Timbulnya dan Perkembangan Ulumul Qur'an
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Al-Quran merupakan mukjizat terbesar Nabi Muhammad
SAW, yang diturunkan dengan menggunakan bahasa Arab, baik lafal maupun uslub-nya.
Al-Quran bukan hanya berisi petunjuk tentang hubungan manusia dengan Tuhan,
tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya ( Hablum min Allah wa hablum min an-nas), serta manusia dengan alam
sekitarnya. Untuk memahami ajaran Islam secara sempurna (kaffah), diperlukan pemahaman terhadap kandungan al-Quran dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari secara sungguh-sungguh dan
konsisten.
Kitab suci al-Quran sebagai pedoman umat Islam harus
dipahami dengan benar. Hasbi Ash-Shidieqi menyatakan untuk dapat memahami
al-Quran dengan sempurna, bahkan untuk menterjemahkannya sekalipun, diperlukan
sejumlah ilmu pengetahuan, yang disebut Ulumul
Qur”an.[1] Berikut
ini akan dibahas mengenai sejarah perkembangan Ulumul Qur’an.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai
berikut :
a) Bagaimanakah
sejarah timbulnya Ulumul Qur’an?
b) Bagaimana
sejarah perkembangan ilmu-ilmu al-Qur’an?
PEMBAHASAN
A. Sejarah
timbulnya Ulumul Qur’an
Dilihat dari aspek sejarah bahwa subtansi ulumul qur’an sudah ada sejak
masa Nabi Muhammad SAW. Penyampaian informasi-informasi mengenai wahyu yang diterima oleh Nabi
Muhammad SAW kepada para sahabat secara langsung merupakan bagian dari materi
ulumul qur’an. Namun timbulnya Istilah
Ulumul Qur’an sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri para ahli
sejarah ulumul qur’an berbeda-beda pendapat, diantaranya :
1.
Shubhi Ash-Shalih dalam bukunya
Mabahits Fi Ulumil Qur'an mengatakan, istilah Ulumul Qur'an sudah ada mulai
dari abad ke-III H. sebab, paling lambat pada akhir abad ke-III itu sudah ada
kitab yang berjudul Al-Hawi Fi Ulumil Qur'an yang ditulis Imam Ibnu Marzuban (
wafat 309 H ). yang jelas, dalam buku itu sudah menggunakan istilah Ulumul
Qur'an, dan Imam Ibnu Marzuban meninggal tahun 309 H.
2.
Syekh AbduL'Adhim Az-Zarqani dalam
kitabnya Manaahilul 'Irfan mengatakan,bahwa istilah Ulumul Qur'an itu sudah ada
sejak abad ke-V itu sudah ada kitab yang berjudul Al-Burhan Fi Ulumil Qur'an
yang terdiri dari 30 Juz. Karena itu, sejak abad ke-V H itu banyak orang yang
mendengar istilah Ulumul Qur'an.
3.
Jumhur Ulama dan para ahli sejarah
Ulumul Qur'an berpendirian, istilah Ulumul Qur'an yang Mudawwan itu ada pada
abad ke-VII H. sebab,baru pada akhir abad ke-VII mulai ada kitab yang memakai
istilah Ulumul Qur'an, yaitu kitab Fununul Afnan Fi 'Ulumil Qur'an” dan kitab
Al-Mujtaba Fi Ulumin Tata 'allaqu Bil Qur'an yang ditulis oleh Abdul Faraj
Ibnul Jauzi ( wafat 597 H).
4.
M.Hasbi Ash-Shidiqi dalam bukunya
Syarah dan pengantar Ilmu Tafsir, menerangkan bahwa menurut hasil penelitian
sejarah, ternyata Imam Al-Kafiji ( wafat 879 H ) adalah orang yang pertama kali
membukukan Ulumul Qur'an. Karena itu istilah Ulumul Qur'an itu baru ada sejak
abad ke-VII H.sebab, pada abad itulah baru ada buku Ulumul Qur'an itu.
Lahirnya istilah Ulumul Qur'an dapat dijelaskan bahwa
istilah Ulumul Qur'an itu sudah ada sejak abad ke III H, dengan adanya kitab
Al-Hawi fi'Ulumil Qur'an karya Imam Ibnu Marzuban (309 H ), yang diteruskan
pada abad ke-V H dengan adanya kitab Al-Burhan Fi Ulumil Qur'an karya Ali
Al-KHUFI ( 430 H ).kemudian dikembangkan pada abad ke-VII H dengan adanya kitab
Fununul Afnan Fi Ulumil Qur'an tulisan Ibnu Jauzi (597 H) dan dilengkapi pada
abad ke-VIII H oleh Syekh Badruddin Az-Zarkasih(794 H) Dengan karyanya
Al-Burhan Fi Ulumil Qur'an. Selanjutnya, Ulumul Qur'an itu di sempurnakan Imam
As-Suyuti (911 ) dalam kitabnya Al-Itqan Fi Ulumil Qur'an pada akhir abad ke-IX
dan awal abad ke-X H.
Lahirnya istilah Ulumul Qur'an yang di maksud ialah Ulumul Qur'an yang sudah sistematis,
ilmiah, dan integratif, maka hal itu sebetulnya baru ada pada abad ke-VII H
sesuai dengan pendapat Jumhur Ulama, sebagaimana penjelasan seperti yang
diatas.[2]
B. Sejarah
Perkembangan Ilmu-ilmu al-Quran.
Ulumul Qur’an itu sendiri bermula dari
Rasulullah SAW, sebagai penafsir utama dan pertama al-Qur’an. Allah menrunkan
al-Qur’an kepadanya dan mengajarkan segala sesuatu yang belum diketahuinya.
Penulisan tentang tafsir dan ilmu al-Qur’an belum dibutuhkan selama Rasulullah
dan para sahabat utamanya masih ada. Ada beberapa alasan kenapa para sahabat
ketika Nabi masih ada dan beberapa saat sepeninggal beliau tidak menulis apa
yang mereka terima dari Nabi Muhammad SAW, yang berkenaan dengan Ulumul Qur’an
diantaranya sebagai berikut.
Pertama para sahabatNabi mempunyai daya
hafal yang sangat kuat. Kedua , sebagian besar sahabat Nabi adalah orang-orang
yang buta aksara dan ketika mereka mendapatkan problem,maka langsung bertanya
kepada Nabi SAW. Ketiga, sarana tulis menulis ketika itu sulit didapat. Keempat
, Rasulallah SAW tidak menginginkan mereka menuliskan sesuatu dari dia selain
al-Qur’an, karena dikhawatirkan al-Qur’an akan tercamput dengan yang lain.[3]
1. Keadaan
ilmu-ilmu al-Qur’an pada abad I dan II H
Pada
masa Nabi dan pemerintahan Abu Bakar dan Umar ilmu-ilmu Al quran belum
dibukukanb karena umat islam belum memerlukannya. Pada masa pemerintahan Usman
rejadi perselisihan dikalangan umat Islam mengenai bacaan Al quran, maka
khalifah Usman mengambil tidakan penyeragaman tulisan Al quran dan untuk
menjaga persatuan umat islam. Dan tindakan khalifah Usman tersebut merupakan
perintisan bagi lahirnya suatu ilmu yang kemudian dinamai “Ilmu Rasmil Qur’an”
atau “Ilmu Rasmil Usmani”.[4]
Pada
pemerintahan Ali makin bertambah banyak bangsa non arab yang masuk islam dan
mereka tidak menguasai bahasa arab, sehingga bisa jadi mereka salah membaca Al
quran, karena mereka tidak mengerti I’robmya (kedudukan kata-kata dalam sebuah
kalimat), padahal pada waktu itu tulisan Al quran belum ada harokat-harokatnya
huruf-hurufnya belum ada titiknya dan tanda-tanda lainnya yang memudahkan bagi
yang membacanya. Karena itu khalifah Ali memerintahkan kepada Abul Aswad
Alduali (wafat tahun 691 H) untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa arab, demi
untuk menjaga keselamatan bahasa arab yang menjadi bahasa Al quran. Maka
tindakan khalifah Ali yang bijaksana ini dipandang sebagai perintis bagi
lahirnya ilmu nahwu dan ilmu I’robil Quran.
Pada zaman
Bani Umayyah, kegiatan para sahabat dan tabi’in terkenal dengan usaha-usaha
mereka yang tertumpu pada penyebaran ilmu-ilmu Al-Qur’an melalui jalan
periwayatan dan pengajaran secara lisan, bukan melalui tulisan atau catatn.
Kegiatan-kegiatan ini dipandang sebagai persiapan bagi masa pembukuannya.[5]
Pada
abad I dan II H selain Utsman dan Ali, masih terdapat banyak ulama yang diakuai
sebagai perintis bagi lahirnya ilmu yang kemudian hari dinamai IlmuTafsir,Ilmu
Asbabun Nuzul, Ilmu Makky wal Madani, Ilmun Nasikh wal Mansuk dan Ilmu Gharibul
Qur’an.
Adapun
tokoh-tokoh yang meletakkan batu pertama untuk lahirnya ilmu-ilmu al-Qur’an
tersebut diatas ialah:
a. Dari
kalangan sahabat: Kholifah empat, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit,
Ubaid bin Ka’ab, Abu Musa al-Asy’ari, Ibnu al-Zubair.
b. Dari
kalangan Tabiin : Mujahid, Atha’ bin Yasar, Ikrimah Qatadah, Al-Hasan al Basri,
Said bin Jubair, Zaid bin Aslam
c. Dari
kalangan Tabi’ut Tabiin : Malik bin Anas.
Pada masa penyusunan ilmu-ilmu
agama yang dimulai sejak permulaan abad II H, maka para ulama memberikan
perioritas atas penyusunan tafsir, sebab tafsir adalah Umul ‘Ulum al-Qur’aniyah
( Induk ilmu-ilmu al-Qur’an).
Diantara Ulama abad II H yang menyusun Tafsir ialah:
a. Syu’bah
bin al-Hajjaj ( wafat tahun 160 H)
b. Sufyan
bin ‘Uyainah (wafat tahun 198 H)
c. Waki’
bin al-Jarrah ( wafat 197 H)
Dari perkembangan kitab-kitab
Tafsir sejak dimulai usaha penyusunan tafsir-tafsir al-Qur’an pada abad II H
sampai sekarang ini, maka kita dapat mengetahui bahwa disamping ada ulama yang
menafsirkan al-Qur’an dengan naqli ( tafsir bil manqul), ada yang
menafsirkannya dengan ra’yi / akal (tafsir bin ma’qul). Demikian pula ada ulama
yang menafsirkan al-Qur’an seluruhnya, ada yang menafsirkan satu juz atau satu
surat atau kumpulan ayat tertentu, misalnya ayat Ahkam dan sebagainya.[6]
2. Keadaan
ilmu-ilmu al-Qur’an pada abad III dan IV H
Pada
abad III H selain Tafsir dan Ilmu Tafsir, para ulama mulai menyusun pula
beberapa ilmu al-Qur’an ialah :
a. Ali
bin al-Madini (wafat tahun 234 H) menyusun ilmu Asbabun Nuzul.
b. Abu
Ubaid al-Qasim bin Salam (wafat 224 H) menyusun ilmu Nasikh wal Mansukh dan ilmu
Qiraat.
c. Muhammad
bin Ayub al-Dhirris (wafat tahun 294 H) menyusun ilmu Makki wal Madani
d. Muhammad
bin Kholaf al-Marzuban (wafat tahun 309 H)
menyusun kitab al-Hawi fi Ulumil Qur’an ( 27 juz)
Pada abad IV H mulai
disusun ilmu Gharibul Qur’an dan beberapa kitab Ulumul Qur’an dengan memakai
istilah Ulumul Qur’an. Diantara ulama yang menyusun ilmu Gharibul Qur’an dan
kitab-kitab Ulumul Qur’an pada abad IV ini adalah:
a. Abu
Bakar al-Sijistani (wafat tahun 330 H) menyusun ilmu Gharibul Qur’an
b. Abu
Bakar Muhammad bin al-Qasim al-Anbari (wafat 328 H) menyusun kitab ‘Ajaibu
Ulumil Qur’an. Didalam kitab ini, ia menjelaskan atas tujuh huruf, tentang
penulisan mashaf, jumlah bilangan surat-surat, ayat-ayat dan kata-kata dalam
al-Qur’an.
c. Abu
Hasan al-Asy’ari (wafat tahun 324 H) menyusun kitab al-Mukhtazan fi Ulumil
Qur’an/
d. Muhammad
bin ‘Ali al-Adwafi (wafat tahun 388 H) menyusun kitab al-Istighna’ fi Ulumil
Qur’an (20 jilid).[7]
3. Keadaan
ilmu-ilmu al-Qur’an pada abad V dan VI H
Pada
Abad V H mulai disusun ilmu I’rabil Qur’an dalam satu kitab. Disamping itu,
penulisan kitab-kitab dalam Ulumul Qur’an masih terus dilakukan oleh para Ulama
pada masa ini.
Adapun Ulama
yang berjasa dalam pengembangan Ulumul Qur’an pada abad V adalah :
a. Ali
bin Ibrahim bin Sa’id al-Chufi (wafat tahun 430 H) selain memplopori penyusunan
Ilmu I’rabil Qur’an, kitab al-Burhan fi Ulumil Qur’an.
b. Abu
‘Amr al-Dani (wafat tahun 444 H) menyusun kitab al-Taisir fil Qiroatis sab’I
dan kitab Almuhkam fi al-Nuqoti.
Pada
abad VI H disamping terdapat Ulama yang meneruskan pengembangan Ulumul Quran
juga terdapat Ulama yang memulai menyusun ilmu Mubhamatil Qur’an, mereka di
antaranya ialah:
a. Abdul
Qasim bin Abdurrahman al-Suhaili (wafat tahun 581 H) menyusun kitab tentang
Mubhanatul Qur’an.
b. Ibnu
Jauhzi (wafat tahun 597 H) menyusun kitab Fununul Afnan fi ‘Ajaibil Qur’an dan
kitab al-Mujtaba fi Ulumin Tata’alaku bil Qur’an.[8]
4. Keadaan
ilmu-ilmu al-Qur’an pada abad VII dan VIII H
Pada
abad VII H ilmu-ilmu Al qur’an terus berkembang dengan mulai tersusunnya ilmu
Majazul Qur’an dan tersusun pula ilmu Qiraat. Diantara ulama abad VII yang
besar perhatiannya adalah:
a. Ibnu
‘Abdis Salam yang terkenal dengan nama al,Izz (wafat tahun 660 H) adalah
pelopor penulisan ilmu Majazul Qur’an dalam satu kitab.
b. Alamudin
al-Sakhawi (wafat tahun 643 H) menysun ilmu Qiraat dalm kitabnya Jamalul qurra’
wa Kamalul Iqra’.
c. Abu
Syamah (wafat tahun 655 H) menyusun kitab Al-Mursyidul Wajis fi Ma Yata’alaku
bin Qur’an.
Pada abad VIII H munculah beberapa ulama
yang menyusun ilmu-ilmu baru
tentang Al qur’an, sedang penulisan kitab-kitab tentang Ulumul Qur’an masih tetap berjalan terus. Diantara mereka ialah:
tentang Al qur’an, sedang penulisan kitab-kitab tentang Ulumul Qur’an masih tetap berjalan terus. Diantara mereka ialah:
a. Ibnu
Abil Isba’ menyusun ilmu Badai’ul Qur’an.
b. Ibnu
Qayyim (wafat tahun 752 H) menyusun ilmu Aksamil Qur’an.
c. Najmudin
al-Thufi (716 H) menyusun ilmu Hujajil Qur’an atau ilmu Jadalil Qur’an.
d. Abul
Hasan al-Mawardi menyusun ilmu Amtsalil Qur’an.
e. Badruddin
al-Zarkasyi (wafat tahun794 H) menyusun kitab Al-Burhan fi Ulumil Qur’an.[9]
5. Keadaan
ilmu-ilmu al-Qur’an pada abad IX dan X H
Pada
abad IX dan permulaan abad X H, banyak karangan-karangan yang ditulis oleh
ulama tentang ilmu-ilmu al-Qur’an dan pada masa ini perkembangan ulumul Qur’an
mencapai kesempurnaannya. Diantara ulama yang menyusun Ulumul Qur’an pada masa
ini adalah :
a. Jalaluddin
al-Bulqini (wafat tahun 824 H) menyusun kitab Mawaqi’ul Ulum min Mawaqi’in
Nujum.
b. Muhammad
bin Sulaiman al-Kafiyaji ( wafat tahun 879 H) menyusun kitab al-Taisir fi
Qowaidid Tafsir.
c. Al-Suyuti
(wafat tahun 199 H) menyusun kitab al-Tahbir fi Ulumit Tafsir. Penyusunan kitab
ini selesai pada tahun 872 H dan merupakan kitab tentang Ulumul Qur’an yang
paling lengkap karena memuat 102 macan ilmu-ilmu al-Qur’an.
Setelah
al-Suyuti wafat pada tahun 911 H, perkembangan ilmu-ilmu al-Qur’an seolah-olah
telah mencapai puncaknya dan berhenti dengan berhentinya kegiatan ulama dalam
mengembangkan ilmu-ilmu al-Qur’an,dan keadaan semacam itu berjalan sejak
wafatnya Imam al-Suyuti (911 H) sampai akhir abad XIII.[10]
6. Keadaan
ilmu-ilmu al-Qur’an pada abad XIV H dan XV
Setelah
memasuki abad XIV H ini maka bangkit kembali perhatian ulama menyusun
kitab-kitab yang membahas al-Qur’an dari berbagai segi dan macam ilmu al-Qur’an.
Diantara mereka adalah:
a. Thahir
al-Jazairi menyusun kitab al-Tibyan fi Ulumil Qur’an yang selesai pada tahun
1335 H.
b. Jamaluddin
al-Qasimi (wafat tahun 1332 H) mengarang kitab Mahasinut Ta’wil.
c. Muhammad
Abdul Adzim al-Zarqani menyusun kitab Manahilul ‘Ifran fi Ulumil Qur’an ( 2
jilid).
d. Muhammad
Ali Salamah mengarang kitab Manhajul Furqon fi Ulumil Qur’an.
e. Thanthawi
Jauhari mengarang kitab Al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an dan kitab Al-Qur’an wal
Ulumul Ashriah.[11]
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pertumbuhan dan perkembangan ‘Ulumul
Qur’an berlangsung dalam rentang waktu yang panjang. Walaupun pada masa nabi
hidup di siplin ilmu ini belum dibukukan, sebab sahabat merasa cukup meminta
penjelasan dari rasul akan sesuatu yang tidak dipahami. Namun hal ini
berkembang, dimana wilayah Islam telah luas dan banyak orang ‘Ajam (non Arab)
yang masuk Islam, tentunya mereka mengalami kesulitan dalam membaca dan
memahami Al-Qur’an. Lahirlah inisiatif dari Usman untuk menyalin Al-Qur’an
kembali dari Salinan Al-Qur’an yang
pernah ditulis di masa Nabi hidup dan diperbanyak. Tindakan ini disusul dengan
berbagai kegiatan para sahabat dan para tabi’in untuk menggali berbagai ilmu
dalam Al-Qur’an, sehingga lahirlah berbagai kitab. Akhirnya pada abad ke-2 H
‘Ulumul Qur’an mulai dibukukan. Dengan kitab-kitab yang sudah ditulis tersebut
semakin meramaikan pembahasan para Ulama tentang Al-Qur’an. Imam As-Suyuthi adalah
salah satu Ulama ‘Ulumul Qur’an yang berpengaruh, karena kitabnya menjadi
pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini.
B. Saran
Ulumul Qur’an adalah merupakan ilmu
yang dapat digunakan sebagai metode dalam mempelajari al-Quran dengan berbagai
perspektif dan cabang-cabangnya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Syad ayat
29 yang menegaskan bahwa: ‘Ini adalah
kitab al-Qur’an yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah agar mereka
merenungkan ayat-ayatNya dan supaya mereka mempunyai pikiran dan mauidhah yang
berguna dan bermanfaat’. Diturunkannya al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW.
adalah sebagai tadabbur, direnungkan
maknaya, dipikirkan dan diamalkan, bukan sekadar dibaca tanpa pengamalan dari
isi dan maknanya, dan wajib hukumnya bagi umat Islam untuk mempelajari,
memahami dan menerapkannya dalam sendi-sendi kehidupan sehari-hari.[12]
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah,Mawardi.Ulumul Qur’an. (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 2011). Cet.I.
Ash-Shidieqi,T.M.
Hasbi.Sejarah dan pengantar Ilmu
Al-Qur’an/ Tafsir.(Jakarta: Bulan Bintang.1980).Cet. VII.
Zuhdi,Masjfuk.
Pengantar Ulumul Qur’an. (Surabaya:
PT Bina ILmu.1993).Cet. IV. http://nasserdaulay.blogspot.com/2013/05/ulumul-quran-pengertian-dan-sejarah.html.2.02-06-1=2014
[1] T.M. Hasbi Ash-Shidieqi, Sejarah dan pengantar Ilmu Al-Qur’an/
Tafsir, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), Cet. VII, H. 112
[3] Mawardi Abdullah, Ulumul
Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), Cet.I, H.5-6
[4] Masjfuk Zuhdi, Pengantar
Ulumul Qur’an, (Surabaya: PT Bina ILmu, 1993),Cet. IV, H.26
[5] http://nasserdaulay.blogspot.com/2013/05/ulumul-quran-pengertian-dan-sejarah.html.2.02-06-1=2014
[6] Masjfuk Zuhdi, Pengantar
Ulumul Qur’an, (Surabaya: PT Bina ILmu, 1993),Cet. IV, H.26-27
[7] Masjfuk Zuhdi, Pengantar
Ulumul Qur’an, (Surabaya: PT Bina ILmu, 1993),Cet. IV, H.27-28
[8] Masjfuk Zuhdi, Pengantar
Ulumul Qur’an, (Surabaya: PT Bina ILmu, 1993),Cet. IV, H.28-29
[9] Masjfuk Zuhdi, Pengantar
Ulumul Qur’an, (Surabaya: PT Bina ILmu, 1993),Cet. IV, H.29-30
[10] Masjfuk Zuhdi, Pengantar
Ulumul Qur’an, (Surabaya: PT Bina ILmu, 1993),Cet. IV, H.30-31
[11] Masjfuk Zuhdi, Pengantar
Ulumul Qur’an, (Surabaya: PT Bina ILmu, 1993),Cet. IV, H.31
0 komentar:
Post a Comment