October 23, 2014

Jadal dan Perdebatan Al Qur'an sesta Dalil

JADAL
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah : Ulumul Qur’an
 Dosen Pengampu : Dr. Hj. Yuyun Affandi Lc.MA








Disusun Oleh :
Ahmad Iqbal Fauz                  (131311118)
Sulistyowati Sikoroningsih     (131311119)
Torikostus Saidah                   (131311120)
Maliyatuz Zaniyah                  (131311121)


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG

2014

I.     PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Al-Qur’an adalah kitab suci bagi umat islam, yang disampaikan Allah SWT kepada Rasullah dengan perantara malaikat jibril. Kitab ini merupakan petunjuk dan aturan yang paling sempurna, yang diturunkan untuk membimbing manusia kearah kebahagiaan dan kebaikan.
Hakikat-hakikat yang sudah jelas Nampak nyata telah dapat di sentuh manusia, dibeberkan oleh bukti-bukti alam dan tidak memerlukan lagi argumentasi lain untuk menetapkanya dalil atas kebenaranya . Namun demikian, kesombongan seringkali mendorong seseorang untuk membangkitkan keraguan dan mengacaukan hakikat-hakikat tersebut dengan berbagai kerancauan yang dibungkus baju kebenaran serta dihiasinya dalam cermin akal.
Qur’an al-Karim, seruan Allah kepada seluruh umat manusia, berdiri tegak dihadapan berbagai macam arus yang mengupayakan kebatilan untuk mengingkari hakikat-hakikatnya dan memperdebatkan pokok-pokoknya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian jadal dalam al-Qur’an?
2.      Bagaimana pentingnya jadal dan tujuannya dalam al-Qur’an?
3.      Apa saja macam-macam perdebatan dalam al-Qur’an dan dalilnya?
4.      Bagaimana metode al-Qur’an dalam berdebat?






  II.          PEMBAHASAN
1.      Pengertian Jadal dalam Al-Qur’an
Secara bahasa jadal berasal dari kata, جَدَلَ- يَجْدُلُ- جُدُوْلاً 
Jadal dalam arti bahasa adalah “Kusut”, contoh yang berarti “ tali yang kusut “  dan menurut Istilah yaitu:’ Perdebatan dalam suatu masalah dan berargumen untuk memenangkan perdebatan ( menemui kebenaran )[1]
Adapun secara istilah Jadal dan Jidal adalah bertukar pikiran dengan cara bersaing dan berlomba untuk mengalahkan lawan. Pengertian ini berasal dari kata جَدَلْتُ الحَبْل yakni اَحْكَمْتُ فَتْلَهُ (aku kokohkan jalinan tali itu), mengingat kedua belah pihak itu mengokohkan pendapatnya masing-masing dan berusaha menjatuhkan lawan dari pendirian yang dipeganginya.[2]
Definisi “Al-jadal ” dan al-jidal, maknanya bertarung dalam bentuk beradu dan tewas menewas. asal kalimat ini ialah ” saya menyimpul tali “  yakni……apabila saya memperkemaskan simpulannya. “tali yang tersimpul” ialah tali yang telah dikemas kuatkan simpulannya. Dengan maksud, seolah olah mereka yang berdebat saling memperkuatkan hujjah dan menyimpulkannya, sebagaimana beliau menguatkankan simpulan tali, supaya dengan menguatkan hujjahnya beliau akan dapat menewaskan  lawannya.
Sedangkan dalam literatur lain disebutkan bahwa jadal atau jidal ialah bertukar pikiran untuk mengalahkan lawan. Masing – masing orang yang berdebat itu bermaksud merubah pendirian lawan yang semula dipegangnya.[3]
Istilah-istilah yang dapat dipandang sebagai padanan dari kata jadal ini adalah kata “al munazharah[4], al muhawarah, al munaqasyah, dan al mubahatsah”[5]. Istilah-istilah ini mengacu pada hal yang sama yaitu untuk menjelaskan suatu permasalahan. Hanya saja jadal lebih menekankan pada kemenangan, dan pada saat yang sama kekalahan bagi pihak lawan debat.
Dengan demikian jadal alqur’an adalah pembuktian-pembuktian serta pengungkapan dalil-dalil yang terkandung di dalamnya, untuk dihadapkan pada orang kafir dan mematahkan argumentasi para penentang denagn seluruh tujuan dan maksud mereka, sehingga kebenaran ajaran-Nya dapat diterima dan melekat di hati manusia.
Allah menyataakan dalam al-Qur’an bahwa Jadal atau berdebat merupakan salah satu tabiat manusia.
ôs)s9ur $oYøù§Ž|À Îû #x»yd Èb#uäöà)ø9$# Ĩ$¨Z=Ï9 `ÏB Èe@à2 9@sWtB 4 tb%x.ur ß`»|¡RM}$# uŽsYò2r& &äóÓx« Zwyy` ÇÎÍÈ  
Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan. dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah. (Qs. Al- Kahfi: 54)
Dengan arti bahwa sesungguhnya manusia adalah makhluk yang suka bersaing, berdebat dan selalu mempertahankan pendapat dan fikirannya masing-masing. Rasulallah juga sebagai pengenban amanat ilahi diperintahkan agar berdebat dengan kaum musyrik dengan cara yang baik yang dapat meredakan keberingasan mereka. Firman-Nya (Qs. An-Nahl 125)
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ  
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Dalam ayat lain Allah memerintahkan agar Rasulnya tidak menuruti perdebatan mereka, malah beliau mestilah menutup pintu perdebatan itu dengan cara yang paling ringkas dengan mengatakan: Allah amat mengetahui apa yang kamu lakukan. [6]
Disamping itu Allah juga memperbolehkan ber-munazarah (berdiskusi) dengan ahli kitab dengan cara yang baik. Firmannya: Qs. Al- Ankabut: 46
* Ÿwur (#þqä9Ï»pgéB Ÿ@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# žwÎ) ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qßJn=sß óOßg÷YÏB ( (#þqä9qè%ur $¨ZtB#uä üÏ%©!$$Î/ tAÌRé& $uZøŠs9Î) tAÌRé&ur öNà6ös9Î) $oYßg»s9Î)ur öNä3ßg»s9Î)ur ÓÏnºur ß`øtwUur ¼çms9 tbqßJÎ=ó¡ãB 
Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan Katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri".

  Munazharah seperti bertujuan untuk menampakkan hak (kebenaran sejati) dan membangun hujjah (pedoman). Itulah metode Jadal al-Qur’an dalam memberi petunjuk kepada orang kafir dan mengalahkan para penantang al-Qur’an .[7]

2. Pentingnya Jadal Dan Tujuannya Dalam Al-Qur’an
Pentingnya jadal dalam Al-Qur’an:
v  Dikarenakan Al-Qur`an itu turun ditengah-tengah bangsa Arab dan menggunakan bahasa mereka, maka Al-Qur`an berargumen sebagaimana argument-argumen mereka sehingga mereka jelas atas persoalan-persoalan yang dibicarakan. Sesuai dengan firman Allah yang Artinya: “Aku tidak mengutus seorang Rasulpun, kecuali dengan bahasa kaumnya supaya ia dapat memberikan penjelasan dengan terang kepada mereka.”[8]
v  Fitrah manusia yang suci akan selalu menerima hal-hal yang pasti dan rasional sebagaimana yang mereka lihat dan mereka rasakan dan bukan angan-angan yang tiada batas.
v  Menghindari dari kata-kata yang rumit dan membutuhkan rincian merupakan hal yang dianjurkan dan diinginkan semua orang. Kata-kata yang membutuhkan penjelasan panjang lebar merupakan sebuah kerumitan yang sulit dipahami oleh orang-orang umum, maka apabila seseorang mampu menggunakan argument yang tepat dan tidak rumit akan menang dalam berargumen. Begitulah Allah SWT memberikan bantahan-bantahan yang jelas dan mudah diterima oleh siapapun.[9]
Tujuan yang dapat diambil dari ayat-ayat yang mengandung jadal antara lain:
v  Untuk menangkis dan melemahkan argumentasi-argumenrasi orang kafir
v  Jawaban Allah tentang pembenaran akidah dan persoalan yang dihadapi rasul
v  Layanan dialog bagi orang yang benar-benar ingin tahu,kemudian hasilnya itu dijadikan pegangan dan semacamnya, seperti jawaban Allah atas kegelisahan Nabi Ibrahim
v  Sebagai bukti dan dalil yang dapat mematahkan dakwaan dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kalangan umat manusia                                                                                  
3.      MACAM-MACAM PERDEBATAN DALAM AL-QUR’AN DAN DALILNY
a.      Menyebutkan ayat-ayat kauniyah yang disertai perintah melakukan perhatian dan pemikiran untuk dijadikan dalil bagi penetapan dasar-dasar akidah, seperti ketauhidan Allah dalam uluhiyyahnya dan keimanan kepada malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian. Perdebatan mcam ini banyak diungkap dalam al-Qur’an. Misalnya firman Allah:
“Wahai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air(hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untuk –mu, karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (al-Baqarah [2]:21-22). Dan firmannya:
“Dan Tuhan mu adalah Tuhan Yang Maha Esa: tidak ada tuhan melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” samapi dengan ‘sungguh terdapat tanda-tanda(keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (al-Baqarah [2]:163-164).
b.      Membantah pendapat para penantang lawan,serta mematahkan argumentasi mereka. Perdebatan macam ini mempunyai beberapa bentuk:
1.      Membungkam lawan bicara dengan mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang telah diakui dan diterima baik oleh akal, agar ia mengakui apa yang tadinya diingkari, seperti penggunaan dalil dengan makhluk untuk menetapkan adanya khalik:
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan tuhanmu ataukah mereka yang berkuasa? Ataukah mereka mempunyai tangga(ke langit) untuk mendengarkan pada tangga itu (hal-hal yang ghaib)? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka mendatangkan suatu keterangan yang nyata. Ataukah untuk Allah anak-anak perempuan dan untuk kaum anak-anak laki-laki? Ataukah kamu meminta upah kepada mereka sehingga mereka dibebani dengan utang? Apakah ada pada sisi mereka pengetahuan tentang yang lalu mereka menuliskanya? Ataukah mereka hendak melakukan tipu daya? Maka orang-orang kafir itu merekalah yang kena tipu daya. Ataukah mereka mempunyai tuhan selain Allah? Mahasuci Allah dari apa yang mereka sekutukan”. (at-Tur [52]:35-43).
2.      Mengambil dalil dengan  mabda’ (asal mula kejadian) untuk menetapkan ma’ad (hari kebangkitan). Misalnya firma-Nya :
“ Maka apakah kami letih dengan penciptaan yang pertama? Sebenarnya mereka dalam keadaan ragu-ragu tentang penciptaan yang baru.” (Qaf [50] :15),firman-Nya:
“Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungan jawab)? Bukankah ia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam Rahim)? Kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakanya dan menyempurnakanya. Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang laki-laki dan perempuan. Bukankah (Allah yang berbuat demikian) berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?” (al-Qiyamah [75]:36-40):
dan ayat:
“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah ia diciptakan? Ia dicipkan dari air yang terpancar.Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan. Sesungguhnya Allah benar-benar berkuasa untuk mengembalikanya (hidup sesudah mati).” (at-Tariq [86]:5-8). [10]
3.      Membatalkan pendapat lawan dengan membuktikan (kebenaran) kebalikanya, seperti:
“Katakanlah: Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan sebagianya dan kamu sembunyikan sebagian besarnya: padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapa-bapa kamu tidak mengetahui-Nya? Katakanlah :Allah-lah (yang menurunkanya), kemudian (sesudah kamu menyampaikan Qur’an kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatan mereka.” (al-An’am [6]:91)
4.      Menghimpun dan memerinci (as-sabr wat taqsim),yakni menghimpun beberapa sifat dan menerangkan bahwa sifat-sifat tersebut bukanlah ‘illah, alasan hukum, seperti firman-Nya:
“Delapan binatang yang berpasangan, sepasang dari domba dan sepasang dari kambing. Katakanlah : Apakah dua yang jantan yang diharamkan Allah ataukah dua betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Terangkanlah kepadaku dengan berdasar pengetahuan jika kamu memang orang-orang yang benar. Dan sepasang dari unta dan sepasang dari lembu. Katakanlah : Apakah dua yang jantan yang diharamkan ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Apakah kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan ini bagimu? Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan? Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (al-An’am [6]:143-144).
5.      Membungkam lawan dan mematahkan hujjahnya dengan menjelaskan bahwa pendapat yang dikemukakanya itu menimbulkan suatu pendapat yang tidak diakui oleh siapapun. Misalnya:
“Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah; padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin iu, dan mereka membohong (dengan mengatakan): Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan permpuan, tanpa berdasar ilmu pengetahuan. Mahasuci Allah dan Maha tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan. Dia pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri? Dia menciptakan segala sesuatu dan Dia mengetahui segala sesuatu.” (al-An’am [6]100-101). [11]

4.      METODE AL-QUR’AN DALAM BERDEBAT
        Qur’an Al-Karim dalam berdebat dengan para penentangnya banyak mengemukakan dalil dan bukti kuat serta jelas yang dapat dimengerti kalangan awam dan orang ahli, ia membatalkan setiap kerancuan vulgar dan mematahkannya dengan perlawanan dan pertahanan dalam uslubb yang konkrit hasilnya, indah susunannya dan tidak memerlukan pemerasan akal atau banyak penyelidikan.
Hal itu disebabkan:
a.       Qur’an menghadapi orang Arab dengan bahasa yang diketahui mereka
b.      Karena berpegang kepada yang mudah ditanggapi yaitu beriman kepada apa yang dapat dirasakan tanpa memerlukan pemikiran yang dalam lebih kuat pengaruhnya.
c.       Karena mempergunakan tutur kata yang tidak mudah dapat dipahami, dan merupakan teka-teki yang hanya dapat dipahami oleh orang – orang tertentu.[12]
Sedangkan metode – metode Al-Qur’an dalam berdebat adalah
1.      Al ta’rifat
Allah SWT secara langsung memperkenalkan diri-Nya dan ciptaan-Nya sebagai pembuktian akan wujud dan kemahakuasaan-Nya. Allah tidak terjangkau oleh indera manusia, maka dengan mengungkapkan hal-hal yang bisa ditangkap indera manusia, manusia akan mampu memahami wujud dan kekuasaan Allah.


2.      Al istifham al taqriri
Dalam bentuk ini Allah mengajukan pertanyaan langsung dengan penetapan jawaban atasnya. Pertanyaan tentang hal yang sudah nyata diangkat lagi lalu disertai dengan jawaban yang merupakan penetapan atas kebenaran yang sudah pasti. Prosedur ini dipandang oleh para ahli ulum al qur’an sebagai cara yang ampuh sekali. Sebab dapat membatalkan argumen atau jidal para pembantah.
3.      Al tajzi’at
Dengan prosedur ini Allah mengungkapkan bagian-bagian dari suatu totalitas secara kronlogis yang sekaligus menjadi argumentasi dialektis untuk melemahkan lawan danmenetapkan suatu kebenaran. Masing-masing dapat berdiri sendiri untuk sebagai bukti untuk membuktikan kebenaran yang dimaksudkan. Prosedur jadal seperti ini nampak dalam perkataan Allah:
4.      Qiyas al khalaf
Dalam bahasa indonesia ini disebut dengan analogi terbalik. Dengan prosedur ini kebenaran ditetapkan dengan membatalkan pendapat lawan yang berkebalikan atau berlawanan.
5.      Al tamsil
Allah mengungkapakan perumpamaan bagi suatu hal. Dengan perumpamaan itu dimaksudkan agar suatu kebenaran dapat dipahami secara lebih tepat dan lebih mudah, lalu lebih melekat di sanubari lawan.
6.      Al muqabalat
Al muqabalat adalah mempertentangkan dua hal yang salah satunya memiliki efek yang jauh lebih besar dibanding dengan yang lainnya. Seperti mempertentangkan antara Allah SWT dengan berhala yang disembah oleh orang-orang kafir. Seperti mempertentangkan antara Allah SWT dengan berhala yang disembah oleh orang-orang kafir.[13]















   III.     PENUTUP
A.    Kesimpulan
Jadal dalam arti bahasa “kusut” contoh yang berarti “tali yang kusut” dan menurut istilah yaitu ; perdebatan dalam suatu masalah dan beragumen untuk memenangkan perdebatan (menemui kebenaran).
Pentingnya jadal dan tujuanya :
* Dikarnakan al-Qur’an itu turun di tengah-tengah bangsa arab dan menggunakan bahasa mereka.
* Fitrah manusia yang suci.
* Menghindari dari kata-kata yang rumit yang membutuhkan  rincian.
- Untuk menangkis dan melemahkan argumentasi-argumentasi orang kafir
- Jawaban Allah tentang pembenaran akidah dan persoalan yang dihadapi Rosul.
- Sebagai bukti dan dalil yang dapat mematahkan dakwaannya.
Macam-macam jadal:
1. Menyebutkan ayat-ayat kauniyah.
2. Membantah pendapat para penantang lawan.
Metode-meode jadal:
1. Al-Ta’rifat
2. Al istifham al taqriri
3. Al Tajzi’at
4.Qiyas al khalaf
5. Al Tamsil
6.Al Muqabalat

B.     Saran





DAFTAR PUSTAKA
Al-Qathan, Manna’ Khalil. Terj Mabahits Fii Ulumil Qur’an.  Jakarta: Pustaka al- Kautsar. Cet k-9 2006.
Al-Qathan, Manna’ Khalil Studi ilmu-ilmu Qur’an Bogor: Pustaka Litera AntarNusa cet k-16, 2013.
Al-Qur’an dan terjemah. Semarang: Nurcahaya. 2000.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Edisi Baru). Semarang: Pustaka Rizqi Putra. 2010.
http://www.geocities.com/zam8557/was4.html, kamis, 12 juni 2014, 20:00.





[1] Al-Qathan, Manna’ Khalil. Terj Mabahits Fii Ulumil Qur’an.  Jakarta: Pustaka al- Kautsar. Cet k-9 2006. hal.298
[2] Al-Qathan Manna’ Khalil Studi ilmu-ilmu Qur’an Bogor: Pustaka Litera AntarNusa cet k-16, 2013,hal 425-426
[3] Teungku Muhammad Hasbi, Ash-Shiddieqy,  Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Edisi Baru). Semarang: Pustaka Rizqi Putra. 2010. hal. 183
[4] Munazharah bertujuan untuk menampakkan kebenaran serta menegakkan keterangan (hujjah) tentang benarnya apa yang diterangkan itu.
[5] Mubahatsah adalah pembahasan secara kontekstual dan terperinci.
[6] http://www.geocities.com/zam8557/was4.html ,kamis, 12 juni 2014, 20:00
[8] Al-Qur’an dan terjemah. Semarang: Nurcahaya. 2000. hal.256
[9] Al-Qathan, Manna’ Khalil. Terj Mabahits Fii Ulumil Qur’an, Jakarta: Pustaka al- Kautsar. 2006. hal.299
[10] Al-Qathan, Manna Khalil , Studi ilmu-ilmu Qur’an Bogor: Pustaka litera AntarNusa, cet-16,2013, hal:430-432.
[11] Ibid, hal. 433
[12] Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Semarang: Pustaka Qizki Putra. 2010. hal. 184
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah : Ulumul Qur’an
 Dosen Pengampu : Dr. Hj. Yuyun Affandi Lc.MA








Disusun Oleh :
Ahmad Iqbal Fauz                  (131311118)
Sulistyowati Sikoroningsih     (131311119)
Torikostus Saidah                   (131311120)
Maliyatuz Zaniyah                  (131311121)


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG

2014

I.     PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Al-Qur’an adalah kitab suci bagi umat islam, yang disampaikan Allah SWT kepada Rasullah dengan perantara malaikat jibril. Kitab ini merupakan petunjuk dan aturan yang paling sempurna, yang diturunkan untuk membimbing manusia kearah kebahagiaan dan kebaikan.
Hakikat-hakikat yang sudah jelas Nampak nyata telah dapat di sentuh manusia, dibeberkan oleh bukti-bukti alam dan tidak memerlukan lagi argumentasi lain untuk menetapkanya dalil atas kebenaranya . Namun demikian, kesombongan seringkali mendorong seseorang untuk membangkitkan keraguan dan mengacaukan hakikat-hakikat tersebut dengan berbagai kerancauan yang dibungkus baju kebenaran serta dihiasinya dalam cermin akal.
Qur’an al-Karim, seruan Allah kepada seluruh umat manusia, berdiri tegak dihadapan berbagai macam arus yang mengupayakan kebatilan untuk mengingkari hakikat-hakikatnya dan memperdebatkan pokok-pokoknya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian jadal dalam al-Qur’an?
2.      Bagaimana pentingnya jadal dan tujuannya dalam al-Qur’an?
3.      Apa saja macam-macam perdebatan dalam al-Qur’an dan dalilnya?
4.      Bagaimana metode al-Qur’an dalam berdebat?






  II.          PEMBAHASAN
1.      Pengertian Jadal dalam Al-Qur’an
Secara bahasa jadal berasal dari kata, جَدَلَ- يَجْدُلُ- جُدُوْلاً 
Jadal dalam arti bahasa adalah “Kusut”, contoh yang berarti “ tali yang kusut “  dan menurut Istilah yaitu:’ Perdebatan dalam suatu masalah dan berargumen untuk memenangkan perdebatan ( menemui kebenaran )[1]
Adapun secara istilah Jadal dan Jidal adalah bertukar pikiran dengan cara bersaing dan berlomba untuk mengalahkan lawan. Pengertian ini berasal dari kata جَدَلْتُ الحَبْل yakni اَحْكَمْتُ فَتْلَهُ (aku kokohkan jalinan tali itu), mengingat kedua belah pihak itu mengokohkan pendapatnya masing-masing dan berusaha menjatuhkan lawan dari pendirian yang dipeganginya.[2]
Definisi “Al-jadal ” dan al-jidal, maknanya bertarung dalam bentuk beradu dan tewas menewas. asal kalimat ini ialah ” saya menyimpul tali “  yakni……apabila saya memperkemaskan simpulannya. “tali yang tersimpul” ialah tali yang telah dikemas kuatkan simpulannya. Dengan maksud, seolah olah mereka yang berdebat saling memperkuatkan hujjah dan menyimpulkannya, sebagaimana beliau menguatkankan simpulan tali, supaya dengan menguatkan hujjahnya beliau akan dapat menewaskan  lawannya.
Sedangkan dalam literatur lain disebutkan bahwa jadal atau jidal ialah bertukar pikiran untuk mengalahkan lawan. Masing – masing orang yang berdebat itu bermaksud merubah pendirian lawan yang semula dipegangnya.[3]
Istilah-istilah yang dapat dipandang sebagai padanan dari kata jadal ini adalah kata “al munazharah[4], al muhawarah, al munaqasyah, dan al mubahatsah”[5]. Istilah-istilah ini mengacu pada hal yang sama yaitu untuk menjelaskan suatu permasalahan. Hanya saja jadal lebih menekankan pada kemenangan, dan pada saat yang sama kekalahan bagi pihak lawan debat.
Dengan demikian jadal alqur’an adalah pembuktian-pembuktian serta pengungkapan dalil-dalil yang terkandung di dalamnya, untuk dihadapkan pada orang kafir dan mematahkan argumentasi para penentang denagn seluruh tujuan dan maksud mereka, sehingga kebenaran ajaran-Nya dapat diterima dan melekat di hati manusia.
Allah menyataakan dalam al-Qur’an bahwa Jadal atau berdebat merupakan salah satu tabiat manusia.
ôs)s9ur $oYøù§Ž|À Îû #x»yd Èb#uäöà)ø9$# Ĩ$¨Z=Ï9 `ÏB Èe@à2 9@sWtB 4 tb%x.ur ß`»|¡RM}$# uŽsYò2r& &äóÓx« Zwyy` ÇÎÍÈ  
Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan. dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah. (Qs. Al- Kahfi: 54)
Dengan arti bahwa sesungguhnya manusia adalah makhluk yang suka bersaing, berdebat dan selalu mempertahankan pendapat dan fikirannya masing-masing. Rasulallah juga sebagai pengenban amanat ilahi diperintahkan agar berdebat dengan kaum musyrik dengan cara yang baik yang dapat meredakan keberingasan mereka. Firman-Nya (Qs. An-Nahl 125)
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ  
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Dalam ayat lain Allah memerintahkan agar Rasulnya tidak menuruti perdebatan mereka, malah beliau mestilah menutup pintu perdebatan itu dengan cara yang paling ringkas dengan mengatakan: Allah amat mengetahui apa yang kamu lakukan. [6]
Disamping itu Allah juga memperbolehkan ber-munazarah (berdiskusi) dengan ahli kitab dengan cara yang baik. Firmannya: Qs. Al- Ankabut: 46
* Ÿwur (#þqä9Ï»pgéB Ÿ@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# žwÎ) ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qßJn=sß óOßg÷YÏB ( (#þqä9qè%ur $¨ZtB#uä üÏ%©!$$Î/ tAÌRé& $uZøŠs9Î) tAÌRé&ur öNà6ös9Î) $oYßg»s9Î)ur öNä3ßg»s9Î)ur ÓÏnºur ß`øtwUur ¼çms9 tbqßJÎ=ó¡ãB 
Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan Katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri".

  Munazharah seperti bertujuan untuk menampakkan hak (kebenaran sejati) dan membangun hujjah (pedoman). Itulah metode Jadal al-Qur’an dalam memberi petunjuk kepada orang kafir dan mengalahkan para penantang al-Qur’an .[7]

2. Pentingnya Jadal Dan Tujuannya Dalam Al-Qur’an
Pentingnya jadal dalam Al-Qur’an:
v  Dikarenakan Al-Qur`an itu turun ditengah-tengah bangsa Arab dan menggunakan bahasa mereka, maka Al-Qur`an berargumen sebagaimana argument-argumen mereka sehingga mereka jelas atas persoalan-persoalan yang dibicarakan. Sesuai dengan firman Allah yang Artinya: “Aku tidak mengutus seorang Rasulpun, kecuali dengan bahasa kaumnya supaya ia dapat memberikan penjelasan dengan terang kepada mereka.”[8]
v  Fitrah manusia yang suci akan selalu menerima hal-hal yang pasti dan rasional sebagaimana yang mereka lihat dan mereka rasakan dan bukan angan-angan yang tiada batas.
v  Menghindari dari kata-kata yang rumit dan membutuhkan rincian merupakan hal yang dianjurkan dan diinginkan semua orang. Kata-kata yang membutuhkan penjelasan panjang lebar merupakan sebuah kerumitan yang sulit dipahami oleh orang-orang umum, maka apabila seseorang mampu menggunakan argument yang tepat dan tidak rumit akan menang dalam berargumen. Begitulah Allah SWT memberikan bantahan-bantahan yang jelas dan mudah diterima oleh siapapun.[9]
Tujuan yang dapat diambil dari ayat-ayat yang mengandung jadal antara lain:
v  Untuk menangkis dan melemahkan argumentasi-argumenrasi orang kafir
v  Jawaban Allah tentang pembenaran akidah dan persoalan yang dihadapi rasul
v  Layanan dialog bagi orang yang benar-benar ingin tahu,kemudian hasilnya itu dijadikan pegangan dan semacamnya, seperti jawaban Allah atas kegelisahan Nabi Ibrahim
v  Sebagai bukti dan dalil yang dapat mematahkan dakwaan dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kalangan umat manusia                                                                                  
3.      MACAM-MACAM PERDEBATAN DALAM AL-QUR’AN DAN DALILNY
a.      Menyebutkan ayat-ayat kauniyah yang disertai perintah melakukan perhatian dan pemikiran untuk dijadikan dalil bagi penetapan dasar-dasar akidah, seperti ketauhidan Allah dalam uluhiyyahnya dan keimanan kepada malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian. Perdebatan mcam ini banyak diungkap dalam al-Qur’an. Misalnya firman Allah:
“Wahai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air(hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untuk –mu, karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (al-Baqarah [2]:21-22). Dan firmannya:
“Dan Tuhan mu adalah Tuhan Yang Maha Esa: tidak ada tuhan melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” samapi dengan ‘sungguh terdapat tanda-tanda(keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (al-Baqarah [2]:163-164).
b.      Membantah pendapat para penantang lawan,serta mematahkan argumentasi mereka. Perdebatan macam ini mempunyai beberapa bentuk:
1.      Membungkam lawan bicara dengan mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang telah diakui dan diterima baik oleh akal, agar ia mengakui apa yang tadinya diingkari, seperti penggunaan dalil dengan makhluk untuk menetapkan adanya khalik:
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan tuhanmu ataukah mereka yang berkuasa? Ataukah mereka mempunyai tangga(ke langit) untuk mendengarkan pada tangga itu (hal-hal yang ghaib)? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka mendatangkan suatu keterangan yang nyata. Ataukah untuk Allah anak-anak perempuan dan untuk kaum anak-anak laki-laki? Ataukah kamu meminta upah kepada mereka sehingga mereka dibebani dengan utang? Apakah ada pada sisi mereka pengetahuan tentang yang lalu mereka menuliskanya? Ataukah mereka hendak melakukan tipu daya? Maka orang-orang kafir itu merekalah yang kena tipu daya. Ataukah mereka mempunyai tuhan selain Allah? Mahasuci Allah dari apa yang mereka sekutukan”. (at-Tur [52]:35-43).
2.      Mengambil dalil dengan  mabda’ (asal mula kejadian) untuk menetapkan ma’ad (hari kebangkitan). Misalnya firma-Nya :
“ Maka apakah kami letih dengan penciptaan yang pertama? Sebenarnya mereka dalam keadaan ragu-ragu tentang penciptaan yang baru.” (Qaf [50] :15),firman-Nya:
“Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungan jawab)? Bukankah ia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam Rahim)? Kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakanya dan menyempurnakanya. Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang laki-laki dan perempuan. Bukankah (Allah yang berbuat demikian) berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?” (al-Qiyamah [75]:36-40):
dan ayat:
“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah ia diciptakan? Ia dicipkan dari air yang terpancar.Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan. Sesungguhnya Allah benar-benar berkuasa untuk mengembalikanya (hidup sesudah mati).” (at-Tariq [86]:5-8). [10]
3.      Membatalkan pendapat lawan dengan membuktikan (kebenaran) kebalikanya, seperti:
“Katakanlah: Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan sebagianya dan kamu sembunyikan sebagian besarnya: padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapa-bapa kamu tidak mengetahui-Nya? Katakanlah :Allah-lah (yang menurunkanya), kemudian (sesudah kamu menyampaikan Qur’an kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatan mereka.” (al-An’am [6]:91)
4.      Menghimpun dan memerinci (as-sabr wat taqsim),yakni menghimpun beberapa sifat dan menerangkan bahwa sifat-sifat tersebut bukanlah ‘illah, alasan hukum, seperti firman-Nya:
“Delapan binatang yang berpasangan, sepasang dari domba dan sepasang dari kambing. Katakanlah : Apakah dua yang jantan yang diharamkan Allah ataukah dua betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Terangkanlah kepadaku dengan berdasar pengetahuan jika kamu memang orang-orang yang benar. Dan sepasang dari unta dan sepasang dari lembu. Katakanlah : Apakah dua yang jantan yang diharamkan ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Apakah kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan ini bagimu? Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan? Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (al-An’am [6]:143-144).
5.      Membungkam lawan dan mematahkan hujjahnya dengan menjelaskan bahwa pendapat yang dikemukakanya itu menimbulkan suatu pendapat yang tidak diakui oleh siapapun. Misalnya:
“Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah; padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin iu, dan mereka membohong (dengan mengatakan): Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan permpuan, tanpa berdasar ilmu pengetahuan. Mahasuci Allah dan Maha tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan. Dia pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri? Dia menciptakan segala sesuatu dan Dia mengetahui segala sesuatu.” (al-An’am [6]100-101). [11]

4.      METODE AL-QUR’AN DALAM BERDEBAT
        Qur’an Al-Karim dalam berdebat dengan para penentangnya banyak mengemukakan dalil dan bukti kuat serta jelas yang dapat dimengerti kalangan awam dan orang ahli, ia membatalkan setiap kerancuan vulgar dan mematahkannya dengan perlawanan dan pertahanan dalam uslubb yang konkrit hasilnya, indah susunannya dan tidak memerlukan pemerasan akal atau banyak penyelidikan.
Hal itu disebabkan:
a.       Qur’an menghadapi orang Arab dengan bahasa yang diketahui mereka
b.      Karena berpegang kepada yang mudah ditanggapi yaitu beriman kepada apa yang dapat dirasakan tanpa memerlukan pemikiran yang dalam lebih kuat pengaruhnya.
c.       Karena mempergunakan tutur kata yang tidak mudah dapat dipahami, dan merupakan teka-teki yang hanya dapat dipahami oleh orang – orang tertentu.[12]
Sedangkan metode – metode Al-Qur’an dalam berdebat adalah
1.      Al ta’rifat
Allah SWT secara langsung memperkenalkan diri-Nya dan ciptaan-Nya sebagai pembuktian akan wujud dan kemahakuasaan-Nya. Allah tidak terjangkau oleh indera manusia, maka dengan mengungkapkan hal-hal yang bisa ditangkap indera manusia, manusia akan mampu memahami wujud dan kekuasaan Allah.


2.      Al istifham al taqriri
Dalam bentuk ini Allah mengajukan pertanyaan langsung dengan penetapan jawaban atasnya. Pertanyaan tentang hal yang sudah nyata diangkat lagi lalu disertai dengan jawaban yang merupakan penetapan atas kebenaran yang sudah pasti. Prosedur ini dipandang oleh para ahli ulum al qur’an sebagai cara yang ampuh sekali. Sebab dapat membatalkan argumen atau jidal para pembantah.
3.      Al tajzi’at
Dengan prosedur ini Allah mengungkapkan bagian-bagian dari suatu totalitas secara kronlogis yang sekaligus menjadi argumentasi dialektis untuk melemahkan lawan danmenetapkan suatu kebenaran. Masing-masing dapat berdiri sendiri untuk sebagai bukti untuk membuktikan kebenaran yang dimaksudkan. Prosedur jadal seperti ini nampak dalam perkataan Allah:
4.      Qiyas al khalaf
Dalam bahasa indonesia ini disebut dengan analogi terbalik. Dengan prosedur ini kebenaran ditetapkan dengan membatalkan pendapat lawan yang berkebalikan atau berlawanan.
5.      Al tamsil
Allah mengungkapakan perumpamaan bagi suatu hal. Dengan perumpamaan itu dimaksudkan agar suatu kebenaran dapat dipahami secara lebih tepat dan lebih mudah, lalu lebih melekat di sanubari lawan.
6.      Al muqabalat
Al muqabalat adalah mempertentangkan dua hal yang salah satunya memiliki efek yang jauh lebih besar dibanding dengan yang lainnya. Seperti mempertentangkan antara Allah SWT dengan berhala yang disembah oleh orang-orang kafir. Seperti mempertentangkan antara Allah SWT dengan berhala yang disembah oleh orang-orang kafir.[13]















   III.     PENUTUP
A.    Kesimpulan
Jadal dalam arti bahasa “kusut” contoh yang berarti “tali yang kusut” dan menurut istilah yaitu ; perdebatan dalam suatu masalah dan beragumen untuk memenangkan perdebatan (menemui kebenaran).
Pentingnya jadal dan tujuanya :
* Dikarnakan al-Qur’an itu turun di tengah-tengah bangsa arab dan menggunakan bahasa mereka.
* Fitrah manusia yang suci.
* Menghindari dari kata-kata yang rumit yang membutuhkan  rincian.
- Untuk menangkis dan melemahkan argumentasi-argumentasi orang kafir
- Jawaban Allah tentang pembenaran akidah dan persoalan yang dihadapi Rosul.
- Sebagai bukti dan dalil yang dapat mematahkan dakwaannya.
Macam-macam jadal:
1. Menyebutkan ayat-ayat kauniyah.
2. Membantah pendapat para penantang lawan.
Metode-meode jadal:
1. Al-Ta’rifat
2. Al istifham al taqriri
3. Al Tajzi’at
4.Qiyas al khalaf
5. Al Tamsil
6.Al Muqabalat

B.     Saran





DAFTAR PUSTAKA
Al-Qathan, Manna’ Khalil. Terj Mabahits Fii Ulumil Qur’an.  Jakarta: Pustaka al- Kautsar. Cet k-9 2006.
Al-Qathan, Manna’ Khalil Studi ilmu-ilmu Qur’an Bogor: Pustaka Litera AntarNusa cet k-16, 2013.
Al-Qur’an dan terjemah. Semarang: Nurcahaya. 2000.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Edisi Baru). Semarang: Pustaka Rizqi Putra. 2010.
http://www.geocities.com/zam8557/was4.html, kamis, 12 juni 2014, 20:00.




[1] Al-Qathan, Manna’ Khalil. Terj Mabahits Fii Ulumil Qur’an.  Jakarta: Pustaka al- Kautsar. Cet k-9 2006. hal.298
[2] Al-Qathan Manna’ Khalil Studi ilmu-ilmu Qur’an Bogor: Pustaka Litera AntarNusa cet k-16, 2013,hal 425-426
[3] Teungku Muhammad Hasbi, Ash-Shiddieqy,  Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Edisi Baru). Semarang: Pustaka Rizqi Putra. 2010. hal. 183
[4] Munazharah bertujuan untuk menampakkan kebenaran serta menegakkan keterangan (hujjah) tentang benarnya apa yang diterangkan itu.
[5] Mubahatsah adalah pembahasan secara kontekstual dan terperinci.
[6] http://www.geocities.com/zam8557/was4.html ,kamis, 12 juni 2014, 20:00
[8] Al-Qur’an dan terjemah. Semarang: Nurcahaya. 2000. hal.256
[9] Al-Qathan, Manna’ Khalil. Terj Mabahits Fii Ulumil Qur’an, Jakarta: Pustaka al- Kautsar. 2006. hal.299
[10] Al-Qathan, Manna Khalil , Studi ilmu-ilmu Qur’an Bogor: Pustaka litera AntarNusa, cet-16,2013, hal:430-432.
[11] Ibid, hal. 433
[12] Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Semarang: Pustaka Qizki Putra. 2010. hal. 184
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah : Ulumul Qur’an
 Dosen Pengampu : Dr. Hj. Yuyun Affandi Lc.MA








Disusun Oleh :
Ahmad Iqbal Fauz                  (131311118)
Sulistyowati Sikoroningsih     (131311119)
Torikostus Saidah                   (131311120)
Maliyatuz Zaniyah                  (131311121)


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG

2014

I.     PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Al-Qur’an adalah kitab suci bagi umat islam, yang disampaikan Allah SWT kepada Rasullah dengan perantara malaikat jibril. Kitab ini merupakan petunjuk dan aturan yang paling sempurna, yang diturunkan untuk membimbing manusia kearah kebahagiaan dan kebaikan.
Hakikat-hakikat yang sudah jelas Nampak nyata telah dapat di sentuh manusia, dibeberkan oleh bukti-bukti alam dan tidak memerlukan lagi argumentasi lain untuk menetapkanya dalil atas kebenaranya . Namun demikian, kesombongan seringkali mendorong seseorang untuk membangkitkan keraguan dan mengacaukan hakikat-hakikat tersebut dengan berbagai kerancauan yang dibungkus baju kebenaran serta dihiasinya dalam cermin akal.
Qur’an al-Karim, seruan Allah kepada seluruh umat manusia, berdiri tegak dihadapan berbagai macam arus yang mengupayakan kebatilan untuk mengingkari hakikat-hakikatnya dan memperdebatkan pokok-pokoknya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian jadal dalam al-Qur’an?
2.      Bagaimana pentingnya jadal dan tujuannya dalam al-Qur’an?
3.      Apa saja macam-macam perdebatan dalam al-Qur’an dan dalilnya?
4.      Bagaimana metode al-Qur’an dalam berdebat?






  II.          PEMBAHASAN
1.      Pengertian Jadal dalam Al-Qur’an
Secara bahasa jadal berasal dari kata, جَدَلَ- يَجْدُلُ- جُدُوْلاً 
Jadal dalam arti bahasa adalah “Kusut”, contoh yang berarti “ tali yang kusut “  dan menurut Istilah yaitu:’ Perdebatan dalam suatu masalah dan berargumen untuk memenangkan perdebatan ( menemui kebenaran )[1]
Adapun secara istilah Jadal dan Jidal adalah bertukar pikiran dengan cara bersaing dan berlomba untuk mengalahkan lawan. Pengertian ini berasal dari kata جَدَلْتُ الحَبْل yakni اَحْكَمْتُ فَتْلَهُ (aku kokohkan jalinan tali itu), mengingat kedua belah pihak itu mengokohkan pendapatnya masing-masing dan berusaha menjatuhkan lawan dari pendirian yang dipeganginya.[2]
Definisi “Al-jadal ” dan al-jidal, maknanya bertarung dalam bentuk beradu dan tewas menewas. asal kalimat ini ialah ” saya menyimpul tali “  yakni……apabila saya memperkemaskan simpulannya. “tali yang tersimpul” ialah tali yang telah dikemas kuatkan simpulannya. Dengan maksud, seolah olah mereka yang berdebat saling memperkuatkan hujjah dan menyimpulkannya, sebagaimana beliau menguatkankan simpulan tali, supaya dengan menguatkan hujjahnya beliau akan dapat menewaskan  lawannya.
Sedangkan dalam literatur lain disebutkan bahwa jadal atau jidal ialah bertukar pikiran untuk mengalahkan lawan. Masing – masing orang yang berdebat itu bermaksud merubah pendirian lawan yang semula dipegangnya.[3]
Istilah-istilah yang dapat dipandang sebagai padanan dari kata jadal ini adalah kata “al munazharah[4], al muhawarah, al munaqasyah, dan al mubahatsah”[5]. Istilah-istilah ini mengacu pada hal yang sama yaitu untuk menjelaskan suatu permasalahan. Hanya saja jadal lebih menekankan pada kemenangan, dan pada saat yang sama kekalahan bagi pihak lawan debat.
Dengan demikian jadal alqur’an adalah pembuktian-pembuktian serta pengungkapan dalil-dalil yang terkandung di dalamnya, untuk dihadapkan pada orang kafir dan mematahkan argumentasi para penentang denagn seluruh tujuan dan maksud mereka, sehingga kebenaran ajaran-Nya dapat diterima dan melekat di hati manusia.
Allah menyataakan dalam al-Qur’an bahwa Jadal atau berdebat merupakan salah satu tabiat manusia.
ôs)s9ur $oYøù§Ž|À Îû #x»yd Èb#uäöà)ø9$# Ĩ$¨Z=Ï9 `ÏB Èe@à2 9@sWtB 4 tb%x.ur ß`»|¡RM}$# uŽsYò2r& &äóÓx« Zwyy` ÇÎÍÈ  
Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan. dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah. (Qs. Al- Kahfi: 54)
Dengan arti bahwa sesungguhnya manusia adalah makhluk yang suka bersaing, berdebat dan selalu mempertahankan pendapat dan fikirannya masing-masing. Rasulallah juga sebagai pengenban amanat ilahi diperintahkan agar berdebat dengan kaum musyrik dengan cara yang baik yang dapat meredakan keberingasan mereka. Firman-Nya (Qs. An-Nahl 125)
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ  
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Dalam ayat lain Allah memerintahkan agar Rasulnya tidak menuruti perdebatan mereka, malah beliau mestilah menutup pintu perdebatan itu dengan cara yang paling ringkas dengan mengatakan: Allah amat mengetahui apa yang kamu lakukan. [6]
Disamping itu Allah juga memperbolehkan ber-munazarah (berdiskusi) dengan ahli kitab dengan cara yang baik. Firmannya: Qs. Al- Ankabut: 46
* Ÿwur (#þqä9Ï»pgéB Ÿ@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# žwÎ) ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qßJn=sß óOßg÷YÏB ( (#þqä9qè%ur $¨ZtB#uä üÏ%©!$$Î/ tAÌRé& $uZøŠs9Î) tAÌRé&ur öNà6ös9Î) $oYßg»s9Î)ur öNä3ßg»s9Î)ur ÓÏnºur ß`øtwUur ¼çms9 tbqßJÎ=ó¡ãB 
Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan Katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri".

  Munazharah seperti bertujuan untuk menampakkan hak (kebenaran sejati) dan membangun hujjah (pedoman). Itulah metode Jadal al-Qur’an dalam memberi petunjuk kepada orang kafir dan mengalahkan para penantang al-Qur’an .[7]

2. Pentingnya Jadal Dan Tujuannya Dalam Al-Qur’an
Pentingnya jadal dalam Al-Qur’an:
v  Dikarenakan Al-Qur`an itu turun ditengah-tengah bangsa Arab dan menggunakan bahasa mereka, maka Al-Qur`an berargumen sebagaimana argument-argumen mereka sehingga mereka jelas atas persoalan-persoalan yang dibicarakan. Sesuai dengan firman Allah yang Artinya: “Aku tidak mengutus seorang Rasulpun, kecuali dengan bahasa kaumnya supaya ia dapat memberikan penjelasan dengan terang kepada mereka.”[8]
v  Fitrah manusia yang suci akan selalu menerima hal-hal yang pasti dan rasional sebagaimana yang mereka lihat dan mereka rasakan dan bukan angan-angan yang tiada batas.
v  Menghindari dari kata-kata yang rumit dan membutuhkan rincian merupakan hal yang dianjurkan dan diinginkan semua orang. Kata-kata yang membutuhkan penjelasan panjang lebar merupakan sebuah kerumitan yang sulit dipahami oleh orang-orang umum, maka apabila seseorang mampu menggunakan argument yang tepat dan tidak rumit akan menang dalam berargumen. Begitulah Allah SWT memberikan bantahan-bantahan yang jelas dan mudah diterima oleh siapapun.[9]
Tujuan yang dapat diambil dari ayat-ayat yang mengandung jadal antara lain:
v  Untuk menangkis dan melemahkan argumentasi-argumenrasi orang kafir
v  Jawaban Allah tentang pembenaran akidah dan persoalan yang dihadapi rasul
v  Layanan dialog bagi orang yang benar-benar ingin tahu,kemudian hasilnya itu dijadikan pegangan dan semacamnya, seperti jawaban Allah atas kegelisahan Nabi Ibrahim
v  Sebagai bukti dan dalil yang dapat mematahkan dakwaan dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kalangan umat manusia                                                                                  
3.      MACAM-MACAM PERDEBATAN DALAM AL-QUR’AN DAN DALILNY
a.      Menyebutkan ayat-ayat kauniyah yang disertai perintah melakukan perhatian dan pemikiran untuk dijadikan dalil bagi penetapan dasar-dasar akidah, seperti ketauhidan Allah dalam uluhiyyahnya dan keimanan kepada malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian. Perdebatan mcam ini banyak diungkap dalam al-Qur’an. Misalnya firman Allah:
“Wahai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air(hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untuk –mu, karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (al-Baqarah [2]:21-22). Dan firmannya:
“Dan Tuhan mu adalah Tuhan Yang Maha Esa: tidak ada tuhan melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” samapi dengan ‘sungguh terdapat tanda-tanda(keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (al-Baqarah [2]:163-164).
b.      Membantah pendapat para penantang lawan,serta mematahkan argumentasi mereka. Perdebatan macam ini mempunyai beberapa bentuk:
1.      Membungkam lawan bicara dengan mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang telah diakui dan diterima baik oleh akal, agar ia mengakui apa yang tadinya diingkari, seperti penggunaan dalil dengan makhluk untuk menetapkan adanya khalik:
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan tuhanmu ataukah mereka yang berkuasa? Ataukah mereka mempunyai tangga(ke langit) untuk mendengarkan pada tangga itu (hal-hal yang ghaib)? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka mendatangkan suatu keterangan yang nyata. Ataukah untuk Allah anak-anak perempuan dan untuk kaum anak-anak laki-laki? Ataukah kamu meminta upah kepada mereka sehingga mereka dibebani dengan utang? Apakah ada pada sisi mereka pengetahuan tentang yang lalu mereka menuliskanya? Ataukah mereka hendak melakukan tipu daya? Maka orang-orang kafir itu merekalah yang kena tipu daya. Ataukah mereka mempunyai tuhan selain Allah? Mahasuci Allah dari apa yang mereka sekutukan”. (at-Tur [52]:35-43).
2.      Mengambil dalil dengan  mabda’ (asal mula kejadian) untuk menetapkan ma’ad (hari kebangkitan). Misalnya firma-Nya :
“ Maka apakah kami letih dengan penciptaan yang pertama? Sebenarnya mereka dalam keadaan ragu-ragu tentang penciptaan yang baru.” (Qaf [50] :15),firman-Nya:
“Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungan jawab)? Bukankah ia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam Rahim)? Kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakanya dan menyempurnakanya. Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang laki-laki dan perempuan. Bukankah (Allah yang berbuat demikian) berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?” (al-Qiyamah [75]:36-40):
dan ayat:
“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah ia diciptakan? Ia dicipkan dari air yang terpancar.Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan. Sesungguhnya Allah benar-benar berkuasa untuk mengembalikanya (hidup sesudah mati).” (at-Tariq [86]:5-8). [10]
3.      Membatalkan pendapat lawan dengan membuktikan (kebenaran) kebalikanya, seperti:
“Katakanlah: Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan sebagianya dan kamu sembunyikan sebagian besarnya: padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapa-bapa kamu tidak mengetahui-Nya? Katakanlah :Allah-lah (yang menurunkanya), kemudian (sesudah kamu menyampaikan Qur’an kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatan mereka.” (al-An’am [6]:91)
4.      Menghimpun dan memerinci (as-sabr wat taqsim),yakni menghimpun beberapa sifat dan menerangkan bahwa sifat-sifat tersebut bukanlah ‘illah, alasan hukum, seperti firman-Nya:
“Delapan binatang yang berpasangan, sepasang dari domba dan sepasang dari kambing. Katakanlah : Apakah dua yang jantan yang diharamkan Allah ataukah dua betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Terangkanlah kepadaku dengan berdasar pengetahuan jika kamu memang orang-orang yang benar. Dan sepasang dari unta dan sepasang dari lembu. Katakanlah : Apakah dua yang jantan yang diharamkan ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Apakah kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan ini bagimu? Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan? Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (al-An’am [6]:143-144).
5.      Membungkam lawan dan mematahkan hujjahnya dengan menjelaskan bahwa pendapat yang dikemukakanya itu menimbulkan suatu pendapat yang tidak diakui oleh siapapun. Misalnya:
“Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah; padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin iu, dan mereka membohong (dengan mengatakan): Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan permpuan, tanpa berdasar ilmu pengetahuan. Mahasuci Allah dan Maha tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan. Dia pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri? Dia menciptakan segala sesuatu dan Dia mengetahui segala sesuatu.” (al-An’am [6]100-101). [11]

4.      METODE AL-QUR’AN DALAM BERDEBAT
        Qur’an Al-Karim dalam berdebat dengan para penentangnya banyak mengemukakan dalil dan bukti kuat serta jelas yang dapat dimengerti kalangan awam dan orang ahli, ia membatalkan setiap kerancuan vulgar dan mematahkannya dengan perlawanan dan pertahanan dalam uslubb yang konkrit hasilnya, indah susunannya dan tidak memerlukan pemerasan akal atau banyak penyelidikan.
Hal itu disebabkan:
a.       Qur’an menghadapi orang Arab dengan bahasa yang diketahui mereka
b.      Karena berpegang kepada yang mudah ditanggapi yaitu beriman kepada apa yang dapat dirasakan tanpa memerlukan pemikiran yang dalam lebih kuat pengaruhnya.
c.       Karena mempergunakan tutur kata yang tidak mudah dapat dipahami, dan merupakan teka-teki yang hanya dapat dipahami oleh orang – orang tertentu.[12]
Sedangkan metode – metode Al-Qur’an dalam berdebat adalah
1.      Al ta’rifat
Allah SWT secara langsung memperkenalkan diri-Nya dan ciptaan-Nya sebagai pembuktian akan wujud dan kemahakuasaan-Nya. Allah tidak terjangkau oleh indera manusia, maka dengan mengungkapkan hal-hal yang bisa ditangkap indera manusia, manusia akan mampu memahami wujud dan kekuasaan Allah.


2.      Al istifham al taqriri
Dalam bentuk ini Allah mengajukan pertanyaan langsung dengan penetapan jawaban atasnya. Pertanyaan tentang hal yang sudah nyata diangkat lagi lalu disertai dengan jawaban yang merupakan penetapan atas kebenaran yang sudah pasti. Prosedur ini dipandang oleh para ahli ulum al qur’an sebagai cara yang ampuh sekali. Sebab dapat membatalkan argumen atau jidal para pembantah.
3.      Al tajzi’at
Dengan prosedur ini Allah mengungkapkan bagian-bagian dari suatu totalitas secara kronlogis yang sekaligus menjadi argumentasi dialektis untuk melemahkan lawan danmenetapkan suatu kebenaran. Masing-masing dapat berdiri sendiri untuk sebagai bukti untuk membuktikan kebenaran yang dimaksudkan. Prosedur jadal seperti ini nampak dalam perkataan Allah:
4.      Qiyas al khalaf
Dalam bahasa indonesia ini disebut dengan analogi terbalik. Dengan prosedur ini kebenaran ditetapkan dengan membatalkan pendapat lawan yang berkebalikan atau berlawanan.
5.      Al tamsil
Allah mengungkapakan perumpamaan bagi suatu hal. Dengan perumpamaan itu dimaksudkan agar suatu kebenaran dapat dipahami secara lebih tepat dan lebih mudah, lalu lebih melekat di sanubari lawan.
6.      Al muqabalat
Al muqabalat adalah mempertentangkan dua hal yang salah satunya memiliki efek yang jauh lebih besar dibanding dengan yang lainnya. Seperti mempertentangkan antara Allah SWT dengan berhala yang disembah oleh orang-orang kafir. Seperti mempertentangkan antara Allah SWT dengan berhala yang disembah oleh orang-orang kafir.[13]















   III.     PENUTUP
A.    Kesimpulan
Jadal dalam arti bahasa “kusut” contoh yang berarti “tali yang kusut” dan menurut istilah yaitu ; perdebatan dalam suatu masalah dan beragumen untuk memenangkan perdebatan (menemui kebenaran).
Pentingnya jadal dan tujuanya :
* Dikarnakan al-Qur’an itu turun di tengah-tengah bangsa arab dan menggunakan bahasa mereka.
* Fitrah manusia yang suci.
* Menghindari dari kata-kata yang rumit yang membutuhkan  rincian.
- Untuk menangkis dan melemahkan argumentasi-argumentasi orang kafir
- Jawaban Allah tentang pembenaran akidah dan persoalan yang dihadapi Rosul.
- Sebagai bukti dan dalil yang dapat mematahkan dakwaannya.
Macam-macam jadal:
1. Menyebutkan ayat-ayat kauniyah.
2. Membantah pendapat para penantang lawan.
Metode-meode jadal:
1. Al-Ta’rifat
2. Al istifham al taqriri
3. Al Tajzi’at
4.Qiyas al khalaf
5. Al Tamsil
6.Al Muqabalat

B.     Saran





DAFTAR PUSTAKA
Al-Qathan, Manna’ Khalil. Terj Mabahits Fii Ulumil Qur’an.  Jakarta: Pustaka al- Kautsar. Cet k-9 2006.
Al-Qathan, Manna’ Khalil Studi ilmu-ilmu Qur’an Bogor: Pustaka Litera AntarNusa cet k-16, 2013.
Al-Qur’an dan terjemah. Semarang: Nurcahaya. 2000.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Edisi Baru). Semarang: Pustaka Rizqi Putra. 2010.
http://www.geocities.com/zam8557/was4.html, kamis, 12 juni 2014, 20:00.




[1] Al-Qathan, Manna’ Khalil. Terj Mabahits Fii Ulumil Qur’an.  Jakarta: Pustaka al- Kautsar. Cet k-9 2006. hal.298
[2] Al-Qathan Manna’ Khalil Studi ilmu-ilmu Qur’an Bogor: Pustaka Litera AntarNusa cet k-16, 2013,hal 425-426
[3] Teungku Muhammad Hasbi, Ash-Shiddieqy,  Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Edisi Baru). Semarang: Pustaka Rizqi Putra. 2010. hal. 183
[4] Munazharah bertujuan untuk menampakkan kebenaran serta menegakkan keterangan (hujjah) tentang benarnya apa yang diterangkan itu.
[5] Mubahatsah adalah pembahasan secara kontekstual dan terperinci.
[6] http://www.geocities.com/zam8557/was4.html ,kamis, 12 juni 2014, 20:00
[8] Al-Qur’an dan terjemah. Semarang: Nurcahaya. 2000. hal.256
[9] Al-Qathan, Manna’ Khalil. Terj Mabahits Fii Ulumil Qur’an, Jakarta: Pustaka al- Kautsar. 2006. hal.299
[10] Al-Qathan, Manna Khalil , Studi ilmu-ilmu Qur’an Bogor: Pustaka litera AntarNusa, cet-16,2013, hal:430-432.
[11] Ibid, hal. 433
[12] Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Semarang: Pustaka Qizki Putra. 2010. hal. 184

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2015 Baca Online dan Seputar Blog
| Distributed By Gooyaabi Templates