September 10, 2015

Tafsir Al Ahzab 59 Busana Wanita

A.    PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Di dalam kehidupan manusia, pakaian adalah kebutuhan pokok manusia yang tidak hanya berkaitan dengan kesehatan, etika, estetika, tetapi juga berhubungan dengan kondisisosial budaya, bahkan juga ekspresi ideologi. Bagi manusia pakaian tidak hanya berdimensi keindahan, tetapi juga kehormatan bahkan keyakinan. Itulah sebabnya, aturan pakaian termasuk yang dipandang penting oleh Allah SWT, sehingga tercantum dalam beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadits.
Berpakaian atau berbusana secara Islam, terutama bagi muslimah adalah bagian dakwah yang penting dalam syiar’i Islam di seluruh dunia, karena terdapat muhkamat (petunjuk jelas)dalam al-Qur’an. Dalam dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits busana muslimah merupakan ketentuan tata busana bagi kaum muslimah untuk menutup auratnya berdasarkan syariatIslam.
Selanjutnya dalam makalah ini kami akan membahas tentang busana wanita dalam surat al-ahzab dan an-nur.
2.      Rumusan Masalah
a.       Apa ayat yang menjelaskan tentang busana wanita ?
b.      Apa sabab Nuzul ayat tentang busana wanita ?
c.       Bagaimana korelasi surat al-ahzab ayat 59 dan an-nur ayat 31 ?
d.      Bagaimana tafsir ayat tentang busana wanita ?
e.       Bagaimana hukum busana wanita ?
f.       Apa hikmah dari ayat tentang busana wanita ?

B.     PEMBAHASAN
A.    Teks utama
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (59)
Artinya: Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab:59)

b. Mufrodat

لِأَزْوَاجِكَ       =kepada istri-istrimu
بَنَاتِكَ               =anak-anak perempuanmu 
يُدْنِينَ              =mengulurkan
جَلَابِيبِهِنَّ       = jilbabnya
أَدْنَى                = lebih mudah
يُعْرَفْنَ            = dikenal
يُؤْذَيْنَ             = diganggu
c. Sabab Nuzul
Pada suatu riwayat dikemukakan bahwa  Siti Saudah  (istri Rasulullah) keluar rumah untuk sesuatu keperluan setelah diturunkan ayat hijab. Ia adalah seorang yang badannya tinggi besar sehingga mudah dikenal orang. Pada waktu itu Umar melihatnya, dan ia berkata: “Hai Saudah. Demi Allah, bagaimana pun kami akan dapat mengenalmu. Karenanya cobalah pikir mengapa  engkau  keluar?” Dengan tergesa-gesa ia pulang dan saat itu Rasulullah barada di rumah Aisyah sedang memegang tulang sewaktu makan. Ketika masuk ia berkata: “Ya Rasulallah, aku keluar untuk sesuatu keperluan, dan Umar menegurku  (karena ia masih mengenalku)”. Karena peristiwa itulah turun ayat ini (S. Al Ahzab: 59) kepada Rasulullah SAW di saat tulang itu masih di tangannya. Maka bersabdalah Rasulullah: “Sesungguhnya Allah telah mengizinkan kau keluar rumah untuk sesuatu keperluan.”[1]
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa istri-istri Rasulullah pernah keluar malam untuk mengqadla hajat (buang air). Pada waktu itu kaum munafiqin mengganggu mereka yang menyakiti. Hal ini diadukan kepada Rasulullah SAW, sehingga Rasul menegur kaum munafiqin. Mereka menjawab: “Kami hanya mengganggu hamba sahaya.” Turunnya ayat ini (S. Al Ahzab: 59) sebagai perintah untuk berpakaian tertutup, agar berbeda dari hamba sahaya.[2]
Riwayat lain diungkapkan oleh ibnu al-Jauzi. Menurutnya, sebab turun ayat ini adalah karena ada lelaki pengganggu wanita yang keluar malam hari. Jika melihat wanita itu tertutup rapat kepalannya, mereka tidak mengganggunya. Menurut mereka, pakaian itu pertanda wanita merdeka. Apabila melihat wanita itu tidak berkerudung, mereka menyebutnya sebagai hamba sahaya. Maka mereka pun mengganggu wanita yang tidak berkerudung itu.ketika peristiwa itu diadukan kepada Rasulullah Saw, sahabat, menegur lelaki pengganggu itu. Mereka menjawab bahwa mereka mengira wanita-wanita yang mereka ganggu itu adalah hamba sahaya karena tidak berkerudung atau berjilbab. Ketika hal itu diadukan kepada Rosulullah Saw, turunlah surat al-Ahzab ayat ke 59.  Ayat ini menyeru Nabi Muhammad Saw untuk memerintahkan kepada istri, putri, dan wanita beriman untuk berjilbab.[3]
d. Munasabah
Al-qur’an surat al-Ahzab ayat 59 diatas dikuatkan dengan al-Qur’an surat an-Nur ayat 21 sebagai berikut :
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُون.
Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Q.S. An Nur: 31)

C.     TAFSIR
Sebelum turunnya ayat ini, cara berpakaian wanita merdeka atau budak, yang baik-baik atau  kurang  sopan hampir dapat dikatakan sama. Karena itu lelaki usil sering kali mengganggu wanita-wanita khususnya yang mereka ketahui atau duga sebagai hamba sahaya. Untuk menghindarkan gangguan tersebut, serta menampakkan kehormatan wanita muslimah ayat di atas turun menyatakan: Hai Nabi Muhammad katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita keluarga orang-orang mukmin agar mereka mengulurkan atas diri mereka yakni keseluruh tubuh mereka. Yang demikian itu menjadikan mereka lebih mudah dikenal sebagai wanita-wanita terhormat atau sebagai wanita-wanita muslimah, atau sebagai wanita-wanita merdeka sehingga dengan demikianmereka tidak diganggu. Dan Allah senantiasa Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Kalimat: ( نساء الؤمنين ) nisa’ al mu’minin diterjemahkan oleh tim Departeman Agama dengan istri-istri orang mukmin.
Kata ( عليهنّ ) ‘alaihinna  di atas mereka mengesankan bahwa seluruh badan mereka tertutupi oleh pakaian. Nabi SAW mengecualikan wajah dan telapak tangan serta beberapa bagian lain dari tubuh wanita. Hal ini juga ditegaskan oleh Nabi Muhammad Saw dalam sabda nya sebagai berikut :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتْ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ (رواه أَبُو دَاوُد)
Artinya: “Dari Aisyah r.a.: Sesungguhnya Asma’i binti Abu Bakar datang kepada Rasulullah SAW dan dipakainya pakaian yang tipis, maka Rasulullah SAW menyegahnya dan berkata:  Wahai Asma’i, sesungguhnya wanita itu bila sudah datang masa haid tidak pantas terlihat tubuhnya kecuali ini dan ini. Beliau sambil menunjukkan muka dan kedua telapak tangannya.” (H.R. Abu Dawud dari Aisyah r.a.).[4]
Bagi kaum wanita, sejak mulai masa dewasa wajib menutup seluruh anggota badannya. Seorang wanita yang menutup auratnya dengan rapat, menjadikan orang lain segan berbuat jahat kepadanya. Sebaliknya apabila wanita sudah tidak  mau menutup  auratnya akan mendorong orang lain berbuat jahat kepadanya. Falsafah buah-buahan, dia tidak akan menjadi sasaran kelelawar apabila buah itu dibungkus rapat-rapat.[5]
Kata ( جلباب ) jilbab diperselisihkan maknanya oleh ulama.  Al Baqa’i menyebut beberapa pendapat. Antara lain, baju yang longgar atau kerudung penutup kepala wanita, atau pakaian yang menutupi wanita. Semua pendapat ini menurut Al Baqa’i dapat merupakan makna kata tersebut. Kalau yang dimaksud dengannya adalah baju, maka ia adalah menutupi tangan dan kakinya, kalau kerudung, maka perintah mengulurkannya adalah menutup wajah dan lehernya. Kalau maknanya pakaian yang menutupi baju, maka perintah mengulurkannya adalah membuatnya longgar sehingga menutupi semua badan dan pakaian.
Thabathaba’i memahami kata jilbab dalam arti pakaian yang menutupi seluruh badan atau kerudung yang menutupi kepala dan wajah wanita. Ibn ‘Asyur  memahami kata jilbab dalam arti pakaian yang lebih kecil dari jubah tetapi lebih besar dari kerudung atau penutup wajah. Ini diletakkan wanita di atas kepala  dan terulur kedua sisi  kerudung  itu melalui pipi hingga  ke seluruh bahu dan belakangnya. Ibn ‘Asyur menambahkan bahwa model jilbab bisa bermacam-macam sesuai perbedaan keadaan (selera) wanita dan yang diarahkan oleh adat kebiasaan. Tetapi tujuan yang dikehendaki ayat ini adalah “…menjadikan mereka lebih mudah dikenal sehingga mereka tidak diganggu.”
Ada beberapa pendapat lain tentang pengertian jilbab, antara lain yaitu:
1.      Ibnu Abbas menafsirkannya sebagai ar-rida’ (mantel) yang menutup tubuh dari atas hingga bawah.
2.      Al-Qasimi menggambarkan, ar-ridâ’ itu seperti as-sirdab (terowongan).
3.      Adapun menurut al-Qurthubi, Ibnu al-’Arabi, dan an-Nasafi jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh.
4.      Ada juga yang mengartikannya sebagai milhafah (baju kurung yang longgar dan tidak tipis) dan semua yang menutupi, baik berupa pakaian maupun lainnya.
5.      Sebagian lainnya memahaminya sebagai mula’ah (baju kurung) yang menutupi wanita.
6.      al-qamish (baju gamis).
Meskipun berbeda-beda penyebutannya, semua makna yang dimaksud itu tidak salah.jilbab adalah setiap pakaian longgar yang menutupi pakaian yang biasa dikenakan dalam keseharian, hal ini dapat dipahami dari hadis Ummu ‘Athiyah ra. :
Rasulullah saw. memerintahkan kami untuk keluar pada Hari Fitri dan Adha, baik gadis yang menginjak akil balig, wanita-wanita yang sedang haid, maupun wanita-wanita pingitan. Wanita yang sedang haid tetap meninggalkan shalat, namun mereka dapat menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum Muslim. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, salah seorang di antara kami ada yang tidak memiliki jilbab?” Rasulullah saw. menjawab, “Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya.” (HR Muslim).
Hadis ini, di samping, menunjukkan kewajiban wanita untuk mengenakan jilbab ketika hendak keluar rumah, juga memberikan pengertian jilbab; bahwa yang dimaksud dengan jilbab bukanlah pakaian sehari-hari yang biasa dikenakan dalam rumah. Sebab, jika disebutkan ada seorang wanita yang tidak memiliki jilbab, tidak mungkin wanita itu tidak memiliki pakaian yang biasa dikenakan dalam rumah. Tentu ia sudah memiliki pakaian, tetapi pakaiannya itu tidak terkategori sebagai jilbab.[6]

Kata ( تدني ) tudni terambil dari kata ( دنا ) dana  yang berarti dekat dan menurut Ibn ‘Asyur yang dimaksud di sini adalah memakai atau meletakkan. Ayat di atas tidak memerintahkan wanita muslimah untuk memakai  jilbab, karena agaknya ketika itu sebagian mereka telah memakainya, hanya saja cara memakainya belum mendukung apa yang dikehendaki ayat ini. Kesan ini diperoleh dari redaksi ayat di atas yang menyatakan jilbab mereka dan yang diperintahkan adalah “Hendaklah mereka mengulurkannya”. Ini berarti mereka telah memakai jilbab tetapi belum lagi mengulurkannya. Sehingga terhadap mereka yang telah memakai jilbab, tentu lebih-lebih lagi yang belum memakainya, Allah berfirman: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya.”
Firman-Nya: ( و كان الله غفورا رحيما wa kana Allah ghafuran rahima | Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang dipahami oleh  Ibn ‘Asyur  sebagai  isyarat  tentang pengampunan Allah atas kesalahan mereka yang mengganggu sebelum turunnya petunjuk ini. Sedang Al Baqa’i memahaminya  sebagai  isyarat  tentang  pengampunan  Allah  kepada wanita-wanita  mukminah yang pada masa itu belum memakai  jilbab   sebelum turunnya ayat ini. Dapat juga dikatakan bahwa kalimat itu sebagai  isyarat bahwa mengampuni wanita-wanita masa kini yang pernah terbuka auratnya, apabila mereka segera menutupnya atau memakai  jilbab, atau Allah  mengampuni mereka yang tidak sepenuhnya melaksanakan tuntunan Allah dan Nabi, selama mereka sadar akan kesalahannya dan berusaha sekuat tenaga untuk menyesuaikan diri dengan petunjuk-petunjuk-Nya.[7]
Batasan-batasan hijab yang islami sesuai dengan perintah Allah dalam kitab-Nya dan perintah Rosulnya :
1.      Ukuran atau standardisasi hijab yang harus dipergunakan oleh kaum perempuan pada dasarnya sama dengan ciri-ciri busana yang harus dipergunakan oleh kaum perempuan sesuai dengan firman Allah dalam al-Qur’an surat an-Nur ayat 31.
2.      Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh kaum perempuan muslim dalam menggunakan pakaian adalah jangan sampai pakaian tersebut dijadikan sebagia hiasan.
3.      Pakaian yang dipergunakan harus tebal dan tidak tipis.
4.      Jangan sampai pakaian yang dipergunakannya ketat sehingga menampakkan bentuk tubuh.
5.      Jangan menaruh wangi-wangian atau sejenis parfum pada pakaian tersebut.
6.      Pakaian yang dipergunakan oleh perempuan muslimah tidak diperbolehkan menyamai bentuk pakaian laki-laki.
7.      Jangan sampai pakaian yang dipergunakan perempuan muslimah serupa atau meniru pakaian yang digunakan oleh perempuan-perempuan kafir. Karena dalam sebagian ayat al-Qur’an diperintahkan agar kaum muslimin tidak mengikuti keinginan orang kafir. Terlebih, setelah mereka mendapatkan petunjuk dan ajaran dari Allah SWT.
8.      Jangan mempergunakan pakaian yang terlalu mewah.[8]



D.    HUKUM



E.     HIKMAH

Ayat ini secara jelas memberikan ketentuan tentang pakaian yang wajib dikenakan wanita Muslimah. Pakaian tersebut adalah jilbab yang menutup seluruh tubuhnya.Penggunaan jilbab dalam kehidupan umum akan mendatangkan kebaikan bagi semua pihak. Dengan tubuh yang tertutup jilbab, kehadiran wanita jelas tidak akan membangkitkan birahi lawan jenisnya. Sebab, naluri seksual tidak akan muncul dan menuntut pemenuhan jika tidak ada stimulus yang merangsangnya. Dengan demikian, kewajiban berjilbab telah menutup salah satu celah yang dapat mengantarkan manusia terjerumus ke dalam perzinaan.
Bagi wanita, jilbab juga dapat mengangkatnya pada derajat kemuliaan. Dengan aurat yang tertutup rapat, penilaian terhadapnya lebih terfokus pada kepribadiannya, kecerdasannya, dan profesionalismenya serta ketakwaannya

D. PENUTUP
1. kesimpulan
Sebab turun ayat ini adalah karena ada lelaki pengganggu wanita yang keluar malam hari. Jika melihat wanita itu tertutup rapat kepalannya, mereka tidak mengganggunya. Menurut mereka, pakaian itu pertanda wanita merdeka. Apabila melihat wanita itu tidak berkerudung, mereka menyebutnya sebagai hamba sahaya. Maka mereka pun mengganggu wanita yang tidak berkerudung itu.ketika peristiwa itu diadukan kepada Rasulullah Saw, sahabat, menegur lelaki pengganggu itu. Mereka menjawab bahwa mereka mengira wanita-wanita yang mereka ganggu itu adalah hamba sahaya karena tidak berkerudung atau berjilbab. Ketika hal itu diadukan kepada Rosulullah Saw, turunlah surat al-Ahzab ayat ke 59.  Ayat ini menyeru Nabi Muhammad Saw untuk memerintahkan kepada istri, putri, dan wanita beriman untuk berjilbab.
Penggunaan jilbab dalam kehidupan umum akan mendatangkan kebaikan bagi semua pihak. Dengan tubuh yang tertutup jilbab, kehadiran wanita jelas tidak akan membangkitkan birahi lawan jenisnya. Sebab, naluri seksual tidak akan muncul dan menuntut pemenuhan jika tidak ada stimulus yang merangsangnya. Dengan demikian, kewajiban berjilbab telah menutup salah satu celah yang dapat mengantarkan manusia terjerumus ke dalam perzinaan.

DAFTAR PUSTAKA
Asror, Mustagfiri, 123 Hadits Pembina Iman dan Akhlaq (Semarang: Wicaksana, 1984)
As-Sya’rawi,Syaikh Mutawalli,  Fikih Perempuan Muslimah,(Penerbit Hamzah, cet.II, 2005)
Dawud,Abu, Sunan Abu Dawud, Al Maktabah Asy Syamilah: Al Libaas
Quraisy Shihab,M, Tafsir Al Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002)
S.Praja,Juhaja Tafsir Hikmah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000)
Shaleh,Qamaruddin, dkk, Asbabun Nuzul (Bandung: Diponegoro, 1982)



[1]Diriwayatkan oleh al Bukhari yang bersumber dari Aisyah. Qamaruddin Shaleh, dkk, Asbabun Nuzul (Bandung: Diponegoro, 1982),hlm. 409
[2]Diriwayatkan oleh Ibnu Sad di dalam at Thabaqat yang bersumber dari Abi Malik. Diriwayatkan  pula oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari Hasan dan Muhammad bin Ka’ab al Quradli. Qamaruddin Shaleh, dkk, Asbabun Nuzul (Bandung: Diponegoro, 1982),hlm 409.
[3] Juhaya S.Praja, Tafsir Hikmah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hlm.328.
[4]Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Al Maktabah Asy Syamilah: Al Libaas,hlm. 3580
[5]Mustaghfiri Asror, 123 Hadits Pembina Iman dan Akhlaq (Semarang: Wicaksana, 1984),hlm. 11.

[7]M. Quraisy Shihab, Tafsir Al Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 320-321.
[8]Syaikh Mutawalli As-Sya’rawi, Fikih Perempuan Muslimah,(Penerbit Hamzah, cet.II, 2005) hal.  161-164

1 comment:

  1. Apakah kamu sudah tau prediksi togel mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi jitu mbah jambrong

    ReplyDelete

Copyright © 2015 Baca Online dan Seputar Blog
| Distributed By Gooyaabi Templates