September 18, 2015

Urf Fiqh

I.       PENDAHULUAN
      Tidak diragukan lagi bahwa syariat islam adalah penutup semua risalah samawiyah, yang membawa petunjuk dan tuntutan Allah Swt untuk umat manusia dalam mewujudkan yang lengkap dan final . itulah sebabnya, dengan posisi seperti ini maka Allah pun mewujudkan format syariat islam sebagai yang abadi dan komperhensif.
      Hal itu dibuktikan dengan adanya prinsip-prisnsip dan kaidah-kaidah hukum yang ada dalam islam yang membuatnya dapat memberikan jawaban terhadap hajat dan kebutuhan manusia yang berubah dari waktu kewaktu seiring dengan perkembangan zaman .
      Karena itu, dalam usul fiqih sebuah ilmu yang “mengatur” proses ijtihad dikenalah beberapa landasan penetapan hukum yang berlandaskan pada penggunaan kemampuan ra’yu para fuqaha. Dan diantaranya adalah Urf, Syar’u man qablanayangakan dibahas dan diuraikan secara singkat dalam makalah ini .

II.    RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan ‘Urf dan macam- macam ‘Urf?
2.      Hukum dapat berubah  karena perubahan ‘Urf?
3.      Apa yang dimaksud dengan Syar’u Man Qablana dan Macam-macam Syar’u Man Qablana?

III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Urf dan macam-macam Urf
1.      Pengrtian Urf
      Urf adalah sesuatu yang telah dikenal oleh masyarakat dan telah menjadi tradisi mereka, baik berupa perkataan, atau perbuatan, atau keadaan meninggalkan, dan disebut juga adat, sedangkan menurut istilah para ahli syara’tidak ada perbuatan antara Urf dan adat kebiasaan.[1]
      Istilah Urf dalam pengertian tersebut sama dengan pengrtian istiadat Al-‘adah (adat istiadat). Contoh Urf berupa perbuatan atau kebiasaan di satu masyarakat dalam melakukan jual beli dengan menerima barang dan menyerahkan harga tanpa mengucapkan ijab dan Kabul (qobul). Contoh ‘Urf yang berupa perkataan, kebiasaan disatu masyarakat untuk tidak menggunakan kata al-lahm (daging) kepada jenis ikan. Kebiasaan seperti itu menjadikan bahan pertimbangan waktu akan menetapkan hukum dalam masalah-masalah yang tidak ketegasan dalam Al-qur’an dan sunnah.[2]    
2.      Macam-macam ‘urf
Ditinjau dari segi bahasanya ‘urf dibedakan menjadi 2 macam yaitu:
a.       ‘Urf shahih
‘urf yang shahih ialah sesuatu yang saling di kenal oleh manusia, dan tidak bertentangan dengan dalil syara’ , tidak menhalalkan sesuatu yang di haramkan dan tidak pula membatalkan sesuatu yang wajib, sebagaimana kebiasaan mereka mengadakan akad nikah, dipandang baik, telah menjadi kebiasaan dalam masyarakat dan tidak bertentangan oleh syara’.[3]
b.      ‘Urf fasid
‘urf fasid yaitu sesuatu yang menjadi tradisi manusia, akan tetapi tradisi itu bertentangan dengan syara’ seperti mengadakan sesajian untuk sebuah patung atau suatu tempat yang di pandang keramat. Hal ini tidak dapat diterima , karena berlawanan dengan ajaran tauhid seperti yang diajarkan oleh agama islam.[4]
Ditinjau dari segi ruang lingkupnya , ‘urf dibedakan menjadi 2 yaitu :
a.       ‘urf ‘aam
Ialah suatu tradisi atau kebiasaan yang berlaku pada masyarakat luas, tidak dibatasi oleh kedaerahan ataupun wilayah seperti memberi hadiah atau tip kepada orang yang telah memberikan jasanya kepada kita, mengucapkan terimakasih kepada orang yang membantu kita dan sebagainya.
Pengertian memberi hadiah disini di kecualikan bagi orang yang memang menjadi tugas kewajibannya memberikan jasa itu dan untuk pemberian jasa itu, ia telah memperoleh imbalan jasa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada seperti hubungan penguasaan seperti pejabat dan karyawan pemerintah dalam urusan yang menjadi tugas kewajibannya dengan rakyat atau anggota masyarakat yang dilayani.[5]
b.      ‘urf khash
Ialah ‘urf yang hanya berlaku pada tempat, masa atau keadaan tertentu saja contoh nya seperti dalam pernikahan, tradisi suku batak adala tidak bolehnya laki laki dan perempuan yang semarga, di karenakan mereka menganggap antara laki laki dan perempuan  itu masih mempunyai pertalian darah. Adapun kebiasaan bangsa arab, menikahkan anaknya dengan anak saudara laki-laki lebih utama dikarenakan pernikahan itu mebuat hubungan kekeluargaan lebih rapat
Ditinjau dari segi sifatnya, ‘Urf dibagi menjadi 2 yaitu :
a.       ‘Urf qauli
Ialah ‘Urf yang berupa perkataan, seperti perkataan walad, menurut bahasa berarti anak, termasuk didalamnya anak laki-laki dan anak perempuan. Tetapi dalam percakapan sehari-hari bisa diartikan dengan anak laki-laki saja .
b.      ‘Urf amali
Ialah ‘Urf berupa perbuatan, seperti kebiasaan jual-beli dalam masyarakat tanpa mengucapkan shighat akad jual-beli. Padahl menurut sayar’ shighat jual-beli itu merupakan salah satu rukun jual-beli. Tetapi telah menjadi kebiasaan dalam masyarakat melakukan jual-beli tanpa shighat jual-beli dan tidak terjadi hal yang tidak diingini, maka sayara’ membolehkannya.[6]



B.     Hukum Dapat Berubah Karena Perubahan ‘Urf
        Hampir tidak perlu disebutkan, bahwa sebagai adat kebiasaan, ‘urf dapat berubah karena adanya perbuahan waktu dan tempat. Sebagai konsekuensinya, mau tidak mau hukum juga berubah mengikuti perubahan ‘urf tersebut. Dalam konteks ini, berlaku kaidah yang menyebutkan:
Artinya : Ketentuan hukum dapat berubah dengan terjadinya perubahan waktu, tempat,  keadaan, individu, dan perubahan lingkungan. 
        Kaidah ini sangat penting dipahami oleh setiap hukum islam, untuk mengukuhkan adegium yang menyebutkan bahwa agama islam tetan relevan untuk semua waktu dan tempat (al-islam shalih likull zaman wa makan). Menentang kaidah ini sama saja dengan menjadikan islam ketinggalan zaman, kaku, jumud, dan tidak dapat memenuhi rasa keadilan hukum masyarakat (padahal ituabasbertentangan dengan prinsip kemudahan dalam syariat islam). Akibatnya, umat islam akan hidup dalam keadaan serba gamang dan canggung menghadapi perubahan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi srta peradaban yang harus beranjak maju. Tentu saja hal itu mebuat umat islam mengalami kesulitan dalam hidupnya, karena pada satu sisi mereka ingin tetap menjadi muslim yang baik, tetapi pada sisi lain mereka terjebak pada ketentuan hukum islam yang tidak lagi dapat memenuhi tuntutan perubahan zaman. Dampak selanjutnya ialah, islam sebagai suatu ajaran abadi yang hanya tinggal dalam sejarah. Oleh karena itu, mengingat pentinggya pemahaman tehadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat(yangtentu saja akan menimbulkan pula perubahan pada ‘urf dan adat kebiasaan mereka), maka dikalangan ulama’ berkembang pendapat yang menyatakan, salah satu persyaratan untuk menjadi seorang yang berpredikat mujtahid ialah, memahami ‘urf yang berlaku dalam masyarakat. Dengan memahami ‘urf yang berlaku, seorang mujtahid tidak akan kehilangan sifat dinamis dan up to date dalam fatwa-fatwa hukumnya.
        Untuk lebih jelas, dibawah ini disajikan 3contoh tentang terjadinya perubahan hukum karena-sejalan dengan perubahan waktu atau tempat dan/atau keadaan terjadinya perubahan pada ‘urf dan adat kebiasaan masyarakat.
        Pertama, ulama’ salaf berpendapat, seseorang tidak boleh menerima upah/honor sebagai guru yang mengajarkan al;qur’an dan sholat, puasa, dan haji. Demikian juga, tidak boleh menerima honor sebagai imam masjid dan muadzin. Sebab, kesejahteraan mereka telah ditanggung oleh bait al-mal. Akan tetapi, karena perubahan zaman, dimana bait al-mal tidak lagi mampu menjalankan fungsi tersebut, ulama’ kontemporer membolehkan menerima honoratas
pekerjaan -pekerjaan tersebut.
        kedua, Imam Abu Hanifah bependapat, kesaksian seorang didepan pengadilan dapat diterima, hanya dengan mengandalkan sifat al-‘adalah az-zairah (secara lahiriah tidak fasiq), kecuali dalam kasus huddud dan qhisoss. Akan tetapi, belakangan Abu Yusuf dan Muhammad (keduanya murid Imam Abu Hanifah), berpendapat, kesaksian seorang saksi hanya dapat diterima, setelah lebih dahulu dilakukan tazkiyyah asysuhud (penyelidikan mendalam terhadap sifat-sifat saksi tersebut bahwa ia layak menjadi saksi). Hal ini dilakukan untuk menjamin kepentingan dan hak-hak para pihak yang berperkara dipengadilan. Pendapat Abu Hanifah sejalan dengan keadaan pada masanya, dimana pada umumnya orang takut berdusta, karena pada umumnyaakhlak masyarakat masih terpelihara. Sementara pendapat kedua muridnya juga sejalan dengan perubahan keadaan, dimana akhlak masyarakat sudah merosot dan orang tidak merasa berat untuk berdusta.
        Ketiga, Rasulullah tidak melarang para pemudi turut melaksanakan sholat berjamaah dimasjid. Demikian juga pada masa-masa sesudah beliau, karena para pemudi menjaga dirinya dari fitnah dan akhlah masyarakat juga sangat baik. Akan tetapi, belakangan sejalan dengan merosotnya akhlak masyarakat, ulama’ menfatwakan larangan bagi para pemudi untuk sholat berjamaah dimasjid.[7]
C.      Pengertian Syar’u Man Qablana dan macam-macamnya
1.      Pengertian Syar’u Man Qablana
  Syar’u Man Qablana ialah syariat orang-orang sebelum kita. Yang dimaksud ialah syariat hukum dan ajaran-ajaran yang berlaku pada nabi, sebelum nabi diutus sebagai rosulseperti syariat nabi Ibrahim, nabi daud, nabi musa, nabi isa dan lain-lain.
Sebagaimana diyakini, syariat Nabi Muhammad SAW, merupakan syariat terakhir yang diturunkan oleh Allah kepada manusia. Dalam pada itu, al-qur’an maupun hadits Nabi banyak berisi kisah para nabi dan rosul allah yang terdahulu serta hukum-hukum syara’ yang berlaku bagi mereka dan umatnya berkaitan dengan syariat para nabi tersebut dalam kajian ushul fiqih, para ulama mengemukakan pembahasan tentang persoalan, apakah syariat yang diturunkan oleh allah kepada para nabi sebelum nabi Muhammad diutus, berlaku juga bagi nabi Muhammad dan umat beliau atau tidak? Untuk menjawab persoalan tersebut.[8]
2.      Macam-macam Syar’u Man Qablana
Syar’u Man Qablana dibagi menjadi dua bagian yaitu Pertama : setiap hukum syariat dari umat terdahulu namun tidak disebutkan dalam Al-qur’an dan sunah. Ulama sepakat bahwa macam pertama ini jelas tidak termasuk syariat kita. Kedua: setiap hukum syariat dari umat terdahulu namun disebutkan dalam Al-qur’an dan sunah. Pembagian kedua ini diklasifikasikan menjadi 3 :
a.       Dinaskh syariat kita (syariat islam) tidak termasuk syariat kita menurut kesepakatan semua ulama. Contoh: pada syariat Nabi Musa a.s pakaian yang terkena najis tidak suci kecuali dipotong kena najis itu.
b.      Dianggap syariat kita melalui Al-qur’an dan sunah ini termasuk syariat kita atas kesepakatan ulama’. Contoh: perintah menjalankan puasa.
c.       Tidak ada penegasan syariat kita apakah Dinaskh atau dianggap sebagai syariat kita. Pembagian ketiga inilah yang menjadi inti pokok pembahasan dalil syara’ ini ( Syar’u Man Qablana).
1.      Yang diberitakan kepada kita baik melalui Al-qur’an atau asunah, tetapi tidak tegas diwajibkan kepada kita sebagaimana diwajibkan kepada umat sebelum kita.
2.      Yang tidak disebut-sebut (diceritakan) oleh syariat kita.
Ada beberapa dalil yang dibuat tendensi mereka, para ulama yang menganggap bahwa syariat yumat sebelum kita adalah syariat kita:
a.       Syariat umat sebelum kita adalah syariat allah yang tidak ditegaskan kalau saja yang telah Dinasakh, karena itu kita dituntut mengikutinya serta mengamalkan berdasarkan firman Allah dalam surah Al-an’am ayat 90, An- nahl ayat 123, dan surat As-syura’ ayat13. Disebutkan juga bahwa Ibnu Abas pernah melakukan sujut tilawah ketika membaca salah satu ayat Al-qur’an dalam surah Shod ayat 24.
b.      Kewajiban mengqhodhoi sholat fardu berdasarkan hadits nabi “barang siapa yang tertidur atau lupa melakukan sholat maka qhodoilah kalau nanti sudah ingat”. Dan ayat “kejakanlah sholat untuk mengingatku” yang disebutkan oleh nabi secara berurutan dengan hadits diatas. Ayat ini ditunjukan kepada Nabi Musa a.s, karena itu seandainya Nabi tidak dituntut untuk mengikuti syariat nabi sebelumnya Niscaya penyebutan ayat diatas tidak dapat memberikan faidah.
c.       Para ulama berbeda pendapat tentang hukum-hukum syariat Nabi terdahulu yang tercantum dalam Al-qur’an, tetapi tidak ada ketegasan bahwa hukum-hukum itu masi berlaku bagi umat islam dan tidak ada pula penjelasan yang membatalkannya.


KESIMPULAN
            Urf adalah sesuatu yang telah dikenal oleh masyarakat dan telah menjadi tradisi mereka.
                  Macam-macam ‘Urf dari segi diterima atau tidaknya ada dua yaitu: ‘Urf Shahih dan ‘Urf fasid. Macam-macam ‘Urf dari segi ruang lingkup ada dua yaitu: ‘Urf ‘aam dan ‘Urf khash. Macam-macam ‘Urf dari segi sifatnya  ada dua yaitu: ‘Urf qauli dan ‘Urf amali.
                  Hukum Dapat Berubah Karena Perubahan ‘Urf Hampir tidak perlu disebutkan, bahwa sebagai adat kebiasaan, ‘urf dapat berubah karena adanya perbuahan waktu dan tempat. Sebagai konsekuensinya, mau tidak mau hukum juga berubah mengikuti perubahan ‘urf tersebut.
            Syar’u man qablana adalah ajaran atau syariat terdahulu sebelum islam yang berhubungan tentang syariat atau hukum-hukum untuk umat sebelum islam dibawa oleh para Nabi.
                  Macam-macam Syar’u man qablana ada tiga yaitu dinaskh syariat kita (syariat islam). Dianggap syariat kita melalui Al-qur’an dan Al-sunnah, tidak ada penegasan dari syariat kita apakah Dinasakh atau dianggap syariat kita.



DAFTAR PUSTAKA
Khallaf, Abdul wahhab, Ilmu Ushul Fiqih, Semarang: Dina Utama, 1994
Effendi, Satria, M. Zein, M.A, Ushul Fiqih, Jakarta: Predana Media Rawamangun,
Umar, Muin, Ushul Fiqih 1, pembinaan kelembagaan agama islam  departemen agama



[1] Prof. Abdul wahhab khallaf, ilmu ushul fiqih, (dina utama semarang), hal 23
[2] Prof. DR. Satria effendi, M. Zein, M.A, ushul fiqih, (predana media rawamangun-jakarta), hal 153-154
[3] Drs. Muin Umar, ushul fiqih 1 , (pembinaan kelembagaan agama islam  departemen agama)ha151
[4] Drs. Muin Umar, ushul fiqih 1, ( pembinaan kelembagaan agama islam departemen agama) hal 151
[5] Drs. Muin Umar, ushul fiqih 1, ( pembinaan kelembagaan agama islam departemen agama) hal 151
[6] Drs. Muin Umar, ushul fiqih 1, ( pembinaan kelembagaan agama islam departemen agama) hal 151
[7] Dr. H. Abd. Rahman Dahlan, M.A. ushul fiqh, (Amzah-jakarta) hal 215-216
[8] Dr. H. Abd. Rahman Dahlan, M.A. ushul fiqh, (Amzah-jakarta) hal 215-216

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2015 Baca Online dan Seputar Blog
| Distributed By Gooyaabi Templates