Ontologi Ilmu Dakwah
ONTOLOGI ILMU DAKWAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Dakwah
Dosen Pengampu: Dra.Hj.Jauharotul Farida, M.Ag
Disusun Oleh :
Nis Himayah
(131311114)
Sugeng Riyadi (131311107)
FAKULTAS DAKWAH
DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
A. Latar Belakang Masalah
Ketika berbicara tentang landasan otologis dakwah, maka kita akan
menelaah apa yang hendak diketahui melalui penelaah itu, karena ontologi dalam
tataran filsafat merupakan sebuah cabang filsafat yang berdiri sendiri dan
berusaha mengungkap ciri-ciri segala yang ada, baik ciri-ciri yang universal
maupun yang khas.
Ontologi juga
sebagai suatu telaah teoritis, yaitu himpunan terstruktur yang primer dan basic.
Ontologi merupakan akar dari ilmu sains atau dasar dari kehidupan sains, yang
mempelajari hal-hal yang bersifat abstrak. Dasar ontologi dari ilmu berhubungan
dengan materi yang menjadi obyek penelahan ilmu.[1]
Ontologi menyelidiki sifat
dasar dari apa yang nyata secara fudamental dan cara-cara yang berbeda dalam
entitas dari kategori-kategori logis yang berlainan (seperti obyek-obyek fisis,
hal universal, abstraksi, bilangan, dll) dapat dikatakan ada. Dalam kerangka
tradisional, ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum
mengenai hal yang ada. Ontologi berusaha mengungkapkan makna eksistensi, tidak termasuk mengenai
persoalan asal mula, perkembangan dan struktur kosmos (alam semesta) yang
merupakan titik perhatian dari kosmologi.[2]
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
ontologi?
2.
Bagaimanakah sejarah perkembangan ontologi itu?
3.
Apa yang menjadi obyek kajian ilmu dakwah?
4.
Bagaimana perspektif ontologi terhadap ilmu dakwah?
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ontologi
Ontologi
berasal dari dua kata on dan logi artinya ilmu tentang ada.
Ontologi adalah teori tentang ada dan realitas. Meninjau persoalan secara
ontologis adalah mengadakan penyelidikan terhadap sifat dan realitas. Jadi
ontologi adalah bagian dari metafisika yang mempelajari hakikat dan digunakan sebagai
dasar untuk memperoleh pengetahuan atau dengan kata lain menjawab dengan
pertanyaan apakah hakekat ilmu itu. Ontologi
meliputi permasalahan apa hakekat ilmu itu, apa hakekat kebenaran dan kenyataan
yang inbern dengan pengetahuan yang tidak terlepas dari persepsi kita tentang
apa dan bagaimana ilmu itu.
Ontologi
menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara-cara
yang berbeda dalam mana entitas dari kategori-kategori logis yang berlainan (
seperti objek-objek fisis, hal universal, abstraksi, bilangan dan lain-lain)
dapat dikatakan ada. Dalam kerangka tradisional, ontologi dianggap sebagai
teori mengenai prinsip-prinsip umum mengenai hal “ada”, sedangkan dalam
pemakainya pada akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai “apa
yang ada”. Ontologi berusaha mengungkapkan makna eksistensi, tidak termasuk mengenai
persoalan asal mula perkembangan dan struktur kosmos (atau alam semesta) yang
merupakan titik perhatian dari kosmologi.
Ontologi dalam Dakwah Islam adalah pemahaman atau pengkajian
tentang wujud hakikat dakwah islam dalam mengkaji problem ontologis dakwah yang
juga menjadi perhatian filsafat dakwah selain ilmu-ilmu lainnya.[3]
B.
Sejarah Perkembangan Ontologi
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat
yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan
sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang
bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada
masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan.
Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air
merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun
yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu
berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap
ada berdiri sendiri). Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati
ontologi dengan dua macam sudut pandang: kuantitatif, yaitu dengan
mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak? Kualitatif,
yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki
kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga
mawar yang berbau harum. Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu
yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis.
Beberapa aliran
dalam bidang ontologi, yakni realisme, naturalisme, empirisme. Istilah
istilah terpenting yang terkait dengan ontologi adalah:
yang-ada (being)
kenyataan/realitas (reality)
eksistensi (existence)
esensi (essence)
substansi (substance)
perubahan (change)
tunggal (one)
jamak (many)
Ontologi
ini pantas dipelajari bagi orang yang ingin memahami secara menyeluruh tentang
dunia ini dan berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris (misalnya antropologi,
sosiologi, ilmu kedokteran, ilmu budaya, fisika, ilmu teknik dan sebagainya).
C.
Obyek Kajian Ilmu Dakwah
Dakwah dalam praktiknya merujuk pada fitrah manusia karena dalam
fitrah itulah ada kebenaran yang dengan begitu kebenaran akan hadir pada diri
mad’u dan diterimanya dengan ketulusan. Hakekat dakwah adalah mengajak manusia
kembali kepada hakikat yang fitri yang tidak lain adalah jalan Allah Swt, serta
mengajak manusia untuk kembali kepada fungsi dan tujuan hakiki keberadaannya
dalam bentuk mengimani ajaran kebenaran dan mentransformasikan iman menjadi
amal shaleh.
Ilmu dakwah pada hakikatnya adalah
ilmu yang menyadarkan dan mengembalikan manusia pada fitrahnya, pada fungsi dan
tujuan hidup manusia menurut islam. maka, ilmu dakwah adalah ilmu transformasi
untuk mewujudkan ajaran yang bersifat fitri (islam) menjadi tatanan khairul
al-Ummah atau mewujudkan iman menjadi amal saleh kolektif yang tumbuh dari
kesadaran intelektual yang sepenuhnya berpihak kepada kemanusiaan.
Obyek material ilmu dakwah, menurut
penjelasan Cik Hasan Bisri adalah unsure substansial ilmu dakwah yang terdiri
dari enam komponen, yaitu da’i, mad’u, metode, materi, media, dan tujuan
dakwah. Sedangkan obyek forma ilmu dakwah adalah sudut pandang tertentu yang
dikaji dalam disiplin utama ilmu dakwah, yaitu disiplin tabligh, pengembangan
masyarakat islam dan managemen dakwah.
Amrullah achmad berpendapat[4],
obyek material ilmu dakwah adalah semua aspek ajaran islam (Al-Qur’an dan
as-sunnah), hasil ijtihad, dan realisasinya dalam system pengetahuan,
tekhnologi, social, hokum, ekonomi, pendidikan dan lainya, khususnya kelembagan
islam. Obyek formanya yaitu kegiatan mengajak umat manusia supaya kembali dalam
seluruh aspek kehidupannya.[5]
Obyek
yang dikaji dalam ilmu dakwah berkaitan dengan obyek kajian ilmu-ilmu
keislaman, ilmu-ilmu social, dan perilaku-perilaku teknologis lainnya.Obyek
forma kajian ilmu dakwah adalah kegiatan manusia yang memihak dan menerapkan ke
dalam segi-segi kehidupan umat manusia, Ajaran Islam sebagaimana dipahami dari
sumber-sumber pokoknya, termasuk nilai-nilai kebenaran, dan kemanusiaan.Upaya
yang menjadi obyek forma ilmu dakwah itu berfungsi untuk mengembalikan manusia
dalam garis fitrah mereka.Secara kategoris, obyek forma ilmu dakwah adalah
ruang persentuhan antara perilaku keagaman, perilaku keislaman, dan perilaku
tekhnologis dalam dimensi ruang dan waktu. Secara terperinci, obyek formal ilmu
dakwah itu terdiri dari realitas dakwah berupa proses interaksi unsur-unsur
dakwah.[6]
D. Perspektif Ontologi terhadap Ilmu Dakwah
Ontologi adalah cabang metafisika mengenai realitas yang berusaha mengungkap
ciri-ciri segala yang ada, baik ciri-ciri yang universal, maupun yang
khusus.ontologi
suatu telaah teoritis adalah himpunan terstruktur yang primer dan basic dari jenis-jenis entitas yang
dipakai untuk memberikan penjelasan dalam seperti itu, jadi landasan ontology
suatu pengetahuan mengacu apa yang digarap dalam penelaahannya, dengan kata
lain apa yang
hendak diketahui melalui kegiatan penelahan itu.
Seperti disebut di atas yaitu bahwa landasan ontologi adalah menelaah apa yang hendak
diketahui melalui penelahan itu, dengan kata lain apa yang menjadi bidang
telaah ilmu dakwah. Berlainan dengan agama, maka ilmu dakwah mengatasi dirinya
kepada bidang-bidang yang bersifat empirik dan pemikiran objek ini tentunya
berkaitan dengan aspek kehidupan manusia, sosial, kehidupan agama, pemikiran
budaya, estetika dan filsafat yang dapat diuji atai diverifikasi. Ilmu dakwah
mempelajari dan memberikan misi yang berkaitan dengan Islam bagi kehidupan
manusia.
Berdasarkan objek yang ditelaah, maka ilmu dakwah dapat
disebut sebagai suatu ilmu pengetahuan yang sifatnya empirik maupun
pemikiran.secara garis besar ilmu dakwah mempunyai tiga asumsi mengenai
objeknya. Asumsi pertama bahwa objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu
sama lain, berdasarkan ini maka kita dapat mengelompokan beberapa objek dalam
kegiatan yang serupa kedalam satu golongan. Asumsi kedua bahwa kegiatan ilmu
dakwah disamping menyampaikan misi ajaran islam juga mempelajari tingkah laku
satu objek dalamkegiatan tertentu. Asumsi ketiga bahwa suatu gejala bukan
merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan, tiap gejala mempunyai pola
tertentu yang bersifat tetap dengan urutan-urutan kejadian yang sama, disamping
asumsi-asumsi tersebut dakwah sebagai ilmu atau ilmu dakwah, mengandung dua
aspek yang pokok yaitu aspek fenomental dan aspek structural.
Aspek fenomental menunjukan ilmu dakwah yang
mengewejantahkan dalam bentuk masyarakat proses dan produk, sebagai masyarakat
atau kelompok “elit” yang dalam kehidupan kesehariannya begitu mematuhi
kaidah-kaidah ilmiah ynag menurut paradigma Mertan disebut universalisme,
komunise,disent erestedn ess, dan skepsisme yang teratur dan terarah sebagai
proses ilmu dakwah menampakan diri sebagai aktivitas atau kegiatan kelompok
elit dalam upayanya menggali dan mengembangkan ilmu melalui penelitian,
ekspedisi, seminar, kongres dan lain-lainnya, sedangkan sebagai produk ilmu
dakwah dan menghasilkan berupa teori, ajaran, paradigma, temuan-temuan dan lain
sebagainya disebar luaskan melalui karya-karya publikasi dan kemudian
diwariskan kepada madsyarakat dunia.
Aspek struktural menunjukan bahwa ilmu dakwah disebut
sebagai ilmupengetahuan apabila didalamnya terdapat unsur-unsur sebagai
berikut:
1.
Sasaran
yang dijadikan objek untuk diketahui.
2.
Objek
sasaran ini terus menerus dipertanyakan dengan suatu cara (metode) tertentu
tanpa mengenal titik henti. Adalah suatu cara paradiks bahwa ilmu pengetahuan
yang akan terus berkembang justru muncul permasalahan-permasalahan baru yang
mendorong terus dipertanyakan.
3.
Ada
alasan mengapa Geganstand terus dipertanyakan.
4.
Jawaban yang diperoleh kemudian dikumpulkan dalam sebuah sistem.
Disamping aspek-aspek tersebut, maka berbicara strategi
perkembangan ilmu dakwah dapat dilihat kedalam beberapa hal, bahwa ilmu dan
konteks dengansience sehingga menimbulkan adanya gagasan baru yang actual dan
relevan, sedangkan yang berpendapat bahwa ilmu lebur dalam konteks. Tidak saja
merefleksikan tetapi juga memberi dasar pembaharuan bagi konteks.
Hal itu tidak dapat dipungkiri bahwa kini sangat dirasakan
urgensinya untukmenjelaskan dan mengarahkan perkembangkan ilmu dakwah atas
dasar context ofdiscovery dan tidak hanya berhenti atas dasar context of justification.
Strategi pengembangan ilmu dakwah yang paling tepat, kiranya
adalah sebagaiberikut:
1.
Visi
orientasi filosofiknya diletakkan pada nilai-nilai islam didalam mengahadapi
masalah-masalah yang harus dipecahkan sebagai data/fakta objektif dalam satu kesatuan interogrative.
2.
Visi
dan orientasi oprasionalnya diletakkan pada dimensi sebagai berikut:
a) Tehologis dalam arti bahwa ilmu
dakwah hanya sekedar sarana yang memang harus kita pergunakan untuk mencapai
suatu leleos (tujuan), yaitu sebagaimana ideal kita kita untuk mewujudkan
cita-cita masyarakat ilsmai.
b) Etis dalam arti bahwa ilmu dakwah
kita harus oprasionalkan untuk meningkatkan, sebab manusia hidup dalam relasi
baik dengan sesama maupun dengan masyarakat yang menadi ajangnya. Peningkatan
kualitas manusia harus diintegrasikan kedalam msayarakat yang juga harus
ditigkatkan kualitas strukturnya.
Menurut Sukriadi Sambas[7],
kajian ontologi keilmuan ilmu dakwah yaitu mencakup haikat/keapaan dakwah,
hakikat ilmu dakwah itu dapat dirumuskan sebagai kumpulan pengetahuan yang
berasal dari Allah dan kemudian dikumpulkan oleh umat Islam secara sistematis
dan terorganisir yang membahas interaksi antar unsur dalam sistem melaksanakan
kewajiban dengan maksud mempengaruhi, pemahaman yang tepat mengenai kenyataan
dakwah sehingga akan dapat diperoleh susunan ilmu yang bermanfaat bagi tugas
pedakwah dan khalifah umat Islam.[8]
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ontologi berasal dari dua kata on dan logi artinya ilmu
tentang ada. Ontologi adalah teori tentang ada dan realitas. Jadi ontologi
adalah bagian dari metafisika yang mempelajari hakikat dan digunakan sebagai
dasar untuk memperoleh pengetahuan atau dengan kata lain menjawab dengan
pertanyaan apakah hakekat ilmu itu. Ontologi dalam Dakwah Islam adalah
pemahaman atau pengkajian tentang wujud hakikat dakwah islam dalam mengkaji
problem ontologis dakwah yang juga menjadi perhatian filsafat dakwah selain
ilmu-ilmu lainnya. .
Amrullah
achmad berpendapat, obyek material ilmu dakwah adalah semua aspek ajaran islam
(Al-Qur’an dan as-sunnah), hasil ijtihad, dan realisasinya dalam system pengetahuan,
tekhnologi, social, hukum, ekonomi, pendidikan dan lainya, khususnya kelembagan
islam. Menurut Sukriadi Sambas, kajian
ontologi
keilmuan ilmu dakwah yaitu mencakup haikat/keapaan dakwah, hakikat ilmu dakwah
itu dapat dirumuskan sebagai kumpulan pengetahuan yang berasal dari Allah dan
kemudian dikumpulkan oleh umat Islam secara sistematis dan terorganisir yang
membahas interaksi antar unsur dalam sistem melaksanakan kewajiban dengan
maksud mempengaruhi, pemahaman yang tepat mengenai kenyataan dakwah sehingga
akan dapat diperoleh susunan ilmu yang bermanfaat bagi tugas pedakwah dan
khalifah umat Islam.
B. Saran
Penulis berharap dengan adanya makalah ini, dapat memenuhi tugas
mata kuliah Pengantar Ilmu Dakwah dengan baik
dan benar. Di sisi lain, penulis juga berharap dengan adanya makalah ini akan
bisa menjadi bahan bacaan yang baik. Baik untuk mahasiswa maupun kalangan akademika
pada khususnya. Sebagai motivasi maupun inspirasi dalam mengembangkan
kreativitasnya.
Penulis menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini tentu tidak luput dari kesalahan, karena
kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Oleh karena
itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk lebih menyempurnakan
makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad, Amrullah. 1985. Dakwah Islam dan
Perubahan Sosial. Yogyakarta: PLP2M.
Enjang
dan Aliyudin. 2009. Dasar-dasar Ilmu Dakwah. Bandung: Widya Padjajaran.
Sambas, Sukriadi. 1999. Sembilan Pasal Pokok-Pokok
Filsafat Dakwah. Bandung: KP HADID.
Sulthon, Muhammad. 2003. Desain Ilmu
Dakwah. Semarang: Pustaka Pelajar Offset.
http://suksespend.blogspot.com/2009/06/makalah-landasan-ontologi-epistemologi.html, diakses pada tanggal 02 Juni 2014, pukul:
20:21 WIB.
http://abar-cule.blogspot.com/2010/12/ilmu-dakwah-dilihat-dari-segi-ontologi.html, diakses pada tanggal 10 Juni 2014, pukul
11:12 WIB.
[2]Muhammad Shulthon,
Desain Ilmu Dakwh, (Semarang: Pustaka Pelajar Offset, 2003), hlm.53-54.
[3]http://suksespend.blogspot.com/2009/06/makalah-landasan-ontologi-epistemologi.html, diakses pada tanggal
02 Juni 2014, pukul: 20:21 WIB.
[4] Amrullah Ahmad, Dakwah Islam dan
Perubahan Sosial, (Yogyakarta: PLP2M, 1985).
[7] Sukriadi Sambas, Sembilan Pasal Pokok-Pokok Filsafat
Dakwah, (Bandung: KP HADID, 1999).
[8]http://abar-cule.blogspot.com/2010/12/ilmu-dakwah-dilihat-dari-segi-ontologi.html, diakses pada tanggal 10 Juni 2014, pukul
11:12 WIB.
0 komentar:
Post a Comment