September 05, 2015

Psikologi Belajar


I.         PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk yang belajar. Sejak manusia dilahirkan, belajar merupakan aktivitas yang utama. Oleh karena itu, belajar selalu ada dalam kehidupannya. Belajar tidak hanya melibatkan penguasaan suatu kemampuan akademik, tetapi juga melibatkan perkembangan emosional, interaksi sosial, dan perkembangan kepribadian. Bayi belajar menikmati air susu ibu, memegang jari sang ibu, belajar mendengar, belajar melihat, belajar merangkak, belajar berdiri, belajar berjalan, belajar berlari, belajar berbicara, belajar makan nasi, dan seterusnya. Manusia benar-benar makhluk belajar.[1]
II.      RUMUSAN MASALAH
I.       Apa pengertian belajar?
II.    Apa saja tahap-tahap belajar?
III. Apasajakah teori-teori dari belajar?
IV. Faktor apasajakah yang mempengaruhi proses belajar?

III.   PEMBAHASAN
I.       Pengertian Belajar
Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif tetap sebagai hasil adanya pengalaman. Belajar menyebabkan perubahan perilaku, dan karena perubahan perilaku ini bersifat relatif tetap, maka perubahan yang relatif tetap pada diri kita sesudah kita belajar mengenai sesuatu hal tersebut akan memungkinkan kita menunjukkan belajar ini pada kesempatan lain.
Dalam bukunya yang berjudul The Organization of behaviour (1949, John Wiley and Sons), D.O. Hebb mengemukakan teorinya mengenai proses berlangsungnya belajar dan penyimpanannya di otak. Pada masa penerbitan buku ini, bukti-bukti yang mendukung teori ini masih sangat kurang, karena tehnik pembedahan yang canggih dan peralatan yang di perlukan untuk mempelajari fungsi otak belum ada. Sejalan dengan bertambahnya pengetahuan mengenai fungsi otak yang berhasil diperoleh para peneliti otak yang lain, kenytaan membuktikan bahwa teori hebb, sekalipun mungkin kurang benar dalam beberapa hal, telah menunjukkan kesahihannya.
Di dalam teori hebb di gambarkan pula kemungkinan cara-cara belajar yang benar-benar terjadi di dalam otak, yaitu dengan pembentukan bersama matarantai antarneuron untuk membentuk ikatan antarsel untuk membentuk rangkaian fase yang dapat mencatat informasi kompleks yang semakin bertambah banyak.

IV.             PELAZIMAN
Di muka telah di terangkan, bahwa belajar di denifisikan sebagai perubahan perilaku yang relatif tetap sebagai hasil dari adanya pengalaman dan sebagai hasil dari sesuatu yang telah di pelajari, binatang atau manusia menjadi mampu melakukan berbagai macam perilaku yang sebelumnya tidak dapat dikerjakan. Pada bagian berikut ini akan diuraikan beberapa bentuk belajar sederhana dan kemudian meningkat pada urainan mengenai beberapa macam belajar yang lebih kompleks. Satu di antara teori belajar yang paling awal dan paling terkenal adalah Pelaziman Klasikal (Classical Conditioning), yang sekarang banyak di kaitkan dengan nama Ivan Pavlov. Pelaziman dibagi menjadi dua, yaitu:

V.  Pelaziman Klasikal
Pelaziman klasikal merupakan bentuk belajar yang sangat sederhana, yakni bentuk kiranya yang tidak memperlihatkan kepada kita suatu belajar yang sangat pandai ; namun yang terpenting ialah bahwa pelaziman klasikal ini merupakan sebuah model belajar. Dari uraian di muka, misalnya, dapat diketahui bagaimana belajar dapat berlangsung melalui hubungan antara rangsangan dan respons.
Hubungan antara rangsangan baru dengan rangsangan asli maupun dengan respons asli, akan menyebabkan perilaku, seperti pengeluaran air liur pada binatang karena adanya bunyi lonceng, yakni perilaku yang sebelumnya tidak dapat dilakukan.
Namun, Pelaziman Klasikal ini tidak dapat digunakan untuk menjelaskan proses belajar secara keseluruhan. Ketika para psikolog mencoba, untuk pertama kalinya, menggunakan metode ini untuk menjelaskan semua belajar dan semua perilaku, mereka bingung sendiri. Bahkan untuk menjelaskan perilaku yang cukup sederhana, misalnya seseorang mendengarkan loncengan rumah berbunyi dan kemudian bangkit dari tidurnya untuk membukakan pintu, mereka telah menciptakan istilah yang kurang lazim, seperti ‘refleks membuka pintu’, sesuai dengan rumus Pelaziman Klasikal. Pada saat itulah disadari bahwa model Pelaziman Klasikal merupakan model yang kaku, karena manusia jelas membutuhkan pemunculan rangsangan berpuluh-puluh atau beratus-ratus kalisecara serentak sebelum dapat saling dihubungkan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah model belajar yang lebih fleksibel dan lebih cepat untuk menjelaskan semua proses belajar.

VI.                       Pelaziman Operan
Dasar dari Pelaziman Operan (Operant Conditioning) dikemukakan oleh E.L. Thorndike pada tahun 1911, yakni beberapa waktu sesudah Pelaziman Klasikal diperkenalkan oleh Pavlov. Thorndike mempelajari pemecahan masalah pada binatang, dan berhasil merancang sebuah ‘kotak teka-teki’, sehingga kucing yang di letakkan di dalam kotak tersebut dapat memecahkan masalah bagaimana caranya keluar dari kotak. Pemecahan masalah ini dapat dilakukan kucing dengan cara menarik simpul tali, baik dengan menggunakan kaki maupun dengan mulut.
Istilah ‘Pelaziman Operan’ diciptakan oleh Skiner dan memiliki arti umum pelaziman perilaku. Istilah ‘operan’ di sini berati operasi (operation) yang pengaruhnya mengakibatkan organisme melakukan sesuatu perbuatan pada lingkungannya, misalnya, perilaku motor yang biasanya merupakan perbuatan yang dilakukan secara sadar.[2]

2.  Empat tahapan belajar
VII.                    Inkompetensi bawah sadar
Kondisi di saat kita tidak mengetahui kalau ternyata kita tidak tahu. Contohnya adalah keadaan pikiran banyak pengemudi muda saat mulai belajar mengemudi. Itulah mengapa pengemudi muda mengalami lebih banyak kecelakaan ketimbang pengemudi yang lebih tua dan berpengalaman. Mereka tidak dapat (atau tidak mau) mengakui terbatasnya pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman mereka. Orang-orang yang berada dalam keadaan ini kemungkinan besar akan mengambil risiko, memapar diri pada bahaya atau kerugian, untuk alasan sederhana yang sama sekali tidak mereka sadari bahwa itulah yang mereka lakukan.

VIII.                 Inkompetensi sadar
Pengakuan sadar pada diri sendiri bahwa kita tidak tahu apa yang dapat kita lakukan, dan penerimaan penuh atas kebodohan kita.
IX.                       Kompetensi sadar
Ketika kita mulai memiliki keahlian atas sebuah subjek, tetapi tindakan kita belum berjalan otomatis. Pada belajar yang ini, kita harus melaksanakan semua tindakan dalam level sadar. Saat belajar mengemudi, misalnya, kita harus secara sadar tahu di mana tangan dan kaki kita, berpikir dalam setiap pengambilan keputusan apakah akan menginjak rem, berbelok, atau ganti gigi. Saat kita melakukannya, kita berpikir dengan sadar tentang bagaimana melakukannya. Pada tahap ini, reaksi kita jauh lebih lamban ketimbang reaksi para pakar.
X.  Kompetensi bawah sadar
Tahapan seorang ahli yang sekadar melakukannya, dan bahkan mungkin tidak tahu bagaimana ia melakukannya secara terperinci. Ia tahu apa yang ia lakukan, dengan kata lain, ada sesuatu yang ia lakukan di hidup ini yang bagi orang lain tampak penuh risiko tetapi bagi dia bebas risiko. Ini terjadi karena ia telah membangun pengalaman dan mencapai kompetensi bahwa sadar pada aktivitas itu selama beberapa tahun. Ia tahu apa yang ia lakukan, dan ia juga tahu apa yang tidak dapat ia lakukan. Bagi seseorang yang tidak memiliki pengetahuan dan pengalamannya, apa yang ia lakukan tampak penuh risiko.
3. Teori Belajar
XI.             Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Daya
Teori ilmu jiwa daya menyatakan bahwa setiap manusia memiliki daya atau kekuatan dan potensi. Daya yang ada perlu dikembamgkan dengan pola latihan terpadu dengan mulai memperkenalkan pengetahuan verbalistik, seperti mengenal angka dan huruf, mengucapkan bunyi huruf, dan menyusun kalimat.


XII.          Teori tanggapan
Teori Tanggapan ini dikembangkan oleh Herbrt yang mengatakan bahwa dengan potensinya yang kuat, manusia membutuhkan rangsangan untuk mengembangkannya. Cara pengembangannya adalah dengan memasukkan tanggapan sebanyak mungkin. Otak manusia diberi rangsangan untuk menanggapi berbagai stimulasi yang masuk ke unsur-unsur visualnya.
XIII.       Teori Gestalt
Teori Gestalt dikembangkan oleh koffka dan kohler dari jerman. Teori ini berpandangan bahwa dalam belajar, yang terpenting adalah memusatkan perhatian sepenuhnya untuk menanggapi objek yang datang dari luar. Untuk meningkatkan kepekaan tanggapan itu, setiap individu harus dilatih dan dikembangkan kemampuan dasarnya dengan memperbanyak pengalamannya. Pengalaman yang diperoleh akan memperkaya daya nalar manusia terhadap pengalaman yang baru.[3]

4. Faktor Proses Belajar
XIV.       Waktu istirahat : Khususnya kalau mempelajari sesuatu yang meliputi bahan yang banyak, perlu disediakan waktu-waktu tertentu untuk istirahat. Dalam waktu istirahat sebaiknya tidak banyak kegiatan yang mengganggu pikiran sehingga bahan yang sudah dipelajari punya cukup kesempatan untuk mengedap dalam ingatan.
XV.          Pengetahuan tentang materi yang dipelajari secara menyeluruh : Dalam mempelajari sesuatu, adalah lebih baik kalau pertama-tama kita pelajari dulu materi atau bahan yang ada secara keseluruhan, dan baru setelah itu dipelajari dengan lebih seksama bagian-bagiannya. Tetapi untuk dapat melakukan hal ini, diperlukan taraf kecerdasan yang relatif tinggi. Makin rumit persoalannya, makin sukar ditangkap materinya ssebagai keseluruhan. Karena itu kalau memang seseorang kurang mampu, lebih baik ia mempelajari terlebih dahulu detail-detailnya, dan baru kemudian menyatukannya ke dalam suatu keseluruhan.
XVI.       Pengertian terhadap materi yang dipelajari : kalau kita mempelajari sesuatu, maka kita harus mengerti apa yang kita pelajari itu. Tanpa pengertian, maka usaha belajar kita akan menemui banyak kesulitan. Misalnya, dua orang disuruh menghafal sajak bahasa Inggris. Orang yang pertama mengerti bahasa Inggris, sedangkan orang yang kedua tidak dapat berbahasa Inggris, maka bahasa yang sama akan dihafal jauh lebih cepat oleh orang yang pertama.
XVII.    Pengetahuan akan prestasi sendiri : kalau tiap kali kita dapat mengetahui hasil prestasi kita sendiri, yaitu mengetahui mana perbuatan-perbuatan kita yang masih salah, maka akan lebih mudah kita memperbaiki kesalahan-kesalahan itu daripada kalau kita harus meraba-raba terus. Dengan demikian pengetahuan akan prestasi sendiri akan mempercepat kita dalam mempelajari sesuatu.
XVIII. Transfer : Pengetahuan kita mengenai hal-hal yang pernah kita pelajari sebelumnya, kadang-kadang mempengaruhi juga proses belajar yang sedang kita lakukan sekarang. Pengaruh ini disebut transfer. Transfer dapat bersifat positif, yaitu kalau hal yang lalu mempermudah proses belajar yang sekarang, atau dapat juga bersifat negatif, yaitu kalau hal yang lalu justru mempersukar proses belajar yang sekarang. Transfer positif misalnya : kemampuan mengendarai sepeda akan mempermudah seseorang dalam mempelajari sepeda motor. Transfer yang negatif misalnya : kemampuan kita dalam berbicara bahasa indonesia akan mempersukar kita mempelajari bahasa Inggris.[4]

XIX.                     KESIMPULAN
XX.          Belajar merupakan perubahan perilaku yang relatif tetap sebagai hasil dari diperolehnya pengalaman.
XXI.       Pelaziman Klasikal (Povlov) mungkin merupakan bentuk belajar yang paling sederhana dan didasarkan pada refleks. Organisme dapat di biasakan untuk memberikan Respons Refleks terhadap rangsangan yang berbeda, yaitu dengan jalan pengulangan pemunculan Rangsangan (Bersyarat) yang baru dengan Rangsangan (Tak-bersyarat) yang asli. Apabila Rangsangan Bersyarat terus-menerus dimunculkan secara tunggal, maka Respons Bersyarat secara bertahap akan melemah dan akhirnya hilang, dan ini dikenal sebagai penghapusan. Organisme akan menyamaratakan respons terhadap rangsangan yang mirip dengan Rangsangan Bersyarat, namun penyamarataan ini dapat dikendalikan oleh pelaziman diskriminasi.[5]



XXII.                  PENUTUP
Demikian makalah yang dapat pemakalah sampikan. Pemakalah menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih ada kesalahan dan kekurangan. Untuk itu pemakalah mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk mencapai kesempurnaan dalam pembuatan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan pelajaran kepada kita semua. Amin....


DAFTAR PUSTAKA

Hardy, Malcolm. 1988. Pengantar Psikologi. Jakarta: ERLANGGA.
Marliani, Rosleny. 2010. Psikologi Umum. Bandung: CV Pustaka Setia.
Wirawan, Sarlito dan Sarwono. 1976. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: NV Bulan Bintang. 





[1]Rosleny Marliani, Psikologi Umum, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 196.
[2] Malcolm Hardy, Pengantar Psikologi, (Jakarta: ERLANGGA, 1988), hlm. 35
[3] Ibid, hlm. 201
[4]Sarlito Wirawan dan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: NV Bulan Bintang, 1976), hlm. 45
[5]Malcolm, Op.cit, hlm. 54. 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2015 Baca Online dan Seputar Blog
| Distributed By Gooyaabi Templates