Hadits tentang Hasut
Rasulullah tidak hanya menegaskan bahwa ketinggian ukhuwah
islamiyah hanyalah sebagai slogan. Namun diiringi dengan berbagai perintah
dan larangan, hingga menjadi wujud kongkret ditengah-tengan masyarakat.
Hadits ini memuat berbagai hukum dan manfaat yang besar, demi
terealisasinya tujuan Islam yang tinggi tersebut. Disamping itu juga memelihara
dari segala kekurangan dan kesalahan, sehingga ukhuwah islamiyah tidak menjadi
sekedar ucapan dan khayalan yang tidak menyentuh kehidupan rill.
Haruslah diingat, bahwa kita semua adalah kaum muslimin. Agama kita
satu, Tuhan kita satu, kitab suci kita satu, Nabi dan Rasul kita satu, tujuan
hidup kita satu. Musuh kita satu, yaitu mereka yang memusuhi kita. Mereka
memandang kita ini sebagai kaum muslimin yang dipersatukan oleh akidah dan
tujuan-tujuan Islam.
Sebagaimana
firman Allah swt. “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (al-Hujurât: 13)
Hadits ini juga mengajak kita untuk tidak saling mencela, menghina,
menipu, menghasud dan lain sebagainya dalam menjalani hidup antara muslim satu
dengan muslim lainnya. Tidak hanya muslim dengan muslim saja tetapi juga dengan
semua umat manusia.
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa Hadist dan
Terjemahannya?
2.
Bagaimana
Ma’aniyal Mufrodat Hadits ini?
3.
Bagaimana
Syarah atau Tafsir Penjelas Hadist ini?
4.
Bagaimana
Uraian Kandungan Hadist ini?
III.
PEMBAHASAN
A.
Hadist dan
Terjemahan
ÙˆَعَÙ†ْÙ‡ُ Ù‚َالَ:
Ù‚َالَ رَسُÙˆْÙ„ُ اللهِ صَÙ„َÙ‰ اللهُ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ ÙˆَسَÙ„َّÙ…َ (Ù„َا تَØَاسَدُوا ÙˆَÙ„َا تَÙ†َاجَØ´ُوا
ÙˆَÙ„َا تَبَاغَضُوا ÙˆَÙ„َا تَدَابَرُوا, ÙˆَÙ„َا ÙŠَبِعْ بَعْضُÙƒُÙ…ْ عَÙ„َÙ‰ بَÙŠْعِ بَعْضٍ,
Ùˆَ Ùƒُونُوا عِبَادَ اللهِ اِØ®ْÙˆَانًا, الْÙ…ُسْÙ„ِÙ…ُ اَØ®ُÙˆ اْÙ„ُÙ…ُسْÙ„ِÙ…ِ Ù„َايَظْÙ„ِÙ…ُÙ‡ُ
ÙˆَÙ„َا ÙŠَØ®ْØ°ُÙ„ُÙ‡ُ ÙˆَÙ„َا ÙŠَØْÙ‚ِرُÙ‡ُ, التَÙ‚ْÙˆَÙ‰ Ù‡َاهَÙ†َا, ÙˆَÙŠُØ´ِÙŠْرُ ا اِÙ„َÙŠ صَدْرِÙ‡ِ
Ø«َÙ„َاثَ Ù…َرَّاتٍ, بِØَسْبِ اَÙ…ْرِئٍ Ù…ِÙ†َ الشَّرَّ اَÙ†ْ ÙŠَØْÙ‚ِرَ اَØ®َاهُ المُسْÙ„ِÙ…َ,
ÙƒُÙ„ُّ المُسْÙ„ِÙ…ُ عَÙ„َÙ‰ المُسْÙ„ِÙ…ِ Øَرَامٌ: دَÙ…ُÙ‡ُ ÙˆَÙ…َالُÙ‡ُ ÙˆَعِرْضُÙ‡ُ) رَÙˆَاهُ
Ù…ُسْÙ„ِÙ…ٌ[1]
Bersumber dari
Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda, “janganlah kamu sekalian
saling menghasud, saling menipu, membenci, saling membelakangi, dan jangan
membeli barang yang telah dibeli orang lain. Jadilah hamba-hamba Allah yang
bersaudara. Orang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Karena itu, ia tidak
boleh menzaliminya, tidak menghina, tidak menelantarkannya atau membiarkan.
Takwa itu ada disini, (beliau sambil menunjuk dadanya tiga kali). Cukuplah
seseorang dikatagorikan jahat jika dia menghina saudaranya sesama muslim.
Setiap muslim yang satu terhadap muslim yang lain itu haram mengganggu
darahnya, hartanya dan kehormatannya.” (H.R. Muslim)[2]
B.
Ma’aniyal
Mufrodat
Ù„َا
تَØَاسَدُوا : janganlah
kalian saling hasud’ (menginginkan agar nikmat yang dimiliki orang lain hilang)
Ù„َا تَÙ†َاجَØ´ُوا : janganlah saling menipu.
Mahsud menipu disini adalah dalam jual beli, yaitu: dengan cara
menawar suatu barang dipasar dengan harga yang lebih tinnggi, dengan mahsud
merugikan pembeli lainnya, karena dia sendiri tidak ingin membeli.
Ù„َا
تَبَاغَضُوا : jangan
saling membenci dan jangan melakukan hal-hal yang mengundang kebencian.
Ù„َا تَدَابَرُوا : jangan saling memutuskan hubungan.
Ù„َا ÙŠَØ®ْØ°ُÙ„ُÙ‡ُ : tidak menghina.
Ù„َايَظْÙ„ِÙ…ُÙ‡ُ : janganlah menganiaya.
Ù„َا ÙŠَØْÙ‚ِرُÙ‡ُ : tidak melecehkan atau membiarkan atau melecehkan.
بِØَسْبِ
اَÙ…ْرِئٍ Ù…ِÙ†َ الشَّرَّ : cukuplah seseorang dikategorikan jahat dan layak mendapatkan siksa.
C.
Asbabul Wurud
Didalam hadits ini (Shahih Muslim, kitabul- Bir wash-shillah, Bab
Tahriimudz-Dzan wat Tajassus wat Tanaafus, hadis nomer 2563) tidak didapatkan
asbabul wurudnya.
D.
Syarah atau
Tafsir Penjelas
a.
Definisi Hasad.
Hasad adalah
menginginkan agar nikmat yang dimiliki orang lain berpindah ke tanganya, atau
ketangan orang yang lain lagi. Ini adalah akhlak yang tercela.
b.
Hukumnya Hasad.
Para ulama sepakat bahwa hasad adalah haram. Dalil yang
menunjukan keharamannya sangat banyak, baik dari Al-Qur’an maupun Hadits,
diantaranya:
Firman Allah dalam rangka mencela orang yahudi, “Sebagian besar
Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran
setelah kamu beriman, karena dengki yang timbul dari diri mereka sendiri.”
(Al-Baqarah: 109). “Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad)
lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya.” (An-Nisa’: 54).
Abu Hurairah ra. berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Hati-hati terhadap hasad, karena hasad dapat melenyapkan kebaikan,
sebagaimana halnya api melenyapkan kayu bakar.” Dan hadits-hadits yang lain.
c.
Hikmah
diharamkannya Hasad.
Sifat ini diharamkan karena merupakan pembantahan terhadap Allah
saw. Allah telah memberikan nikmat terhadap orang lain, namun ia berusaha menghalang-halangi
apa yang telah dilakukan Allah tersebut.
d.
Macam-macam Hasad.
1.
Golongan yang
berusaha agar nikmat yang dimiliki orang lain hilang. Usaha ini dilakukan melalui
ucapan maupun tindakan konkret.
2.
Golongan yang
tidak merefleksikan sikap hasadnya, baik dengan ucapan maupun tindakan
nyata. Menurut Hasan Al-Bashri, golongan ini tidak berdosa. Golongan ini ada
dua macam:
·
Tidak mampu
menghilangkan hasad yang ada pada dirinya. Orang seperti ini tidak
berdosa.
·
Sikap hasan
yang timbul karena kesadaran penuh.
3.
Golongan yang
berusaha menghilangkan hasad yang ada di dalam hatinya.
2)
Larangan Najsy.
a. Definisi Najsy.
Najsy adalah mempropagandakan naiknya harga sesuatu, tanpa ada
mahsud membelinya, namun untuk merugikan orang lain.
b. Hukum Najsy.
Adapun hukum najsy adalah haram, baik dengan persetujuan
pedagang atau tidak. Karena najsy termasuk penipuan. Rasulullah saw.
bersabda, Ibnu Abdul Bar berkata, “Para ulama sepakat bahwa orang yang
mengetahui bahwa najsy dilarang, tapi ia melakukannya, berarti ia telah melakukan
maksiat terhadap Allah swt. ”
c. Hukum akad jual beli jika terdapat unsur najsy.
Para ulama berbeda pendapat dari masalah ini. Imam Syafi’i
berpendapat, jika yang melakukan najsy adalah penjual sendiri atau atas
seizin penjual maka akad yang dilakukan tisah sah. Namun jika najsy
tersebut dilakukan pihak ketiga tanpa sepengetahuan penjual, maka akad tersebut
sah. Sedangkan kebanyakan ulama, termasuk Abu Hanifah, Malik, Syafi’i (dalam
satu pendapatnya yang lain), Ahmad (dalam satu pendapatnya yang lain)
menyatakan akad tersebut sah. Hanya saja Malik dan Ahmad memberikan peluang
bagi pembeli untuk membatalkan akad manakala saat itu ia tidak tau dan merasa
dirugikan.
Dengan demikian, semua bentuk muamalah maliyah yang
mengandung unsur penipuan, masuk dalam kategori najsy. Misalnya:
menutupi barang yang cacat, mencampur barang yang jelek dengan barang yang
baik. Namun perlu juga diketahui, bahwa tipu daya dibolehkan terhadap
orang-orang yang boleh diperangi. Rasulullah saw. bersabda, “perang adalah
tipu daya.”
a. Definisi benci.
Benci adalah sikap tidak suka. Sikap seperti ini telah dilarang
oleh Rasulullah saw. karena umat Islam adalah bersaudara, yang saling
menyayangi dan mencintai. Karenanya mereka dilarang saling benci, kecuali
kebencian karena Allah. Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya orang-orang
mukmin adalah bersaudara.” (Al- Hujurat:10)
b. Hukum membenci.
Saling benci biasanya dilakukan antar dua kubu. Adakalanya
kebencian tersebut bermuara dari kedua belah pihak, adakalanya hanya dari satu
pihak. Kebencian yang sifatnya karena Allah saw, hukumnya bisa wajib dan bisa
sunah. Namun, jika didasari karena selain Allah maka hukumnya haram.
c. Diharamkan perkara-perkara yang mendatangkan permusuan dan
kebencian.
Allah mengharamkan perkara-perkara yang mendatangkan permusuhan dan
kebencian. Itulah hikmah diharamkannyaminuman keras dan judi. Allah saw.
berfirman: “Sesungguhnya setan itu bermahsud hedak menimbulkan permusuhan
dan kebencian diantara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari
mengajarkan pekerjaan itu). ” (Al-Maidah: 91).
4)
Larangan untuk
memutuskan hubungan
Memutuskan hubungan, bergantung pada sebabnya. Jika dilakukan
karena tendensi duniawi, maka tidak diperbolehkan. Inilah yang dimahsud dalam
sabda Nabi Muhammad saw, “Tidaklah halal seorang muslim memutuskan hubungan
terhadap saudaranya sesama muslim lebih dari tiga hari, jika bertemu ia saling
berpaling. Yang paling baik diantara keduanya adalah yang memulai salam”
(H.R Bukhori dan Muslim dari Abu Ayub ra.)
Adapun jika dilakukan karena Allah swt. maka boleh dilakukan lebih
dari tiga hari. Hal ini berdasarkan pada hukuman yang dijatuhkan Rasulullah
saw. kepada tiga sahabatnya yang tidak ikut dalam perang Tabuk. Beliau
memerintahkan semua umat Islam, untuk tidak berbicara dengan tiga sahabat
tersebut selama 50 hari. Demikian juga, boleh memutuskan hubungan dengan orang
yang senantiasa melakukan perbuatan bid’ah atau menganut paham-paham
sesat.
5)
Larangan
menjual atas Jualan orang lain
Para ulama sepakat bahwa jual beli seperti ini diharamkan,
misalnya: seorang pedagang berkata kepada pembeli yang sedang melakukan
transaksi jual beli, “Batalkan transaksi mu dan saya akan memberimu barang yang
sama dengan harga yang murah”, atau seorang pembeli berkata kepada pedagang
yang sedang melakukan transaksi dengan pembeli lain “Batalkan transaksi mu,
karena saya akan membeli dengan harga yang lebih mahal”. sebagaimana sabda
Nabi, “Seorang mukmin tidak menjual atas jualan saudaranya.” (H.R.
Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah ra.).
Imam Nawawi berkata, “Jual beli seperti ini dilarang oleh Agama”.
Namun, jika transaksi sudah berlangsung, maka Abu Hanifah, mazhab Syafi’i, dan
ahli fiqih lain menyatakan bahwa transaksi ini sah. Sementara Dawud dan Malik
menyatakan bahwa transaksi ini tidak sah.”
6)
Perintah untuk
menyebarluaskan ruh persaudaraan
Rasulullah saw. memerintahkan untuk menggalakkan persaudaraan
diantara umat Islam, hal ini diisyaratkan oleh sabdanya: “Jadilah hamba
Allah yang bersaudara.”
Dalam upaya dalam menciptakan persaudaraan, maka yang perlu
diperhatikan adalah menunaikan berbagai hak seorang muslim terhadap muslim yang
lainnya, misalnya salam, menjenguk jika sakit, memenuhi undangannya, memberi
nasehat dan lain sebagainya. Satu hal lagi yang bisa menambah persaudaraan
semakin mesra adalah memberikan hadiah dan berjabat tangan. Rasulullah saw.
bersabda, “Berilah hadiah, karena hadiah dapat menghilangkan penyakit hati.”
(H.R. Tirmidzi). Hasan Al-Bashri berkata, “Berjabat tangan dapat menambah kasih
sayang.”
7)
Kewajiban
seorang muslim terhadap saudaranya sesama muslim
Seorang muslim dituntut untuk bermuamalah dengan saudaranya sesama
muslim dengan cara yang dapat melahirkan pertautan hati. Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya
orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu.” (Al-Hujarat: 10)[6]
Dengan demikian, ia dilarang untuk melakukan hal-hal yang bisa
memicu perpecahan hati dan diantar pemicu keretakan hatiyang paling utama ada
empat perkara: kezaliman, rasa tidak peduli, dusta dan memandang rendah orang
lain.
Ini semua menunjukan bahwa persaudaraan adalah sesuatu yang sangat
urgen didalam Islam. Bahkan lantaran urgensinya pula seorang muslim tidak
dianggap sempurna keimanannya, jika belum mencintai saudaranya seperti ia
mencintai dirinya sendiri.[7]
Dengan demikian ia akan berusaha untuk tidak menyakiti saudaranya dan
menjaganya dari berbagai bentuk kemadhorotan.
8)
Takwa adalah
sebuah barometer
Takwa adalah menjauhi azhab Allah swt. dengan cara melakukan setiap
perintah dan meninggalkan laragan. Sesungguhnya Allah swt. hanya akan menghormati
manusia dengan ketakwaannya, bukan karena karena diri atau kekayaannya.
Karenanya bisa saja seseorang dimata orang lain hina karena kurang beruntung
dalam nikmat dunia, akan tetapi disisi Allah ia mempunyai kedudukan dan nilai
yang tinggi dibanding orang yang terpandang dimata masyarakat, karena
kedudukan, kekuasaan dan harta yang sebenarnya diperoleh secara tidak halal.
Allah swt. berfirman: “Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu.”
(Al-Hujarat: 13). Hadis ini menerangkan kedudukan manusia disisi Allah
bervariasi, sesuai dengan amal perbuatan yang dimilikinya yang sebanding dengan
ketakwaanya. Bukan karena kedudukan, keturunan, bentuk raut muka dan warna
kulit ataupun banyaknya harta yang dimiliki.
9)
Terpeliharanya
seorang muslim.
nyawa, harta, dan kehormatan seorang muslim, terpelihara. Hal ini
dinyatakan Rasulullah saw, saat khutbah yang sangat monumental, yaitu khutbah
Wada’ di Padang Arafah. Dalam khutbah tersebut beliau bersabda, “Sesungguhnya
harta, darah dan kehormatan kalian adalah terpelihara, seperti terpeliharanya,
hari ini, bulan ini, dan negeri ini...”
Inilah hak-hak manusia secara umum, yang menjadi landasan
tertegaknya masyarakat muslim yang aman sentosa. Dalam masyarakat tersebut,
karena seorang muslim akan merasa tenang terhadap hartanya, karena tak ada
seorang pun yang akan mencuri ataupun merampasnya. Merasa tenang terhadap
kehormatannya, karena tidak ada siapapun yang menginjak-nginjak. Untuk
menciptakan kondisi ini, Allah menetapkan hukuman qishas bagi siapa saja yang
membunuh, mencuri dll.
·
Islam bukan
hanya aqidah dan ibadah, akan tetapi juga mencakup akhlak dan muamalah.
·
Dalam Islam
akhlak tercela merupakan kejahatan yang sangat dibenci.
·
Niat dan amalan
adalah barometer yang digunakan Allah untuk menimbang hamba-Nya.
·
Hati adalah
sumber ketakutan kepada Allah.
E.
Uraian
Kandungan atau Isi Hadist atau manfaat
Sehubungan dengan urgensi hadits ini, Imam Nawawi berkata,
“Alangkah besar dan banyaknya manfaat hadits ini.
Ibnu Hajar Al-Haitami berkata, “Hadits ini adalah hadits yang
banyak manfaatnya. Ia menjelaskan tentang dasar-dasar penting. Bahkan jika
mengamati maknaya dengan seksama, akan tampak bahwa hadits ini memuat semua
hukum dan adab dalam Islam.”
Salah satu manfaat dari diharamkannya larangan menjual atas jualan
orang orang lain, karena akan menyakiti perasaan orang lain bahkan bisa
menimbulkan hal-hal lain yang tidak diinginkan. Ada juga manfaat dari hadits
ini akan perintah untuk menyebarluaskan ruh persaudaraan bisa membantu dalam
rangka menegakkan agama dan menampakkan berbagai syiarnya. Ini semua tidak akan
terealisasi tanpa adanya pertautan hati dan barisan yang rapat.
Kewajiban seorang muslim terhadap saudaranya sesama muslim
akan persaudaraan adalah sesuatu yang
sangat urgen didalam Islam. Bahkan lantaran pentingnya pula seorang muslim
tidak dianggap sempurna keimanannya, jika belum mencintai saudaranya seperti ia
mencintai dirinya sendiri. Dengan demikian ia akan berusaha untuk tidak
menyakiti saudaranya dan menjaganya dari berbagai bentuk kemadhorotan atau
apapun itu.
IV.
KESIMPULAN
Antara muslim satu dengan muslim yang lain kita tidak boleh saling
menghasud, saling menipu, saling membenci, saling membohongi, saling
melecehkan, larangan untuk memutus hubungan, larangan menjual atas jualan orang
lain, dan lain sebagainya.
Dalam kewajiban seseorang muslim terhadap saudaranya sesama muslim
lainnya dilarang pula untuk melakukan hal-hal yang bisa memicu perpecahan hati
dan diantara pemicu keretakan hati yang paling utama ada empat perkara:
kedzaliman, rasa tidak peduli, dusta, dan memandang rendah orang lain.
Selain hal-hal diatas, ada beberapa hal yang bisa disimpulkan dari
hadits diatas.
·
Islam bukan
hanya aqidah dan ibadah, akan tetapi juga mencakup akhlak dan muamalah.
·
Dalam Islam
akhlak tercela merupakan kejahatan yang sangat dibenci.
·
Niat dan amalan
adalah barometer yang digunakan Allah untuk menimbang hamba-Nya.
·
Hati adalah
sumber ketakutan kepada Allah.
V.
PENUTUP
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
pertolonganNya-lah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Namun demikian, kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
baik dari sisi substansi isi maupun teknis penulisan. Itu semua terpulang
kepada kami dan secara akademik menjadi tanggung jawab kami pula. Untuk itu
segala bentuk saran, masukan, koreksi maupun kritik sangat kami nantikan dan
harapkan untuk memperbaiki makalah ini. Akhirnya dengan penuh kerendahan hati,
kami berharap makalah ini dapat menjadi sarana menambah ilmu dan semoga dapat
bermanfaat bagi kita semua, Amiin
DAFTAR
PUSTAKA
Asysyafi’i,
Muhyiddin Abi Zkaria. Menuju Pribadi yang Sholeh. Surabaya: Media Idaman. 1991.
Dieb al-Bugha, Musthafa.
dan Muhyiddin Mistu. Al-Wafi Menyelami Makna 40 Hadits Rasulullah saw.
Jakarta: Al-I’tishom Anggota IKAPI. 2011.
Hakim, Taufiqul. Kamus at-Taufiq Arab-Jawa-Indonesia.
Bangsri: Amtsilati. 2004.
Robi’, Mahmud
Hasan. Dalilul Falihin. Mesir : Penerbit Musthofal Banil Hubli Wa
Auladuhu. 1987.
[1]Al-Ustadz
Mahmud Hasan Robi’, Dalilul Falihin, (Mesir : Penerbit Musthofal Banil
Hubli Wa Auladuhu, 1987), Hlm: 19-22.
[2] Muhyiddin
Abi Zkaria Asysyafi’i, Menuju Pribadi yang Sholeh, (Surabaya: Media
Idaman, 1991), Hlm: 375.
[3] Taufiqul
Hakim, Kamus at-Taufiq Arab-Jawa-Indonesia, (Bangsri: Amtsilati, 2004),
Hlm: 401.
[4] Musthafa
Dieb al-Bugha dan Muhyiddin Mistu, Al-Wafi Menyelami Makna 40 Hadits
Rasulullah saw, (Jakarta: Al-I’tishom Anggota IKAPI, 2011), Hlm: 310-312.
[5] Musthafa
Dieb al-Bugha dan Muhyiddin Mistu, Al-Wafi Menyelami Makna 40 Hadits
Rasulullah saw, (Jakarta: Al-I’tishom Anggota IKAPI, 2011), Hlm: 313-315.
[6] Muhyiddin
Abi Zkaria Asysyafi’i, Menuju Pribadi yang Sholeh, (Surabaya: Media
Idaman, 1991), Hlm: 375.
[7] Muhyiddin
Abi Zkaria Asysyafi’i, Menuju Pribadi yang Sholeh, (Surabaya: Media
Idaman, 1991), Hlm: 373.
[8] Musthafa
Dieb al-Bugha dan Muhyiddin Mistu, Al-Wafi Menyelami Makna 40 Hadits
Rasulullah saw, (Jakarta: Al-I’tishom Anggota IKAPI, 2011), Hlm: 321.
0 komentar:
Post a Comment