October 23, 2014

Wahyu dan Ilham

PENDAHULUAN

I.       LATAR BELAKANG

II.    RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud Wahyu ?
2.      Bagaimana cara penyampaian wahyu kepada para Nabi ?
3.      Bagaimana sistem penyampaian wahyu ?
4.      Apa yang dimaksud Ilham ?
5.      Apa perbedaan antara wahyu dan ilham?

PEMBAHASAN

1.      Pengertian Wahyu
Secara bahasa wahyu dari kata ((وحى- يحى- وحيا yang berarti tersembunyi (al-khafa) dan cepat (al-sur’ah). Dalam kamus lisan al-Arab disebutkan, bahwa secara bahasa wahyu adalah al-kalam al-khafi (pemberian informasi secara rahasia). Jadi makna sentral pemberian wahyu adalah pemberian informasi kepada seseorang secara tersembunyi dan berlangsung dengan cepat sehingga tidak diketahui oleh yang lain. Dengan kata lain, wahyu adalah sebuah komunikasi antara dua pihak yang mengandung pemberian informasi atau pesan secara samar dan rahasia. [1]
Menurut istilah, Sayid Ridha berpendapat bahwa wahyu adalah suatu ilmu pengetahuan yang dikhususkan kepada para rasul-Nya dengan tidak mereka usahakan dan tidak mereka pelajari sebelumnya. Dengan demikian wahyu adalah pengetahuan dan hidayah yang didapat dengan secara samar/rahasia dan cepat oleh seseorang yaitu para Nabi dan Rasul didalam dirinya disertai keyakinan bahwa hal tersebut dari sisi Allah baik dengan perantara atau tanpa perantara.[2]

2.      Cara-cara penyampaian wahyu kepada para Nabi
Di dalam Al-Qur’an surat Al-Syura ayat 51, Allah SWT, berfirman :
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ
“ Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana”. (Al-Syura(42): 51)
Ayat di atas menunjukkan tiga macam cara penyampaian wahyu Allah kepada Rasul dan Nabi-Nya, yaitu :
a.    Allah mencampakkan pengetahuan ke dalam jiwa Nabi tanpa melalui perantara malaikat. Termasuk ke dalam bagian ini ialah mimpi yang benar, seperti mimpinya Nabi Ibrahim Khalilullah a.s. ketika diperintahkan agar menyembelih putranya (Isma’il a.s.) sebagaimana diungkapkan kembali dalam Al-Qur’an.
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (QS Al-Shaffat : 102)
b.    Allah memperdengarkan suara dari balik tabir seperti yang dialami oleh Nabi Musa a.s. ketika menerima pengangkatan kenabiannya. Firman Allah :
فَلَمَّا أَتَاهَا نُودِيَ يَا مُوسَىO إِنِّي أَنَا رَبُّكَ فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ إِنَّكَ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًىO وَأَنَا اخْتَرْتُكَ فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوحَىO
“ Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: "Hai Musa. Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu).” (QS Thaha : 11-13)
Cara penyampaian wahyu seperti ini pernah pula dialami oleh Nabi Muhammad Saw. Pada malam hari di waktu mi’raj.[3]
c.    Melalui seorang utusan, yaitu malaikat. Firman yang dibawa oleh Malaikat dan disampaikannya kepada manusia, sehingga ia mendengar perkataan Malaikat sebagai Wahyu ketika Malaikat itu menurunkan firman Allah.[4] Dalam hal ini ada dua macam :
·           Nabi dapat melihat malaikat Jibril adakalanya dalam bentuk yang asli (hal ini jarang terjadi) dan ada kalanya Jibril menjelma sebagai seorang manusia.
·           Nabi tidak melihat Jibril sewaktu menerima wahyu, akan tetapi beliau mendengar suara seperti lebah atau gemerincingnya suara lonceng pada waktu Jibril datang.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa cara-cara penyampaian wahyu Allah Swt. Kepada para Nabi itu pada hakikatnya melalui dua cara, yaitu :
1.        Secara langsung, tidak melalui perantara malaikat.
Dalam hal ini ada dua macam :
ü  Allah menghembuskan suatu pengetahuan ke dalam jiwa Nabi.
ü  Allah berbicara kepada Nabi dari balik tabir, dengan maksud Nabi tidak melihat Dzat Allah.
2.        Tidak secara langsung, yaitu melalui perantara Jibril.
Dalam hal ini ada dua macam pula :
a.         Nabi dapat melihat Jibril, dan dalam hal ini ada dua macam pula :
ü  Jibril dilihat oleh Nabi dalam bentuk aslinya
ü  Jibril dilihat oleh Nabi dalam bentuk seorang manusia
b.        Nabi tidak melihat Jibril sewaktu menerima wahyu.[5]

3.      Pengertian Ilham
Ilham menurut bahasa adalah
الالهام لغة : الابتلاع وهو ايضا الجرع والتلقين والايحاء
“ menelan, meneguk, mengajarkan dan mewahyukan”.
Ilham adalah Allah yang menyampaikan ke dalam jiwa sesuatu urusan yang membangkitkan untuk mengerjakan atau meninggalkan . dalam surat Asy-Syams ayat 8 disebutkan :
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
“maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”.
Menurut istilah adalah perasaan halus yang jiwa merasa yakin lalu mendorongnya kepada apa yang dicari, tanpa merasa/mengetahui dari mana datangnya. Jadi ilham adalah pengetahuan/perasaan halus/insting yang mendorongnya untuk mengetahui tanpa merasa dari mana datangnya.

4.      Persamaan dan Perbedaan antara Wahyu dan Ilham
Keduanya sama-sama merupakan ilmu pengetahuan yang didapat di dalam jiwa dengan secara cepat dan rahasia tanpa dipelajari lebih dahulu.
Perbedaannya :
a.     ► Wahyu berisi irfan / ilmu pengetahuan
► Ilham kadang-kadang berisi ilmu pengetahuan, kadang-kadanmg perasaan halus atau insting atau tabiat.
b.    ► Wahyu disampaikan kepada Nabi
► Ilham disampaikan kepada manusia secara umum.
c.       ► Wahyu, bagi yang menerimanya merasa yakin bahwa yang menyampaikan adalah Allah.
► Ilham, tidak mengetahui siapa yang menyampaikan.[6]

PENUTUP
KESIMPULAN

Al-Qur’an dengan wahyu sangat erat kaitannya, karena Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang telah disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.  Sedang hakekat wahyu tidaklah ada kemungkinan kita mengetahuinya atau memperoleh rahasianya. Sebab wahyu itu sesuatu keadaan yang tidak dapat diketahui hakekatnya oleh manusia kecuali oleh Nabi yang mendapat wahyu itu sendiri.
Ilham adalah memberi pelajaran atau mengajar. Tuhan memberi pelajaran itu ada kalanya dengan menciptakan ilmu-ilmu yang diperlukan sekali pada diri manusia dan ada kalanya dengan menegakkan dalil-dalil yang dibawa oleh Nabi ditegakkan akal.

DAFTAR PUSTAKA
Amanah St, Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Semarang : CV. Asy-Syifa’,1993
Marzuqi Kamaluddin, ‘Ulum Al-Qur’an, Bandung : Remaja Rosdakarya Offset, 1994
Muzakki Akhmad, Stalistika A-Qur’an, Malang : UIN-Malang Press, 2009
Quthan Mana’ul, Pembahasan Ilmu Al-Qur’an, Jakarta : PT Rineka Cipta, 1993
Suma Muhammad Amin, Ulumul Qur’an, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2013




[1] Akhmad Muzakki, Stalistika A-Qur’an, Malang :UIN-Malang Press, 2009, hlm :75
[2] St Amanah, Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Semarang : CV. Asy-Syifa’,1993, hlm : 27-28
[3] Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2013, hlm :83-84
[4] St Amanah, Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Semarang : CV Asy-Syfa’, 1993, hlm 30-33
[5] Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2013, hlm :85
[6] St Amanah, Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Semarang : CV Asy-Syifa’, 1993, hlm : 30

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2015 Baca Online dan Seputar Blog
| Distributed By Gooyaabi Templates