perasaan dan halnya mengikuti alur kisah tersebut tanpa perasan jenuh dan kesal, serta unsur-unsurnya dapat dijelajahi akal sehingga ia dapat memetik pelajaran dari kisah-kisah tersebut.
Pelajaran yang disampaikan dengan metode ceramah tanpa variasi akan menimbulkan kebosanan. Oleh karena itu, maka uslub qasasi (narasi) sangat bermanfaat dan mengandung banyak faedah. Pada umumnya, anak-anak suka mendengarkan cerita-cerita, memperhatikan riwayat kisah dan ingatannya dapat dengan mudah menampung apa yang diriwayatkan kepadanya, kemudian ia menirukan dan mengisahkannya.
Hal ini sudah seharusnya dimanfaatkan oleh paraguru dalam dunia pendidikan, khususnya dalam pendidikan agama yang merupakan inti pengajaran soko guru pendidikan. Menurut Dr. H. syahidin kisah Qur’an dapat member dampak positif secara langsung terhadap kejiwaaan siswa. Dampak tersebut antara lain:
a.       Dampak terhadap emosi siswa :
·         Tertanamnya kebencian terhadap kedzaliman dan kecintaan terhadap kebaikan.
·         Tertanamnya rasa takut akan siksa Allah dan tumbuhnya harapan rahmat Allah
b.      Dampak terhadap motivasi siswa:
·         Memperkuat rasa percaya diri dan kebanggan terhadap ajaran agamanya.
·         Menumbukan keberanian dan mempertahankan kebenaran,dan meningkatkan rasa keingin tahuan
c.       Dampak terhadap penghayatan siswa:
·         Timbulnya kesadaran melaksanakan perintah agama.
·         Timbulnya rasa keikhlasan,kesabaran dan tawakal
d.      Dampak terhadap pola pikir murid :
·         Melatih berfikir kritis
·         Melatih berfikir realistis
·         Melatih berfikir analisis
·         Melatih berfikir analogis.
Betapa banyak manfaat dalam pengajaran dan dampak kepada siswa dari kisah-kisah Al-Qur’an sebagi mana yang diungkapkan diatas.[15]







PENUTUP
A.               Kesimpulan
a.       Kisah berasal dari kata ­al-qassu yang berarti mencari atau mengikuti jejak. Secara bahasa kata Qashash jamak dari Qishah, artinya kisah, cerita, berita, atau keeadaan. Sedangkan pengertian Qashashul Qur’an menurut istilah ialah kisah-kisah dalam Al-Qur’an tentang para Nabi dan Rasul mereka, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.
b.      Mengenai sumber kisah Al-Qur’an terdapat dua golongan yang perlu ditanggapi, yakni golongan ulama Islam itu sendiri dan golongan para orientalis. Menurut ulama Islam pembahasan mengenai sumber kisah Al-Qur’an tidak dapat dibenarkan, karena kisah Al-Qur’an adalah sebagian dari  Al-Qur’an, sedang ia diturunkan oleh Allah Swt. Sedangkan menurut para orientalis bahwa dalam Al-Qur’an terdapat kesalahan-kesalahan historis yang menunjukkan bahwa Al-Qur’an itu berasal dari Nabi Muhammad sendiri.
c.       Unsur-unsur kisah pada galibnya ada tiga, yaitu pelaku (as-sakhsiyyat), peristiwa (ahdats), dan percakapan (al-hiwar, dialog).
d.      Kisah dalam Al-Qur’an dapat dibagi menjadi beberapa macam, yakni ditinjau dari segi waktu (kisah hal ghaib yang terjadi pada masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang) serta segi materi (kisah para nabi, kisah orang-orang yang belum tentu nabi dan kelompok-kelompok manusia tertentu, serta kisah peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian di zaman Rosululloh).
e.       Kisah-kisah dalam Al-Qur’an secara umum bertujuan kebenaran dan semata-mata tujuan agama, menjelaskan prinsip-prinsip dakwah agama Allah, maupun menjadikannya sebagai bahan pelajaran serta teladan bagi umat manusia.
f.       Ibrah dari pengguna nama dan gelar tokoh dalam kisah al-qur’an yakni dapat mencontoh kisah-kisah yang dapat dijadikan teladan serta hikmah dari kisah-kisah orang yang durhaka kepada Allah. Kemudian, dengan menyebutkan beberapa tokoh peristiwa yang terdapat dalam Al-Qur’an, menjadikan kita mudah mengingat kisah-kisah tersebut, sehingga dapat memudahkan kita dalam memahami maksud dan tujuan Al-Qur’an.
g.      Pentingnya kisah dalam Al-Qur’an
h.      Hikmah diulangnya kisah/Qashash dalam Al-Qur’an yakni menandaskan kebalaghahan Al-Qur’an dalam bentuk yang paling tinggi, menampakkan kekuatan I’jaz, memberikan perhatian penuh kepada kisah itu, dan lain sebagainya.
i.       Faedah dari kisah-kisah dalam Al-Qur’an di antaranya terdapat pada surah al-Anbiya’[21]: 25, Hud[11]: 120, Ali Imran[3]: 93, Yusuf [12]: 111, dan Al-Fath: 27.

B.               Saran
            Penulis berharap dengan adanya makalah ini, dapat memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an dengan baik dan benar. Di sisi lain, penulis juga berharap dengan adanya makalah ini akan bisa menjadi bahan bacaan yang baik. Baik untuk mahasiswa maupun kalangan akademika pada khususnya. Sebagai motivasi maupun inspirasi dalam mengembangkan kreativitasnya.
            Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tentu tidak luput dari kesalahan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah Swt. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk lebih menyempurnakan makalah ini.







DAFTAR PUSTAKA
Al-Khalidy, Shalah A. Fattah. Kisah-Kisah Al-Qur’an; Pelajaran dari Orang-Orang Dahulu. Diterjemahkan oleh Setiawan Budi  Utomo. Cet:I; Jakarta: Gema Insani. 1999.
Al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa. 2012.
Al-Qur’an dan terjemahnya. Depag RI. Jakarta. 1989. hlm. 116.
Ash-Shiddieqy, Teungku  Muhammad hasbi. Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Semarang: Pustaka rizki putra. 2002.
Hanafi, A. Segi-Segi Kesusastraan pada Kisah-Kisah Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Alhusna. 1984.
Syadali, Ahmad dan Ahmad Rofi’I. Ulumul Qur’an II. Bandung: Pustaka setia.1997.
Syahidin. Menelusuri Metode Pendidikan Dalam Al-Qur’an. Bandung: Cv Alfabeta. 2009.
Anonim. Ilmu Qashasil Quran. http://Muarapadangjlr18.wordpress.com/2012/05/17/ilmu-qashashil-quran. diakses pada tanggal 8 Juni 2014 pukul 09.13 WIB.
Anonim. Qasasul Quran. http://aemezaam.blogspot.com/2012/02/qasasul-quran.htmldiakses pada tanggal 8 Juni 2014 pukul 09.23 WIB.







[1] Shalah A. Fattah Al-Khalidy, Kisah-Kisah Al-Qur’an; Pelajaran dari Orang-Orang Dahulu, diterjemahkan oleh Setiawan Budi  Utomo, (Cet:I; Jakarta: Gema Insani, 1999), hlm. 15.
[2]Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an/ Manna’ Khalil al-Qattan: diterjemahkan dari Arab oleh Mudzakir AS, (Cet:XVI; Jakarta: pustaka Litera Antar Nusa, 2012), hlm. 435-436.
[3]Al-Qur’an dan terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, 1989), hlm. 116.
[4] Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an/ Manna’ Khalil al-Qattan: diterjemahkan dari Arab oleh Mudzakir AS, (Cet:XVI; Jakarta: pustaka Litera Antar Nusa, 2012), hlm. 436.
[5] A. Hanafi, Segi-Segi Kesusastraan pada Kisah-Kisah Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1984), hlm. 48.
[6]A. Hanafi, Segi-Segi Kesusastraan pada Kisah-Kisah Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1984), hlm. 53.
[7]Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an II, (Bandung: Pustaka Setia,1997), hlm. 28-29.
[8] Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an II, (Bandung: Pustaka Setia,1997), hlm. 30.
[9] Anonim, IlmuQashasil Quran, http://Muarapadangjlr18.wordpress.com/2012/05/17/ilmu-qashashil-quran , hlm.1-3, diakses pada tanggal  8 Juni 2014 pukul 09.13 WIB.
[10] Anonim, Qasasul Quran, http://aemezaam.blogspot.com/2012/02/qasasul-quran.html , hlm. 3, diakses pada tanggal 8 Juni 2014 pukul 09.23 WIB.
[11]Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an II, (Bandung: Pustaka Setia,1997), hlm. 31-34.
[12] A. Hanafi, Segi-Segi Kesusastraan pada Kisah-Kisah Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1984), hlm. 48-50.
[13] Teungku  Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), hlm. 193.
[14]Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an II, (Bandung: Pustaka Setia,1997), hlm. 30.
[15] Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan Dalam Al-Qur’an, (Bandung: Cv Alfabeta, 2009), hlm.100.KISAH-KISAH DALAM AL-QUR’AN
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Yuyun Affandi Lc. MA.
Disusun Oleh:
Nis Himayah              (131311114)
Mita Lia Sofiana        (131311115)
Umi Fatmah               (131311116)
Zahrotu Millah           (131311117)

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
MANAJEMEN DAKWAH
Institut Agama Islam Negeri ( IAIN ) WALISONGO Semarang
Tahun 2014


PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang
Sebagai sebuah kitab suci, Al-Qur’an memuat kisah-kisah yang tak terkotori oleh goresan pena tangan-tangan jahil dan tidak tercampuri kisah dusta dan rekayasa. Kisah-kisahnya merupakan kisah yang benar, yang Allah kisahkan untuk segenap manusia, sebagai cerminan dan contoh bagi kehidupan manusia sekarang dan akan datang.
Kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Qur’an mengandung banyak hikmah yang dijadikan pedoman dan pegangan hidup kita. Kisah-kisahnya tentang sikap dan perbuatan mulia harus kita jadikan contoh dan teladan di dalam kehidupan kita. Sebaliknya, kisah-kisahnya tentang sikap dan perbuatan tercela dan durhaka harus dijadikan rambu-rambu dan pelajaran agar kita tidak terpeleset dan terperosok ke jurang kehancuran.
Dengan adanya perkembangan zaman yang semakin kompleks ini, maka  umat Islam perlu untuk mempelajari kisah nabi-nabi dan orang-orang terdahulu yang terdapat di dalam Al-Qur’an sebagai pedoman maupun petunjuk dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan.
Dalam Al-Qur’an sendiri, Allah telah menceritakan kepada kita kisah-kisah orang-orang terdahulu dan menyifati kisah ini sebagai dkisah yang benar dan tidak diragukan, sebagaimana Ia telah menyifati kisah ini sebagai kisah terbaik (ahsanul-qashash).[1]

B.                Rumusan Masalah
a.       Apakah pengertian kisah dalam Al-Qur’an?
b.      Apakah sumber kisah Al-Qur’an?
c.       Apakah unsur-unsur kisah Al-Qur’an?
d.      Apakah macam-macam kisah dalam Al-Qur’an?
e.       Apakah tujuan kisah Al-Qur’an?
f.       Apakah ibrah dari pengguna nama dan gelar tokoh dalam kisah Al-Qur’an?
g.      Apakah pentingnya kisah dalam Al-Qur’an?
h.      Apakah hikmah diulangnya kisah/Qashash dalam Al-Qur’an?
i.        Apakah faedah dari kisah-kisah dalam Al-Qur’an?
j.        Apakah pengaruh kisah-kisah Al-Qur’an dalam dunia pendidikan?
PEMBAHASAN
A.                Pengertian Kisah dalam Al-Qur’an
Kisah berasal dari kata ­al-qassu yang berarti mencari atau mengikuti jejak. Dikatakan: "قَصَصْتُ اَثَرَهُ", artinya “saya mengikuti atau mencari jejaknya”. Kata al-qasas adalah bentuk masdar. Firman Allah:  فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا  (al-Kahfi [18]:64). Maksudnya, kedua orang itu kembali lagi untuk mengikuti jejak dari mana keduanya itu datang. Dan firman-Nya melalui lisan ibu Musa: وَقَالَتْ لِأُخْتِهِ قُصِّيهِ  (Dan berkatalah ibu Musa kepada saudaranya yang perempuan: Ikutilah dia.) (al-Qasas [28]:11). Maksudnya, ikutillah jejaknya sampai kamu melihat siapa yang mengambilnya.[2]
Qasas berarti berita yang berurutan. Firman Allah: إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ   (Sesungguhnya ini adalah berita yang benar. ) (Ali ‘Imran [3]:62). Dan firman-Nya: لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ (Sesungguhnya pada berita mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal.) (Yusuf [12]: 111). Sedang al-qissah berarti urusan, berita, perkara, dan keadaan.
Secara bahasa kata Qashash jamak dari Qishah, artinya kisah, cerita, berita, atau keeadaan. Sedangkan pengertian Qashashul Qur’an menurut istilah ialah kisah-kisah dalam Al-Qur’an tentang para Nabi dan Rasul mereka, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.[3]
Al-Qur’an telah menyebutkan kata qashas dalam beberapa konteks, pemakaian, dan tashrif (konjungsi) nya: dalam bentuk fiil madhi, mudori’, amr, dan dalam bentuk mashdar. Menurut Manna’ Khalil al-Qattan, Qashash Al-Qur’an adalah pemberitaan qur’an tentang hal ihwal umat yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.[4]
Qur’an banyak mengandung keterangan tentang kajian pada  masa lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan peninggalan atau jejak setiap umat. Ia menceritakan semua keadaan mereka dengan cara yang menarik dan mempesona.
Menurut prof. Dr. H. Abdul Jalal H.A. Qashshil qur’an ialah kisah-kisah dalam Al-Qur’an yang menceritakan hal ihwal umat-umat dahulu dan nabi-nabi mereka serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.

B.                Sumber Kisah Al-Qur’an
Pembicaraan mengenai sumber kisah Al-Qur’an terdapat dua golongan yang perlu ditanggapi, yakni golongan ulama Islam itu sendiri dan golongan para orientalis.
Kebanyakan ulama berpendirian, bahwa pembahasan mengenai sumber kisah Al-Qur’an tidak dapat dibenarkan. Mereka beralasan bahwa kisah Al-Qur’an adalah sebagian dari  Al-Qur’an, sedang ia diturunkan oleh Allah Swt. Pada dasarnya setinggi apapun pengetahuan manusia, maka  tidak akan bisa mencari sumber-sumber apa yang diturunkan Allah.
Sebenarnya, usaha mencari sumber kisah Al-Qur’an tidak perlu dianggap sebagai sesuatu yang aneh. Sebab, para ulama ushul (hukum Islam) telah membahas hubungan Islam dengan agama-agama langit sebelumnya dan mereka berkesimpulan bahwa syari’at ummat Islam sebelum kita menjadi syariat kita pula, selama itu tidak bertentangan dengan syari’at Islam. Bahkan, lebih dari itu mereka menyatakan, bahwa di antara unsur-unsur agama Islam ada yanng berasal dari zaman Jahily (kebodohan). Di antaranya adalah pemberian warisan kepada anak-anak perempuan sepertiga dari bagian laki-laki, dzihar, dan ila’ dalam perkawinan dan lain sebagainya.[5]
Pembahasan mengenai sumber-sumber kisah al-Qur’an sangat penting, karena unsur-unsur hukum agama tidak mungkin diketahui selain melalui Nabu dan para Rasul, maka unsur-unsur kisah diambil dari peristiwa-peristiwa kemanusiaan yang tidak hanya diketahui melalui Rasul dan Nabi-Nabi saja.
Sementara itu, golongan orientalis mengambil kisah Al-Qur’an sebagai bahan perbandingan dengan berita-berita dan peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam Taurat dan Injil serta buku-buku sejarah. Dalam perbandingan tersebut mereka berkesimpulan, bahwa dalam Al-Qur’an terdapat kesalahan-kesalahan historis yang menunjukkan bahwa Al-Qur’an itu berasal dari Nabi Muhammad sendiri. Sebab, kalau sekiranya berasal dari Allah tentu tidak berisi kesalaham sama sekali.
Akan tetapi, sebenarnya perbandingnan-perbandingan yang mereka lakukan itu tidak tepat dan tidak perlu terjadi. Kecuali jika sudah dapat dipastikan, bahwa yang dimaksudkan dengan penyebutan berita-berita itu adalah dalam arti historisnya. Dan, bahwa pemilihan terhadap para pelaku, peristiwa dan dialog didasarkan atas pengakuan; semua unsur ini adalah benar-benar terjadi dan sejalan dengan logika sejarah. Akan tetapi, jika kisah-kisah Al-Qur’an tidak dimaksudkan untuk mengemukakan dokumen-dokumen sejarah, dan bukan pula mengajarkan kejadian-kejadian sejarah, maka perbandingan para orientalis tersebut tidak ada dasarnya.
Perbandingan antara Al-Qur’an dengan taurat:
1.                  Dalam taurat semua Nabi dan Rasul-Rasul diceritakan. Sedangkan dalam Al-Qur’an hanya sebagian saja yang dikisahkan, dan sebagian tidak. (an-Nisa : 164)
2.                  Di antara berita-berita mereka, yang disebutkan hanyalah hal-hal yang persesuaiannya dengan dakwah Islamiyah,dan sikap Nabi Muhammad sendiri terhadap kaumnya. Oleh karena itu, tidak ada perincian seperti dalam taurat.
3.                  Soal waktu tidak dijadikan faktor pokok dalam penuturan peristiwa-peristiwa kisah Al-Qur’an. Ini sesuatu hal yang berbeda dengan taurat.
4.                  Kisah-kisah dalam taurat dimaksudkan untuk menjadi bahan nasehat dan tauladan, memberi petunjuk, menjelaskan prinsip-prinsip islam, menetapkan hati Nabi Muhammad saw menggoncangkan hati orang-orang musrik, serta tujuan-tujuan lain yang tidak bersifat sejarah.

C.                Unsur-Unsur Kisah Al-Qur’an
Unsur-unsur kisah pada galibnya ada tiga, yaitu pelaku (as-sakhsiyyat), peristiwa (ahdats), dan percakapan (al-hiwar, dialog). Ketiga unsur ini terdapat pada hampir seluruh kisah Al-Qur’an seperti lazimnya dalam kisah-kisah biasa. Hanya saja peranan ketiga unsur itu tidaklah sama, sebab boleh jadi salah satu dari ketiga yang menonjol, sedangkan unsur yang lain hampir hilang. Satu-satunya pengecualian ialah kisah Nabi Yusuf, di mana ketiga unsur tersebut ada semuanya dan dibagi menurut teknik kisah biasa. Cara semacam ini tidak didapati pada lainnya, karena kisah Al-Qur’an pada umumnya bersifat pendek (uqshushah), bukan kisah yang panjang.[6]

D.                Macam-Macam Kisah dalam Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an banyak mengisahkan beberapa peristiwa yang pernah terjadi dalam sejarah. Dari Al-qur’an dapat diketahui beberapa kisah yang pernah dialami orang-orang jauh sebelum kita. Kisah-kisah dalam Al-Qur’an dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
1.      Dari segi waktu
Ditinjau dari segi waktu kisah-kisah dalam Al-Qur’an ada tiga, yaitu:
a.              Kisah hal ghaib yang terjadi pada masa lalu.
Yaitu kisah yang menceritakan kejadian-kejadian ghaib yang sudah tidak bisa tidak bisa ditangkap oleh panca indra, yang terjadi dimasa lampau. Seperti kisah Nabi Nuh, Nabi Musa dan Siti Maryam.
b.             Kisah hal ghaib yang terjadi pada masa kini
Yaitu kisah yang menerangkan hal-hal ghaib pada masa sekarang, (meski sudah ada sejak dulu dan masih akan tetap ada sampai masa yang akan datang) dan yang menyingkap rahasia-rahasia orang-orang munafik. Seperti kisah yang menerangkan tentang Allah dengan segala sifat-sifatnya, para malaikat, jin, setan, dan siksaan neraka, kenikmatan surge, dan lain sebagainya. Kisah-kisah tersebut dari dulu sudah ada, sekarang pun masih ada dan hingga masa yang akan datang pun masih ada.
c.              Kisah hal ghaib yang terjadi pada masa yang akan datang
Yaitu kisah-kisah yang menceritakan peristiwa yang akan datang yang belum terjadi pada waktu turunnya al-Qur’an, kemudian peristiwa itu benar-benar terjadi. Karena itu, pada masa sekarang ini, berarti peristiwa yang telah dikisahkan telah terjadi. Seperti kemenangan bangsa romawi atas Persia yang diterangkan ayat 1-4 surah al-Rum. Dan seperti mimpi Nabi bahwa beliau akan dapat masuk masjidil Haram bersama para sahabat dalam keadaan sebagian mereka bercukur rambut dan yang lain tidak. Pada perjanjian Hudaibiyah, nabi gagal masuk Makkah, sehingga diejek orang yahudi, nasrani dan kaum munafik, bahwa mimpi nabi tersebut tidak terjadi. Maka turunlah ayat 27 surat al-Fath. Serta contoh jaminan Allah terhadap keselamatan Nabi Muhammad dari penganiayaan orang, meski banyak orang ynag mengancam akan membunuh.[7]

2.      Dari segi materi
Dari segi materi, maka kisah al-Qur’an itu terbagi menjadi tiga:
1.              Kisah para nabi, mukjizat mereka, fase-fase dakwah mereka, penentang mereka, dan pengikut mereka. Seperti kisah Nabi Adam, Nabi Musa, Nabi Muhammad dan lainnya.
2.              Kisah orang-orang yang belum tentu nabi dan kelompok-kelompok manusia tertentu. Seperti kisah Lukmanul hakim, Qarun, Thaluth, ashab al-Kahfi dll.
3.              Kisah peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian di zaman Rosululloh. Seperti kisah perang badar, perang uhud, perang Hunain, perang tabuk, perang ahzab, peristiwa hijrah dsb[8]

E.                 Tujuan Kisah Al-Qur’an (Qashashil Qur’an)
Kisah-kisah dalam Al-Qur’an secara umum bertujuan kebenaran dan semata-mata tujuan agama. Dilihat dari keseluruhan kisah yang ada maka tujuan-tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
a.       Untuk menetapkan bahwa nabi Muhammad benar-benar menerima wahyu dari Allah bukan dari orang-orang ahli kitab seperti yahudi dan nasrani. [9]
b.      Kisah dalam Al-Qur’an mempunyai tujuan untuk pelajaran bagi umat manusia.
c.       Membuat jiwa Rasul Allah tentram dan tegar dalam berdakwah.
d.      Untuk mengkritik para ahli kitab terhadap keterangan-keterangan yang mereka sembunyikan tentang kebenaran Nabi Muhammad dengan mengubah isi kitab mereka.
e.       Mengabadikan usaha-usaha para Nabi dan peringatan bahwa para nabi yang terdahulu adalah benar.
f.       Menanamkan Akhlakulkarimah dan budi pekerti yang mulia.
g.      Menerangkan bahwa agama semuanya dari Allah, dari masa nabi nuh sampai masa nabi Muhammad, bahwa kaum muslimin semuanya merupakan satu umat.
h.      Menjadikan  uswatun hasanah suritauladan bagi kita semua, yaitu dengan mencontoh akhlak terpuji dari para nabi dan orang-orang shalih yang disebutkan dalam Al- Qur’an.[10]
i.        Menjelaskan prinsip-prinsip dakwah agama Allah, yaitu semua ajaran para Rasul yang intinya adalah tauhid.
j.        Menjelaskan sunnah Allah.

F.                 Ibrah dari Pengguna Nama dan Gelar Tokoh dalam Kisah Al-Qur’an
Sebagaimana dijelaskan diatas, kisah-kisah dalam Al-Qur’an menyingkap beberapa peristiwa baik yang telah terjadi sebelum Al-Qur’an ataupun peristiwa-peristiwa yang akan terjadi. Dalam suatu kisah tidak ada empat hal yang terdapat didalamnya. Empat hal tersebut yaitu : jenis peristiwa itu sendiri,pelaku peristiwa,tempat peristiwa dan waktu peristiwa. Keempat hal tersebut akan selalu berkaitan dan menyatu dalam setiap peristiwa.
Di dalam Al-Qur’an banyak dikisahkan tentang berbagai jenis peristiwa yang pernah terjadi bumi yang kita injak ini, seperti kisah tentang banjir bandang pada masa Nabi Nuh, kisah hujan batu dan gempa dahsyat pada masa Nabi Luth,kisah tentang perang badar, kisah Isra Mi’raj, kisah tentang kehidupan di surga yang penuh nikmat, kisah kehidupan di neraka yang penuh derita , dan lain-lain.
Dalam mengungkapkan peristiwa-peristiwa yang sudah dan akan terjadi, Al-Qur’an menyebutkan beberapa pelaku atau tokoh dari suatu peristiwa. Beberapa tokoh atu peristiwa yang disebutkan dalam Al-Qur’an seperti para Nabi dan utusan Allah yang diberi tugas untuk menyampaikan risalah , orang-orang saleh yang tidak dapat dipastikan kenabiannya, seperti: Lukman, Zul Qarnain, Thalut, orang-orang ingkar terhadap Allah seperti; Fir’aun, Jalut, Qarun, Abu lahab, dll. Terkadang dalam beberapa kisah, pelaku peristiwa yang tidak disebutkan secara langsung dalamAl-qur’an, tetapi hanya diuangkapkan secara maknawi, terutama kisah-kisah yang pelakunya secara kolektif, maka hanya disebutkan secara simbolis, seperti: kaum Ad, kaum Luth ,kaum Quraisy dll.
Adapun mengenai tempat dan waktu kejadian peristiwa hanya diungkapkan secara global, kemudian tempat kejadian setiap saat dapat berubah secara alamiah dan rata-rata umur masing-masing genaerasi manusia relatif singkat. Namun demikian di dalam Al-Qur’an juga terungkap beberapa tempat sejarah yang pernah terjadi suatu peristiwa, seperti: Safa dan Marwa, bukit Tursina, masjidil Haram di Mekah, masjidil Aqsa di Palestina dll. Pengungkpan Al-Qur’an yang berkaitan dengan waktu terjadinya peristiwa seperti dijelaskan pada kisah tentang turunnya Al-Qur’an yang pertama kali ke bumi, kisah tentang turunnya wahyu terakhir dan lain sebagainya.[11]
Dengan ungkapan-ungkapan Al-Qur’an yang mengisahkan beberapa kejadian (peristiwa) dengan menyebutkan para tokoh atau pelaku peristiwa akan sangat berfaedah bagi orang yang menggunakan Al-Qur’an sebagi pedoman hidupnya. Karena dari kisah-kisah tersebut banyak ibrah yang dapat diambil manfaat dan hikmahnya.
Di antara ibrah yang dapat kita ambil yaitu kita dapat mencontoh kisah-kisah yang dapat dijadikan teladan seperti kisah kehidupan para Nabi, orang-orang yang beriman dan beramal shaleh. Serta dari kisah-kisah orang yang durhaka kepada Allah kita dapat mengambil hikmah darinya.
Dengan menyebutkan beberapa tokoh peristiwa sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an, menjadikan kita mudah mengingat kisah-kisah tersebut, selain itu dapat memudahkan kita dalam memahami maksud dan tujuan Al-Qur’an. Namun, kita perlu menyayangkan terkadang diantara kita dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an kaitannya dengan kisah suatu peristiwa hanya menekankan pada jenis peristiwa, mengabaikan waktu kejadian dan pelaku peristiwa, sehingga kurang dapat menyentuh maksud dan tujuan apa yang dikehendaki dalam Al-Qur’an.

G.                Pentingnya Kisah dalam Al-Qur’an
Al-qur’an adalah kitab suci agama islam yang berisi tuntunan-tuntunan bagi umat manusia untuk mencapai kehidupanyang bahagia di dunia dan di akhirat, lahir dan batin. Segala sesuatu yang diperlukan untuk terwujudnya kebahagiaan tersebut dijelaskan dalam berbagai ketentuan dan tuntunan tertentu, seperti dengan berakidah yang benar,dan tata aturan hidup yang baik dalam masyarakat.
Menurut tinjauan kesusastraan, kisah mempunyai banyak faedah. Diantaranya ialah, kisah bisa merangsang pembacanya untuk terus mengikuti peristiwa dan pelakunya. Pengaruh kisah bisa menembus orang-orang terpelajar maupun biasa. Karena pentingnya kedudukan kisah dalam kehidupan manusia itulah, maka Al-qur’an memakai kisah-kisah, baik untuk menerangkan orang-orang yang hidup pada masa-masa sebelumnya, maupun untuk memudahkan persoalan-persoalan abstrak agar dapat diterima fikiran dengan mudah.[12]
Bagaimana pentingnya kisah dalam Al-qur’an dapat dilihat dari segi volume, dimana kisah-kisah tersebut memakan tempat yang tidak sedikit dari seluruh ayat-ayat Al-Qur’an.  Bahkan ada surat-surat Al-Qur’ann yang dikhususkan untuk kisah semata-mata, seperti surat yusuf, al anbiya, al qasas dan nuh. Dari seluruh surat Al-Qur’an 35 surat memuat kisah, kebanyakan adalah surat-surat yang panjang.
H.                Hikmah Diulangnya Kisah/Qashash dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an meliputi berbagai kisah yang berulang-ulang disebut dibeberapa surat. Sebuah kisah disebut berulang kali dalam bentuk yang berbeda-beda, kadang-kadang pendek, kadang-kadang panjang. Di antara hikmah diulangnya kisah/qashashil qur’an adalah:
a.         Menandaskan kebalaghahan Al-Qur’an dalam bentuk yang paling tinggi. Di antara keistimewaan-keistimewaan balaghah, ialah menerangkan sebuah makna dalam berbagai macam susunan. Dan di tiap-tiap tempat disebut dengan susunan kalimat yang berbeda dari yang telah disebutkan. Dengan demikian selalu terasa nikmat manakala kita mendengar dan kita membacanya.
b.         Menampakkan kekuatan I’jaz. Menyebutkan suatu makna dalam berbagai bentuk susunan perkataan yang tidak dapat ditantang salah satunya oleh sastrawan-sastrawan Arab, menjelaskan bahwasannya Al-Qur’an itu benar-benar dari Allah.
c.         Memberikan perhatian penuh kepada kisah itu. Mengulang-ulangi kisah adalah salah satu cara ta’kid dan salah satu dari tanda-tanda besarnya perhatian, seperti keadaanya kisah Musa dan Fir’aun, dll.[13]

I.                   Faedah dari Kisah-Kisah dalam Al-Qur’an
Allah menetapkan bahwa dalam kisah orang-orang terdahulu terdapat hikmah dan pelajaran bagi orang-orang yang berakal, serta yang mampu merenungi kisah-kisah itu, menemukan hikmah dan nasehat yang ada didalamnya, dan menggali pelajaran dan petunjuk hidup dari kisah-kisah tersebut. Allah juga memerintahkan kita untuk bertadabbur terhadapnya, menyuruh untuk meneladani kisah orang-orang sholih dan muslim, serta mengambil metode mereka dalam berdakwah dalam posisi kita sebagai makhluk dan khalifah dimuka Menunjukkan kebenaran Al-Qur’an dan kebenaran kisah-kisahnya, karena segala yang dijelaskan Allah dalam Al-Qur’an adalah benar. Hal ini ditegaskan oleh ayat 13 surat al-Kahfi dan ayat 3 surat Al-Qashash.
Kisah-kisah dalam Qur’an mempunyai banyak faedah, di antar faedah terpenting dari kisah dalam Al-Qur’an ialah:
1.)                Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok-pokok syari’at yang dibawa oleh para nabi: (al-Anbiya’[21]: 25).
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ  
 “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan aku.
2.)              Meneguhkan dan mengokohkan hati Rasulullah dan hati umat Muhammad atas agama Allah, memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para pendukungnya serta hancurnya kebatilan dan para pembelanya. (Hud[11]: 120).
وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ ۚ وَجَاءَكَ فِي هَٰذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَىٰ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu; dan dalam surat Ini Telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman”.
3.)                Menampakkan kebenaran Nabi Muhammad dalam dakwahnya dengan apa yang diberitakannya tentang hal ihwal orang-orang terdahulu di sepanjang kurun dan generasi. (Al-Fath: 27).
لَقَدْ صَدَقَ اللَّهُ رَسُولَهُ الرُّؤْيَا بِالْحَقِّ ۖ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُءُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ لَا تَخَافُونَ ۖ فَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوا فَجَعَلَ مِنْ دُونِ ذَٰلِكَ فَتْحًا قَرِيبًا
4.)                Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya.
5.)                   Menyibak kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan, dan menantang mereka dengan isi kitab mereka sendiri sebelum kitab itu diubah dan diganti, Misalnya firman Allah (Ali Imran[3]: 93). [14]
كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلًّا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ إِلَّا مَا حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ تُنَزَّلَ التَّوْرَاةُ قُلْ فَأْتُوا بِالتَّوْرَاةِ فَاتْلُوهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
 “Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya'qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: "(Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat),  Maka bawalah Taurat itu, lalu Bacalah dia jika kamu orang-orang yang benar".
6.)                Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya ke dalam jiwa. Maka, dapat menunjukkan pengabdian usaha-usaha para anbiya’ dan pernyataan para nabi terdahulu adalah benar. Firman Allah (Yusuf [12]: 111).

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ۗ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ وَلَٰكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

 “ Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”.

J.                   Pengaruh Kisah-Kisah Al-Qur’an dalam Dunia Pendidikan
Kisah yang baik  dan cermat akan tentu digemari dan menembus relung jiwa manusia dengan sangat mudah. Perasaan dan halnya mengikuti alur kisah tersebut tanpa perasan jenuh dan kesal, serta unsur-unsurnya dapat dijelajahi akal sehingga ia dapat memetik pelajaran dari kisah-kisah tersebut.
Pelajaran yang disampaikan dengan metode ceramah tanpa variasi akan menimbulkan kebosanan. Oleh karena itu, maka uslub qasasi (narasi) sangat bermanfaat dan mengandung banyak faedah. Pada umumnya, anak-anak suka mendengarkan cerita-cerita, memperhatikan riwayat kisah dan ingatannya dapat dengan mudah menampung apa yang diriwayatkan kepadanya, kemudian ia menirukan dan mengisahkannya.
Hal ini sudah seharusnya dimanfaatkan oleh paraguru dalam dunia pendidikan, khususnya dalam pendidikan agama yang merupakan inti pengajaran soko guru pendidikan. Menurut Dr. H. syahidin kisah Qur’an dapat member dampak positif secara langsung terhadap kejiwaaan siswa. Dampak tersebut antara lain:
a.       Dampak terhadap emosi siswa :
·         Tertanamnya kebencian terhadap kedzaliman dan kecintaan terhadap kebaikan.
·         Tertanamnya rasa takut akan siksa Allah dan tumbuhnya harapan rahmat Allah
b.      Dampak terhadap motivasi siswa:
·         Memperkuat rasa percaya diri dan kebanggan terhadap ajaran agamanya.
·         Menumbukan keberanian dan mempertahankan kebenaran,dan meningkatkan rasa keingin tahuan
c.       Dampak terhadap penghayatan siswa:
·         Timbulnya kesadaran melaksanakan perintah agama.
·         Timbulnya rasa keikhlasan,kesabaran dan tawakal
d.      Dampak terhadap pola pikir murid :
·         Melatih berfikir kritis
·         Melatih berfikir realistis
·         Melatih berfikir analisis
·         Melatih berfikir analogis.
Betapa banyak manfaat dalam pengajaran dan dampak kepada siswa dari kisah-kisah Al-Qur’an sebagi mana yang diungkapkan diatas.[15]







PENUTUP
A.               Kesimpulan
a.       Kisah berasal dari kata ­al-qassu yang berarti mencari atau mengikuti jejak. Secara bahasa kata Qashash jamak dari Qishah, artinya kisah, cerita, berita, atau keeadaan. Sedangkan pengertian Qashashul Qur’an menurut istilah ialah kisah-kisah dalam Al-Qur’an tentang para Nabi dan Rasul mereka, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.
b.      Mengenai sumber kisah Al-Qur’an terdapat dua golongan yang perlu ditanggapi, yakni golongan ulama Islam itu sendiri dan golongan para orientalis. Menurut ulama Islam pembahasan mengenai sumber kisah Al-Qur’an tidak dapat dibenarkan, karena kisah Al-Qur’an adalah sebagian dari  Al-Qur’an, sedang ia diturunkan oleh Allah Swt. Sedangkan menurut para orientalis bahwa dalam Al-Qur’an terdapat kesalahan-kesalahan historis yang menunjukkan bahwa Al-Qur’an itu berasal dari Nabi Muhammad sendiri.
c.       Unsur-unsur kisah pada galibnya ada tiga, yaitu pelaku (as-sakhsiyyat), peristiwa (ahdats), dan percakapan (al-hiwar, dialog).
d.      Kisah dalam Al-Qur’an dapat dibagi menjadi beberapa macam, yakni ditinjau dari segi waktu (kisah hal ghaib yang terjadi pada masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang) serta segi materi (kisah para nabi, kisah orang-orang yang belum tentu nabi dan kelompok-kelompok manusia tertentu, serta kisah peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian di zaman Rosululloh).
e.       Kisah-kisah dalam Al-Qur’an secara umum bertujuan kebenaran dan semata-mata tujuan agama, menjelaskan prinsip-prinsip dakwah agama Allah, maupun menjadikannya sebagai bahan pelajaran serta teladan bagi umat manusia.
f.       Ibrah dari pengguna nama dan gelar tokoh dalam kisah al-qur’an yakni dapat mencontoh kisah-kisah yang dapat dijadikan teladan serta hikmah dari kisah-kisah orang yang durhaka kepada Allah. Kemudian, dengan menyebutkan beberapa tokoh peristiwa yang terdapat dalam Al-Qur’an, menjadikan kita mudah mengingat kisah-kisah tersebut, sehingga dapat memudahkan kita dalam memahami maksud dan tujuan Al-Qur’an.
g.      Pentingnya kisah dalam Al-Qur’an
h.      Hikmah diulangnya kisah/Qashash dalam Al-Qur’an yakni menandaskan kebalaghahan Al-Qur’an dalam bentuk yang paling tinggi, menampakkan kekuatan I’jaz, memberikan perhatian penuh kepada kisah itu, dan lain sebagainya.
i.       Faedah dari kisah-kisah dalam Al-Qur’an di antaranya terdapat pada surah al-Anbiya’[21]: 25, Hud[11]: 120, Ali Imran[3]: 93, Yusuf [12]: 111, dan Al-Fath: 27.

B.               Saran
            Penulis berharap dengan adanya makalah ini, dapat memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an dengan baik dan benar. Di sisi lain, penulis juga berharap dengan adanya makalah ini akan bisa menjadi bahan bacaan yang baik. Baik untuk mahasiswa maupun kalangan akademika pada khususnya. Sebagai motivasi maupun inspirasi dalam mengembangkan kreativitasnya.
            Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tentu tidak luput dari kesalahan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah Swt. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk lebih menyempurnakan makalah ini.







DAFTAR PUSTAKA
Al-Khalidy, Shalah A. Fattah. Kisah-Kisah Al-Qur’an; Pelajaran dari Orang-Orang Dahulu. Diterjemahkan oleh Setiawan Budi  Utomo. Cet:I; Jakarta: Gema Insani. 1999.
Al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa. 2012.
Al-Qur’an dan terjemahnya. Depag RI. Jakarta. 1989. hlm. 116.
Ash-Shiddieqy, Teungku  Muhammad hasbi. Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Semarang: Pustaka rizki putra. 2002.
Hanafi, A. Segi-Segi Kesusastraan pada Kisah-Kisah Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Alhusna. 1984.
Syadali, Ahmad dan Ahmad Rofi’I. Ulumul Qur’an II. Bandung: Pustaka setia.1997.
Syahidin. Menelusuri Metode Pendidikan Dalam Al-Qur’an. Bandung: Cv Alfabeta. 2009.
Anonim. Ilmu Qashasil Quran. http://Muarapadangjlr18.wordpress.com/2012/05/17/ilmu-qashashil-quran. diakses pada tanggal 8 Juni 2014 pukul 09.13 WIB.
Anonim. Qasasul Quran. http://aemezaam.blogspot.com/2012/02/qasasul-quran.htmldiakses pada tanggal 8 Juni 2014 pukul 09.23 WIB.






[1] Shalah A. Fattah Al-Khalidy, Kisah-Kisah Al-Qur’an; Pelajaran dari Orang-Orang Dahulu, diterjemahkan oleh Setiawan Budi  Utomo, (Cet:I; Jakarta: Gema Insani, 1999), hlm. 15.
[2]Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an/ Manna’ Khalil al-Qattan: diterjemahkan dari Arab oleh Mudzakir AS, (Cet:XVI; Jakarta: pustaka Litera Antar Nusa, 2012), hlm. 435-436.
[3]Al-Qur’an dan terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, 1989), hlm. 116.
[4] Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an/ Manna’ Khalil al-Qattan: diterjemahkan dari Arab oleh Mudzakir AS, (Cet:XVI; Jakarta: pustaka Litera Antar Nusa, 2012), hlm. 436.
[5] A. Hanafi, Segi-Segi Kesusastraan pada Kisah-Kisah Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1984), hlm. 48.
[6]A. Hanafi, Segi-Segi Kesusastraan pada Kisah-Kisah Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1984), hlm. 53.
[7]Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an II, (Bandung: Pustaka Setia,1997), hlm. 28-29.
[8] Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an II, (Bandung: Pustaka Setia,1997), hlm. 30.
[9] Anonim, IlmuQashasil Quran, http://Muarapadangjlr18.wordpress.com/2012/05/17/ilmu-qashashil-quran , hlm.1-3, diakses pada tanggal  8 Juni 2014 pukul 09.13 WIB.
[10] Anonim, Qasasul Quran, http://aemezaam.blogspot.com/2012/02/qasasul-quran.html , hlm. 3, diakses pada tanggal 8 Juni 2014 pukul 09.23 WIB.
[11]Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an II, (Bandung: Pustaka Setia,1997), hlm. 31-34.
[12] A. Hanafi, Segi-Segi Kesusastraan pada Kisah-Kisah Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1984), hlm. 48-50.
[13] Teungku  Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), hlm. 193.
[14]Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an II, (Bandung: Pustaka Setia,1997), hlm. 30.
[15] Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan Dalam Al-Qur’an, (Bandung: Cv Alfabeta, 2009), hlm.100.

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2015 Baca Online dan Seputar Blog
| Distributed By Gooyaabi Templates