September 07, 2015

Dasar Hukum dan Tujuan Dakwah


DASAR, HUKUM, DAN TUJUAN DAKWAH
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Dakwah
Dosen Pengampu : Dra. Hj. Jauharotul Farida, M. Ag.

Disusun Oleh:
Mita Lia Sofiana ( 131311115 )
Umi Dzunur Aini ( 131311125 )



FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
Institut Agama Islam Negeri ( IAIN ) WALISONGO Semarang
2014

PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang
Seiring perkembangan zaman, berkembang pula kebudayaan, gaya hidup, maupun kebiasaan yang menjadi rutinitas masyarakat modern. Dalam menanggapi berbagai pengaruh kebudayaan yang masuk di dalam masyarakat, diperlukan suatu kegiatan keagamaan sebagai sarana meningkatkan kualitas keagamaannya. Salah satu cara tersebut adalah kegiatan berdakwah.
Dakwah sebagai aktivitas yang sangat penting dalam Islam. Dimana dakwah dapat tersebar dan diterima oleh masyarakat. Sebaliknya tanpa adannya dakwah, Islam akan jauh dari masyarakat dan selanjutnya bisa lenyap dari permukaan bumi. Keberadaan  dakwah dapat menata kehidupan agamis menuju terwujudnya masyarakat yang harmonis dan bahagia. Karena pentingnya dakwah, maka perlu pula mempelajari secara mendalam mengenai dasar, hukum, dan tujuan dakwah sebagai upaya memperkaya pengetahuan. Pada dasarnya ajaran Islam yang disiarkan melalui dakwah dapat menyelamatkan manusia dan masyarakat pada umumnya dari hal-hal yang dapat membawa pada kehancuran.
Berkaitan dengan kewajiban umat Islam untuk berdakwah yang secara kongkrit telah terkodifikasi di dalam Alquran, sehingga hal ini berkolerasi dengan materi  pada mata kuliah Pengantar Ilmu Dakwah yang menawarkan pembahasan tentang dasar, hukum dan tujuan dakwah. Oleh karena itu, penulis mengangkat judul: Dasar, Hukum, Dan Tujuan Dakwah. Penyusunan makalah ini diniatkan sebagai salah satu bahan yang dapat menjadi tambahan literatur pengkajian ajaran Islam yang tertuang di dalam Alquran, agar dapat memberikan sedikit cahaya keilmuan dengan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki.

B.                Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada makalah ini ialah sebagai berikut:
a.                  Apakah dasar dakwah?
b.                  Apakah hukum dakwah?
c.                  Apakah tujuan dakwah?


PEMBAHASAN

A.                Dasar Dakwah
Dakwah sebagai aktivitas di dalam kehidupan seorang muslim, maka sudah barang tentu aktivitas tersebut haruslah berlandaskan pada dasar-dasar ajaran agama Islam itu sendiri. Adapun pokok landasan ajaran Islam pada dasarnya ialah Al-Qur’an dan al-Hadits. Sedangkan pelaksanaan dakwah tersebut, juga menyangkut komuikasi antar sesama manusia dalam masyarakat. Oleh karena itu, perlu diperhatikan pula peraturan-peraturan yang berlaku di dalam masyarakat tersebut. Sehingga dengan demikian pelaksanaan dakwah tidak banyak mengalami hambatan-hambatan.
Dalam membahas dasar dakwah, perlu dikemukakan adanya dua macam dasar, yaitu:
a.                  Dasar keagamaan
Merupakan dasar yang melandasi dakwah sebagai akivitas keagamaan seorang muslim, adapun dasar keagamaan dapat dibagi menjadi tiga: [1]
1.         Al-Qur’an
       Terdapat banyak ayat yang secara implisit menunjukkan kewajiban melaksanakan dakwah di dalam Al-Qur’an. Baik Al-Qur’an maupun As-Sunnah di samping menjadi pedoman pokok setiap aktivitas orang Muslim, khusus dalam masalah aktivitas dakwah secara kongkrit telah dijelaskan pula. Seperti contoh dalam Al-Qur’an disebutkan, antara lain:
a.       Q.S An-Nahl ayat 125
ادْعُ إِلىَ سَبِيلِ رَبِّكَ بِا لْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجاَدِلْهُمْ باِلَّتِي هِيَ اَحْسَنُ إِنَّ رَبِّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلً عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِا لْمُهْتَدِينَ ( ١٢٥ )
Artinya:    “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan bijaksana dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
           Kalimat ادْعُ yang dalam kaidah bahasa Arab merupakan bentuk kata kerja perintah yang berarti ajaklah, menurut kaidah uşul fiqh setiap kalimat perintah yang ada di dalam Alquran adalah perintah wajib yang harus dipatuhi selama tidak ada dalil lain yang mengubah atau membuat perintah tersebut menjadi sunnah atau ketetapan hukum yang lainnya.[2]
           Sedangkan kalimat بِا لْحِكْمَةِ  menurut Datuk Tombak Alam berarti kebijaksanaan, sehingga dakwah harus dilengkapi dengan beberapa hal sebagai berikut:[3]
1.      Retorika: mempelajari ilmu seni berbicara.
2.      Didaktika: pembicaraan yang mengandung pelajaran.
3.      Mensen-kennis: ilmu pengetahuan tentang manusia yang dihadapi.
4.      Etika: tata tertib serta sopan santun dalam berdakwah.
5.      Estetika: kata-kata yang indah dalam ajakan berdakwah.
6.      Taktik: suatu taktik untuk memasukkan ide kepada orang lain.
           Dalam melaksanakan pengabdian dalam bentuk dakwah kepada masyarakat, diperlukan kemampuan untuk berkomunikasi atau dalam arti lain diperlukannya metode tertentu yang tepat dalam berdakwah agar pesan yang disampaikan dapat diterima oleh masyarakat selaku sasaran dalam berdakwah.
           Surah an-Nahl ayat 125 tersebut, selain merupakan bentuk perintah yang ditujukan kepada seluruh umat Islam untuk berdakwah, juga merupakan tuntunan cara dalam melaksanakan aktivitas dakwah yang dapat relevan dengan petunjuk yang terdapat di dalam Alquran. Jadi, selain memerintahkan kaum muslimin untuk berdakwah, ayat di tersebut sekaligus memberi tuntunan bagaimana cara-cara pelaksanaannnya yakni dengan cara baik yang sesuai petunjuk agama.
2.         Q.S Ali Imran ayat 110:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْل`ِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya:     “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
           Al-Quran surah Ali Imrân ayat 110 merupakan penegasan bahwa umat nabi Muhammad SAW merupakan umat terbaik dari umat sebelumnya, hal tersebut karena umat nabi Muhammad memiliki 3 karakter yang sekaligus menjadi tugas pokok, 3 karakter tersebut adalah:
1)       Mengajak kepada kebaikan (Beramr ma’ruf).
2)        Mencegah kemunkaran (Bernahi munkar).
3)       Beriman kepada Allah SWT sebagai pondasi utama untuk segalanya.
           Dengan demikian manakala tiga ciri utama umat manusia di atas ditinggalkan, maka lepaslah predikat Khairur Ummah (umat terbaik) dari umat Islam. Sebaliknya, jika umat Islam memegang teguh dan mengamalkan ketiga karakter atau ciri dan tugas utama di atas, maka umat Islam tetap berpredikat Khairur Ummah.
Al-Quran surah Ali Imrân ayat 110 juga menjelaskan bahwa orang-orang yang melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar akan selalu mendapatkan keridhaan Allah, karena dapat diartikan bahwa mereka telah menyampaikan ajaran Islam kepada manusia dan meluruskan perbuatan yang tidak benar kepada akidah adan akhlaq Islamiyah.
Pada intinya berdakwah merupakan sebuah kewajiban yang diberikan oleh Allah SWT, dan hal tersebut merupakan tanggung jawab umat Islam agar dapat mengembangkan ajaran-ajaran Islam sekaligus menjadi aktivitas wajib yang mengajarkan rasa solidaritas terhadap sesama umat Islam dengan saling mengingatkan dan berbagi kebaikan sebagai bentuk dari keindahan ajaran agama Islam.[4]

3.    Al-Hadits
Di samping ayat-ayat Al-Qur’an, banyak pula hadits mengenai dasar berdakwah. Rasulullah sendiripun sebagai pembawa risalah dan hamba Allah yang ditunjukkan sebagai utusan Allah telah bersabda kepada umatnya untuk berusaha dalam bidang dakwah.
Sabda beliau yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, berbunyi:[5]
من رئ منكم منكرا فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسا نه فأن لم يستطع فبقبه, وذالك اضعف الأ يمان ( رؤاه مسلم)
Artinya: “Barang siapa melihat di antara kamu satu kemungkaran, maka hendaklah mencegahnya dengan tangannya, jika tidak bisa maka dengan lisannya, dan jika tidak bisa maka dengan hatinnya. Dan demikian itu merupakan iman yang paking lemah.” (Riwayat Bukhari Muslim).

Hadits ini menunjukkan bahwa perintah kepada umat Islam untuk mengadakan da’wah sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Bahkan dalam hadits nabi lain juga dijelaskan:
بلغوا عنيه ولو أين
Artinya: “Sampaikanlah apa yang kamu terima dariku, walaupun hanya satu ayat”. ( H.R. Bukhari )

Jadi, dari keterangan ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi tersebut telah nampak jelas bahwa kewajiban berdakwah merupakan tanggung jawab dan tugas setiap muslim dan muslimat diamanapun dan kapanpun ia berada.

4.    Ijtihad
Ijtihad telah dijelaskan dalam satu riwayat, dimana Rasulullah SAW. Pernah mengirim utusan ke Yaman untuk menyampaikan dakwah, dua oranng sahabat yang dikirim untuk menetap di sana ( Mu’adz bin Jabal dan Abu Musa Al Asy’ari ) dan kepada keduanya Rasulullah memberi amanat sebagai berikut:[6]
“Mudahkanlah, jangan kamu persulit, berikanlah kabar gembira jangan tebalkan permusuhan.” Kepada Mu’adz Rasulullah berpesan : “Di sana kau akan menjumpai ahli-ahli kitab, kalau kamu datang kepada  mereka ajaklah mereka mengakui tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad itu Rasulullah, kalau mereka telah mengikutimu, ceritakanlah bahwa Allah mewajibkan memberi sedekah ( zakat ) kepada mereka, diambil dari orang-orang kaya, dan diberikan kepada orang-orang miskin, kalau mereka mematuhimu barulah engkau boleh menerima kedermawanan mereka. Takutlah dua orang yang teraniaya karena tidak ada dinding di antara mereka dengan Tuhannya.”
Kemudian Rasulullah bertanya kepada Mu’adz: “Bagaimana engkau memutuskan suatu perkara?” kemudian Mu’adz menjawab: ”Saya putuskan menurut ketentuan kitab Allah.” “Bagaimana kalau kamu tidak mendapatinya di sana?”, tanya Rasulullah lagi. Mu’adz menjawab: “Saya putuskan menurut sunnah Rasulullah”. Rasulullah bertanya lagi: “Kalau tidak engkau dapati di sana?”. Mu’adz menjawab: “Saya mengambil pertimbangan sendiri, berijtihad tanpa melepaskan kesungguhan dengan sekuat tenaga.” Maka Rasulullah menepuk dadannya sambil bersabda: “Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki utusan dari utusan Allah”.
Ijtihat dalam satu  segi dapat disebut sebagai dasar hukum Islam, akan tetapi dapat pula disebut sebagai sistem di dalam melahirkan huum. Kemudian, di dalam hukum tersebut tidaklah bertentangan dengan dalil-dallil Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sudah jelas.
Ijtihad di dalam perkembangan berikutnya semakin mempunyai peranan di dalam memberikan jawaban dari permasalahan-permasalahan yang baru di dalam kehidupan masyarakat. Adapun cara yang dipergunakan oleh para ulama yaitu melalui kemampuan ilmiyahnya berusaha sekuat tenaga dan pikirannya mengadakan perbandingan-perbandingan atau analogi atau biasanya disebut dengan Qiyas, dengan berdasarkan pada dalil-dalil yang ada.
Selain cara tersebut, ada pula dengan mengadakan kesepakatan di antara para ulama (ijma), apakah kesepakatan itu secara langsung atau kesepakatan tersebut tidak langsung. Dimana terdapat kesepakatan diantara sebagian besar ulama tentang satu permasalahan. Atau melalui cara-cara yang lain biasa dikenal di dalam Kitab-Kitab Ushul Fiqih. Sebagai contoh, misalnya ijtihad para ulama tentang Dakwah bil Hal dalam alam pembangunan sekarang.[7]
Selanjutnya, terkadang ijtihad juga berbentuk pertimbangan antara Maslahah dan Massadah suatu permasalahan yang dihadapi, atau juga pertimbangan antara lebih baik mencegah muddarat yang akan terjadi dari pada mengambil mashlahahnya terlebih dahulu. Dan banyak lagi cara para Mujtahidin dalam mengistibat hukum dari sumber pokoknya, yang tidak lain adalah Al-Qur’an dan  As Sunnah.

b.      Dasar kemasyarakatan atau kenegaraan
Landasan ini lebih mengarah kepada  pelaksanaan dan teknis operasional dakwah yang erat kaitannya dengan lingkungan di mana dakwah itu dilakukan. Peranan dakwah di dalam kehidupan bangsa kita menduduki tempat yang sangat penting di dalam rangka mewujudkan masyarakat pancasila, yakni masyarakat yang sosialistis-religius. Pancasila adalah ideologi negara yang harus menjiwai dan mewarnai kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan budaya bangsa kita. Pancasila adalah pandangan hidup yang harus menjadi wujud kehidupan kita.[8]
Dalam rangka mewujudkan masyarakat sosialistis religius tersebut, dakwah memegang peranan yang penting dalam membangun dan mengembangkan kehidupan keagamaan di tanah air kita. Karena membangun dan mengembangkan kehidupan keagamaan merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka membangun manusia seutuhnya.
Selain pancasila, GBHN, Keputusan Menteri Agama tentang Pedoman Penyiaran Agama, terdapat pula landasan lain yakni Undang-Undang Dasar 1945 yang di dalam pasal 29 dinyatakan:
“Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.”[9]
Landasan lain seperti peraturan perundang-undangan yang berlaku di atas, maupun norma masyarakat baik tertulis maupun tidak, dapat dijadikan dasar atau landasan selama peraturan, undang-undang, serta norma tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Dengan demikian, prinsip-prinsip dakwah dapat dilakukan dengan tekhnis dan pelaksanaan yang tepat, sedangkan sifat dakwah yang jelas, tegas, lues, fleksibel, berangsur-angsur/berproses, dapat dijabarkan dengan cermat dan baik.

B.                Hukum Dakwah
Terdapat berbagai pendapat para ahli mengenai hukum dakwah, di antaranya sebagai berikut:
a.         Menurut Asmuni Syukir, hukum dakwah adalah wajib bagi setiap muslim, karena hukum Islam tidak mengharuskan umat Islam untuk selalu memperoleh hasil yang maksimal. Akan tetapi usaha yang diharuskan maksimal sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki, sedangkan berhasil atau tidak dakwah merupakan urusan Allah, hal ini berlandaskan kepada firman Allah di dalam Al-Quran surah at-Tahrîm (66) : 6, sebagai berikut:[10]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya:    “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
b.         Ibn Taimiyah menyatakan bahwa dakwah merupakan kewajiban secara kolektif (fardhu kifayah), karena apabila sekelompok umat telah melaksanakan aktivitas dakwah, maka kewajiban dakwah sudah terlepas bagi kelompok umat yang lainnya. Ditambahkan oleh Muhammad Ghozali yang juga menyatakan bahwa umat Islam harus saling membantu untuk tercapainya tujuan dakwah.[11]

Perbedaan pendapat mengenai hukum berdakwah disebabkan oleh perbedaan cara pemahaman mereka terhadap dalil-dalil naqli (Al-Qur’an dan Hadits) di samping kondisi sosial atau latar belakang yang berbeda beda baik pengalaman, pengetahuan, maupun kemampuannya.
Akan tetapi secara ringkas dalam membahas hukum dakwah dapat dikemukakan dua pendapat, yaitu:
1.         Hukum dakwah adalah fardlu kifayah, maksudnnya dapat dilakukan oleh sebagian orang saja atau sekelompok yang sudah dianggap memadahi.

Pendapatnya bersandar pada surah Ali Imron ayat 104:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imron: 104)
Ulama yang mengatakan bahwa dakwah merupakan wajib kifayah, memiliki penafsiran tersendiri dengan pendapat bahwa arti Min dalam surah Ali Imron 104 adalah sebagian dari kamu; sebab di antara umat Islam itu ada beberapa oranng yang tidak mampu melaksanakan amr makruf nahi munkar karena berbagai sebab. Sebagian ulama lain menyatakan bahwa amr makruf nahi munkar itu wajib bagi orang yang berilmu (ulama) dan penguasa (umara’). Oleh karena itu, makna dari ayat di atas adalah hendaklah sebagian dari kamu ada sekelompok orang yang beramr makruf nahi munkar.[12]
Mereka menetapkan persyaratan yang ketat bagi pelaku dakwah, baik persyaratan yang bersifat keilmuan, kualitas moral, maupun spiritual. Menurut mereka, orang yang tidak memiliki dan memenuhi persyaratan ini tidak memiliki kewajiban untuk berdakwah. Dakwah menurut mereka menjadi tugas orang-orang yang secara formal dinamakan ulama atau tokoh-tokoh agama (al- ‘ulama wa rijal al-din) seperti yang dijelaskan sebelumnya yang beramr makruf nahi munkar, bukan masyarakat  biasa atau  orang awam.
Adapun pendukung pendapat pertama ini, dakwah juga menyangkut dan terkait dengan soal penjelasan hukum-hukum agama, dan karenanyatidak semua orang memiliki kapasitas maupun kapabilitas untuk melaksanakan dakwah. Di sisi lain, agama melarang menyerahkan suatu urusan kepada yang tidak berkompeten dan menyebutnnya sebagai perbuatan yang melanggar amanah.

2.         Hukum dakwah adalah fardlu ‘ain, maksudnya bahwa dakwah itu menjadi kewajiban setiap individu muslim, menurut kadarnya masing-masing. Ia akan diganjar bila melaksanakannya sebagaimana akan berdosa bila meninggalkannya. Pendapat ini berdasarkan berdasarkan beberapa firman Allah dan hadits-hadits Nabi. Dakwah menjadi kewajiban personal, karena ia merupakan tuntutan iman. Dimana bagi setiap orang yang mengaku beriman, diharuskan mengekspresikan keimanannya, selain melalui amal saleh, persaksian iman juga dapat diwujudkan dalam bentuk dakwah dengan saling berpesan melalui kebajikan dan ketakwaan sesuai kapasitas masing-masing Muslim.

            Kedua pendapat di atas dapatlah dijadikan bahan perbandingan, mengapa di antara keduanya yang dapat diterima, untuk kemudian dapat disesuaikan dengan tuntunan dakwah itu sendiri semenjak awal perkembangannya hingga sekarang dan untuk mendatang. Sebagaimana telah disebutkan bahwa dakwah merupakan aktivitas setiap muslim, namun di dalam pelaksanaannya kadang-kadang dilakukan secara formal oleh orang-orang tertentu saja atau kelompok tertentu dengan memakai cara tertentu, misalnya pidato atau ceramah ( secara lisan ) atau membuat karangan naskah yang membahas masalah tertentu ( secara tertulis ).
            Kewajiban dakwah bagi seorang muslim dapat dilakukan menurut kemampuannya dan menurut kadar pengertian yang dimilliki. Hal ini memiliki makna bagi seseorang yang bisa berpidato atau ceramah maka dakwah disampaikan melalui pidato atau ceramah. Sedangkan yang lain yang tidak bisa, dapat melalui cara lain yang bisa dilakukannya, misalnya menulis atau juga memberikan contoh teladan tentang amal kebajikan dan seterusnya ( dakwah bil amal atau bil hal ).
            Dari beberapa pendapat tentang hukum dakwah yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan berdakwah hukumnya wajib secara kolektif bagi yang mempunyai kemampuan dalam berdakwah, dan dakwah wajib secara individu dalam menuntut ilmu agar mempunyai kemampuan untuk berdakwah, karena tidak dapat secara menyeluruh umat Islam hanya berdakwah disebabkan selain dakwah juga banyak aspek yang harus dipenuhi oleh umat Islam. Selain itu, tidak dapat dikatakan bahwa dakwah hanya sekedar untuk orang-orang tertentu, akan tetapi pada dasarnya kewajiban dakwah berada pada bagian yang menjadi prioritas untuk umat Islam secara menyeluruh
            Sebagai kesimpulan, hukum berdakwah adalah wajib bagi seluruh umat Islam yang mampu melaksanakannya, dan wajib hukumnya untuk berusaha memperoleh kemampuan untuk berdakwah, sehingga dalam berdakwah untuk mencapai keberhasilan juga diharuskan untuk mempunyai strategi baik berupa metode atau model yang digunakan agar dakwah dapat diterima oleh masyarakat.

C.                Tujuan Dakwah
            Tujuan merupakan pernyataan bermakna, keinginan yang dijadikan pedoman manajemen puncak organisasi untuk meraih hasil tertentu atas kegiatan yang dilakukan dalam waktu tertentu. Dalam tujuan memiliki target-target tertentu untuk dicapai dalam jangka waktu tertentu.[13]
            Dalam membahas tujuan dakwah terdapat bermacam-macam tujuan dakwah sesuai dengan titik peninjauannya, di antaranya ialah:
1)                 Dasar tujuan dakwah
            Tujuan dakwah sebetulnya tidak lain dari tujuan Islam itu sendiri yakni transformasi sikap kemanusiaan (attitude of humanity transformation) atau yang dalam terminologi al-Qur’an disebutkan al-ikhraj min al-zulumat ila al-nur. Menurut pakar tafsir Abu Zahrah, al-nur (cahaya) adalah simbol dari karakteristik asal kemanusiaan (fitrah).[14] Disebut demikian, karena hidup manusia akan bersinar hanya jika ia secara natural mengikuti karakter asal tersebut. Sebaliknya, al-zulm (kegelapan) adalah simbol yang menunjuk kepada situasi penyimpangan manusia dari karakter asalnya.
            Dakwah sebagai perpanjangan tangan dari keyakinan Islam, berkonsentrasi dalam mengajak manusia untuk kembali berkomitmen kepada tauhid beserta semua implikasinya. Melalui komitmen tauhid ini, manusia diajak untuk memilih pandangan hidup yang natural, senatural pengaturan Tuhan terhadap alam ini dan bersama-sama dengan alam tunduk dan pasrah kepada ketentuan-Nya (al-islam).
Dalam kerangka masyarakat yang egalitarian, orang diberi kebebasan untuk menyampaikan kebebasan dalam menyampaikan pendapatnya dan berekspresi. Dari sinilah semua orang memiliki tanggung jawab moral atas masyarakatnya dan berpartisipasi membangunnya dengan saling berwasiat kebenaran dan kesabaran.
            Sementara dalam kerangka masyarakat yang dikuasai tirani, kebebasan beragama, berpendapat, berkreasi dan hak-hak asasi manusia dibelenggu, baik dengan mengatas namakan hukum (kekuasaan), maupun atas nama otoritas agama (ortodoksi). Masyarakat dibawah iklim tirani ini adalah masyarakat yang statis, beku, dan jauh dari kedinamisan perkembangan sejarah. Selain mewujudkan iklim masyarakat yang dinamis dan egalitarian, dakwah juga bertujuan melakukan pembebasan sosial (liberasi) dari tekanan-tekanan tirani. Inilah tugas dakwah Nabi Muhammad seperti yang dibicarakan dalam ayat berikut:
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
....yaitu mereka yang mengikuti seorang Nabi, Rasul, yang ummiy, yang menyuruh mereka yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan melepaskan beban dan belenggu yang telah mengikat mereka.... (QS. Al-A’raf/7: 157).[15]
Selanjutnya, tujuan dakwah juga untuk menumbuhkan perhatian, kesadaran, penghayatan, dan pengenalan terhadap ajaran agama yang dibawa oleh para juru dakwah. Selain itu, dakwah turut mempertemukan kembali fitrah manusia dengan agama, atau menyadarkan manusia tentang perlunya bertauhid dan mau mengamalkan ajaran Islam, serta berperilaku baik ( memiliki akhlaqul karimah ).[16]



2)                 Tujuan dakwah ditinjau dari aspeknya
            Tujuan dakwah dapat pula dibagi menjadi tujuan yang berkaitan dengan materi dan objek dakwah. Dilihat dari aspek tujuan objek dakwah ada empat tujuan yang meliputi: tujuan perorangan, tujuan untuk keluarga, tujuan untuk masyarakat, dan tujuan manusia sedunia. Sedangkan tujuan dakwah dilihat dari aspek materi, menurut Masyhur Amin terdapat tiga tujuan yang meliputi :
a.  Tujuan Akidah, yaitu tertanamnya akidah yang mantap bagi tiap-tiap manusia.
b. Tujuan Hukum, yakni aktivitas dakwah bertujuan terbentuknya umat manusia yang mematuhi hukum-hukum yang telah disyariatkan oleh Allah SWT.
c. Tujuan akhlak, yaitu terwujudnya pribadi muslim yang berbudi luhur dan berakhlakul karimah.
Dari keseluruhan tujuan dakwah dilihat dari aspek tujuan objek dakwah maupun materi dakwah, maka dapat dirumuskan tujuan dakwah adalah untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

3)                 Tujuan dakwah ditinjau dari berbagai segi
a.       Tujuan dakwah ditinjau dari segi waktu
Ditinjau dari segi waktu, tujuan dakwah dapat dibagi menjadi:
1.        Tujuan sementara: ialah tujuan yang akan dicapai dalam jangka waktu tertentu, dan berpangkal kepada tujuan sementara itu kemudian akan dicapai tujuan selanjutnya.
2.        Tujuan akhir           : ialah tujuan yang pokok atau utama dalam suatu usaha atau tujuan tersebut sebagai titik akhir dalam satu usaha (Ultimate Goal).
b.         Tujuan dakwah ditinjau dari segi jaraknya
Ditinjau dari segi jaraknya, tujuan dakwah dapat terbagi menjadi:
1.      Tujuan dekat           : ialah tujuan yang harus dicapai dalam waktu dekat.
2.      Tujuan jauh             : ialah tujuan yang ingin dicapai dalam jarak jauh.[17]     

4)                 Tujuan dakwah dalam Al-Qur’an
            Adapun tujuan dakwah dalam Al-Qur’an, beberapa di antaranya adalah:
a.         Dakwah bertujuan untuk menghidupkan kembali hati yang mati. Allah berfirman:
ا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, patuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu...” (QS. Al Anfal: 24)
b.         Agar manusia mendapat ampunan dan menghindarkan azab dari Allah.
 وَإِنِّي كُلَّمَا دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ
Artinya: Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru kepada mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka... (QS Nuh:7)
c.         Untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya.
وَالَّذِينَ آَتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَفْرَحُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمِنَ الْأَحْزَابِ مَنْ يُنْكِرُ بَعْضَهُ قُلْ إِنَّمَا أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللَّهَ وَلَا أُشْرِكَ بِهِ إِلَيْهِ أَدْعُو وَإِلَيْهِ مَآَبِ 
Artinya: Orang-orang yang telah kami berikan kepada mereka, bergembira dengan kitab yang telah diturunkan kepadamu, dan di antara golongan-golongan Yahudi yang bersekutu ada yang mengingkari sebagiannya. Katakanlah: “Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Hanya kepada-Nya aku seru (manusia) dan hanya kepada-Nya aku kembali.” (QS. Ar Ra’d: 36)
d.     Untuk menegakkan agama dan tidak terpecah belah

 شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰ ۖأَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ ۚكَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ

Artinya: Dia telah mensyariatkan kepada kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kau seru mereka kepadanya...” (QS. Asy Syura: 13).[18]
            Menjadi orang baik itu berarti menyelamatkan orang dari kesesatan, kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan. Oleh karena itu, dakwah bukanlah kegiatan mencari dan menambah pengikut, tetapi kegiatan mempertemukan fitrah manusia dengan Islam atau menyadarkan manusia seperti yang termuat pada tujuan dakwah dalam Al-Qur’an itu sendiri.
5)                 Tujuan dakwah menurut para ahli
            Terdapat pula tujuan dakwah yang dikemukakan oleh para ahli, salah satunya adalah Muhammad Natsir yang mengemukakan bahwa tujuan dakwah adalah:
1.      Memanggil manusia kepada syariat untuk memecahkan persoalan hidup, baik persoalan hidup perorangan ataupun rumah tangga, berjamaah, bermasyarakat, bersuku-suku, berbangsa-bangsa dan bernegara.
2.      Memanggil manusia kepada fungsi hidup sebagai hamba Allah Swt di muka bumi, menjadi pelopor, pengawas, pemakmur, pembesar kedamaian bagi umat manusia.
3.      Memanggil manusia kepada tujuan hidup yang hakiki yaitu menyembah Allah Swt. sebagai satu-satunya zat Pencipta.[19]
Di lain pihak, menurut para ahli di antaranya yaitu Dr. Mawardi Bachtiar yang berpendapat bahwa tujuan dakwah adalah mencapai masyarakat yang adil dan makmur serta mendapat ridhla Allah Swt. Sedangkan Prof. H.M. Arifin menjelaskan tujuan dakwah untuk menumbuhkan pengertian, kesadaran, penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang disampaikan oleh pelaksana dakwah atau penerangan agama.   Adapun menurut Prof. Toha Yahya Umar, M.A. menjelaskan bahwa tujuan dakwah adalah untuk menobatkan benih hidayah dalam meluruskan itiqad, memperbanyak amal secara terus-menerus, membersihkan jiwa dan menolak syubhat agama. Selanjutnya M. Syafaat Habib mengemukakan tujuan dakwah adalah berupaya untuk melahirkan dan membentuk pribadi atau masyarakat yang berakhlak atau bermoral Islam. Lebih jauh lagi Syekh Ali Mahfudz berpendapat bahwa tujuan dakwah adalah mendorong manusia untuk menerapkan perintah agama dan meninggalkan larangan-Nya supaya manusia mampu mewujudkan kehidupan bahagia di dunia dan di akhirat . Sementara Didin Hafiduddin menegaskan tujuan dakwah adalah untuk mengubah masyarakat sebagai sasaran dakwah ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera lahiriah maupun bathiniah.
Dari sekian banyak atau bermacam-macam tujuan dakwah, tujuan tertinggi dari usaha berdakwah hanya semata-mata mengharap dan mencari Ridlo Allah Swt. Hal ini dapat diperoleh dengan menyadai arti hidup sebenarnya sehingga tujuan dakwah dapat tercapai dengan maksimal. Baik dari tujuan dakwah, tujuan dakwah yang ditinjau dari berbagai aspek, tujuan dakwah yang ditinjau dari berbagai segi, maupun tujuan dakwah dalam Al-Qur’an itu sendiri.

PENUTUP
A.                Kesimpulan
a.       Dakwah sebagai suatu usaha untuk mengajak, menyeru, dan mempengaruhi manusia agar selalu berpegang teguh pada ajaran  Allah, guna memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Usaha berdakwah tersebut adalah sebuah kewajiban bagi kaum muslimin dan muslimat, sehingga dasar bedakwah dapat dibagi menjadi dua, yakni dasar keagamaan ( meliputi: Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijtihad ) dan dasar kemasyarakatan atau kenegaraan.
b.      Hukum dakwah dapat dikemukakan ke dalam dua pendapat. Dua pendapat tersebut adalah  hukum dakwah adalah fardlu kifayah dan hukum dakwah adalah fardlu ‘ain, yang dari keduanya dapat dijadikan bahan perbandingan, mengapa di antara keduanya yang dapat diterima, untuk kemudian dapat disesuaikan dengan tuntunan dakwah itu sendiri semenjak awal perkembangannya hingga sekarang dan untuk mendatang.
c.    Terdapat bermacam-macam tujuan dakwah jika ditinjau dari berbagai segi maupun aspek. Akan tetapi berdasarkan berbagai literatur, disebutkan bahwa tema sentral dakwah adalah Islam. Maka dapat disimpulkan bahwa sebenarnya tujuan dakwah tidak lain dari tujuan Islam itu sendiri, dengan menekankan bahwa dakwah bertujuan untuk mengubah sikap mental dan tingkah laku manusia yang kurang baik menjadi lebih baik atau meningkatkan kualitas iman dan Islam seseorang. Jadi, tujuan tertinggi dari usaha berdakwah hanya semata-mata mengharap dan mencari Ridlo Allah Swt.

B.                Saran
            Penulis berharap dengan adanya makalah ini, dapat memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Dakwah dengan baik dan benar. Di sisi lain, penulis juga berharap dengan adanya makalah ini akan bisa menjadi bahan bacaan yang baik. Baik untuk mahasiswa maupun kalangan akademika pada khususnya. Sebagai motivasi maupun inspirasi dalam mengembangkan kreativitasnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tentu tidak luput dari kesalahan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah Swt. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk lebih menyempurnakan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
An-Nabiry, Fathul Bahri. 2008. Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da’i. Jakarta: Amzah.
Anshari, Hafi. Pemahaman dan Pengamalan Dakwah (Pedoman untuk Mujtahid Dakwah). Surabaya: Al-Ikhlas. 1993.
Aziz, Moh. Ali. 2004. Ilmu Dakwah. Jakarta Timur: Prenada Media.
Ismail, A. Ilyas. 2011. Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama. Jakarta: Kencana.
Omar, M. Toha Yahya. Islam dan Dakwah. Jakarta: Al-Mawardi Prima. 2004.
Sanwar, Amirudin.2009.  Ilmu Dakwah Suatu Pengantar Studi. Semarang: Gunung Jati.
Syukir, Asmuni. Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al-Ikhlas. 1983.
Mahdi, Rafiqi. Ilmu Dakwah Dasar-Dasar Hukum Dakwah Islam, http://kumpulan-tulisan-rafiqi-mahdi.blogspot.com/2012/03/ilmu-dakwah-dasar-hukum-dakwah-islam.html , diakses pada tanggal 2 Juni 2014 pukul  13:00 WIB.
Anonim. Dasar Hukum dan Tujuan Dakwah. http://scholar.google.com/ scholar?hl=en&q=dasar%2C+hukum%2C+dan+tujuan+dakwaah&btnG diakses pada tanggal 18 Maret 2013 pukul 22.15 WIB.
Al-Sumantri, Ismail Damanik. Dasar Hukum Dakwah. http://damanikblok.blogspot.com/ 2011/10/dasar-hukum-dakwah.html diakses pada tanggal 2 Juni 2014 pukul  13:24 WIB.



[1] Hafi Anshari, Pemahaman dan Pengamalan Dakwah (Pedoman untuk Mujtahid Dakwah), (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), hlm. 126.
[2] M. Toha Yahya Omar,  Islam dan Dakwah, (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2004), hlm. 71.
[3]Rafiqi Mahdi, Ilmu Dakwah Dasar-Dasar Hukum Dakwah Islam, http://kumpulan-tulisan-rafiqi-mahdi.blogspot.com/2012/03/ilmu-dakwah-dasar-hukum-dakwah-islam.html , diakses pada tanggal 2 Juni 2014 pukul  13:00 WIB.
[4]Rafiqi Mahdi, Ilmu Dakwah Dasar-Dasar Hukum Dakwah Islam, http://kumpulan-tulisan-rafiqi-mahdi.blogspot.com/2012/03/ilmu-dakwah-dasar-hukum-dakwah-islam.html , diakses pada tanggal 2 Juni 2014 pukul  13:00 WIB.
[5] Hafi Anshari, Pemahaman dan Pengamalan Dakwah (Pedoman untuk Mujtahid Dakwah), (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), hlm. 132-133.
[6] Hafi Anshari, Pemahaman dan Pengamalan Dakwah (Pedoman untuk Mujtahid Dakwah), (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), hlm. 133-134.
[7]Hafi Anshari, Pemahaman dan Pengamalan Dakwah (Pedoman untuk Mujtahid Dakwah), (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), hlm. 134.
[8] Hafi Anshari, Pemahaman dan Pengamalan Dakwah (Pedoman untuk Mujtahid Dakwah ), (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), hlm. 135.
[9] Hafi Anshari, Pemahaman dan Pengamalan Dakwah (Pedoman untuk Mujtahid Dakwah ), (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), hlm. 137.
[10] Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983)hlm. 27.
[11] Rafiqi Mahdi, Ilmu Dakwah Dasar-Dasar Hukum Dakwah Islam, http://kumpulan-tulisan-rafiqi-mahdi.blogspot.com/2012/03/ilmu-dakwah-dasar-hukum-dakwah-islam.html , diakses pada tanggal 2 Juni 2014 pukul  13:00 WIB.
[12]Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, ( Jakarta Timur: Prenada Media ), hlm. 44.
[13] Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, ( Jakarta Timur: Prenada Media ), hlm. 60.
[14]A. Ilyas Ismail, Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama, ( Jakarta: Kencana ), hlm. 58.
[15]A. Ilyas Ismail, Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama, ( Jakarta: Kencana ), hlm. 59-62.
[16] Fathul Bahri An-Nabiry, Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da’i, ( Jakarta: Amzah ), hlm. 58-59.
[17] Hafi Anshari, Pemahaman dan Pengamalan Dakwah (Pedoman untuk Mujtahid Dakwah ), (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), hlm. 140.
[18] Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, ( Jakarta Timur: Prenada Media ), hlm. 62-63.
[19] Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, ( Jakarta Timur: Prenada Media ), hlm. 64.

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2015 Baca Online dan Seputar Blog
| Distributed By Gooyaabi Templates