Jadal dan Perdebatan Al Qur'an sesta Dalil
JADAL
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Yuyun Affandi Lc.MA
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Yuyun Affandi Lc.MA
Disusun
Oleh :
Ahmad Iqbal Fauz (131311118)
Sulistyowati Sikoroningsih (131311119)
Torikostus Saidah (131311120)
Maliyatuz Zaniyah (131311121)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
WALISONGO
SEMARANG
2014
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Al-Qur’an adalah kitab suci bagi umat islam,
yang disampaikan Allah SWT kepada Rasullah dengan perantara malaikat jibril.
Kitab ini merupakan petunjuk dan aturan yang paling sempurna, yang diturunkan
untuk membimbing manusia kearah kebahagiaan dan kebaikan.
Hakikat-hakikat yang sudah jelas Nampak nyata
telah dapat di sentuh manusia, dibeberkan oleh bukti-bukti alam dan tidak
memerlukan lagi argumentasi lain untuk menetapkanya dalil atas kebenaranya .
Namun demikian, kesombongan seringkali mendorong seseorang untuk membangkitkan
keraguan dan mengacaukan hakikat-hakikat tersebut dengan berbagai kerancauan
yang dibungkus baju kebenaran serta dihiasinya dalam cermin akal.
Qur’an al-Karim, seruan Allah kepada seluruh
umat manusia, berdiri tegak dihadapan berbagai macam arus yang mengupayakan
kebatilan untuk mengingkari hakikat-hakikatnya dan memperdebatkan
pokok-pokoknya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian jadal dalam
al-Qur’an?
2.
Bagaimana pentingnya jadal dan
tujuannya dalam al-Qur’an?
3.
Apa saja macam-macam perdebatan
dalam al-Qur’an dan dalilnya?
4.
Bagaimana metode al-Qur’an dalam
berdebat?
II.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Jadal dalam
Al-Qur’an
Secara bahasa jadal berasal dari kata, جَدَلَ-
يَجْدُلُ- جُدُوْلاً
Jadal dalam arti bahasa adalah “Kusut”, contoh yang berarti “ tali yang kusut “ dan menurut Istilah yaitu:’ Perdebatan dalam suatu masalah dan berargumen untuk memenangkan perdebatan ( menemui kebenaran )[1]
Jadal dalam arti bahasa adalah “Kusut”, contoh yang berarti “ tali yang kusut “ dan menurut Istilah yaitu:’ Perdebatan dalam suatu masalah dan berargumen untuk memenangkan perdebatan ( menemui kebenaran )[1]
Adapun secara
istilah Jadal dan Jidal adalah bertukar pikiran dengan cara bersaing dan
berlomba untuk mengalahkan lawan. Pengertian ini berasal dari kata جَدَلْتُ
الحَبْل yakni اَحْكَمْتُ
فَتْلَهُ (aku
kokohkan jalinan tali itu), mengingat kedua belah pihak itu mengokohkan
pendapatnya masing-masing dan berusaha menjatuhkan lawan dari pendirian yang
dipeganginya.[2]
Definisi “Al-jadal
” dan al-jidal, maknanya bertarung dalam bentuk beradu dan tewas menewas. asal
kalimat ini ialah ” saya menyimpul tali “ yakni……apabila saya memperkemaskan simpulannya. “tali yang
tersimpul” ialah tali yang telah dikemas kuatkan simpulannya.
Dengan maksud, seolah olah mereka yang berdebat saling memperkuatkan
hujjah dan menyimpulkannya, sebagaimana beliau menguatkankan simpulan tali,
supaya dengan menguatkan hujjahnya beliau akan dapat menewaskan lawannya.
Sedangkan dalam literatur lain disebutkan
bahwa jadal atau jidal ialah bertukar pikiran untuk mengalahkan lawan. Masing –
masing orang yang berdebat itu bermaksud merubah pendirian lawan yang semula
dipegangnya.[3]
Istilah-istilah yang dapat dipandang sebagai padanan dari kata jadal ini adalah kata “al munazharah[4], al muhawarah, al munaqasyah, dan al mubahatsah”[5]. Istilah-istilah ini mengacu pada hal yang sama yaitu untuk menjelaskan suatu permasalahan. Hanya saja jadal lebih menekankan pada kemenangan, dan pada saat yang sama kekalahan bagi pihak lawan debat.
Istilah-istilah yang dapat dipandang sebagai padanan dari kata jadal ini adalah kata “al munazharah[4], al muhawarah, al munaqasyah, dan al mubahatsah”[5]. Istilah-istilah ini mengacu pada hal yang sama yaitu untuk menjelaskan suatu permasalahan. Hanya saja jadal lebih menekankan pada kemenangan, dan pada saat yang sama kekalahan bagi pihak lawan debat.
Dengan
demikian jadal alqur’an adalah
pembuktian-pembuktian serta pengungkapan dalil-dalil yang terkandung di
dalamnya, untuk dihadapkan pada orang kafir dan mematahkan argumentasi para
penentang denagn seluruh tujuan dan maksud mereka, sehingga kebenaran
ajaran-Nya dapat diterima dan melekat di hati manusia.
Allah
menyataakan dalam al-Qur’an bahwa Jadal atau berdebat merupakan
salah satu tabiat manusia.
ôs)s9ur $oYøù§|À Îû #x»yd Èb#uäöà)ø9$# Ĩ$¨Z=Ï9 `ÏB Èe@à2 9@sWtB 4 tb%x.ur ß`»|¡RM}$# usYò2r& &äóÓx« Zwyy` ÇÎÍÈ
Dan sesungguhnya Kami telah
mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan.
dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah. (Qs. Al- Kahfi: 54)
Dengan arti
bahwa sesungguhnya manusia adalah makhluk yang suka bersaing, berdebat dan
selalu mempertahankan pendapat dan fikirannya masing-masing. Rasulallah juga
sebagai pengenban amanat ilahi diperintahkan agar berdebat dengan kaum musyrik
dengan cara yang baik yang dapat meredakan keberingasan mereka. Firman-Nya (Qs.
An-Nahl 125)
äí÷$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ
“Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Dalam ayat lain Allah memerintahkan agar
Rasulnya tidak menuruti perdebatan mereka, malah beliau mestilah menutup pintu
perdebatan itu dengan cara yang paling ringkas dengan mengatakan: Allah amat
mengetahui apa yang kamu lakukan. [6]
Disamping itu Allah juga memperbolehkan ber-munazarah
(berdiskusi) dengan ahli kitab dengan cara yang baik.
Firmannya: Qs. Al- Ankabut: 46
* wur (#þqä9Ï»pgéB @÷dr& É=»tGÅ6ø9$# wÎ) ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& wÎ) tûïÏ%©!$# (#qßJn=sß óOßg÷YÏB ( (#þqä9qè%ur $¨ZtB#uä üÏ%©!$$Î/ tAÌRé& $uZøs9Î) tAÌRé&ur öNà6ös9Î) $oYßg»s9Î)ur öNä3ßg»s9Î)ur ÓÏnºur ß`øtwUur ¼çms9 tbqßJÎ=ó¡ãB
Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab,
melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di
antara mereka, dan Katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab)
yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan
Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri".
Munazharah seperti bertujuan untuk menampakkan
hak (kebenaran sejati) dan membangun hujjah (pedoman). Itulah metode Jadal
al-Qur’an dalam memberi petunjuk kepada orang kafir dan mengalahkan para
penantang al-Qur’an .[7]
2. Pentingnya Jadal Dan Tujuannya Dalam Al-Qur’an
2. Pentingnya Jadal Dan Tujuannya Dalam Al-Qur’an
Pentingnya jadal dalam Al-Qur’an:
v Dikarenakan
Al-Qur`an itu turun ditengah-tengah bangsa Arab dan menggunakan bahasa mereka,
maka Al-Qur`an berargumen sebagaimana argument-argumen mereka sehingga mereka
jelas atas persoalan-persoalan yang dibicarakan. Sesuai dengan firman Allah
yang Artinya: “Aku tidak mengutus seorang Rasulpun, kecuali dengan bahasa
kaumnya supaya ia dapat memberikan penjelasan dengan terang kepada mereka.”[8]
v Fitrah manusia
yang suci akan selalu menerima hal-hal yang pasti dan rasional sebagaimana yang
mereka lihat dan mereka rasakan dan bukan angan-angan yang tiada batas.
v Menghindari
dari kata-kata yang rumit dan membutuhkan rincian merupakan hal yang dianjurkan
dan diinginkan semua orang. Kata-kata yang membutuhkan penjelasan panjang lebar
merupakan sebuah kerumitan yang sulit dipahami oleh orang-orang umum, maka
apabila seseorang mampu menggunakan argument yang tepat dan tidak rumit akan
menang dalam berargumen. Begitulah Allah SWT memberikan bantahan-bantahan yang
jelas dan mudah diterima oleh siapapun.[9]
Tujuan yang dapat diambil dari ayat-ayat yang
mengandung jadal antara lain:
v Untuk
menangkis dan melemahkan argumentasi-argumenrasi orang kafir
v Jawaban Allah
tentang pembenaran akidah dan persoalan yang dihadapi rasul
v Layanan dialog
bagi orang yang benar-benar ingin tahu,kemudian hasilnya itu dijadikan pegangan
dan semacamnya, seperti jawaban Allah atas kegelisahan Nabi Ibrahim
v Sebagai bukti
dan dalil yang dapat mematahkan dakwaan dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul
di kalangan umat manusia
3.
MACAM-MACAM PERDEBATAN DALAM
AL-QUR’AN DAN DALILNY
a.
Menyebutkan ayat-ayat kauniyah yang
disertai perintah melakukan perhatian dan pemikiran untuk dijadikan dalil bagi
penetapan dasar-dasar akidah, seperti ketauhidan Allah dalam uluhiyyahnya dan
keimanan kepada malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul-Nya dan hari
kemudian. Perdebatan mcam ini banyak diungkap dalam al-Qur’an. Misalnya firman
Allah:
“Wahai
manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelum kamu, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan
bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air(hujan) dari langit, lalu
Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untuk –mu,
karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu
mengetahui.” (al-Baqarah [2]:21-22). Dan firmannya:
“Dan
Tuhan mu adalah Tuhan Yang Maha Esa: tidak ada tuhan melainkan Dia, Yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang” samapi dengan ‘sungguh terdapat tanda-tanda(keesaan
dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (al-Baqarah [2]:163-164).
b.
Membantah
pendapat para penantang lawan,serta mematahkan argumentasi mereka. Perdebatan
macam ini mempunyai beberapa bentuk:
1.
Membungkam
lawan bicara dengan mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang telah diakui dan
diterima baik oleh akal, agar ia mengakui apa yang tadinya diingkari, seperti
penggunaan dalil dengan makhluk untuk menetapkan adanya khalik:
“Apakah
mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri
mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?
Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi
mereka ada perbendaharaan tuhanmu ataukah mereka yang berkuasa? Ataukah mereka
mempunyai tangga(ke langit) untuk mendengarkan pada tangga itu (hal-hal yang
ghaib)? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka mendatangkan
suatu keterangan yang nyata. Ataukah untuk Allah anak-anak perempuan dan untuk
kaum anak-anak laki-laki? Ataukah kamu meminta upah kepada mereka sehingga
mereka dibebani dengan utang? Apakah ada pada sisi mereka pengetahuan tentang
yang lalu mereka menuliskanya? Ataukah mereka hendak melakukan tipu daya? Maka
orang-orang kafir itu merekalah yang kena tipu daya. Ataukah mereka mempunyai
tuhan selain Allah? Mahasuci Allah dari apa yang mereka sekutukan”. (at-Tur
[52]:35-43).
2.
Mengambil dalil dengan mabda’ (asal mula kejadian) untuk menetapkan
ma’ad (hari kebangkitan). Misalnya firma-Nya :
“ Maka apakah kami letih dengan
penciptaan yang pertama? Sebenarnya mereka dalam keadaan ragu-ragu tentang
penciptaan yang baru.” (Qaf [50] :15),firman-Nya:
“Apakah manusia mengira bahwa ia
akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungan jawab)? Bukankah ia dahulu
setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam Rahim)? Kemudian mani itu menjadi
segumpal darah, lalu Allah menciptakanya dan menyempurnakanya. Lalu Allah menjadikan
daripadanya sepasang laki-laki dan perempuan. Bukankah (Allah yang berbuat
demikian) berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?” (al-Qiyamah [75]:36-40):
dan ayat:
“Maka hendaklah manusia
memperhatikan dari apakah ia diciptakan? Ia dicipkan dari air yang
terpancar.Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada
perempuan. Sesungguhnya Allah benar-benar berkuasa untuk mengembalikanya (hidup
sesudah mati).” (at-Tariq [86]:5-8). [10]
3.
Membatalkan
pendapat lawan dengan membuktikan (kebenaran) kebalikanya, seperti:
“Katakanlah:
Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya
dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang
bercerai-berai, kamu perlihatkan sebagianya dan kamu sembunyikan sebagian
besarnya: padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapa-bapa kamu
tidak mengetahui-Nya? Katakanlah :Allah-lah (yang menurunkanya), kemudian
(sesudah kamu menyampaikan Qur’an kepada mereka), biarkanlah mereka
bermain-main dalam kesesatan mereka.” (al-An’am [6]:91)
4.
Menghimpun
dan memerinci (as-sabr wat taqsim),yakni menghimpun beberapa sifat dan
menerangkan bahwa sifat-sifat tersebut bukanlah ‘illah, alasan hukum, seperti
firman-Nya:
“Delapan
binatang yang berpasangan, sepasang dari domba dan sepasang dari kambing. Katakanlah
: Apakah dua yang jantan yang diharamkan Allah ataukah dua betina, ataukah yang
ada dalam kandungan dua betinanya? Terangkanlah kepadaku dengan berdasar
pengetahuan jika kamu memang orang-orang yang benar. Dan sepasang dari unta dan
sepasang dari lembu. Katakanlah : Apakah dua yang jantan yang diharamkan
ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Apakah
kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan ini bagimu? Maka siapakah yang lebih
zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk
menyesatkan manusia tanpa pengetahuan? Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (al-An’am [6]:143-144).
5.
Membungkam lawan dan mematahkan
hujjahnya dengan menjelaskan bahwa pendapat yang dikemukakanya itu menimbulkan
suatu pendapat yang tidak diakui oleh siapapun. Misalnya:
“Dan mereka (orang-orang musyrik)
menjadikan jin itu sekutu bagi Allah; padahal Allah-lah yang menciptakan
jin-jin iu, dan mereka membohong (dengan mengatakan): Bahwasanya Allah
mempunyai anak laki-laki dan permpuan, tanpa berdasar ilmu pengetahuan.
Mahasuci Allah dan Maha tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan. Dia
pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak
mempunyai istri? Dia menciptakan segala sesuatu dan Dia mengetahui segala
sesuatu.” (al-An’am [6]100-101). [11]
4.
METODE
AL-QUR’AN DALAM BERDEBAT
Qur’an Al-Karim dalam berdebat dengan
para penentangnya banyak mengemukakan dalil dan bukti kuat serta jelas yang
dapat dimengerti kalangan awam dan orang ahli, ia membatalkan setiap kerancuan
vulgar dan mematahkannya dengan perlawanan dan pertahanan dalam uslubb yang
konkrit hasilnya, indah susunannya dan tidak memerlukan pemerasan akal atau
banyak penyelidikan.
Hal
itu disebabkan:
a.
Qur’an menghadapi orang
Arab dengan bahasa yang diketahui mereka
b.
Karena berpegang kepada
yang mudah ditanggapi yaitu beriman kepada apa yang dapat dirasakan tanpa
memerlukan pemikiran yang dalam lebih kuat pengaruhnya.
c.
Karena mempergunakan
tutur kata yang tidak mudah dapat dipahami, dan merupakan teka-teki yang hanya
dapat dipahami oleh orang – orang tertentu.[12]
Sedangkan
metode – metode Al-Qur’an dalam berdebat adalah
1.
Al ta’rifat
Allah
SWT secara langsung memperkenalkan diri-Nya dan ciptaan-Nya sebagai pembuktian
akan wujud dan kemahakuasaan-Nya. Allah tidak terjangkau oleh indera manusia,
maka dengan mengungkapkan hal-hal yang bisa ditangkap indera manusia, manusia
akan mampu memahami wujud dan kekuasaan Allah.
2.
Al istifham al taqriri
Dalam
bentuk ini Allah mengajukan pertanyaan langsung dengan penetapan jawaban
atasnya. Pertanyaan tentang hal yang sudah nyata diangkat lagi lalu disertai
dengan jawaban yang merupakan penetapan atas kebenaran yang sudah pasti.
Prosedur ini dipandang oleh para ahli ulum al qur’an sebagai cara yang ampuh
sekali. Sebab dapat membatalkan argumen atau jidal para pembantah.
3.
Al tajzi’at
Dengan
prosedur ini Allah mengungkapkan bagian-bagian dari suatu totalitas secara
kronlogis yang sekaligus menjadi argumentasi dialektis untuk melemahkan lawan
danmenetapkan suatu kebenaran. Masing-masing dapat berdiri sendiri untuk
sebagai bukti untuk membuktikan kebenaran yang dimaksudkan. Prosedur jadal
seperti ini nampak dalam perkataan Allah:
4.
Qiyas al khalaf
Dalam
bahasa indonesia ini disebut dengan analogi terbalik. Dengan prosedur ini
kebenaran ditetapkan dengan membatalkan pendapat lawan yang berkebalikan atau
berlawanan.
5.
Al tamsil
Allah
mengungkapakan perumpamaan bagi suatu hal. Dengan perumpamaan itu dimaksudkan
agar suatu kebenaran dapat dipahami secara lebih tepat dan lebih mudah, lalu lebih
melekat di sanubari lawan.
6.
Al muqabalat
Al
muqabalat adalah mempertentangkan dua hal yang salah satunya memiliki efek yang
jauh lebih besar dibanding dengan yang lainnya. Seperti mempertentangkan antara
Allah SWT dengan berhala yang disembah oleh orang-orang kafir. Seperti
mempertentangkan antara Allah SWT dengan berhala yang disembah oleh orang-orang
kafir.[13]
III. PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jadal dalam
arti bahasa “kusut” contoh yang berarti “tali yang kusut” dan menurut istilah
yaitu ; perdebatan dalam suatu masalah dan beragumen untuk memenangkan
perdebatan (menemui kebenaran).
Pentingnya jadal dan tujuanya :
Pentingnya jadal dan tujuanya :
* Dikarnakan
al-Qur’an itu turun di tengah-tengah bangsa arab dan menggunakan bahasa mereka.
* Fitrah
manusia yang suci.
* Menghindari
dari kata-kata yang rumit yang membutuhkan
rincian.
- Untuk menangkis dan melemahkan argumentasi-argumentasi orang kafir
- Jawaban Allah tentang pembenaran akidah dan persoalan yang dihadapi Rosul.
- Sebagai bukti dan dalil yang dapat mematahkan dakwaannya.
- Untuk menangkis dan melemahkan argumentasi-argumentasi orang kafir
- Jawaban Allah tentang pembenaran akidah dan persoalan yang dihadapi Rosul.
- Sebagai bukti dan dalil yang dapat mematahkan dakwaannya.
Macam-macam
jadal:
1. Menyebutkan
ayat-ayat kauniyah.
2. Membantah
pendapat para penantang lawan.
Metode-meode
jadal:
1. Al-Ta’rifat
2. Al istifham
al taqriri
3. Al Tajzi’at
4.Qiyas al
khalaf
5. Al Tamsil
6.Al Muqabalat
B.
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qathan, Manna’ Khalil. Terj Mabahits Fii Ulumil Qur’an. Jakarta: Pustaka al- Kautsar. Cet k-9 2006.
Al-Qathan, Manna’ Khalil Studi ilmu-ilmu
Qur’an Bogor: Pustaka Litera AntarNusa cet k-16, 2013.
Al-Qur’an dan terjemah. Semarang: Nurcahaya. 2000.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi.
Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Edisi Baru). Semarang: Pustaka Rizqi Putra. 2010.
http://luthfi-damanhuri.blogspot.com/2009/05/amsal-aqsam-jadal-dalam-al-quran.html,
sabtu, 14 juni 2014, 15:00.
http://www.geocities.com/zam8557/was4.html,
kamis, 12 juni 2014, 20:00.
http://wikimirapedia.blogspot.com/2009/04/perdebatan-perdebatan-dalam-al-quran.html,
senin,16 juni 2014, 21:30.
[1] Al-Qathan, Manna’ Khalil. Terj Mabahits
Fii Ulumil Qur’an. Jakarta: Pustaka
al- Kautsar. Cet k-9 2006. hal.298
[2] Al-Qathan Manna’ Khalil Studi ilmu-ilmu Qur’an Bogor:
Pustaka Litera AntarNusa cet k-16, 2013,hal 425-426
[3] Teungku Muhammad Hasbi, Ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Edisi Baru).
Semarang: Pustaka Rizqi Putra. 2010. hal. 183
[4] Munazharah bertujuan untuk menampakkan kebenaran serta menegakkan
keterangan (hujjah) tentang benarnya apa yang diterangkan itu.
[5] Mubahatsah adalah pembahasan secara kontekstual dan terperinci.
[6] http://www.geocities.com/zam8557/was4.html
,kamis, 12 juni 2014, 20:00
[7] http://luthfi-damanhuri.blogspot.com/2009/05/amsal-aqsam-jadal-dalam-al-quran.html,
sabtu, 14 juni 2014, 15:00
[8] Al-Qur’an dan terjemah. Semarang: Nurcahaya. 2000. hal.256
[9] Al-Qathan, Manna’ Khalil. Terj Mabahits
Fii Ulumil Qur’an, Jakarta: Pustaka al- Kautsar. 2006. hal.299
[10] Al-Qathan, Manna Khalil , Studi ilmu-ilmu Qur’an Bogor: Pustaka
litera AntarNusa, cet-16,2013, hal:430-432.
[11] Ibid, hal. 433
[12] Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an.
Semarang: Pustaka Qizki Putra. 2010. hal. 184
[13] http://wikimirapedia.blogspot.com/2009/04/perdebatan-perdebatan-dalam-al-quran.html,
senin,16 juni 2014, 21:30JADAL
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Yuyun Affandi Lc.MA
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Yuyun Affandi Lc.MA
Disusun
Oleh :
Ahmad Iqbal Fauz (131311118)
Sulistyowati Sikoroningsih (131311119)
Torikostus Saidah (131311120)
Maliyatuz Zaniyah (131311121)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
WALISONGO
SEMARANG
2014
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Al-Qur’an adalah kitab suci bagi umat islam,
yang disampaikan Allah SWT kepada Rasullah dengan perantara malaikat jibril.
Kitab ini merupakan petunjuk dan aturan yang paling sempurna, yang diturunkan
untuk membimbing manusia kearah kebahagiaan dan kebaikan.
Hakikat-hakikat yang sudah jelas Nampak nyata
telah dapat di sentuh manusia, dibeberkan oleh bukti-bukti alam dan tidak
memerlukan lagi argumentasi lain untuk menetapkanya dalil atas kebenaranya .
Namun demikian, kesombongan seringkali mendorong seseorang untuk membangkitkan
keraguan dan mengacaukan hakikat-hakikat tersebut dengan berbagai kerancauan
yang dibungkus baju kebenaran serta dihiasinya dalam cermin akal.
Qur’an al-Karim, seruan Allah kepada seluruh
umat manusia, berdiri tegak dihadapan berbagai macam arus yang mengupayakan
kebatilan untuk mengingkari hakikat-hakikatnya dan memperdebatkan
pokok-pokoknya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian jadal dalam
al-Qur’an?
2.
Bagaimana pentingnya jadal dan
tujuannya dalam al-Qur’an?
3.
Apa saja macam-macam perdebatan
dalam al-Qur’an dan dalilnya?
4.
Bagaimana metode al-Qur’an dalam
berdebat?
II.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Jadal dalam
Al-Qur’an
Secara bahasa jadal berasal dari kata, جَدَلَ-
يَجْدُلُ- جُدُوْلاً
Jadal dalam arti bahasa adalah “Kusut”, contoh yang berarti “ tali yang kusut “ dan menurut Istilah yaitu:’ Perdebatan dalam suatu masalah dan berargumen untuk memenangkan perdebatan ( menemui kebenaran )[1]
Jadal dalam arti bahasa adalah “Kusut”, contoh yang berarti “ tali yang kusut “ dan menurut Istilah yaitu:’ Perdebatan dalam suatu masalah dan berargumen untuk memenangkan perdebatan ( menemui kebenaran )[1]
Adapun secara
istilah Jadal dan Jidal adalah bertukar pikiran dengan cara bersaing dan
berlomba untuk mengalahkan lawan. Pengertian ini berasal dari kata جَدَلْتُ
الحَبْل yakni اَحْكَمْتُ
فَتْلَهُ (aku
kokohkan jalinan tali itu), mengingat kedua belah pihak itu mengokohkan
pendapatnya masing-masing dan berusaha menjatuhkan lawan dari pendirian yang
dipeganginya.[2]
Definisi “Al-jadal
” dan al-jidal, maknanya bertarung dalam bentuk beradu dan tewas menewas. asal
kalimat ini ialah ” saya menyimpul tali “ yakni……apabila saya memperkemaskan simpulannya. “tali yang
tersimpul” ialah tali yang telah dikemas kuatkan simpulannya.
Dengan maksud, seolah olah mereka yang berdebat saling memperkuatkan
hujjah dan menyimpulkannya, sebagaimana beliau menguatkankan simpulan tali,
supaya dengan menguatkan hujjahnya beliau akan dapat menewaskan lawannya.
Sedangkan dalam literatur lain disebutkan
bahwa jadal atau jidal ialah bertukar pikiran untuk mengalahkan lawan. Masing –
masing orang yang berdebat itu bermaksud merubah pendirian lawan yang semula
dipegangnya.[3]
Istilah-istilah yang dapat dipandang sebagai padanan dari kata jadal ini adalah kata “al munazharah[4], al muhawarah, al munaqasyah, dan al mubahatsah”[5]. Istilah-istilah ini mengacu pada hal yang sama yaitu untuk menjelaskan suatu permasalahan. Hanya saja jadal lebih menekankan pada kemenangan, dan pada saat yang sama kekalahan bagi pihak lawan debat.
Istilah-istilah yang dapat dipandang sebagai padanan dari kata jadal ini adalah kata “al munazharah[4], al muhawarah, al munaqasyah, dan al mubahatsah”[5]. Istilah-istilah ini mengacu pada hal yang sama yaitu untuk menjelaskan suatu permasalahan. Hanya saja jadal lebih menekankan pada kemenangan, dan pada saat yang sama kekalahan bagi pihak lawan debat.
Dengan
demikian jadal alqur’an adalah
pembuktian-pembuktian serta pengungkapan dalil-dalil yang terkandung di
dalamnya, untuk dihadapkan pada orang kafir dan mematahkan argumentasi para
penentang denagn seluruh tujuan dan maksud mereka, sehingga kebenaran
ajaran-Nya dapat diterima dan melekat di hati manusia.
Allah
menyataakan dalam al-Qur’an bahwa Jadal atau berdebat merupakan
salah satu tabiat manusia.
ôs)s9ur $oYøù§|À Îû #x»yd Èb#uäöà)ø9$# Ĩ$¨Z=Ï9 `ÏB Èe@à2 9@sWtB 4 tb%x.ur ß`»|¡RM}$# usYò2r& &äóÓx« Zwyy` ÇÎÍÈ
Dan sesungguhnya Kami telah
mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan.
dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah. (Qs. Al- Kahfi: 54)
Dengan arti
bahwa sesungguhnya manusia adalah makhluk yang suka bersaing, berdebat dan
selalu mempertahankan pendapat dan fikirannya masing-masing. Rasulallah juga
sebagai pengenban amanat ilahi diperintahkan agar berdebat dengan kaum musyrik
dengan cara yang baik yang dapat meredakan keberingasan mereka. Firman-Nya (Qs.
An-Nahl 125)
äí÷$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ
“Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Dalam ayat lain Allah memerintahkan agar
Rasulnya tidak menuruti perdebatan mereka, malah beliau mestilah menutup pintu
perdebatan itu dengan cara yang paling ringkas dengan mengatakan: Allah amat
mengetahui apa yang kamu lakukan. [6]
Disamping itu Allah juga memperbolehkan ber-munazarah
(berdiskusi) dengan ahli kitab dengan cara yang baik.
Firmannya: Qs. Al- Ankabut: 46
* wur (#þqä9Ï»pgéB @÷dr& É=»tGÅ6ø9$# wÎ) ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& wÎ) tûïÏ%©!$# (#qßJn=sß óOßg÷YÏB ( (#þqä9qè%ur $¨ZtB#uä üÏ%©!$$Î/ tAÌRé& $uZøs9Î) tAÌRé&ur öNà6ös9Î) $oYßg»s9Î)ur öNä3ßg»s9Î)ur ÓÏnºur ß`øtwUur ¼çms9 tbqßJÎ=ó¡ãB
Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab,
melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di
antara mereka, dan Katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab)
yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan
Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri".
Munazharah seperti bertujuan untuk menampakkan
hak (kebenaran sejati) dan membangun hujjah (pedoman). Itulah metode Jadal
al-Qur’an dalam memberi petunjuk kepada orang kafir dan mengalahkan para
penantang al-Qur’an .[7]
2. Pentingnya Jadal Dan Tujuannya Dalam Al-Qur’an
2. Pentingnya Jadal Dan Tujuannya Dalam Al-Qur’an
Pentingnya jadal dalam Al-Qur’an:
v Dikarenakan
Al-Qur`an itu turun ditengah-tengah bangsa Arab dan menggunakan bahasa mereka,
maka Al-Qur`an berargumen sebagaimana argument-argumen mereka sehingga mereka
jelas atas persoalan-persoalan yang dibicarakan. Sesuai dengan firman Allah
yang Artinya: “Aku tidak mengutus seorang Rasulpun, kecuali dengan bahasa
kaumnya supaya ia dapat memberikan penjelasan dengan terang kepada mereka.”[8]
v Fitrah manusia
yang suci akan selalu menerima hal-hal yang pasti dan rasional sebagaimana yang
mereka lihat dan mereka rasakan dan bukan angan-angan yang tiada batas.
v Menghindari
dari kata-kata yang rumit dan membutuhkan rincian merupakan hal yang dianjurkan
dan diinginkan semua orang. Kata-kata yang membutuhkan penjelasan panjang lebar
merupakan sebuah kerumitan yang sulit dipahami oleh orang-orang umum, maka
apabila seseorang mampu menggunakan argument yang tepat dan tidak rumit akan
menang dalam berargumen. Begitulah Allah SWT memberikan bantahan-bantahan yang
jelas dan mudah diterima oleh siapapun.[9]
Tujuan yang dapat diambil dari ayat-ayat yang
mengandung jadal antara lain:
v Untuk
menangkis dan melemahkan argumentasi-argumenrasi orang kafir
v Jawaban Allah
tentang pembenaran akidah dan persoalan yang dihadapi rasul
v Layanan dialog
bagi orang yang benar-benar ingin tahu,kemudian hasilnya itu dijadikan pegangan
dan semacamnya, seperti jawaban Allah atas kegelisahan Nabi Ibrahim
v Sebagai bukti
dan dalil yang dapat mematahkan dakwaan dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul
di kalangan umat manusia
3.
MACAM-MACAM PERDEBATAN DALAM
AL-QUR’AN DAN DALILNY
a.
Menyebutkan ayat-ayat kauniyah yang
disertai perintah melakukan perhatian dan pemikiran untuk dijadikan dalil bagi
penetapan dasar-dasar akidah, seperti ketauhidan Allah dalam uluhiyyahnya dan
keimanan kepada malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul-Nya dan hari
kemudian. Perdebatan mcam ini banyak diungkap dalam al-Qur’an. Misalnya firman
Allah:
“Wahai
manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelum kamu, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan
bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air(hujan) dari langit, lalu
Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untuk –mu,
karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu
mengetahui.” (al-Baqarah [2]:21-22). Dan firmannya:
“Dan
Tuhan mu adalah Tuhan Yang Maha Esa: tidak ada tuhan melainkan Dia, Yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang” samapi dengan ‘sungguh terdapat tanda-tanda(keesaan
dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (al-Baqarah [2]:163-164).
b.
Membantah
pendapat para penantang lawan,serta mematahkan argumentasi mereka. Perdebatan
macam ini mempunyai beberapa bentuk:
1.
Membungkam
lawan bicara dengan mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang telah diakui dan
diterima baik oleh akal, agar ia mengakui apa yang tadinya diingkari, seperti
penggunaan dalil dengan makhluk untuk menetapkan adanya khalik:
“Apakah
mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri
mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?
Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi
mereka ada perbendaharaan tuhanmu ataukah mereka yang berkuasa? Ataukah mereka
mempunyai tangga(ke langit) untuk mendengarkan pada tangga itu (hal-hal yang
ghaib)? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka mendatangkan
suatu keterangan yang nyata. Ataukah untuk Allah anak-anak perempuan dan untuk
kaum anak-anak laki-laki? Ataukah kamu meminta upah kepada mereka sehingga
mereka dibebani dengan utang? Apakah ada pada sisi mereka pengetahuan tentang
yang lalu mereka menuliskanya? Ataukah mereka hendak melakukan tipu daya? Maka
orang-orang kafir itu merekalah yang kena tipu daya. Ataukah mereka mempunyai
tuhan selain Allah? Mahasuci Allah dari apa yang mereka sekutukan”. (at-Tur
[52]:35-43).
2.
Mengambil dalil dengan mabda’ (asal mula kejadian) untuk menetapkan
ma’ad (hari kebangkitan). Misalnya firma-Nya :
“ Maka apakah kami letih dengan
penciptaan yang pertama? Sebenarnya mereka dalam keadaan ragu-ragu tentang
penciptaan yang baru.” (Qaf [50] :15),firman-Nya:
“Apakah manusia mengira bahwa ia
akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungan jawab)? Bukankah ia dahulu
setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam Rahim)? Kemudian mani itu menjadi
segumpal darah, lalu Allah menciptakanya dan menyempurnakanya. Lalu Allah menjadikan
daripadanya sepasang laki-laki dan perempuan. Bukankah (Allah yang berbuat
demikian) berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?” (al-Qiyamah [75]:36-40):
dan ayat:
“Maka hendaklah manusia
memperhatikan dari apakah ia diciptakan? Ia dicipkan dari air yang
terpancar.Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada
perempuan. Sesungguhnya Allah benar-benar berkuasa untuk mengembalikanya (hidup
sesudah mati).” (at-Tariq [86]:5-8). [10]
3.
Membatalkan
pendapat lawan dengan membuktikan (kebenaran) kebalikanya, seperti:
“Katakanlah:
Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya
dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang
bercerai-berai, kamu perlihatkan sebagianya dan kamu sembunyikan sebagian
besarnya: padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapa-bapa kamu
tidak mengetahui-Nya? Katakanlah :Allah-lah (yang menurunkanya), kemudian
(sesudah kamu menyampaikan Qur’an kepada mereka), biarkanlah mereka
bermain-main dalam kesesatan mereka.” (al-An’am [6]:91)
4.
Menghimpun
dan memerinci (as-sabr wat taqsim),yakni menghimpun beberapa sifat dan
menerangkan bahwa sifat-sifat tersebut bukanlah ‘illah, alasan hukum, seperti
firman-Nya:
“Delapan
binatang yang berpasangan, sepasang dari domba dan sepasang dari kambing. Katakanlah
: Apakah dua yang jantan yang diharamkan Allah ataukah dua betina, ataukah yang
ada dalam kandungan dua betinanya? Terangkanlah kepadaku dengan berdasar
pengetahuan jika kamu memang orang-orang yang benar. Dan sepasang dari unta dan
sepasang dari lembu. Katakanlah : Apakah dua yang jantan yang diharamkan
ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Apakah
kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan ini bagimu? Maka siapakah yang lebih
zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk
menyesatkan manusia tanpa pengetahuan? Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (al-An’am [6]:143-144).
5.
Membungkam lawan dan mematahkan
hujjahnya dengan menjelaskan bahwa pendapat yang dikemukakanya itu menimbulkan
suatu pendapat yang tidak diakui oleh siapapun. Misalnya:
“Dan mereka (orang-orang musyrik)
menjadikan jin itu sekutu bagi Allah; padahal Allah-lah yang menciptakan
jin-jin iu, dan mereka membohong (dengan mengatakan): Bahwasanya Allah
mempunyai anak laki-laki dan permpuan, tanpa berdasar ilmu pengetahuan.
Mahasuci Allah dan Maha tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan. Dia
pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak
mempunyai istri? Dia menciptakan segala sesuatu dan Dia mengetahui segala
sesuatu.” (al-An’am [6]100-101). [11]
4.
METODE
AL-QUR’AN DALAM BERDEBAT
Qur’an Al-Karim dalam berdebat dengan
para penentangnya banyak mengemukakan dalil dan bukti kuat serta jelas yang
dapat dimengerti kalangan awam dan orang ahli, ia membatalkan setiap kerancuan
vulgar dan mematahkannya dengan perlawanan dan pertahanan dalam uslubb yang
konkrit hasilnya, indah susunannya dan tidak memerlukan pemerasan akal atau
banyak penyelidikan.
Hal
itu disebabkan:
a.
Qur’an menghadapi orang
Arab dengan bahasa yang diketahui mereka
b.
Karena berpegang kepada
yang mudah ditanggapi yaitu beriman kepada apa yang dapat dirasakan tanpa
memerlukan pemikiran yang dalam lebih kuat pengaruhnya.
c.
Karena mempergunakan
tutur kata yang tidak mudah dapat dipahami, dan merupakan teka-teki yang hanya
dapat dipahami oleh orang – orang tertentu.[12]
Sedangkan
metode – metode Al-Qur’an dalam berdebat adalah
1.
Al ta’rifat
Allah
SWT secara langsung memperkenalkan diri-Nya dan ciptaan-Nya sebagai pembuktian
akan wujud dan kemahakuasaan-Nya. Allah tidak terjangkau oleh indera manusia,
maka dengan mengungkapkan hal-hal yang bisa ditangkap indera manusia, manusia
akan mampu memahami wujud dan kekuasaan Allah.
2.
Al istifham al taqriri
Dalam
bentuk ini Allah mengajukan pertanyaan langsung dengan penetapan jawaban
atasnya. Pertanyaan tentang hal yang sudah nyata diangkat lagi lalu disertai
dengan jawaban yang merupakan penetapan atas kebenaran yang sudah pasti.
Prosedur ini dipandang oleh para ahli ulum al qur’an sebagai cara yang ampuh
sekali. Sebab dapat membatalkan argumen atau jidal para pembantah.
3.
Al tajzi’at
Dengan
prosedur ini Allah mengungkapkan bagian-bagian dari suatu totalitas secara
kronlogis yang sekaligus menjadi argumentasi dialektis untuk melemahkan lawan
danmenetapkan suatu kebenaran. Masing-masing dapat berdiri sendiri untuk
sebagai bukti untuk membuktikan kebenaran yang dimaksudkan. Prosedur jadal
seperti ini nampak dalam perkataan Allah:
4.
Qiyas al khalaf
Dalam
bahasa indonesia ini disebut dengan analogi terbalik. Dengan prosedur ini
kebenaran ditetapkan dengan membatalkan pendapat lawan yang berkebalikan atau
berlawanan.
5.
Al tamsil
Allah
mengungkapakan perumpamaan bagi suatu hal. Dengan perumpamaan itu dimaksudkan
agar suatu kebenaran dapat dipahami secara lebih tepat dan lebih mudah, lalu lebih
melekat di sanubari lawan.
6.
Al muqabalat
Al
muqabalat adalah mempertentangkan dua hal yang salah satunya memiliki efek yang
jauh lebih besar dibanding dengan yang lainnya. Seperti mempertentangkan antara
Allah SWT dengan berhala yang disembah oleh orang-orang kafir. Seperti
mempertentangkan antara Allah SWT dengan berhala yang disembah oleh orang-orang
kafir.[13]
III. PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jadal dalam
arti bahasa “kusut” contoh yang berarti “tali yang kusut” dan menurut istilah
yaitu ; perdebatan dalam suatu masalah dan beragumen untuk memenangkan
perdebatan (menemui kebenaran).
Pentingnya jadal dan tujuanya :
Pentingnya jadal dan tujuanya :
* Dikarnakan
al-Qur’an itu turun di tengah-tengah bangsa arab dan menggunakan bahasa mereka.
* Fitrah
manusia yang suci.
* Menghindari
dari kata-kata yang rumit yang membutuhkan
rincian.
- Untuk menangkis dan melemahkan argumentasi-argumentasi orang kafir
- Jawaban Allah tentang pembenaran akidah dan persoalan yang dihadapi Rosul.
- Sebagai bukti dan dalil yang dapat mematahkan dakwaannya.
- Untuk menangkis dan melemahkan argumentasi-argumentasi orang kafir
- Jawaban Allah tentang pembenaran akidah dan persoalan yang dihadapi Rosul.
- Sebagai bukti dan dalil yang dapat mematahkan dakwaannya.
Macam-macam
jadal:
1. Menyebutkan
ayat-ayat kauniyah.
2. Membantah
pendapat para penantang lawan.
Metode-meode
jadal:
1. Al-Ta’rifat
2. Al istifham
al taqriri
3. Al Tajzi’at
4.Qiyas al
khalaf
5. Al Tamsil
6.Al Muqabalat
B.
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qathan, Manna’ Khalil. Terj Mabahits Fii Ulumil Qur’an. Jakarta: Pustaka al- Kautsar. Cet k-9 2006.
Al-Qathan, Manna’ Khalil Studi ilmu-ilmu
Qur’an Bogor: Pustaka Litera AntarNusa cet k-16, 2013.
Al-Qur’an dan terjemah. Semarang: Nurcahaya. 2000.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi.
Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Edisi Baru). Semarang: Pustaka Rizqi Putra. 2010.
http://luthfi-damanhuri.blogspot.com/2009/05/amsal-aqsam-jadal-dalam-al-quran.html,
sabtu, 14 juni 2014, 15:00.
http://www.geocities.com/zam8557/was4.html,
kamis, 12 juni 2014, 20:00.
http://wikimirapedia.blogspot.com/2009/04/perdebatan-perdebatan-dalam-al-quran.html,
senin,16 juni 2014, 21:30.
[1] Al-Qathan, Manna’ Khalil. Terj Mabahits
Fii Ulumil Qur’an. Jakarta: Pustaka
al- Kautsar. Cet k-9 2006. hal.298
[2] Al-Qathan Manna’ Khalil Studi ilmu-ilmu Qur’an Bogor:
Pustaka Litera AntarNusa cet k-16, 2013,hal 425-426
[3] Teungku Muhammad Hasbi, Ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Edisi Baru).
Semarang: Pustaka Rizqi Putra. 2010. hal. 183
[4] Munazharah bertujuan untuk menampakkan kebenaran serta menegakkan
keterangan (hujjah) tentang benarnya apa yang diterangkan itu.
[5] Mubahatsah adalah pembahasan secara kontekstual dan terperinci.
[6] http://www.geocities.com/zam8557/was4.html
,kamis, 12 juni 2014, 20:00
[7] http://luthfi-damanhuri.blogspot.com/2009/05/amsal-aqsam-jadal-dalam-al-quran.html,
sabtu, 14 juni 2014, 15:00
[8] Al-Qur’an dan terjemah. Semarang: Nurcahaya. 2000. hal.256
[9] Al-Qathan, Manna’ Khalil. Terj Mabahits
Fii Ulumil Qur’an, Jakarta: Pustaka al- Kautsar. 2006. hal.299
[10] Al-Qathan, Manna Khalil , Studi ilmu-ilmu Qur’an Bogor: Pustaka
litera AntarNusa, cet-16,2013, hal:430-432.
[11] Ibid, hal. 433
[12] Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an.
Semarang: Pustaka Qizki Putra. 2010. hal. 184
[13] http://wikimirapedia.blogspot.com/2009/04/perdebatan-perdebatan-dalam-al-quran.html,
senin,16 juni 2014, 21:30JADAL
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Yuyun Affandi Lc.MA
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Yuyun Affandi Lc.MA
Disusun
Oleh :
Ahmad Iqbal Fauz (131311118)
Sulistyowati Sikoroningsih (131311119)
Torikostus Saidah (131311120)
Maliyatuz Zaniyah (131311121)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
WALISONGO
SEMARANG
2014
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Al-Qur’an adalah kitab suci bagi umat islam,
yang disampaikan Allah SWT kepada Rasullah dengan perantara malaikat jibril.
Kitab ini merupakan petunjuk dan aturan yang paling sempurna, yang diturunkan
untuk membimbing manusia kearah kebahagiaan dan kebaikan.
Hakikat-hakikat yang sudah jelas Nampak nyata
telah dapat di sentuh manusia, dibeberkan oleh bukti-bukti alam dan tidak
memerlukan lagi argumentasi lain untuk menetapkanya dalil atas kebenaranya .
Namun demikian, kesombongan seringkali mendorong seseorang untuk membangkitkan
keraguan dan mengacaukan hakikat-hakikat tersebut dengan berbagai kerancauan
yang dibungkus baju kebenaran serta dihiasinya dalam cermin akal.
Qur’an al-Karim, seruan Allah kepada seluruh
umat manusia, berdiri tegak dihadapan berbagai macam arus yang mengupayakan
kebatilan untuk mengingkari hakikat-hakikatnya dan memperdebatkan
pokok-pokoknya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian jadal dalam
al-Qur’an?
2.
Bagaimana pentingnya jadal dan
tujuannya dalam al-Qur’an?
3.
Apa saja macam-macam perdebatan
dalam al-Qur’an dan dalilnya?
4.
Bagaimana metode al-Qur’an dalam
berdebat?
II.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Jadal dalam
Al-Qur’an
Secara bahasa jadal berasal dari kata, جَدَلَ-
يَجْدُلُ- جُدُوْلاً
Jadal dalam arti bahasa adalah “Kusut”, contoh yang berarti “ tali yang kusut “ dan menurut Istilah yaitu:’ Perdebatan dalam suatu masalah dan berargumen untuk memenangkan perdebatan ( menemui kebenaran )[1]
Jadal dalam arti bahasa adalah “Kusut”, contoh yang berarti “ tali yang kusut “ dan menurut Istilah yaitu:’ Perdebatan dalam suatu masalah dan berargumen untuk memenangkan perdebatan ( menemui kebenaran )[1]
Adapun secara
istilah Jadal dan Jidal adalah bertukar pikiran dengan cara bersaing dan
berlomba untuk mengalahkan lawan. Pengertian ini berasal dari kata جَدَلْتُ
الحَبْل yakni اَحْكَمْتُ
فَتْلَهُ (aku
kokohkan jalinan tali itu), mengingat kedua belah pihak itu mengokohkan
pendapatnya masing-masing dan berusaha menjatuhkan lawan dari pendirian yang
dipeganginya.[2]
Definisi “Al-jadal
” dan al-jidal, maknanya bertarung dalam bentuk beradu dan tewas menewas. asal
kalimat ini ialah ” saya menyimpul tali “ yakni……apabila saya memperkemaskan simpulannya. “tali yang
tersimpul” ialah tali yang telah dikemas kuatkan simpulannya.
Dengan maksud, seolah olah mereka yang berdebat saling memperkuatkan
hujjah dan menyimpulkannya, sebagaimana beliau menguatkankan simpulan tali,
supaya dengan menguatkan hujjahnya beliau akan dapat menewaskan lawannya.
Sedangkan dalam literatur lain disebutkan
bahwa jadal atau jidal ialah bertukar pikiran untuk mengalahkan lawan. Masing –
masing orang yang berdebat itu bermaksud merubah pendirian lawan yang semula
dipegangnya.[3]
Istilah-istilah yang dapat dipandang sebagai padanan dari kata jadal ini adalah kata “al munazharah[4], al muhawarah, al munaqasyah, dan al mubahatsah”[5]. Istilah-istilah ini mengacu pada hal yang sama yaitu untuk menjelaskan suatu permasalahan. Hanya saja jadal lebih menekankan pada kemenangan, dan pada saat yang sama kekalahan bagi pihak lawan debat.
Istilah-istilah yang dapat dipandang sebagai padanan dari kata jadal ini adalah kata “al munazharah[4], al muhawarah, al munaqasyah, dan al mubahatsah”[5]. Istilah-istilah ini mengacu pada hal yang sama yaitu untuk menjelaskan suatu permasalahan. Hanya saja jadal lebih menekankan pada kemenangan, dan pada saat yang sama kekalahan bagi pihak lawan debat.
Dengan
demikian jadal alqur’an adalah
pembuktian-pembuktian serta pengungkapan dalil-dalil yang terkandung di
dalamnya, untuk dihadapkan pada orang kafir dan mematahkan argumentasi para
penentang denagn seluruh tujuan dan maksud mereka, sehingga kebenaran
ajaran-Nya dapat diterima dan melekat di hati manusia.
Allah
menyataakan dalam al-Qur’an bahwa Jadal atau berdebat merupakan
salah satu tabiat manusia.
ôs)s9ur $oYøù§|À Îû #x»yd Èb#uäöà)ø9$# Ĩ$¨Z=Ï9 `ÏB Èe@à2 9@sWtB 4 tb%x.ur ß`»|¡RM}$# usYò2r& &äóÓx« Zwyy` ÇÎÍÈ
Dan sesungguhnya Kami telah
mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan.
dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah. (Qs. Al- Kahfi: 54)
Dengan arti
bahwa sesungguhnya manusia adalah makhluk yang suka bersaing, berdebat dan
selalu mempertahankan pendapat dan fikirannya masing-masing. Rasulallah juga
sebagai pengenban amanat ilahi diperintahkan agar berdebat dengan kaum musyrik
dengan cara yang baik yang dapat meredakan keberingasan mereka. Firman-Nya (Qs.
An-Nahl 125)
äí÷$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ
“Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Dalam ayat lain Allah memerintahkan agar
Rasulnya tidak menuruti perdebatan mereka, malah beliau mestilah menutup pintu
perdebatan itu dengan cara yang paling ringkas dengan mengatakan: Allah amat
mengetahui apa yang kamu lakukan. [6]
Disamping itu Allah juga memperbolehkan ber-munazarah
(berdiskusi) dengan ahli kitab dengan cara yang baik.
Firmannya: Qs. Al- Ankabut: 46
* wur (#þqä9Ï»pgéB @÷dr& É=»tGÅ6ø9$# wÎ) ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& wÎ) tûïÏ%©!$# (#qßJn=sß óOßg÷YÏB ( (#þqä9qè%ur $¨ZtB#uä üÏ%©!$$Î/ tAÌRé& $uZøs9Î) tAÌRé&ur öNà6ös9Î) $oYßg»s9Î)ur öNä3ßg»s9Î)ur ÓÏnºur ß`øtwUur ¼çms9 tbqßJÎ=ó¡ãB
Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab,
melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di
antara mereka, dan Katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab)
yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan
Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri".
Munazharah seperti bertujuan untuk menampakkan
hak (kebenaran sejati) dan membangun hujjah (pedoman). Itulah metode Jadal
al-Qur’an dalam memberi petunjuk kepada orang kafir dan mengalahkan para
penantang al-Qur’an .[7]
2. Pentingnya Jadal Dan Tujuannya Dalam Al-Qur’an
2. Pentingnya Jadal Dan Tujuannya Dalam Al-Qur’an
Pentingnya jadal dalam Al-Qur’an:
v Dikarenakan
Al-Qur`an itu turun ditengah-tengah bangsa Arab dan menggunakan bahasa mereka,
maka Al-Qur`an berargumen sebagaimana argument-argumen mereka sehingga mereka
jelas atas persoalan-persoalan yang dibicarakan. Sesuai dengan firman Allah
yang Artinya: “Aku tidak mengutus seorang Rasulpun, kecuali dengan bahasa
kaumnya supaya ia dapat memberikan penjelasan dengan terang kepada mereka.”[8]
v Fitrah manusia
yang suci akan selalu menerima hal-hal yang pasti dan rasional sebagaimana yang
mereka lihat dan mereka rasakan dan bukan angan-angan yang tiada batas.
v Menghindari
dari kata-kata yang rumit dan membutuhkan rincian merupakan hal yang dianjurkan
dan diinginkan semua orang. Kata-kata yang membutuhkan penjelasan panjang lebar
merupakan sebuah kerumitan yang sulit dipahami oleh orang-orang umum, maka
apabila seseorang mampu menggunakan argument yang tepat dan tidak rumit akan
menang dalam berargumen. Begitulah Allah SWT memberikan bantahan-bantahan yang
jelas dan mudah diterima oleh siapapun.[9]
Tujuan yang dapat diambil dari ayat-ayat yang
mengandung jadal antara lain:
v Untuk
menangkis dan melemahkan argumentasi-argumenrasi orang kafir
v Jawaban Allah
tentang pembenaran akidah dan persoalan yang dihadapi rasul
v Layanan dialog
bagi orang yang benar-benar ingin tahu,kemudian hasilnya itu dijadikan pegangan
dan semacamnya, seperti jawaban Allah atas kegelisahan Nabi Ibrahim
v Sebagai bukti
dan dalil yang dapat mematahkan dakwaan dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul
di kalangan umat manusia
3.
MACAM-MACAM PERDEBATAN DALAM
AL-QUR’AN DAN DALILNY
a.
Menyebutkan ayat-ayat kauniyah yang
disertai perintah melakukan perhatian dan pemikiran untuk dijadikan dalil bagi
penetapan dasar-dasar akidah, seperti ketauhidan Allah dalam uluhiyyahnya dan
keimanan kepada malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul-Nya dan hari
kemudian. Perdebatan mcam ini banyak diungkap dalam al-Qur’an. Misalnya firman
Allah:
“Wahai
manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelum kamu, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan
bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air(hujan) dari langit, lalu
Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untuk –mu,
karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu
mengetahui.” (al-Baqarah [2]:21-22). Dan firmannya:
“Dan
Tuhan mu adalah Tuhan Yang Maha Esa: tidak ada tuhan melainkan Dia, Yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang” samapi dengan ‘sungguh terdapat tanda-tanda(keesaan
dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (al-Baqarah [2]:163-164).
b.
Membantah
pendapat para penantang lawan,serta mematahkan argumentasi mereka. Perdebatan
macam ini mempunyai beberapa bentuk:
1.
Membungkam
lawan bicara dengan mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang telah diakui dan
diterima baik oleh akal, agar ia mengakui apa yang tadinya diingkari, seperti
penggunaan dalil dengan makhluk untuk menetapkan adanya khalik:
“Apakah
mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri
mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?
Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi
mereka ada perbendaharaan tuhanmu ataukah mereka yang berkuasa? Ataukah mereka
mempunyai tangga(ke langit) untuk mendengarkan pada tangga itu (hal-hal yang
ghaib)? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka mendatangkan
suatu keterangan yang nyata. Ataukah untuk Allah anak-anak perempuan dan untuk
kaum anak-anak laki-laki? Ataukah kamu meminta upah kepada mereka sehingga
mereka dibebani dengan utang? Apakah ada pada sisi mereka pengetahuan tentang
yang lalu mereka menuliskanya? Ataukah mereka hendak melakukan tipu daya? Maka
orang-orang kafir itu merekalah yang kena tipu daya. Ataukah mereka mempunyai
tuhan selain Allah? Mahasuci Allah dari apa yang mereka sekutukan”. (at-Tur
[52]:35-43).
2.
Mengambil dalil dengan mabda’ (asal mula kejadian) untuk menetapkan
ma’ad (hari kebangkitan). Misalnya firma-Nya :
“ Maka apakah kami letih dengan
penciptaan yang pertama? Sebenarnya mereka dalam keadaan ragu-ragu tentang
penciptaan yang baru.” (Qaf [50] :15),firman-Nya:
“Apakah manusia mengira bahwa ia
akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungan jawab)? Bukankah ia dahulu
setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam Rahim)? Kemudian mani itu menjadi
segumpal darah, lalu Allah menciptakanya dan menyempurnakanya. Lalu Allah menjadikan
daripadanya sepasang laki-laki dan perempuan. Bukankah (Allah yang berbuat
demikian) berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?” (al-Qiyamah [75]:36-40):
dan ayat:
“Maka hendaklah manusia
memperhatikan dari apakah ia diciptakan? Ia dicipkan dari air yang
terpancar.Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada
perempuan. Sesungguhnya Allah benar-benar berkuasa untuk mengembalikanya (hidup
sesudah mati).” (at-Tariq [86]:5-8). [10]
3.
Membatalkan
pendapat lawan dengan membuktikan (kebenaran) kebalikanya, seperti:
“Katakanlah:
Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya
dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang
bercerai-berai, kamu perlihatkan sebagianya dan kamu sembunyikan sebagian
besarnya: padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapa-bapa kamu
tidak mengetahui-Nya? Katakanlah :Allah-lah (yang menurunkanya), kemudian
(sesudah kamu menyampaikan Qur’an kepada mereka), biarkanlah mereka
bermain-main dalam kesesatan mereka.” (al-An’am [6]:91)
4.
Menghimpun
dan memerinci (as-sabr wat taqsim),yakni menghimpun beberapa sifat dan
menerangkan bahwa sifat-sifat tersebut bukanlah ‘illah, alasan hukum, seperti
firman-Nya:
“Delapan
binatang yang berpasangan, sepasang dari domba dan sepasang dari kambing. Katakanlah
: Apakah dua yang jantan yang diharamkan Allah ataukah dua betina, ataukah yang
ada dalam kandungan dua betinanya? Terangkanlah kepadaku dengan berdasar
pengetahuan jika kamu memang orang-orang yang benar. Dan sepasang dari unta dan
sepasang dari lembu. Katakanlah : Apakah dua yang jantan yang diharamkan
ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Apakah
kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan ini bagimu? Maka siapakah yang lebih
zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk
menyesatkan manusia tanpa pengetahuan? Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (al-An’am [6]:143-144).
5.
Membungkam lawan dan mematahkan
hujjahnya dengan menjelaskan bahwa pendapat yang dikemukakanya itu menimbulkan
suatu pendapat yang tidak diakui oleh siapapun. Misalnya:
“Dan mereka (orang-orang musyrik)
menjadikan jin itu sekutu bagi Allah; padahal Allah-lah yang menciptakan
jin-jin iu, dan mereka membohong (dengan mengatakan): Bahwasanya Allah
mempunyai anak laki-laki dan permpuan, tanpa berdasar ilmu pengetahuan.
Mahasuci Allah dan Maha tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan. Dia
pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak
mempunyai istri? Dia menciptakan segala sesuatu dan Dia mengetahui segala
sesuatu.” (al-An’am [6]100-101). [11]
4.
METODE
AL-QUR’AN DALAM BERDEBAT
Qur’an Al-Karim dalam berdebat dengan
para penentangnya banyak mengemukakan dalil dan bukti kuat serta jelas yang
dapat dimengerti kalangan awam dan orang ahli, ia membatalkan setiap kerancuan
vulgar dan mematahkannya dengan perlawanan dan pertahanan dalam uslubb yang
konkrit hasilnya, indah susunannya dan tidak memerlukan pemerasan akal atau
banyak penyelidikan.
Hal
itu disebabkan:
a.
Qur’an menghadapi orang
Arab dengan bahasa yang diketahui mereka
b.
Karena berpegang kepada
yang mudah ditanggapi yaitu beriman kepada apa yang dapat dirasakan tanpa
memerlukan pemikiran yang dalam lebih kuat pengaruhnya.
c.
Karena mempergunakan
tutur kata yang tidak mudah dapat dipahami, dan merupakan teka-teki yang hanya
dapat dipahami oleh orang – orang tertentu.[12]
Sedangkan
metode – metode Al-Qur’an dalam berdebat adalah
1.
Al ta’rifat
Allah
SWT secara langsung memperkenalkan diri-Nya dan ciptaan-Nya sebagai pembuktian
akan wujud dan kemahakuasaan-Nya. Allah tidak terjangkau oleh indera manusia,
maka dengan mengungkapkan hal-hal yang bisa ditangkap indera manusia, manusia
akan mampu memahami wujud dan kekuasaan Allah.
2.
Al istifham al taqriri
Dalam
bentuk ini Allah mengajukan pertanyaan langsung dengan penetapan jawaban
atasnya. Pertanyaan tentang hal yang sudah nyata diangkat lagi lalu disertai
dengan jawaban yang merupakan penetapan atas kebenaran yang sudah pasti.
Prosedur ini dipandang oleh para ahli ulum al qur’an sebagai cara yang ampuh
sekali. Sebab dapat membatalkan argumen atau jidal para pembantah.
3.
Al tajzi’at
Dengan
prosedur ini Allah mengungkapkan bagian-bagian dari suatu totalitas secara
kronlogis yang sekaligus menjadi argumentasi dialektis untuk melemahkan lawan
danmenetapkan suatu kebenaran. Masing-masing dapat berdiri sendiri untuk
sebagai bukti untuk membuktikan kebenaran yang dimaksudkan. Prosedur jadal
seperti ini nampak dalam perkataan Allah:
4.
Qiyas al khalaf
Dalam
bahasa indonesia ini disebut dengan analogi terbalik. Dengan prosedur ini
kebenaran ditetapkan dengan membatalkan pendapat lawan yang berkebalikan atau
berlawanan.
5.
Al tamsil
Allah
mengungkapakan perumpamaan bagi suatu hal. Dengan perumpamaan itu dimaksudkan
agar suatu kebenaran dapat dipahami secara lebih tepat dan lebih mudah, lalu lebih
melekat di sanubari lawan.
6.
Al muqabalat
Al
muqabalat adalah mempertentangkan dua hal yang salah satunya memiliki efek yang
jauh lebih besar dibanding dengan yang lainnya. Seperti mempertentangkan antara
Allah SWT dengan berhala yang disembah oleh orang-orang kafir. Seperti
mempertentangkan antara Allah SWT dengan berhala yang disembah oleh orang-orang
kafir.[13]
III. PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jadal dalam
arti bahasa “kusut” contoh yang berarti “tali yang kusut” dan menurut istilah
yaitu ; perdebatan dalam suatu masalah dan beragumen untuk memenangkan
perdebatan (menemui kebenaran).
Pentingnya jadal dan tujuanya :
Pentingnya jadal dan tujuanya :
* Dikarnakan
al-Qur’an itu turun di tengah-tengah bangsa arab dan menggunakan bahasa mereka.
* Fitrah
manusia yang suci.
* Menghindari
dari kata-kata yang rumit yang membutuhkan
rincian.
- Untuk menangkis dan melemahkan argumentasi-argumentasi orang kafir
- Jawaban Allah tentang pembenaran akidah dan persoalan yang dihadapi Rosul.
- Sebagai bukti dan dalil yang dapat mematahkan dakwaannya.
- Untuk menangkis dan melemahkan argumentasi-argumentasi orang kafir
- Jawaban Allah tentang pembenaran akidah dan persoalan yang dihadapi Rosul.
- Sebagai bukti dan dalil yang dapat mematahkan dakwaannya.
Macam-macam
jadal:
1. Menyebutkan
ayat-ayat kauniyah.
2. Membantah
pendapat para penantang lawan.
Metode-meode
jadal:
1. Al-Ta’rifat
2. Al istifham
al taqriri
3. Al Tajzi’at
4.Qiyas al
khalaf
5. Al Tamsil
6.Al Muqabalat
B.
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qathan, Manna’ Khalil. Terj Mabahits Fii Ulumil Qur’an. Jakarta: Pustaka al- Kautsar. Cet k-9 2006.
Al-Qathan, Manna’ Khalil Studi ilmu-ilmu
Qur’an Bogor: Pustaka Litera AntarNusa cet k-16, 2013.
Al-Qur’an dan terjemah. Semarang: Nurcahaya. 2000.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi.
Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Edisi Baru). Semarang: Pustaka Rizqi Putra. 2010.
http://luthfi-damanhuri.blogspot.com/2009/05/amsal-aqsam-jadal-dalam-al-quran.html,
sabtu, 14 juni 2014, 15:00.
http://www.geocities.com/zam8557/was4.html,
kamis, 12 juni 2014, 20:00.
http://wikimirapedia.blogspot.com/2009/04/perdebatan-perdebatan-dalam-al-quran.html,
senin,16 juni 2014, 21:30.
[1] Al-Qathan, Manna’ Khalil. Terj Mabahits
Fii Ulumil Qur’an. Jakarta: Pustaka
al- Kautsar. Cet k-9 2006. hal.298
[2] Al-Qathan Manna’ Khalil Studi ilmu-ilmu Qur’an Bogor:
Pustaka Litera AntarNusa cet k-16, 2013,hal 425-426
[3] Teungku Muhammad Hasbi, Ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Edisi Baru).
Semarang: Pustaka Rizqi Putra. 2010. hal. 183
[4] Munazharah bertujuan untuk menampakkan kebenaran serta menegakkan
keterangan (hujjah) tentang benarnya apa yang diterangkan itu.
[5] Mubahatsah adalah pembahasan secara kontekstual dan terperinci.
[6] http://www.geocities.com/zam8557/was4.html
,kamis, 12 juni 2014, 20:00
[7] http://luthfi-damanhuri.blogspot.com/2009/05/amsal-aqsam-jadal-dalam-al-quran.html,
sabtu, 14 juni 2014, 15:00
[8] Al-Qur’an dan terjemah. Semarang: Nurcahaya. 2000. hal.256
[9] Al-Qathan, Manna’ Khalil. Terj Mabahits
Fii Ulumil Qur’an, Jakarta: Pustaka al- Kautsar. 2006. hal.299
[10] Al-Qathan, Manna Khalil , Studi ilmu-ilmu Qur’an Bogor: Pustaka
litera AntarNusa, cet-16,2013, hal:430-432.
[11] Ibid, hal. 433
[12] Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an.
Semarang: Pustaka Qizki Putra. 2010. hal. 184
[13] http://wikimirapedia.blogspot.com/2009/04/perdebatan-perdebatan-dalam-al-quran.html,
senin,16 juni 2014, 21:30
0 komentar:
Post a Comment