Ijtihad Kontemporer Persatuan Islam
USHUL FIQH
IJTIHAD
KONTEMPORER
PERSATUAN ISLAM
(PERSIS)
Disusun untuk
memenuhi tugas
Mata Kuliah: USHUL
FIQH
Disusun oleh:
Umi Dzunur Aini 131311125
FAKULTAS DAKWAH DAN
KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
I.
LATAR
BELAKANG
Sering
diasumsikan oleh kaum Muslim dan juga non-Muslim bahwa “Islam” bersifat
monolotik, tetapi bahkan dengan pemikiran sekilas pun sudah cukup menunjukkan
bahwa asumsi ini tidak benar. Sebaliknya, perbedaan dan keragaman intelektual
dan sosial adalah biasa, dan selalu menjadi hal biasa sepanjang sejarah Islam.
Mengapa semua itu menjadi asumsi umum mengenai agama ini? Bagi banyak kalangan
di luar Islam, jawabannya hampir pasti terletak pada pengabaian fakta mengenai
dogma dan kehidupan kaum Muslim. Keragaman bahkan tidak diperhitungkan. Bagi
kaum Muslim, pada sisi lain, upaya-upaya pasca perang untuk menciptakan sebuah
Islam universal atau kesatuan ummah merupakan cita ideal yang demikian
potensial dan penuh daya tarik sehingga perbedaan cenderung diabaikan.
Fatwa-fatwa dalam bab ini menunjukkan tiga cara bagaimana kita
dapat mengenal Islam di Indonesia. Pertama, berbagai metode pengambilan
hukum, yakni, bagaimana fatwa dengan otoritasnya mencapai satu keputusan. Kedua,
kita mengetahui Islam dari doktrin-doktrin tertulis. Ketiga,
representasi dalam Islam sangat penting untuk mengetahui bagaimana orang
memandang, mengenali, dan memahami agama.[1]
II.
RIMUSAN MASALAH
a.
Bagaimana sejarah Persatuan Islam
(Persis)?
b.
Bagaimana
metode Persis?
c.
Bagaimana visi dan misi Persis?
d.
Bagaimana peran Persis?
III.
PEMBAHASAN
a.
Sejarah Persatuan Islam
Persatuan
Islam (disingkat Persis) adalah sebuah organisasi Islam
di Indonesia.
Persis didirikan pada 12 September 1923
di Bandung
oleh sekelompok Islam yang berminat dalam pendidikan dan aktivitas keagamaan
yang dipimpin oleh Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus.[2]
Tampilnya jam’iyyah Persatuan islam (Persis) dalam pentas sejarah
di Indonesia pada awal abad ke-20 telah memberikan corak dan warna baru dalam
gerakan pembaruan Islam. Persis lahir sebagai jawaban atas tantangan dari
kondisi umat Islam yang tenggelam dalam kejumudan (kemandegan berfikir),
terperosok ke dalam kehidupan mistisisme yang berlebihan, tumbuh suburnya
khurafat, bid’ah, takhayul, syirik, musyrik, rusaknya moral, dan lebih dari
itu, umat Islam terbelenggu oleh penjajahan kolonial Belanda yang berusaha
memadamkan cahaya Islam. Situasi demikian kemudian mengilhami munculnya gerakan
“reformasi” Islam, yang pada gilirannya, melalui kontak-kontak intelektual, mempengaruhi
masyarakat Islam Indonesia untuk melakukan pembaharuan Islam.
Persis
didirikan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman Islam yang sesuai dengan
aslinya yang dibawa oleh Rasulullah Saw dan memberikan pandangan berbeda dari
pemahaman Islam tradisional yang dianggap sudah tidak orisinil karena bercampur
dengan budaya lokal, sikap taklid buta, sikap tidak kritis, dan tidak mau
menggali Islam lebih dalam dengan membuka Kitab-kitab Hadits yang shahih. Oleh
karena itu, lewat para ulamanya seperti Ahmad Hassan yang juga
dikenal dengan Hassan Bandung atau Hassan Bangil, Persis mengenalkan Islam yang
hanya bersumber dari Al-Quran dan Hadits (sabda Nabi).
Organisasi Persatuan Islam telah tersebar di banyak provinsi antara
lain Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, Lampung, Bengkulu, Riau,
Jambi, Gorontalo, dan masih banyak provinsi lain yang sedang dalam proses
perintisan. Persis bukan organisasi keagamaan yang berorientasi politik namun
lebih fokus terhadap Pendidikan Islam dan Dakwah dan berusaha menegakkan ajaran
Islam secara utuh tanpa dicampuri khurafat, syirik, dan bid'ah yang telah
banyak menyebar di kalangan awwam orang Islam.
Tokoh-tokoh Persatuan Islam
·
KH.Ahmad Hassan Teman Debat
Soekarno Ketika di Bandung
·
Haji ZamZam Pendiri Persis
·
H. Eman Sar'an
·
KH.E.
Abdurrahman memimpin Persis tahun 1962-1983
·
KH. A.
Latif Muchtar
·
KH. Usman Sholehudin Ketua
Dewan Hisbath
·
KH. Aceng
Zakaria
·
KH. M
Romli
·
KH.
Entang Muchtar ZA
b. Metode Persis
Dalam perlakuannya terhadap hadis,
penekanan Persis berubah dari bahasa, sebagaimana adanya, kepada riwayat
kebahasaan untuk suatu tujuan. Dengan demikian bahasa adalah sesuatu yang telah
tercipta sedemikian rupa dalam penjelasan ini, tetapi gagasan tentang riwayat
perlu ditekankan karena berperan membentuk bagian yang paling dasar dari metode
fatwa Persis. Hal ini dapat dijelaskan dengan mengambil himpunan fatwa Persis
yang khusus berkaitan dengan genre hadis. Disebutkan bahwa terdapat 9
fatwa yang berkaitan dengan hadis sahih atau palsu; kita hanya mengambil
himpunan kecil, meskipun harus juga diingat bahwa masalah hadis selalu
merupakan bagian fatwa-fatwa mengenai masalah-masalah lain.
Ada banyak kaum Muslim yang membaca dalam
kitab tertentu kesahihan suatu hadis tanpa dibahas dulu dan hanya menduga hadis
itu sahih, padahal kenyataannya lemah atau palsu. Banyak penulis mengutip hadis
tanpa berusaha mengecek apakah hadis itu sahih karena mereka malas. Hal ini
akan merusak agama kita.
Cara utama mengecek hadis adalah memeriksa
nama-nama dalam transmisi hadis dan hal ini biasanya menyesatkan. Tidak ada
yang orisinil dalam hal ini, tetapi ada satu factor lain, yaitu kecurigaan yang
terus-menerus oleh Persis terhadap fatwa-fatwa yang mempunyai tujuan tertentu
yang berkaitan dengan pemakaian hal-hal tidak lazim, yaitu takhayul. Dengan
sifatnya itu, Persis secara langsung membuka pintu perpecahan.
c. Visi, misi dan tujuan Persatuan Islam
Visi : Terwujudnya
al-Jamaah sesuai tuntutan Alquran dan Sunah.
Misi:
1.
Mengembalikan
umat kepada Alquran dan Sunah.
2.
Menghidupkan
ruh al-jihad, ijtihad dan tajdid.
3.
Mewujudkan
Mujahid, Mujtahid, dan Muwahid.
4.
Meningkatkan
kesejahteraan umat
Tujuan:
1.
Jam'iyyah Persis berasaskan Islam
2.
Jam'iyyah Persis bertujuan terlaksananya syari'at
Islam berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah secara kaffah dalam segala
aspek kehidupan.
d.
Peran Persis
Pada
dasarnya, perhatian Persis ditujukan terutama pada penyebaran faham Alquran dan
sunah. Hal ini dilakukan melalui berbagai aktivitas, di antaranya dengan
mengadakan pertemuan-pertemuan umum, tabligh, khutbah, kelompok studi, tadarus,
pendirian sekolah-sekolah ( pesantren ), penerbitan majalah-majalah dan
kitab-kitab, serta berbagai aktivitas keagamaan lainnya.[3]
Untuk mencapai tujuan jam’iyyah,
Persis melaksanakan berbagai kegiatan antara lain pendidikan yang dimulai
dengan mendirikan Pesantren Persis pada tanggal 4 Maret 1936. dari pesantren
Persis ini kemudian berkembang berbagai lembaga pendidikan mulai dari Raudlatul
Athfal (Taman kanak-kanak) hingga perguruan tinggi. Kemudian menerbitkan
berbagai buku, kitab-kitab, dan majalah antara lain majalah Pembela Islam
(1929), majalah Al-Fatwa, (1931), majalah Al-Lissan (1935), majalah At-taqwa
(1937), majalah berkala Al-Hikam (1939), Majalah Aliran Islam (1948), majalah
Risalah (1962), majalah berbahasa Sunda (Iber), serta berbagai majalah yang
diterbitkan di cabang-cabang Persis. Selain pendidikan dan penerbitan, kegiatan
rutin adalah menyelenggarakan pengajian dan diskusi yang banyak digelar di
daerah-daerah, baik atas inisiatif Pimpinan Pusat Persis maupun permintaan dari
cabang-cabang Persis, undangan-undangan dari organisasi Islam lainnya, serta
masyarakat luas.[4]
Melalui penerbitan inilah, Persis
menyebarluaskan pemikiran dan ide-ide mengenai dakwah dan tajdid. Bahkan, tak
jarang di antara para dai ataupun organisasi-organisasi keislaman lainnya
menjadikan buku-buku dan majalah-majalah terbitan Persis ini sebagai bahan
referensi mereka.
Gerakan dakwah dan tajdid Persis
juga dilakukan melalui serangkaian kegiatan khutbah dan tabligh yang kerap
digelar di daerah-daerah, baik atas inisiatif Pimpinan Pusat Persis, permintaan
dari cabang-cabang, undangan dari organisasi Islam lainnya, maupun atas
permintaan masyarakat luas.
Pada masa Ahmad Hassan, guru
utama Persis, kegiatan tabligh yang digelar Persis tidak hanya bersifat
ceramah, tetapi juga diisi dengan menggelar perdebatan tentang berbagai masalah
keagamaan. Misalnya, perdebatan Persis dengan Al-Ittihadul Islam di Sukabumi
pada 1932, kelompok Ahmadiyah ( 1933 ), Nahdlatul Ulama ( 1936 ), kelompok
Kristen, kalangan nasionalis, bahkan polemik yang berkepanjangan antara Ahmad
Hassan dan Ir Soekarno tentang paham kebangsaan.
Sepeninggal Ahmad Hassan,
aktivitas dakwah dengan perdebatan ini mulai jarang dilakukan. Persis tampaknya
lebih menonjolkan sikap low
profile sambil tetap melakukan edukasi untuk menanamkan
semangat keislaman yang benar. Namun, bukan berarti tidak siap untuk berdiskusi
dengan kelompok yang memiliki pandangan berbeda dalam satu bidang tertentu.
Jika dibutuhkan, Persis siap melakukan gebrakan yang bersifat shock therapy.
Di pengujung abad ke-20,
aktivitas Persis meluas ke aspek-aspek lain. Orientasi Persis dikembangkan
dalam berbagai bidang yang menjadi kebutuhan umat. Mulai dari bidang pendidikan
(tingkat dasar hingga pendidikan tinggi), dakwah,
bimbingan haji, zakat, sosial, ekonomi, perwakafan, dan lainnya.
Dalam perkembangannya, sejak
tahun 1963, Persis mengoordinasi pesantren-pesantren dan lembaga-lembaga
pendidikan yang tersebar di cabang-cabang Persis. Hingga Muktamar II di Jakarta
tahun 1995, Persis tercatat telah memiliki 436 unit pesantren dari berbagai
tingkatan. Selain itu, Persis pun menyelenggarakan bimbingan jamaah haji dan
umrah dalam kelompok Qornul Manazil, mendirikan beberapa bank Islam skala kecil
( Bank Perkreditan Rakyat / BPR ), mengembangkan perguruan tinggi, mendirikan
rumah yatim dan rumah sakit Islam, membangun masjid, seminar, serta lainnya.[5]
Dalam
bidang organisasi, Persis membentuk Dewan Hisbah sebagai lembaga tertinggi
dalam struktur organisasi. Dewan Hisbah ini difungsikan untuk meneliti
masalah-masalah yang membutuhkan keputusan hukum dan sebagai Dewan Peneliti
Hukum Islam sekaligus sebagai pengawas pelaksanaannya di kalangan anggota
Persatuan Islam, dan bertanggungjawab kepada Allah SWT dalam setiap kinerja dan
keputusan-keputusan hukum yang difatwakannya.
IV.
PENUTUP
a. Kesimpulan
Persatuan
Islam (disingkat Persis) adalah sebuah organisasi Islam
di Indonesia.
Persis didirikan pada 12 September 1923
di Bandung
oleh sekelompok Islam yang berminat dalam pendidikan dan aktivitas keagamaan
yang dipimpin oleh Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus.
Dalam perlakuannya terhadap hadis, penekanan Persis
berubah dari bahasa, sebagaimana adanya, kepada riwayat kebahasaan untuk suatu
tujuan. Dengan demikian bahasa adalah sesuatu yang telah tercipta sedemikian
rupa dalam penjelasan ini, tetapi gagasan tentang riwayat perlu ditekankan
karena berperan membentuk bagian yang paling dasar dari metode fatwa Persis.
Visi : Terwujudnya al-Jamaah
sesuai tuntutan Alquran dan Sunah. Misi:Mengembalikan umat kepada
Alquran dan Sunah, Menghidupkan ruh al-jihad, ijtihad dan tajdid, Mewujudkan
Mujahid, Mujtahid, dan Muwahid, Meningkatkan kesejahteraan umat.
Pada dasarnya, perhatian Persis
ditujukan terutama pada penyebaran faham Alquran dan sunah. Hal ini dilakukan
melalui berbagai aktivitas, di antaranya dengan mengadakan pertemuan-pertemuan
umum, tabligh, khutbah, kelompok studi, tadarus, pendirian sekolah-sekolah (
pesantren ), penerbitan majalah-majalah dan kitab-kitab, serta berbagai
aktivitas keagamaan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hanun ,Asrohah,. 1992.Sejarah
Pendidikan
Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Hooker, MB. 2002. Islam
Mazhab Indonesia. Jakarta:Teraju
http://ahmadrobihan.blogspot.com/2012/01/persatuan-islam-persis.html diakses pada tanggal 27/09/2014 jam 21.40
http://serbasejarah.wordpress.com/2009/05/31/sejarah-persatuan-islam/ diakses pada tanggal 24/09/2014 jam 09.15
[3] Asrohah Hanun,. Sejarah
Pendidikan Islam, Cet : 1; (Jakarta; Logos
Wacana Ilmu, 1992). hlm.167.
[4] http://serbasejarah.wordpress.com/2009/05/31/sejarah-persatuan-islam
diakses pada tanggal 24/09/2014 jam 09.15
0 komentar:
Post a Comment