Tafsir Al Ahzab 59 Busana Wanita
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Di dalam kehidupan manusia, pakaian adalah kebutuhan
pokok manusia yang tidak hanya berkaitan dengan kesehatan, etika, estetika,
tetapi juga berhubungan dengan kondisisosial budaya, bahkan juga ekspresi
ideologi. Bagi manusia pakaian tidak hanya berdimensi keindahan, tetapi juga
kehormatan bahkan keyakinan. Itulah sebabnya, aturan pakaian termasuk yang
dipandang penting oleh Allah SWT, sehingga tercantum dalam beberapa ayat
Al-Qur’an dan Hadits.
Berpakaian atau berbusana secara Islam, terutama
bagi muslimah adalah bagian dakwah yang penting dalam syiar’i Islam di seluruh
dunia, karena terdapat muhkamat (petunjuk jelas)dalam al-Qur’an. Dalam
dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits busana muslimah merupakan ketentuan tata
busana bagi kaum muslimah untuk menutup auratnya berdasarkan syariatIslam.
Selanjutnya dalam makalah ini kami akan membahas
tentang busana wanita dalam surat al-ahzab dan an-nur.
2. Rumusan
Masalah
a. Apa
ayat yang menjelaskan tentang busana wanita ?
b. Apa
sabab Nuzul ayat tentang busana wanita ?
c. Bagaimana
korelasi surat al-ahzab ayat 59 dan an-nur ayat 31 ?
d. Bagaimana
tafsir ayat tentang busana wanita ?
e. Bagaimana
hukum busana wanita ?
f. Apa
hikmah dari ayat tentang busana wanita ?
B.
PEMBAHASAN
A.
Teks utama
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ
الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ
يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (59)
Artinya:
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab:59)
b. Mufrodat
لِأَزْوَاجِكَ =kepada istri-istrimu
بَنَاتِكَ =anak-anak perempuanmu
يُدْنِينَ =mengulurkan
جَلَابِيبِهِنَّ = jilbabnya
أَدْنَى = lebih mudah
يُعْرَفْنَ =
dikenal
يُؤْذَيْنَ = diganggu
c. Sabab Nuzul
Pada suatu riwayat dikemukakan bahwa Siti Saudah
(istri Rasulullah) keluar rumah untuk sesuatu keperluan setelah
diturunkan ayat hijab. Ia adalah seorang yang badannya tinggi besar sehingga
mudah dikenal orang. Pada waktu itu Umar melihatnya, dan ia berkata: “Hai
Saudah. Demi Allah, bagaimana pun kami akan dapat mengenalmu. Karenanya cobalah
pikir mengapa engkau keluar?” Dengan tergesa-gesa ia pulang dan
saat itu Rasulullah barada di rumah Aisyah sedang memegang tulang sewaktu
makan. Ketika masuk ia berkata: “Ya Rasulallah, aku keluar untuk sesuatu
keperluan, dan Umar menegurku (karena ia
masih mengenalku)”. Karena peristiwa itulah turun ayat ini (S. Al Ahzab: 59) kepada
Rasulullah SAW di saat tulang itu masih di tangannya. Maka bersabdalah
Rasulullah: “Sesungguhnya Allah telah mengizinkan kau keluar rumah untuk
sesuatu keperluan.”[1]
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa istri-istri
Rasulullah pernah keluar malam untuk mengqadla hajat (buang air). Pada waktu
itu kaum munafiqin mengganggu mereka yang menyakiti. Hal ini diadukan kepada
Rasulullah SAW, sehingga Rasul menegur kaum munafiqin. Mereka menjawab: “Kami
hanya mengganggu hamba sahaya.” Turunnya ayat ini (S. Al Ahzab: 59) sebagai
perintah untuk berpakaian tertutup, agar berbeda dari hamba sahaya.[2]
Riwayat
lain diungkapkan oleh ibnu al-Jauzi. Menurutnya, sebab turun ayat ini adalah
karena ada lelaki pengganggu wanita yang keluar malam hari. Jika melihat wanita
itu tertutup rapat kepalannya, mereka tidak mengganggunya. Menurut mereka,
pakaian itu pertanda wanita merdeka. Apabila melihat wanita itu tidak
berkerudung, mereka menyebutnya sebagai hamba sahaya. Maka mereka pun
mengganggu wanita yang tidak berkerudung itu.ketika peristiwa itu diadukan
kepada Rasulullah Saw, sahabat, menegur lelaki pengganggu itu. Mereka menjawab
bahwa mereka mengira wanita-wanita yang mereka ganggu itu adalah hamba sahaya
karena tidak berkerudung atau berjilbab. Ketika hal itu diadukan kepada
Rosulullah Saw, turunlah surat al-Ahzab ayat ke 59. Ayat ini menyeru Nabi Muhammad Saw untuk
memerintahkan kepada istri, putri, dan wanita beriman untuk berjilbab.[3]
d.
Munasabah
Al-qur’an surat al-Ahzab ayat 59 diatas dikuatkan dengan al-Qur’an
surat an-Nur ayat 21 sebagai berikut :
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ
وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ
مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ
زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ
نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي
الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى
عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ
مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُون.
Artinya: “Katakanlah kepada wanita
yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan
janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka,
atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau
budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Q.S. An Nur: 31)
C.
TAFSIR
Sebelum turunnya ayat ini, cara berpakaian wanita
merdeka atau budak, yang baik-baik atau
kurang sopan hampir dapat
dikatakan sama. Karena itu lelaki usil sering kali mengganggu wanita-wanita
khususnya yang mereka ketahui atau duga sebagai hamba sahaya. Untuk
menghindarkan gangguan tersebut, serta menampakkan kehormatan wanita muslimah
ayat di atas turun menyatakan: Hai Nabi Muhammad katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita keluarga orang-orang
mukmin agar mereka mengulurkan atas diri mereka yakni keseluruh tubuh mereka.
Yang demikian itu menjadikan mereka lebih mudah dikenal sebagai
wanita-wanita terhormat atau sebagai wanita-wanita muslimah, atau sebagai
wanita-wanita merdeka sehingga dengan demikianmereka tidak diganggu. Dan
Allah senantiasa Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Kalimat: ( نساء
الؤمنين ) nisa’ al mu’minin diterjemahkan oleh
tim Departeman Agama dengan istri-istri orang mukmin.
Kata ( عليهنّ ) ‘alaihinna
di atas mereka mengesankan bahwa seluruh badan mereka tertutupi oleh pakaian.
Nabi SAW mengecualikan wajah dan telapak tangan serta beberapa bagian lain dari
tubuh wanita. Hal ini juga ditegaskan oleh Nabi Muhammad Saw dalam sabda nya
sebagai berikut :
عَنْ
عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ دَخَلَتْ
عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ
رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَقَالَ يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتْ الْمَحِيضَ لَمْ
تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ
وَكَفَّيْهِ (رواه أَبُو دَاوُد)
Artinya: “Dari Aisyah r.a.:
Sesungguhnya Asma’i binti Abu Bakar datang kepada Rasulullah SAW dan dipakainya
pakaian yang tipis, maka Rasulullah SAW menyegahnya dan berkata: Wahai
Asma’i, sesungguhnya wanita itu bila sudah datang masa haid tidak pantas
terlihat tubuhnya kecuali ini dan ini. Beliau sambil menunjukkan muka dan kedua
telapak tangannya.” (H.R. Abu Dawud dari Aisyah r.a.).[4]
Bagi kaum wanita, sejak mulai masa dewasa
wajib menutup seluruh anggota badannya. Seorang wanita yang menutup auratnya
dengan rapat, menjadikan orang lain segan berbuat jahat kepadanya. Sebaliknya
apabila wanita sudah tidak mau
menutup auratnya akan mendorong orang lain
berbuat jahat kepadanya. Falsafah buah-buahan, dia tidak akan menjadi sasaran
kelelawar apabila buah itu dibungkus rapat-rapat.[5]
Kata
( جلباب ) jilbab diperselisihkan
maknanya oleh ulama. Al Baqa’i menyebut beberapa pendapat.
Antara lain, baju yang longgar atau kerudung penutup kepala wanita, atau
pakaian yang menutupi wanita. Semua pendapat ini menurut Al Baqa’i dapat
merupakan makna kata tersebut. Kalau yang dimaksud dengannya adalah baju, maka
ia adalah menutupi tangan dan kakinya, kalau kerudung, maka perintah
mengulurkannya adalah menutup wajah dan lehernya. Kalau maknanya pakaian yang
menutupi baju, maka perintah mengulurkannya adalah membuatnya longgar sehingga
menutupi semua badan dan pakaian.
Thabathaba’i memahami kata jilbab dalam arti
pakaian yang menutupi seluruh badan atau kerudung yang menutupi kepala dan
wajah wanita. Ibn ‘Asyur memahami kata jilbab dalam
arti pakaian yang lebih kecil dari jubah tetapi lebih besar dari kerudung atau
penutup wajah. Ini diletakkan wanita di atas kepala dan terulur kedua sisi kerudung
itu melalui pipi hingga ke
seluruh bahu dan belakangnya. Ibn ‘Asyur menambahkan bahwa
model jilbab bisa bermacam-macam sesuai perbedaan keadaan (selera) wanita dan
yang diarahkan oleh adat kebiasaan. Tetapi tujuan yang dikehendaki ayat ini
adalah “…menjadikan mereka lebih mudah dikenal sehingga mereka tidak
diganggu.”
Ada beberapa pendapat lain tentang
pengertian jilbab, antara lain yaitu:
1. Ibnu Abbas menafsirkannya sebagai ar-rida’ (mantel) yang menutup tubuh dari atas hingga
bawah.
2. Al-Qasimi menggambarkan, ar-ridâ’ itu seperti as-sirdab (terowongan).
3. Adapun menurut al-Qurthubi, Ibnu al-’Arabi, dan
an-Nasafi jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh.
4. Ada juga yang mengartikannya sebagai milhafah (baju kurung yang longgar dan tidak
tipis) dan semua yang menutupi, baik berupa pakaian maupun lainnya.
5. Sebagian lainnya memahaminya sebagai mula’ah (baju kurung) yang menutupi wanita.
6. al-qamish (baju
gamis).
Meskipun berbeda-beda penyebutannya, semua makna yang
dimaksud itu tidak salah.jilbab adalah setiap pakaian longgar yang menutupi
pakaian yang biasa dikenakan dalam keseharian, hal ini dapat dipahami dari
hadis Ummu ‘Athiyah ra. :
Rasulullah
saw. memerintahkan kami untuk keluar pada Hari Fitri dan Adha, baik gadis yang
menginjak akil balig, wanita-wanita yang sedang haid, maupun wanita-wanita pingitan.
Wanita yang sedang haid tetap meninggalkan shalat, namun mereka dapat
menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum Muslim. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, salah seorang di antara kami ada yang
tidak memiliki jilbab?” Rasulullah saw. menjawab, “Hendaklah saudarinya
meminjamkan jilbabnya kepadanya.” (HR Muslim).
Hadis ini, di samping, menunjukkan kewajiban wanita
untuk mengenakan jilbab ketika hendak keluar rumah, juga memberikan pengertian
jilbab; bahwa yang dimaksud dengan jilbab bukanlah pakaian sehari-hari yang
biasa dikenakan dalam rumah. Sebab, jika disebutkan ada seorang wanita yang
tidak memiliki jilbab, tidak mungkin wanita itu tidak memiliki pakaian yang
biasa dikenakan dalam rumah. Tentu ia sudah memiliki pakaian, tetapi pakaiannya
itu tidak terkategori sebagai jilbab.[6]
Kata
( تدني ) tudni terambil
dari kata ( دنا ) dana
yang berarti dekat dan menurut Ibn ‘Asyur yang
dimaksud di sini adalah memakai atau meletakkan. Ayat
di atas tidak memerintahkan wanita muslimah untuk memakai jilbab, karena agaknya ketika itu sebagian
mereka telah memakainya, hanya saja cara memakainya belum mendukung apa yang
dikehendaki ayat ini. Kesan ini diperoleh dari redaksi ayat di atas yang
menyatakan jilbab mereka dan yang diperintahkan adalah
“Hendaklah mereka mengulurkannya”. Ini berarti mereka telah memakai jilbab tetapi
belum lagi mengulurkannya. Sehingga terhadap mereka yang telah memakai jilbab,
tentu lebih-lebih lagi yang belum memakainya, Allah berfirman: “Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya.”
Firman-Nya:
( و كان الله غفورا رحيما ) wa
kana Allah ghafuran rahima | Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang dipahami oleh Ibn ‘Asyur sebagai isyarat
tentang pengampunan Allah atas kesalahan mereka yang mengganggu sebelum
turunnya petunjuk ini. Sedang Al Baqa’i memahaminya sebagai
isyarat tentang pengampunan
Allah kepada wanita-wanita mukminah yang pada masa itu belum
memakai jilbab sebelum turunnya ayat ini. Dapat juga
dikatakan bahwa kalimat itu sebagai
isyarat bahwa mengampuni wanita-wanita masa kini yang pernah terbuka
auratnya, apabila mereka segera menutupnya atau memakai jilbab, atau Allah mengampuni mereka yang tidak sepenuhnya
melaksanakan tuntunan Allah dan Nabi, selama mereka sadar akan kesalahannya dan
berusaha sekuat tenaga untuk menyesuaikan diri dengan petunjuk-petunjuk-Nya.[7]
Batasan-batasan hijab yang islami
sesuai dengan perintah Allah dalam kitab-Nya dan perintah Rosulnya :
1.
Ukuran atau
standardisasi hijab yang harus dipergunakan oleh kaum perempuan pada dasarnya
sama dengan ciri-ciri busana yang harus dipergunakan oleh kaum perempuan sesuai
dengan firman Allah dalam al-Qur’an surat an-Nur ayat 31.
2.
Salah satu
syarat yang harus dipenuhi oleh kaum perempuan muslim dalam menggunakan pakaian
adalah jangan sampai pakaian tersebut dijadikan sebagia hiasan.
3.
Pakaian yang
dipergunakan harus tebal dan tidak tipis.
4.
Jangan sampai
pakaian yang dipergunakannya ketat sehingga menampakkan bentuk tubuh.
5.
Jangan menaruh
wangi-wangian atau sejenis parfum pada pakaian tersebut.
6.
Pakaian yang
dipergunakan oleh perempuan muslimah tidak diperbolehkan menyamai bentuk
pakaian laki-laki.
7.
Jangan sampai
pakaian yang dipergunakan perempuan muslimah serupa atau meniru pakaian yang
digunakan oleh perempuan-perempuan kafir. Karena dalam sebagian ayat al-Qur’an
diperintahkan agar kaum muslimin tidak mengikuti keinginan orang kafir.
Terlebih, setelah mereka mendapatkan petunjuk dan ajaran dari Allah SWT.
8.
Jangan
mempergunakan pakaian yang terlalu mewah.[8]
D.
HUKUM
E.
HIKMAH
Ayat ini secara jelas memberikan ketentuan tentang pakaian
yang wajib dikenakan wanita Muslimah. Pakaian tersebut adalah jilbab yang
menutup seluruh tubuhnya.Penggunaan jilbab dalam kehidupan umum akan
mendatangkan kebaikan bagi semua pihak. Dengan tubuh yang tertutup jilbab,
kehadiran wanita jelas tidak akan membangkitkan birahi lawan jenisnya. Sebab,
naluri seksual tidak akan muncul dan menuntut pemenuhan jika tidak ada stimulus
yang merangsangnya. Dengan demikian, kewajiban berjilbab telah menutup salah
satu celah yang dapat mengantarkan manusia terjerumus ke dalam perzinaan.
Bagi wanita, jilbab juga dapat mengangkatnya pada
derajat kemuliaan. Dengan aurat yang tertutup rapat, penilaian terhadapnya
lebih terfokus pada kepribadiannya, kecerdasannya, dan profesionalismenya serta
ketakwaannya
D. PENUTUP
1. kesimpulan
Sebab
turun ayat ini adalah karena ada lelaki pengganggu wanita yang keluar malam
hari. Jika melihat wanita itu tertutup rapat kepalannya, mereka tidak
mengganggunya. Menurut mereka, pakaian itu pertanda wanita merdeka. Apabila
melihat wanita itu tidak berkerudung, mereka menyebutnya sebagai hamba sahaya.
Maka mereka pun mengganggu wanita yang tidak berkerudung itu.ketika peristiwa
itu diadukan kepada Rasulullah Saw, sahabat, menegur lelaki pengganggu itu.
Mereka menjawab bahwa mereka mengira wanita-wanita yang mereka ganggu itu
adalah hamba sahaya karena tidak berkerudung atau berjilbab. Ketika hal itu
diadukan kepada Rosulullah Saw, turunlah surat al-Ahzab ayat ke 59. Ayat ini menyeru Nabi Muhammad Saw untuk
memerintahkan kepada istri, putri, dan wanita beriman untuk berjilbab.
Penggunaan jilbab dalam kehidupan umum akan
mendatangkan kebaikan bagi semua pihak. Dengan tubuh yang tertutup jilbab,
kehadiran wanita jelas tidak akan membangkitkan birahi lawan jenisnya. Sebab,
naluri seksual tidak akan muncul dan menuntut pemenuhan jika tidak ada stimulus
yang merangsangnya. Dengan demikian, kewajiban berjilbab telah menutup salah
satu celah yang dapat mengantarkan manusia terjerumus ke dalam perzinaan.
DAFTAR PUSTAKA
Asror, Mustagfiri, 123 Hadits Pembina Iman dan Akhlaq (Semarang:
Wicaksana, 1984)
As-Sya’rawi,Syaikh
Mutawalli, Fikih Perempuan Muslimah,(Penerbit
Hamzah, cet.II, 2005)
Dawud,Abu, Sunan Abu Dawud, Al Maktabah Asy Syamilah: Al Libaas
Quraisy Shihab,M, Tafsir Al Misbah (Jakarta: Lentera Hati,
2002)
S.Praja,Juhaja
Tafsir Hikmah, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2000)
Shaleh,Qamaruddin, dkk, Asbabun Nuzul (Bandung:
Diponegoro, 1982)
[1]Diriwayatkan
oleh al Bukhari yang bersumber dari Aisyah. Qamaruddin Shaleh, dkk, Asbabun
Nuzul (Bandung: Diponegoro, 1982),hlm. 409
[2]Diriwayatkan
oleh Ibnu Sad di dalam at Thabaqat yang bersumber dari Abi
Malik. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari Hasan dan
Muhammad bin Ka’ab al Quradli. Qamaruddin Shaleh, dkk, Asbabun Nuzul (Bandung:
Diponegoro, 1982),hlm 409.
[3] Juhaya S.Praja, Tafsir Hikmah, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2000), hlm.328.
[5]Mustaghfiri
Asror, 123 Hadits Pembina Iman dan Akhlaq (Semarang:
Wicaksana, 1984),hlm. 11.
[8]Syaikh
Mutawalli As-Sya’rawi, Fikih Perempuan Muslimah,(Penerbit Hamzah,
cet.II, 2005) hal. 161-164
Apakah kamu sudah tau prediksi togel mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi jitu mbah jambrong
ReplyDelete