September 07, 2015

Epistemologi Axiologi Ilmu Dakwah

EPISTEMOLOGI DAN AXIOLOGI ILMU DAKWAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu Dakwah
Dosen Pengampu : Dra. Hj. Jauharotul Farida, M.Ag.
Disusun Oleh :
Gabriella                        131311103
Naili Mufrodah              131311113
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2014

PENDAHULUAN
I.            LATAR BELAKANG
Ilmu dakwah adalah kumpulan pengetahuan yang membahas masalah dan segala hal yang timbul atau mengemuka dalam interaksi antarunsur dari sistem dakwah agar diperoleh pengetahuan yang tepat dan benar mengenai kenyataan dakwah.[1] Epistemologi adalah cabang dari filsafat yang membahas persoalan apa dan bagaimana cara seseorang memperoleh pengetahuan.[2] Sedangkan aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari cara-cara yang berbeda dimana suatu hal dapat baik atau buruk dan hubungan nilai dengan menilai di satu pihak dan dengan fakta-fakta eksistensi objektif di pihak lain.
Pada setiap jenis pengetahuan filsafat mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi)pengetahuan tersebut digali dan dikembangkan. Jika membicarakan epistemologi ilmu,maka seharusnya dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi, sebab ketiga-tiganya memiliki fungsi sendiri-sendiri yang berurutan dalam mekanisme pemikiran. Jika terdapat obyek pemikiran –dalam konteks ini adalah ontologi ilmu dakwah, yakni ilmu komunikasi danpenyiaran Islam, ilmu bimbingan dan konseling Islam, dan ilmu pengembangan masyarakat Islam, tetapi jika tidak didapatkan cara-cara berpikirnya (epistemologinya), maka obyek pemikiran itu akan ”diam” saja sehingga tidak diperoleh pengetahuan apa pun. Sekiranya obyek pemikiran ada, cara-cara berpikir juga ada, tetapi tidak diketahui manfaat apa yangbisa dihasilkan dari sesuatu yang dipikirkan itu (aksiologinya), maka hanya akan sia-sia.[3]
II.                RUMUSAN MASALAH
A.    Apa  yg dimaksud dengan Ilmu Dakwah dalam Perspektif Epistemologi?
B.     Apa yg dimaksud dengan Ilmu Dakwah dalam Perspektif Axiologis?
PEMBAHASAN
A.    Ilmu Dakwah dalam Perspektif Epistemologi
Epistemologi adalah teori pengetahuan. Menurut bahasa Yunani (episteme) berarti pengetahuan, (logos) berarti teori. Epistemologi adalah cabang dari filsafat yang membahas persoalan apa dan bagaimana cara seseorang memperoleh pengetahuan.[4] Epistemologi dakwah adalah usaha seseoarang untuk menelaah masalah - masalah, objectivitas, metodologi, sumber, serta validitas pengetahuan secara mendalam dengan menggunakan dakwah sebagai subyek bahasan (titik tolak berfikir).[5]
1.         Sumber Dakwah dan Ilmu Dakwah
Struktur keilmuan dakwah berkaitan dengan kerangkja berfikir ( filosofis ) mengenai unsur-unsur dakwah, kerangka berfikir (teknis), mengenai interksi antara unsur yang melahirkan problem dakwah sebagai objek kajian–kajian keilmuan dakwah. Pengetahuan dari teori dakwah yang berkaitan dengan realitas dakwah dari intraksi dua unsur tersebut bersumber dari wahyu ( otoritas ) dan akal ( intuisi ). Hal itu sejalan dengan cakupan doktrin islam yang meliputi Al Qur’an, hadits dan sejarah islam.
Beberapa definisi ilmu dakwah menekankkan pada aspek dakwah sebagai realitas dakwah, bukan dakwah sebagai kewajiban setiap muslim. Pandangan dakwah sebagai kewajiban akan mengarahkan ilmu dakwah sebagai kajian normative. Kajian dakwah melibatkan  naskah Al Qur’an dan as sunnah sebagai pijakan utama.
Dari dua pandangan diatas dapat di ambil suatut kesimpulan yang mendasari ataupun sumber utama dakwah dan ilmu dakwah itu sendiri ialah sumber pada Al Qur’an dan As sunnah sebangai pijakan utama dalam dakwah tersebut.
2.         Metodologi Keilmuan Dakwah
Metodologi dapat diartikan studi tentang metode pada umumnya, baik metode ilmiah atau bukan. Merujuk pada pemikiran Syukradi Sambas, metode ilmu dakwah berakar pada al-Nazhariyah al-Syumuliah Al-Qur’aniyah, yaitu pemikiran holistik berdasarkan petunjuk Al-Qur’an. Al-Nazhariyah al-Syumuliah Al-Qur’aniyah memadukan aliran teori pengetahuan seperti empirisme, rasionalisme, kritisisme dan mistisisme yang menjadi metode ilmu dakwah dengan garis besar meliputi :
a.       Metode Istinbath, yaitu proses penalaran dalam memahami dan menjelaskan hakikat dakwah dari Al-Qur’an dan hadits yang produknya berupa teori utama ilmu dakwah Istinbath Relevan.
b.      Metode Iqtibas, yaitu proses penalaran dalam memahami dan menjelaskan hakikat, realitas dan denotasi dakwah dari islam yang secara empiris hidup di masyarakat ilmu-ilmu sosial dipakai sebagai ilmu bantu dalam penerapan dan penggunaan metode ini.
c.       Metode Istiqra, yaitu proses penalaran dalam memahami dan menjelaskan hakikat dakwah melalui penelitian kualitatif dan atau kuantitatif dengan mengacu pada teori turunan dari teori utama ilmu dakwah.[6]
Amrullah Achmad (1985) menjelaskan beberapa metode ilmu dakwah yang dapat dipikirkan atas tindak lanjut dari metode iqtibas dan istiqra. Metode ilmu dakwah yang dimunculkan sebagai berikut:
a.       Metode keilmuan dakwah dengan menggunakan pendekatan analisis sistem
b.      Metode historis, yaitu metode ilmu dakwah dengan menggunakan pendekatan ilmu sejarah.
c.       Metode reflektif, yaitu suatu proses verifikasi prinsip-prinsip serta konsep-konsep dasar dakwah yang dipengaruhi refleksi pandangan dunia tauhid sebagai suatu paradigma.
d.      Metode riset dakwah partisipatif, menekankan kajiannya dengan menggunakan pendekatan empiris.[7]

3.         Struktur Teori Dakwah
Teori dakwah adalah konseptualisasi mengenai realitas dakwah. Teori dakwah tidak lain berupa akumulasi dari hasil penelitian yang telat teruji kebenarannya mengenai objek formal ilmu dakwah. Syukriadi Sambas membagi teori dakwah berdasarkan metode nadzariah syumuliah qur’aniyah sebagai berikut :
a.      Teori citra, yaitu proposisi sebagai hasil dari istinbath, iqtibas dan istiqra mengenai da’i.
b.      Teori pesan, yaitu proposisi sebagai hasil dari istinbath, iqtibas dan istiqra mengenai pesan dakwah.
c.       Teori efektivitas, yaitu proposisi sebagai hasil dari istinbath, iqtibas dan istiqra mengenai metode dan media dakwah.
d.      Teori medan dakwah, yaitu proposisi sebagai hasil dari istinbath, iqtibas dan istiqra mengenaiberbagai persoalan mad’u.
e.      Teori dakwah nafsiyah, yaitu proposisi sebagai hasil dari istinbath, iqtibas dan istiqra mengenai proses dakwah nafsiyah, yang merupakan dakwah yang terjadi di dalam diri seseorang.
f.        Teori dakwah fardliyah, yaitu proposisi sebagai hasil dari istinbath, iqtibas dan istiqra mengenai proses dakwah yang terjadi ketika da’i dan mad’unya bersifat perseorangan dalam bentuk tatap muka.
g.      Teori dakwah fi’ah, yaitu proposisi sebagai hasil dari istinbath, iqtibas dan istiqra mengenai proses dakwah dimana da’inya perorangan sedangngkan mad’unya terdiri dari 3-20 orang yang berlangsung tatap muka dan bersifat dialogis.
h.      Teori dakwah hizbiyah, yaitu proposisi sebagai hasil dari istinbath, iqtibas dan istiqra mengenai proses dakwah yang da’inya perseorangan dan mad’u terdiri dari sekelompok orang yang terorganisasi.
i.        Teori dakwah ummah, yaitu proposisi yang dimaksud dari penerapan metode istinbath, iqtibas dan istiqra mengenai dakwah ummah, dimana proses dakwah da’inya perorangan dan mad’unya sejumlah orang banyak, baik tanpa maupun dengan menggunakan media masa dan bersifat monologis.
j.        Teori dakwah qabaliyah, yaitu proposisi sebagai hasil penelitian dengan menerapkan metode istinbath, iqtibas dan istiqra mengenai proses dakwah yang terjadi antar suku dan budaya yang berlainan mad’u dan da’inya.
k.       Teori dakwah syu’ubiyah, yaitu proposisi sebagai hasil penerapan metode istinbat,iqtibas, dan istiqra dalam penelitian dakwah antar bangsa, dimana da’I dan mad’unya berlainan suku bangsa dan budaya tidak dalam satu kesatuan wilayah kebangsaan.[8]
Menurut teori tahapan dakwah, Rasulullah dan para sahabatnya telah berdakwah dalam tiga tahapan dakwah, yaitu tahapan takwin, tandzim, dan pendelegasian. Adapun tahap-tahap berikut adalah :
a.       Tahap takwin adalah tahap pembentukan masyarakat dakwah dalam bentuk internalisasi dan sosialisasi ajaran tauhid.
b.      Tahapan tandzim adalah ( tahap penatapan dakwah ) . Tahap ini merupakan hasil internalisasi dan sosialiasasi ( eksternalisasi ) yang telah di lakukan pada tahapan petama.
c.       Tahap pendelegasian adalah tahap pelepasan dan kemandirian. Tahap ini di repsentasikan dalam penyelenggaraan haji wadah.     
Stuktur teori dakwah berkaitan dengan pemberian kerangka berfikir ( filosofis) mengenai unsur-unsur dakwah, kerangaka berfikir ( teoritis ) mengenai konteks dakwah dan kerangka berfikir ( teknis ) mengenai interaksi antara unsur yang melahirkan problem dakwah sebagai kajian ilmu dakwah.
4.         Struktur Keilmuan Dakwah
Struktur keilmuan dakwah berkaitan dengan memberikan kerangka berpikir (filosofis) mengenai unsur-unsur dakwah,kerangka berfikir (teoritis) mengenai konteks dakwah dan kerangka berfikir (teknis) mengenai interaksi antar unsur yang melahirkan problema dakwah sebagai objek kajian cabang-cabang keilmuan dakwah. Ilmu dakwah dibagi atas dua kategori :
a.       Ilmu dakwah teoritik, yaitu salah satu disiplin ilmu dakwah yang berusaha memberikan kerangka teori dan metodologi dakwah islam. Berfungsi memberikan dasar-dasar teoritik dan metodologik keahlian dakwah islam. Ilmu dakwah ini memberikan prinsip-prinsip, paradigma dan kerangka teoritik, antara lain : Filsafat dakwah, Epistemologi dakwah, Sejarah dakwah, Sistem dakwah dan lain-lain.
b.      Ilmu dakwah terapan (teknologi dakwah), yaitu salah satu disiplin ilmu dakwah yang berusaha memberikan kerangka teknis operasional kegiatan dakwah islam. Berfungsi memberikan kemampuan teknis keahlian profesi dakwah islam. Menurut Syukriadi Sambas, ilmu dakwah terapan terdiri dari tiga kelompok utama, yaitu ilmu tabligh islam,ilmu pengeembangan masyarakat islam, dan ilmu menejemen dakwah.

B.     Ilmu Dakwah dalam Perspektif Axiologis
Dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan, aksiologi dapat  dipahami sebagai bidang telaah terhadap ilmu yang mempertanyakan tujuan ilmu : apakah teori ilmu itu hanya merupakan penjelasan objektif terhadap realitas, atau teori ilmu merupakan pengetahuan untuk mengatasi berbagai masalah yang relevandengan realitas bidang kajian ilmu yang bersangkutan.[9] Menurut Sambas, aksiologi ilmu dakwah adalah:
a.       Mentransformasikan dan menjadi manhaj (kaifiyyah) serta mewujudkan ajaran islam menjadi tatanan khoiru-ummah.
b.      Mentransformasikan iman menjadi amal sholeh jamaah
c.       Membangun dan mengembalikan tujuan hidup manusia,, meneguhkan fungsi khilafah manusia menurut Al-Qur’an dan sunnah, oleh karena itu ilmmu dakwah dapat dipandang sebagai perjuangan ummat islam dan ilmu rekayasa masa depam umat dan peradaban manusia.[10]
1.         Memahami Kebenaran
Dalam Al-Qur’an, Kebenaran itu disebut dengan istilah al-haq.Dipakai untuk menunjuk Allah dan suatu pengertian yang berlawanan dengan arti istilah batil dan halal. Seperti pada QS Yunus [10]:32
“Maka (Dzat yang demikian) itulah Allah, Tuhan kamu yang al-haq. Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimana kamu dipalingkan (dari kebenaran).”
Kebenaran itu milik Allah ,datang dari Allah, bersifat abadi,, sangat nyata dan tidak pernah membuat celaka bagi umat manusia khususnya. Kebenaran bisa mewujud dalam aturan keadilan yang memisahkan  antarsesama manusia, mendistribusikan hak dan kewajiban secara adil, memberikan sekaligus membela masing-masing individu, keluarga dan masyarakat. Kebenaran juga mewujud pada aturan keutamaan iyang menjadi batas-batas mana yang bersih dan kotor.[11]
2.         Persoalan Rekayasa Masa Depan
Perubahan sosial adalah perubahan dlm segi struktur dan hubungan sosial. Bisa tidaknya perubahan sosial diramalkan, masih menjadi perdebatan di kalangan ilmuwan sosial. Istilah dakwah mengandung penolakan esensial terhadap ide determinisme mutlak dari sejarah dan teologis. Maka ilmuwan dakwah sepakat bahwa arah perubahan sosial dapat diramalkan, diarahkan dan direncanakan.
Dalam QS Al-Hadid [57]:25 terkandung istilah yang dipahami Jalaludin Rakhmat sebagai tiga cara Rasulullah SAW merekayasa umatnya, yakni :
a.       Al-Kitab, yaitu mengembalikan umat manusia pada fitrali kemanusiaan dan nilai-nilai ilahiyah.
b.      Al-Mizan, yaitu mengembangkan argumentasi rasional dan akal sehat agar tercipta kejernihan pola pikir.
c.       Al-Hadid, yaitu berusaha memiliki kekuasaan yang sepenuhnya digunakan untuk menegakkan keadilan, seperti yang telah diberikan Allah SWT kepada Rasulullah SAW.

3.         Persoalan Nilai-Nilai Islam
Al-Qur’an dipercaya memuat nilai-nilai tertinggi yang ditetapkan oleh Allah SWT, dan merupakan nilai resmi dariNya. Nilai yang termuat dalam Al-Qur’an “ada di langit” dan dakwah adalah upaya “menurunkan” dan menjadikan nilai-nilai Al-Qur’an membudaya di kehidupan masyarakat. Kebenaran ilmu dakwah maupun kebenaran dakwah sebagai objek kajian keilmuan pada dasarnya terlihat konsisten dan besifat khas. Maka dakwah senantiasa menuntut ketegasan tentang kebenaran dari orang yang percaya atas kebenaran teologis tertentu apalagi bermaksud menyampaikannya kepada orang lain maka harus ditunujukan secara konsisten dalam menjalani ritual dengan Allah sebagai puncak kebenaran dan sekaligus secara konsisten mengaktualisasikannya kedalam hubungan antar makhluk secara harmonis, dari sudut empirik ada dua yang diyakaini sebagai nilai dakwah, yaitu:
a.       Nilai Kerisalahan dari aspek risalahan dakwah dilihat sebagai penerus, penyambung, dan penerapan fungsi dan tugas rasul  yaitu menyerukan kebenaran, kesadaran, kebebasan dan keselamatan rakyat agar terhindar dari marabahaya dan mengajak mereka menuju kehidupan yang berperadaban. Seperti di contohkan nabi, maka seorang da’i mengemban tugas yang sangat berat sebagai agen pembangunan yang berkewajiban menyampaikan ajaran islam kepada umat manusia dan menjaga umat agar tidak tergelincir dalam jurang bahaya.
b.      Nilai Rahmat dalam dakwah yaitu ajaran islam harus memberikan manfaat bagi kehidupan umat ( petunjuk hati, obat spiritual, mengantarkan hidup yang sejahtera lahir batin ) atau “memberikan rahmat dalam kehidupan umat” (Q.S. [21] : 107 ). Berkaitan fungsinya sebagai rahmat adalah sejauh mana konsep-konsep dan teori-teori ilmu dakwah memberikan kontribusi bagi kehidupan manusia.

PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Sumber ilmu dakwah pada dasarnya sama dengan sumber ilmu lain yaitu akal, intuisi, indra, dan otoritas. Namun sumber utama dakwah dan ilmu dakwah itu sendiri ialah sumber pada Al Qur’an dan As sunnah sebagai pijakan utama dalam dakwah tersebut.Secara operasional metode riset dakwah perspektif memiliki prosedur yaitu : peneliti/da’i yang melakukan generalisasi atas fakta dakwah dalam perspektif sejarah dan melakukan kritik atas teori-teori dakwah yang ada;peneliti/da’i yang menyusun analisis kecenderungan masalah, sistem, metode, pola pengorganisasian dan pengelolaan kdakwah yang terjadi di masa lalu,kini dan  kemungkinan di masa datang. Syukriadi Sambas membagi teori dakwah berdasarkan metode nadzariah syumuliah qur’aniyah yaitu teori citra, pesan, evektivitas,medan dakwah, dakwah nafsiyah, dakwah fardliyah, dakwah fi’ah, dakwah hizbiyah, dakwah ummah, dakwah qabailiyah, dan dakwah syu’ubiyah. Ilmu dakwah dibagi atas dua kategori yaitu ilmu dakwah teoretik dan ilmu dakwah terapan.
Kebenaran ilmu dakwah harus dipakai untuk membela, menegakkan, dan melestarikan kebenaran.Tata nilai isalm yang akan ditanamkan ,didasrkan pada pengetahuan yang mendalammengenai realitas yang ada di masyarakat, yang diperoleh antaralain melalui study literaturkeagamaan yang bersifat normatif dan historis yang memungkinkan diperoleh simbol-simbol baru sebagai pengganti dari simbol-simbol lama yang tidak islami.
B.     SARAN
Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan. Kami menyadari dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan. Maka dari itu kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Besar harapan kami semoga makalah ini bisa memberikan banyak manfaat bagi pembaca pada umumnya dan pemakalah pada khususnya. Amin.


DAFTAR PUSTAKA
Agus, Bustanuddin. (1977).The Liang Gie, Suatu Konsepsi Ke Arah Penertiban Bidang
Filsafat. terj. Ali Mudhofir.Yogyakarta: Karya Kencana.
Nasution, Harun. (1973). Filsafat Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Qardhawi, Yusuf.(1983). Dakwah Islam di Masa Depan, Bagaimana Dakwah di Kalangan Intelektual dan Teknokrat. Yogyakarta: PLP2M.
Runes, Dagobert D. (1975).Dictionary of Philosophy .Totawa-New Jersey: Litlefield, Adam & Co.
Sambas, Syukriadi. (1999) . Sembiln Pasal Pokok-pokok Filsafat Dakwah. Bandung: KP HADID.
Saputra, Wahidin. (2011). Pengantar Ilmu Dakwah .Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
-------------------------.(1999). Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial.Jakarta: Gema Insani Press.




[1] Drs. Wahidin Saputra, M.A. Pengantar Ilmu Dakwah (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2011) hlm.100
[2] Harun Nasution, Filsafat Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973),hal 10.
[6] Syukriadi Sambas, Sembiln Pasal Pokok-pokok Filsafat Dakwah, (Bandung: KP HADID :1999) Hlm.91-92
[7] Syukriadi Sambas, Sembilan Pasal Pokok-pokok Filsafat Dakwah.
[8] Syukriadi Sambas, Sembiln Pasal Pokok-pokok Filsafat Dakwah, (Bandung: KP HADID :1999)
[9] Bustanuddin Agus, The Liang Gie, Suatu Konsepsi Ke Arah Penertiban Bidang Filsafat, terj. Ali Mudhofir, (Yogyakarta: Karya Kencana, 1977), hal. 144-145. Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial,( Jakarta: Gema Insani Press,1999), hlm. 109.
[10] Syukriadi Sambas, Sembiln Pasal Pokok-pokok Filsafat Dakwah, (Bandung: KP HADID :1999)
[11] Yusuf Qardhawi,op.cit.,hlm. 17-18. Hidayat Nataatmadja,”Dakwah Islam di Masa Depan, Bagaimana Dakwah di Kalangan Intelektual dan Teknokrat”, dalam Amrullah Achmad (ed.), Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta: PLP2M.,1983), HLM 52-57.

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2015 Baca Online dan Seputar Blog
| Distributed By Gooyaabi Templates