Wahyu dan Ilham
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang dimaksud Wahyu ?
2.
Bagaimana cara penyampaian wahyu kepada para Nabi ?
3.
Bagaimana sistem penyampaian wahyu ?
4.
Apa yang dimaksud Ilham ?
5.
Apa perbedaan antara wahyu dan ilham?
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Wahyu
Secara bahasa
wahyu dari kata ((وحى-
يحى- وحيا yang berarti
tersembunyi (al-khafa) dan cepat (al-sur’ah). Dalam kamus lisan
al-Arab disebutkan, bahwa secara bahasa wahyu adalah al-kalam al-khafi (pemberian
informasi secara rahasia). Jadi makna sentral pemberian wahyu adalah pemberian
informasi kepada seseorang secara tersembunyi dan berlangsung dengan cepat
sehingga tidak diketahui oleh yang lain. Dengan kata lain, wahyu adalah sebuah
komunikasi antara dua pihak yang mengandung pemberian informasi atau pesan
secara samar dan rahasia. [1]
Menurut
istilah, Sayid Ridha berpendapat bahwa wahyu adalah suatu ilmu pengetahuan yang
dikhususkan kepada para rasul-Nya dengan tidak mereka usahakan dan tidak mereka
pelajari sebelumnya. Dengan demikian wahyu adalah pengetahuan dan hidayah yang
didapat dengan secara samar/rahasia dan cepat oleh seseorang yaitu para Nabi
dan Rasul didalam dirinya disertai keyakinan bahwa hal tersebut dari sisi Allah
baik dengan perantara atau tanpa perantara.[2]
2.
Cara-cara penyampaian wahyu kepada para Nabi
Di dalam Al-Qur’an surat Al-Syura ayat 51, Allah SWT,
berfirman :
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلا وَحْيًا أَوْ مِنْ
وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ
حَكِيمٌ
“ Dan tidak ada bagi
seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan
perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan
(malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki.
Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana”. (Al-Syura(42): 51)
Ayat di atas menunjukkan
tiga macam cara penyampaian wahyu Allah kepada Rasul dan Nabi-Nya, yaitu :
a.
Allah mencampakkan pengetahuan ke dalam jiwa Nabi tanpa
melalui perantara malaikat. Termasuk ke dalam bagian ini ialah mimpi yang
benar, seperti mimpinya Nabi Ibrahim Khalilullah a.s. ketika diperintahkan agar
menyembelih putranya (Isma’il a.s.) sebagaimana diungkapkan kembali dalam
Al-Qur’an.
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ
مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ
مِنَ الصَّابِرِينَ
Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat
dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia
menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya
Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (QS
Al-Shaffat : 102)
b.
Allah memperdengarkan suara
dari balik tabir seperti yang dialami oleh Nabi Musa a.s. ketika menerima
pengangkatan kenabiannya. Firman Allah :
فَلَمَّا أَتَاهَا نُودِيَ
يَا مُوسَىO إِنِّي أَنَا رَبُّكَ فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ إِنَّكَ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ
طُوًىO وَأَنَا اخْتَرْتُكَ فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوحَىO
“ Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil:
"Hai Musa. Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua
terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa. Dan Aku telah
memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu).” (QS Thaha
: 11-13)
Cara penyampaian wahyu seperti ini
pernah pula dialami oleh Nabi Muhammad Saw. Pada malam hari di waktu mi’raj.[3]
c.
Melalui seorang utusan, yaitu
malaikat. Firman yang dibawa oleh Malaikat dan disampaikannya kepada
manusia, sehingga ia mendengar perkataan Malaikat sebagai Wahyu ketika Malaikat
itu menurunkan firman Allah.[4] Dalam hal ini ada dua macam :
·
Nabi dapat melihat
malaikat Jibril adakalanya dalam bentuk yang asli (hal ini jarang terjadi) dan
ada kalanya Jibril menjelma sebagai seorang manusia.
·
Nabi tidak melihat
Jibril sewaktu menerima wahyu, akan tetapi beliau mendengar suara seperti lebah
atau gemerincingnya suara lonceng pada waktu Jibril datang.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
cara-cara penyampaian wahyu Allah Swt. Kepada para Nabi itu pada hakikatnya
melalui dua cara, yaitu :
1.
Secara langsung, tidak
melalui perantara malaikat.
Dalam hal ini ada dua macam :
ü
Allah menghembuskan
suatu pengetahuan ke dalam jiwa Nabi.
ü
Allah berbicara kepada
Nabi dari balik tabir, dengan maksud Nabi tidak melihat Dzat Allah.
2.
Tidak secara langsung,
yaitu melalui perantara Jibril.
Dalam hal ini ada dua macam pula :
a.
Nabi dapat melihat
Jibril, dan dalam hal ini ada dua macam pula :
ü
Jibril dilihat oleh
Nabi dalam bentuk aslinya
ü
Jibril dilihat oleh
Nabi dalam bentuk seorang manusia
3.
Pengertian Ilham
Ilham menurut bahasa adalah
الالهام لغة :
الابتلاع وهو ايضا الجرع والتلقين والايحاء
“ menelan, meneguk, mengajarkan
dan mewahyukan”.
Ilham adalah
Allah yang menyampaikan ke dalam jiwa sesuatu urusan yang membangkitkan untuk
mengerjakan atau meninggalkan . dalam surat Asy-Syams ayat 8 disebutkan :
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
“maka
Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”.
Menurut istilah
adalah perasaan halus yang jiwa merasa yakin lalu mendorongnya kepada apa yang
dicari, tanpa merasa/mengetahui dari mana datangnya. Jadi ilham adalah
pengetahuan/perasaan halus/insting yang mendorongnya untuk mengetahui tanpa
merasa dari mana datangnya.
4.
Persamaan dan Perbedaan antara Wahyu dan Ilham
Keduanya sama-sama merupakan ilmu pengetahuan yang
didapat di dalam jiwa dengan secara cepat dan rahasia tanpa dipelajari lebih
dahulu.
Perbedaannya :
a.
► Wahyu berisi irfan / ilmu pengetahuan
► Ilham kadang-kadang berisi ilmu pengetahuan,
kadang-kadanmg perasaan halus atau insting atau tabiat.
b.
► Wahyu disampaikan kepada Nabi
► Ilham disampaikan kepada manusia secara umum.
c.
► Wahyu, bagi yang menerimanya merasa yakin bahwa yang
menyampaikan adalah Allah.
► Ilham, tidak mengetahui siapa yang menyampaikan.[6]
PENUTUP
KESIMPULAN
Al-Qur’an
dengan wahyu sangat erat kaitannya, karena Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang
telah disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.
Sedang hakekat wahyu tidaklah ada kemungkinan kita mengetahuinya atau
memperoleh rahasianya. Sebab wahyu itu sesuatu keadaan yang tidak dapat
diketahui hakekatnya oleh manusia kecuali oleh Nabi yang mendapat wahyu itu
sendiri.
Ilham
adalah memberi pelajaran atau mengajar. Tuhan memberi pelajaran itu ada kalanya
dengan menciptakan ilmu-ilmu yang diperlukan sekali pada diri manusia dan ada
kalanya dengan menegakkan dalil-dalil yang dibawa oleh Nabi ditegakkan akal.
DAFTAR
PUSTAKA
Amanah St, Pengantar Ilmu
Al-Qur’an dan Tafsir, Semarang : CV. Asy-Syifa’,1993
Marzuqi Kamaluddin, ‘Ulum
Al-Qur’an, Bandung : Remaja Rosdakarya Offset, 1994
Muzakki Akhmad, Stalistika
A-Qur’an, Malang : UIN-Malang Press, 2009
Quthan Mana’ul, Pembahasan Ilmu
Al-Qur’an, Jakarta : PT Rineka Cipta, 1993
Suma Muhammad Amin, Ulumul Qur’an,
Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2013
[1]
Akhmad Muzakki, Stalistika A-Qur’an, Malang :UIN-Malang Press, 2009, hlm
:75
[2]
St Amanah, Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Semarang : CV.
Asy-Syifa’,1993, hlm : 27-28
[3]
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,
2013, hlm :83-84
[4]
St Amanah, Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Semarang : CV Asy-Syfa’, 1993,
hlm 30-33
[5]
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,
2013, hlm :85
[6]
St Amanah, Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Semarang : CV
Asy-Syifa’, 1993, hlm : 30
0 komentar:
Post a Comment