Masyarakat Madani
MASYARAKAT MADANI
Disusun Oleh:
Latifatun Istiqomah
Sugeng Riyadi
Nana Lutfiana
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
I.
PENDAHULUAN
Ungkapan
lisan dan tulisan tentang masyarakat madani semakin marak akhir-akhir ini,
seiring dengan bergulirnya proses reformasi di Indonesia. Proses ini ditandai
dengan munculnya tuntutan kaum reformis untuk mengganti Orde Baru, yang
berusaha mempertahankan tatanan masyarakat yang status quo menjadi tatanan
masyarakat yang madani. Tokoh-tokoh seperti Nurcholis Majid, Nurhidayat Wahid,
Abdulrahman Wahid, A.S. Hikam, Azumadi Azzra dan lain-lain, banyak mengemukan
tentangtatanan masyarakat madani, setelah istilah dan konsep ini diperkenalkan
oleh Datuk Anwar Ibrahim, mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia.[1]
Namun demikian, mewujudkan masyarakat madani tidaklah semudah membalikkan
telapak tangan. Membentuk masyarakat madani memerlukan proses panjang dan
waktu, serta menuntut komitmen masing-masing warga bangsa ini untuk mereformasi
diri secara total dan konsisten dalam suatu perjuangan yang gigih.
II. PERMASALAHAN
Rumusan
masalah:
1. Apa pengertian masyarakat madani?
2. Bagaimana
sejarah pemikiran tentang masyarakat madani?
3. Apa
saja syarat terbentuknya masyarakat madani?
4. Bagaimana
karakteristik masyarakat madani?
5. Apa
saja yang menjadi pilar penegak terciptanya masyarakat madani?
6. Bagaimana
upaya membangun masyarakat madani di Indonesia?
III. PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Masyarakat Madani
Masyarakat
madani berasal dari bahasa Inggris, civil
society. Kata civil society
sebenarnya berasal dari bahasa Latin yaitu civitas
dei yang artinya kota Illahi dan society
yang artinya masyarakat.dari kata civil akhirnya
membentuk kata civilization yang
berarti peradaban. Oleh sebab itu, kata civil
society dapat diartikan sebagai komunitas masyarakat kota.yakni masyarakat
yang telah berperadaban maju.[2]
Gellner[3]
menyatakan bahwa masyarakat madani akan terwujud ketika terjadi tatanan
masyarakat yang harmonis, yang bebas dari eksploitasi dan penindasan. Pendek
kata, masyarakat madani adalah kondisi suatu komunitas yang jauh dari monopoli
kebenaran dan kekuasaan. Kebenaran dan kekuasaan adalah milik bersama. Setiap anggota
masyarakat madani tidak bisa ditekan, ditakut-takuti, diganggu kebebasanya,
semakin dijauhkan dari demokrasi, dan sejenisnya. Oleh karena itu, perjuangan
menuju masyarakat madani pada hakikatnya merupakan proses panjang dan produk
sejarah yang abadi, dan perjuangan melawan kezaliman dan dominasi para penguasa
menjadi ciri utamamasyarakat madani.
Istilah madani menurut Munawir,[4]
sebenarnya berasal dari bahasa Arab, madaniy.
Kata madani berakar dari kata kerja madana,
yang berarti mendiami,tinggal, atau membangun. Kemudian berubah istilah
menjadi madaniy yang artinya beradab,
orang kota, orang sipil, dan yang bersifat sipil atau perdata. Dengan demikian,
istilah madaniy dalam bahasa Arab
mempunyai banyak arti. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Hall, yang
menyatakan bahwa masyarakat madani identic dengan civil society, artinya suatu ide, angan-angan, bayangan, cita-cita
suatu komunitas yang dapat terjewantahkan dalam kehidupan social. Dalam
masyarakat madani, pelaku social akan berpegang teguh pada peradaban dan
kemanusiaan.
Berdasarkan
pendapat di atas, bahwa dapat disimpulkan masyarakat madani pada prinsipnya
memiliki multimakna, yaitu masyarakat yang demokratis, menjunjung tinggi etika
dan moralitas, transparan, toleransi, berpotensi, aspiratif, bermotivasi,
berpartisipasi, konsisten, memiki perbandingan, mampu berkoordinasi, sederhana,
sinkron, integral, mengakui emansipasi, dan hak asasi, namun yang paling
dominan adalah masyarakat yang demokratis.
B.
Sejarah
Pemikiran Masyarakat Madani
1.
Latar Belakang
Masyarakat
madani timbul karena faktor-faktor:[5]
a. Adanya
penguasa politik yang cenderung mendominasi (menguasai) masyarakat dalam segala
bidang agar patuh dan taat pada penguasa.
b. Masyarakat
diasumsikan sebagai orang yang tidak memiliki kemampuan yang baik (bodoh)
dibandingkan dengan penguasa (pemerintah).
c. Adanya
usaha membatasi ruang gerak dari masyarakatdalam kehidupan politik.
2.
Sejarah Masyarakat
Madani[6]
Jika dicari akar sejarahnya, maka dapat
dilihat bahwa dalam masyarakat yunani kuno masalah ini sudah mengemuka.
Rahardjo (1997)menyatakan bahwa istilah civil
society sudah ada sejak zaman sebelum Masehi. Orang yang pertama kali mencetuskan istilah civil society ialah Cicero (106-43 SM),
sebagai orator Yunani kuno. Civil society
menurut Cicero ialah suatu komunitas politik yang beradab seperti yang
dicontohkan oleh masyarakat kota yang memiliki kode hokum sendiri. Dengan
konsep civility (kewargaan) dan urbanity (budaya kota), maka kota
dipahami bukan hanya sekadar konsentrasi penduduk, melainkan juga sebagai pusat
peradaban dan kebudayaan.
Istilah masyarakat madani selain mengacu
pada konsep civil society, juga
berdasarkan pada konsep Negara-kota Madinah yang dibangun Nabi Muhammad SAW
pada tahun 622M. Masyarakat madani juga
mengacu pada konsep tamadhun (masyarakat
yang berperadaban) yang diperkenalkan oleh Ibn Khaldun, dan konsep Al Madinah al fadhilah (Madinah sebagai
Negara Utama) yang diungkapkan oleh filsuf Al Farabi pada abad pertengahan
(Rahardja seperti yang dikutip Nurhadi, 1999).
Menurut Dr Ahmad Hatta, peneliti pada
Lembaga Pengembangan Pesantren dan Studi Islam, Al Haramain, Piagam Madinah
adalah dokumen penting yang membuktikan betapa sangat majunya masyarakat yang
dibangun kala itu, di samping juga memberikan penegaskan mengenai kejelasan
hukum dan konstitusi sebuah masyarakat. Bahkan, dengan menyitir pendapat
Hamidullah (First Written Constitutions
in the World, Lahore,1958), Piagam Madinah ini adalah konstitusi tertulis
pertama dalam sejarah manusia.
Sementara itu konsep masyarakat madani, atau dalam
khazanah Barat dikenal sebagai civil
society (masyarakat sipil), muncul pada masa Pencerahan (Renaissance) di
Eropa melalui pemikiran John Locke (abad ke-18) dan Emmanuel Kant (abad ke-19).
Sebagai sebuah konsep, civil society
berasal dari proses sejarah panjang masyarakat Barat yang biasanya dipersandingkan dengan konsepsi
tentang state (Negara). Dalam tradisi
Eropa abad ke-18, pengertian masyarakat sipil ini dianggap sama dengan Negara (the state), yakni suatu kelompok atau
kekuatan yang mendominasi kelompok lain.
Lebih lanjut lagi, menurut Profesor
Ryaas Rasyid dalam diskusi dengan harian Kompas (1997), konsep masyarakat
madani lahir pascarevolusi Industri di Eropa Barat, yakni ketika kondisi
ekonomi masyarakat sudah semakin baik, dan mampu membayar pajak. Masyarakat
sadar, sumbangsih mereka bagi pendapatan negara semakin penting, sehingga
mereka menuntut hak-haknya, sehingga muncul jargon politik: tidak ada pajak
tanpa suara. Dalam kondisi demikian, masyarakat menghendaki adanya semacam
kekuatan tawar-menawar (bargain) yang seimbang terhadap negara.
Di Indonesia, perjuangan masyarakat
madani dimulai pada awal pergerakan kebangsaan, dipelopori oleh Syarikat Islam
(1912), dan dilanjutkan oleh Soeltan Syahrir pada awal kemerdekaan (Norlholt,
1999). Jiwa demokrasi Soeltan Syahrir ternyata harus menghadapi kekuatan
represif, baik dari rezim Orde Lama maupun rezim Orde Baru. Tuntutan perjuanagn
transformasi menuju masyarakat madani pada era reformasi ini tampaknya sudah
tak terbentang lagi.
C. Syarat Terbentuknya Masyarakat Madani
Banyak
pendapat tentang pembahasan syarat-syarat terbentuknya masyarakat madani.
Elemen dasar terbentuknya masyarakat madani menurut Rasyid dalam Barnadib[7]
adalah (1) masyarakat yang memiliki moral dan peradaban yang unggul, menghargai
persamaan dan perbedaan (plural), keadilan, musyawarah, demokrasi; (2)
masyarakat yang tidak bergantung pada pemerintah pada sector ekonomi;(3)
tumbuhnya intelektualis yang memiliki komitmen independent; dan (4) bergesernya
budaya paternalistic menjadi budaya yang lebih modern dan lebih independent.
Barnadib[8] juga mengemukakan adanya empat syarat terbentuknya masyarakat madani,
yakni: (1) pemahaman yang sama (one standart), artinya diperlukan
pemahaman bersama di kalangan masyarakat tentang apa dan bagaimana masyarakat
madani;(2) keyakinan (confidence) dan saling percaya (social trust),
artinya perlu ditumbuhkan dan dikondisikan keyakinan di masyarakat, bahwa
madani adalah merupakan masyarakat yang ideal;(3) satu hati dan saling
tergantung, artinya kondisi kesepakatan, satu hati dan kebersamaan dalam
menentukan arah kehidupan yang dicita-citakan dan (4) kesamaan pandangan
tentang tujuan dan misi.
Syarat-syarat
di atas sangatlah berperan penting dalam kaitannya pembentukan masyarakat
madani. Karenanya semua syarat tersebut harus ada ketika suatu kelompok
menginginkan masyaraktnya dikatakan masyarakat yang madani.
D. Karakteristik dan Ciri Masyarakat Madani
Penyebutan karakteristik civil
society dimaksudkan untuk menjelaskan, bahwa dalam merealisir wacana civil
society diperlukan prasyarat yang bersifat universal. Prasyarat ini tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya, melainkan satu kesatuan integral yang menjadi
dasar dan nilai bagi eksistensi civil society. Karakteristik tersebut antara
lain adalah free public sphere, demokrasi, toleransi, pluralism,
keadilan sosial (social justice).
Yang di maksud dengan istilah “ free public sphere” adalah
adanya ruang public yang bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat. Pada
ruang public yang bebaslah individu dalam posisinya yang setara mampu melakukan
transaksi-transaksi wacana dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan
kekhawatiran. Aksentuasi prasyarat ini dikemukakakan oleh Arendt dan Habermas.Warga
Negara dalam wacana free public sphere memiliki hak penuh dalam setiap kegiatan
politik. Warga Negara berhak melakukan secara merdeka dalam menyampaikan
pendapat, berserikat, berkumpul, serta menerbitkan dan mempublikasikan hal-hal
yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Sebagai sebuah prasyarat, maka untuk mengembangkan dan
mewujudkan civil society dalam sebuah tatanan masyarakat, maka free
public sphere menjadi salah bagian yang harus di perhatikan. Karena dengan
mengesampingkan ruang public yang bebas dalam tatana civil society, akan
memungkinkan terjadinya pembungkaman kebebasan warga negara dalam menyalurkan
aspirasinya.
Demokrasi adalah prasyarat mutlak lainnya bagi keberadaan
civil society yang murni (genuine). Tanpa demokrasi, masyarakat sipil tidak
mungkin terwujud. Secara umum demokrasi adalah suatu tatanan social politik
yang bersumber dan dilakukan oleh, dari, dan untuk warga negara. Penekanan
demokrasi (demokratis) disini dapat mencakup sebagai bentuk aspek kehidupan
seperti politik, social, budaya, pendidikan, ekonomi dan sebagainya.
Toleransi adalah sikap saling menghargai dan menghormati
perbedaan pendapat. Lebih dari sikap menghargai pandangan berbeda orang lain,
toleransi, mengacu kepada pandangan Nurcholish Majid, adalah persoalan ajaran
dan kewajiban melaksanakan ajaran itu. Jika toleransi menghasilkan adanya tata
cara pergaulan yang menyenangkan antara berbagai kelompok yang berbeda-beda,
maka hasil itu harus dipahami sebagai hikmah atau manfaat dari pelaksanaan
ajaran yang benar. Senada dengan Majdid, Azra menyatakan untuk menciptakan
kehidupan yang bermoral, masyararakat madani menghajatkan sikap-sikap
toleransi, yakni kesediaan individu-individu untuk menerima beragam perbedaan
pandangan politik di kalangan warga bangsa.
Kemajemukan atau pluralism merupakan prasyarat lain bagi
civil society. Namun, prasyarat ini harus benar-benar di tanggapi dengan tulus
ikhlas dari kenyataan yang ada, karena mungkin dengan adanya perbedaan wawasan
akan semakin bertambah. Kemajemukan dalam pandangan Majdid erat kaitannya
dengan sikap penuh pengertian (toleran) kepada orang lain, yang nyata-nyata
diperlukan dalam masyarakat yang majemuk. Secara teologis, tegas Majdid,
kemajemukan social merupakan dekrit Allah untuk umat manusia.
5. Keadilan Sosial.[13]
Keadilan dimaksudkan untuk
menyebutkan keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap hak dan
kewajiban setiap warga negara dalam semua aspek kehidupan.
Dengan terciptanya keadilan sosial,
akan tercipta masyarakat yang sejahtera seperti nilai yang terkandung dalam
pengertian masyarakat madani. Secara esensial, masyarakat memiliki hak yang
sama dalam memperoleh kebijakan-kebijakan yang di tetapkan oleh pemerintah
(penguasa).
E. Pilar
Penegak Terciptanya Masyarakat Madani
Yang di maksud disini adalah
institusi-institusi yang menjadi bagian dari social control yang berfungsi
mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu
memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas. Ada lima pilar penegak
masyarakat madani:[14]
1. Lembaga Swadaya Masyarakat, tugas dari institusi social ini
adalah membantu dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang
tertindas. Selain itu LSM juga mengadakan pelatihan-pelatihan dan sosialisasi
program-program pembangunan masyarakat.
2. Pers, institusi ini sangat penting dalam
kaitannya penegakan masyarakat madani karena dapat mengkritisi dan menjadi
bagian dari social control yang dapat menganalisa serta mempublikasikan
berbagai kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan warga negara.
3. Supermasi Hukum, dalam hal ini semua warga negara
harus taat terhadap peraturan hukum yang sudah ditetapkan. Hal tersebut untuk
mewujudkan masyarakat yang damai dalam memperjuangkan hak dan kebebasan antar
warga negara.
4. Perguruan Tinggi, yang mana dosen dan mahasiswa
merupakan bagian dari kekuatan social dan masyarakat madani yang bergerak pada
jalur moral force untuk menyalurkan aspirasi masyarakat dan mengkritisi
berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah, dengan catatan dalam mengkritisinya
tersebut tidak melanggar peraturan hokum yang ada. Disisi lain perguruan tinggi
juga bisa mencari solusi-solusi dari permaslahan yang ada di masyarakat
5. Partai Politik,
partai politik merupakan wahana bagi warga Negara untuk dapat menyalurkan
asipirasi politiknya dan tempat ekspresi politik warga Negara, maka partai
politik ini menjadi persyaratan bagi tegaknya masyarakat madani.
Dari point satu sampai lima sungguh
sangatlah berperan penting dalam menegakkan masyarakat madani itu sendiri,
karena ketika masyarakat merasa tidak puas atas kebijakan-kebijakan yang
ditetapkan oleh pemerintah, pilar-pilar penegak tersebut bisa di gunakan
untuk mewakili masyarakat madani yang dapat menyuarakan semua ansipari-anspirasi
dari masyarakat yang menjadi uneg-uneg atas ketidakpuasannya terhadap
pemerintah.
Sifat atau karakteristik lembaga
(institusi) masyarakat madani adalah:[15]
1. Independen adalah bahwa lembaga ini
memilki sifat yang bebas (netral) dari intervensi lembaga lain, baik lembaga
pemerintah maupun nonpemerintah.
2. Mandiri, yaitu bahwa lembaga ini
memilki kemampuan dan kekuatan untuk melaksanakan tugas dan fungsi lembaga,
dengan tidak melibatkan pihak lain di luar institusi.
3. Swaorganisasi, yaitu bahwa
pengelolaan dan pengendalian institusi (lembaga) dilakukan secara swadaya oleh
SDM lembaga.
4. Transparan, yaitu bahwa dalam
pengelolaan dan pengendalian institusi (lembaga) dilakukan secara terbuka.
5. Idealis, yaitu bahwa pengelolaan dan
pengendalian, serta pelaksanaan institusi (lembaga) diselenggarakan dengan
nilai-nilai yang jujur, ikhlas, dan ditujukan bagi kesejahteraan masyarakat
banyak.
6. Demokratis, yaitu bahwa intitusi
(lembaga) yang dibentuk, dikelola, serta dikendalikan dari, oleh, dan untuk
masyarakat sendiri.
7. Disiplin, yaitu bahwa institusi
(lembaga) dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus taat dan setia terhadap
segenap peraturan perundangan yang berlaku.
Bentuk institusi (lembaga)
masyarakat madani dapat diklasifikasikan dalam tiga maca, yaitu:[16]
1. Institusi (lembaga) sosial
2. Institusi (lembaga) keagamaan
3. Institusi (lemabaga) paguyuban
F. Upaya Membangun Masyarakat
Madani di Indonesia
Pengembangan
masyarakat madani di Indonesia tidak dapat dipisahkan oleh dari pengalaman
sejarah bangsa Indonesia sendiri. Kebudayaan, adat istiadat, pandangan hidup,
kebiasaan, rasa sepenanggungan, cita-cita dan hasrat bersama sebagai warga dan
sebagai bangsa, tidak mungkin lepas dari
lingkungan serta sejarahnya. Lingkungan dan akar sejarah kita, warga dan bangsa
Indonesia, sudah diketahui baik kekurangan maupun kelemahan, juga diketahui
kelebihan dan keungggulannya. Di antara keunggulan bangsa Indonesia,[17]
adalah berhasilnya proses akulturasi dan inkulturasi yang kritis dan
konstruktif. Pada saaat ini, ada pertimbangan lain mengapa pengembangan
masyarakat madani harus secara khusus kita beri perhatian. Kita hidup dalam
zaman, di mana interaksi tidak saja berlangsung secara domestik dan regional,
tetapi sekaligus secara global. Dari idiom yang kita pakai, kemauan dan
kemampuan kita untuk adaptasi, akulturasi, dan inkulturasi, lebih-lebih lagi
sangat kita perlukan dalam masa reformasi menuju demokratisasi dewasa ini.
Sedangkan diantara kekurangan bangsa Indonesia yaitu diawali dengan kasus-kasus
pelanggaran HAM dan pengekangan kebebasan berpendapat, berserikat dan kebebasan
untuk mengeluarkan pendapat dimuka umum kemudian dilanjutkan dengan munculnya
berbagai lembaga-lembaga non pemerintah mempunyai kekuatan dan bagian dari
sosial kontrol.
Adapun
yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia
diantaranya:[18]
a.
Kualitas
SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata
b.
Masih
rendahnya pendidikan politik masyarakat
c.
Kondisi
ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter
d.
Tingginya
angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas
e.
Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar
f.
Kondisi
sosial politik yang belum pulih pasca reformasi
Untuk
membangun masyarakat madani di Indonesia, ada enam faktor yang harus
diperhatikan, yaitu:[19]
1. Adanya perbaikan di sektor ekonomi, dalam
rangka peningkatan pendapatan masyarakat, dan dapat mendukung kegiatan
pemerintahan.
2. Tumbuhnya
intelektualitas dalam rangka membangun manusia yang memilki komitmen untuk
independen.
3. Terjadinya
pergeseran budaya dari masyrakat yang berbudaya paternalistik menjadi budaya
yang lebih modern dan lebih independen.
4. Berkembangnya
pluralisme dalam kehidupan yang beragam.
5. Adanya
partisipasi aktif dalam menciptakan tata pamong yang baik.
6. Adanya
keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang melandasi moral kehidupan.
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat kita pahami bahwa makna dari
civil society itu adalah suatu masyarakat yang begitu partisipasi atas sistem
demokrasi dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Hal tersebut sesuatu yang
baik, yang apabila suatu parlemen (pemerintahan) belum bisa, bahkan tidak bisa
menegakan sistem demokrasi dan hak asai manusia.. Di sinilah
kemudian civil society menjadi alternatif pemecahan dengan pemberdayaan
dan penguatan daya
kontrol masyarakat terhadap kebijakan–kebijakan pemerintah yang pada akhirnya
terwujud kekuatan masyarakat sipil yang mampu merealisasikan konsep hidup yang
demokrasi dan menghargai hak asaai manusia. Terjaminnya mutu perekonomian,
lengkapnya fasilitas dunia pendidikan, terbukanya masyarakat dalam memberikan
suatu kritikan terhadap pemerintah dan bertaqwa kepada Sang Kholiq,
merupakan faktor – faktor yang dapat membangun masyarakat madani di Indonesia.
B. Saran
Dengan
adanya makalah ini, penulis berharap agar dapat memenuhi tugas mata kuliah Manajemen
Dakwah dengan baik. Makalah ini disusun agar para pembaca dapat mengetahui kepemimpinan
dalam manajemen dakwah.
Agar
tidak terjadi kesalahan disarankan agar pembaca dapat mencari tahu lebih lanjut
dari sumber-sumber yang ada. Demikianlah makalah ini kami buat semoga
bermanfaat dan apabila ada kekurangan dan kesalahan kami mohon maaf.
DAFTAR
PUSTAKA
Purwanto S.K.,
Srijanti, A. Rahman H.I., Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi:
Mengembangkan Etika Berwarga Negara, (Jakarta: Salemba Empat: 2011).
Rosyada, Dede, dkk, Demokrasi,
HAM dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Prenada Media, 2003).
http://agungsukron99.blogspot.com/2013/04/makalah-civil-society-masyarakat-madani.html.
Diakses pada 24-05-14.
http://ishthesyndicate.blogspot.com/2013/03/1024x768-normal-0-false-false-false.html.
Diakses pada 23-05-14.
[1] Srijanti, A. Rahman H.I., dan Purwanto S.K., Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi: Mengembangkan Etika Berwarga Negara,
(Jakarta: Salemba Empat: 2011), hlm. 207.
[2] Srijanti,
A. Rahman H.I., dan Purwanto S.K., Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi: Mengembangkan Etika Berwarga Negara,
(Jakarta: Salemba Empat: 2011), hlm. 207.
[3] Ibid,
hlm. 207.
[4] Ibid,
hlm. 208.
[5] Ibid,
hlm. 209.
[7] http://agungsukron99.blogspot.com/2013/04/makalah-civil-society-masyarakat-madani.html.
Diakses pada 24-05-14.
[8] http://agungsukron99.blogspot.com/2013/04/makalah-civil-society-masyarakat-madani.html.
Diakses pada 24-05-14.
[9] Rosyada,
Dede, dkk, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Prenada Media,
2003), hlm. 123.
[10] Srijanti, A. Rahman H.I., dan Purwanto S.K., Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi: Mengembangkan Etika Berwarga Negara,
(Jakarta: Salemba Empat: 2011), hlm. 212.
[11] Ibid,
hlm. 212.
[13] Rosyada,
Dede, dkk, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Prenada
Media, 2003), hlm. 123.
[14] http://agungsukron99.blogspot.com/2013/04/makalah-civil-society-masyarakat-madani.html.
Diakses pada 24-05-14.
[15] Srijanti, A. Rahman H.I., dan Purwanto S.K., Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi: Mengembangkan Etika Berwarga Negara,
(Jakarta: Salemba Empat: 2011), hlm. 213.
[18] http://ishthesyndicate.blogspot.com/2013/03/1024x768-normal-0-false-false-false.html.
Diakses pada 23-05-14.
[19] Srijanti,
A. Rahman H.I., dan Purwanto S.K., Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi: Mengembangkan Etika Berwarga Negara,
(Jakarta: Salemba Empat: 2011), hlm. 216-217.
0 komentar:
Post a Comment